Esok harinya, Lanting Beruga bersiap pergi dari gubuk ini, melihat seperti apa dunia luar yang sebenarnya.
"Dewa Beralis Tebal akan menjaga dirimu," ucap Seno Geni. "Jangan khawatir, dia bukan orang yang lemah."
Lanting Beruga meneteskan air mata, sudah waktunya berpisah, pikir pemuda itu. Satu-satunya yang dia khawatirkan adalah kondisi Seno Geni dan Wulandari.
"Cucuku, keadaan diluar sana tidak seaman di tempat ini, jaga dirimu baik-baik. Bertemanlah dengan semua orang, makanlah yang banyak ..."
"Nenek, aku sudah makan banyak," timpal Lanting Beruga.
"Hikhikhik ..." Wulandari tertawa sambil menangis, dilihatnya wajah Lanting Beruga lekat-lekat, rupanya cucu kesayangannya, yang dulu dia timang tiap hari kini sudah cukup dewasa.
Anak elang ini sudah cukup umur untuk pergi meninggalkan saranganya. Dikecupnya kening Lanting Beruga dengan pelan, "Pergilah cucuku, ukir namamu setinggi bintang."
Lanting Beruga akhirnya meneteskan air
Dewa Beralis tebal mencegah Lanting Beruga untuk memeriksa tubuh dua orang itu.Luka yang mereka miliki sedikit aneh, dan tidak wajar."Tolong-tolong kami ..." Rintih salah satu dari dua orang yang barus aja sampai itu.Dewa Beralis Tebal mendekati salah satunya, tapi dia tidak berniat menyentuh luka yang mereka miliki."Racun Kelabang Merah," ucap Dewa Beralis Tebal setelah cukup yakin dengan luka yang mereka miliki. "Siapa yang menyerang kalian berdua?""Mereka menyebut diri sebagai Kelompok Banaspati ... Tuan, tolong kami ..."Kelompok Banaspati mulai membuat resah beberapa pekan terakhir. Mereka mengaku diri sebagai Kelompok yang membawa malapetaka bagi golongan putih.Tapi hingga hari ini, belum ada pimpinan dari kelompok itu yang menunjukan wajahnya secara langsung. Korban berjatuhan banyak dari kalangan pendekar level lima atau paling tinggi pendekar level perunggu.Rumor mengatakan, pimpinan Banaspati berniat menyusun r
Ada 5 pusaka kuat yang menguasai 5 elemen dasar. Api, air, tanah, angin dan logam. Setiap pusaka yang mewakili lima elemen itu berbeda-beda. Menurut Nyai Trang Hati, pusaka yang mewakili elemen air adalah kitab kuno yang mempelajari mengenai pengobatan. Hampir segala macam jenis penyakit dan cara pengobatannya dituliskan di dalam kitab tersebut. Apakah sudah ada yang mendapatkan kitab itu? belum, Nyai Trang Hati tidak yakin jika ada manusia yang sudah berhasil mendapatkan kitab tersebut. Sementara yang mewakili elemen logam, adalah sebilah pedang terkuat yang ada saat ini. Konon itu adalah pedang terakhir yang diciptakan oleh Empu Pelak, empu terbaik yang ikut andil dalam perang Sursena pertama. Sementara tiga pusaka yang lain, Nyai Trang Hati belum berhasil mendapatkan informasinya, tapi secara garis besar dia mengatakan salah satu dari tiga pusaka itu merupakan sosok siluman. "Tunggu, lalau apa hubungannya dengan pemuda ini?" tanya Dew
Setelah selesai menghabiskan semua makanannya, yang terlihat mustahil bagi orang lain, Lanting Beruga bersendawa keras. Ah menjijikan sekali. "Masakan ini benar-benar nikmat," ucap Lanting Beruga, "Bagaimana menurutmu?" Pengemis yang dia undang masuk ke dalam tempat ini tersenyum riang, perutnya benar-benar buncit dan mencuat keluar dari pakaiannya. Sementara di sisi lain, Dewa Beralis Tebal mengurut keningnya yang sakit. Ada dua hal yang membuatnya seperti itu, pertama karena dia menahan malu, seolah menahan untuk buang air besar, dan kedua karena Lanting bisa saja menghabiskan semua isi di saku bajunya. Dewa Beralis Tebal rasanya tidak ingin terlalu lama berada di perjalanan ini, dia ingin cepat sampai di Sekte Awan Berarak. Baru pula selesai makan, dari luar sana terdengar sorakan banyak orang. Semua orang melihat ke arah yang sama, seorang pria berpakaian serba putih sedang menunggang kuda bersama dengan para pengawalnya. Itu
Setelah menempuh perjalanan beberapa hari di atas pusaka lesung, -hampir membuat Lanting Beruga jenuh-, akhirnya mereka tiba pula di wilayah Kota Majangkara."Tempat yang ramai," ucap Lanting Beruga, ketika mereka memutuskan hanya berjalan kaki saja.Hampir sebagian besar penghuni kota ini menaruh hormat kepada Dewa Beralis Tebal. Ah tentu saja, Sekte Awan Berarak adalah penjaga Kota tua ini."Dewa Beralis Tebal, siapa pemuda yang ada di samping dirimu?" tanya salah satu pria yang berpapasan di jalan. "Apa dia anggota dari Sekte Awan Berarak?""Dewa Beralis Tebal, apakah Sekte Awan Berarak menerima murid, aku ingin putraku bergabung dengan kalian."Dewa Beralis Tebal hanya tersenyum tipis, dia mengatakan bahwa sektenya tidak bisa menerima murid sembarangan, pak tua itu juga menjelaskan mengenai Lanting Beruga secara garis besarnya saja.'"Oh, pemuda yang beruntung, semoga kau menjadi pendekar yang berbudi luhur ..."Lanting Beruga ter
Lanting Beruga jelas terkejut, orang tua paling kuat di sekte Awan Berarak menghunuskan pedang ke arah dirinya, hanya untuk melihat apakah dia adalah pusaka yang diramalkan itu, atau bukan.Namun beberapa saat kemudian, riak wajah Lanting Beruga menjadi begitu tenang. Segala ketakutan yang ada mendadak lenyap."Mahasepuh, jelas kau tidak percaya mengenai siapa diriku ini, begitupun dengan diriku," ucap Lanting Beruga, berdiri lalu kemudian membersihkan tanah yang menodai pakaiannya. "Kau harus tahu, Dewa Beralis Tebal lah yang membawaku ke sini, dan Nyai Trang Hati yang mengatakan aku adalah salah satu dari 12 pusaka, tapi jika kau menganggap aku adalah penipu, jelas aku tidak terima."Lanting Beruga kemudian menarik pedang patah dari dalam sarungnya, membuat Gadhing menjadi sedikit terkejut.Gadhing telah melepaskan tekanan tenaga dalam untuk menakuti Lanting Beruga, tapi sayangnya pemuda itu tidak bisa merasakan tekanan tersebut. Yang dia tahu han
Tidak pernah murid belajar di dataran kuno, bahkan generasi sebelum Lanting Beruga. Mengetahui jika murid baru itu mendapat didikan spesial dari Nyai Anjani, membuat banyak murid menjadi iri. Lagipula ada apa dengan Dataran kuno itu. Lanting Beruga tiba di tempat tujuan, sebuah bangunan besar yang telah hancur di banyak sisi. Cukup luas halaman bangunan itu, dan itulah Dataran Kuno tersebut. Di tempat ini, dulunya Nyai Anjani muda dan teman-temannya berlatih di bawah bimbingan Mahasepuh hebat, Ki Alam Sakti. Namun sekarang tidak ada apapun di tempat ini, cukup sepi kecuali hanya ada beberapa binatang yang berkeliaran di tempat ini. "Selama dua tahun ke depan, kau akan terus tinggal di tempat ini, aku akan mengajari semuanya," ucap Nyai Anjani. Nyai Anjani mengira jika Lanting Beruga tidak setuju dengan keputusan itu, tapi siapa menduga jika Lanting Beruga seakan terpikat dengan tempat ini. Bukannya merasa tertekan, Lanting Beruga malah terseny
Menyerang dengan semua kemampuan, itu artinya Lanting Beruga harus menggunakan kekuatan Roh Api. Mode Cahaya Api.Latih tanding antara Nyai Anjani melawan Lanting Beruga berlangsung cukup lama. Untuk mengimbangi muridnya, Nyai Anjani harus menurunkan level kependekaran dirinya."Bagus Lanting, hanya dalam beberapa waktu singkat kau sudah semakin mahir menggunakan pedang itu," ucap Nyai Anjani.Namun pujian itu tidak lantas membuat Lanting Beruga menjadi senang, dia malah bertambah semakin kesal.Lanting Beruga telah menggunakan mode cahaya api untuk menyerang Nyai Anjani, tapi dari sisi manapun dia menyerang wanita tua itu berhasil membalikan ke adaan.Hanya dengan ranting bunga mawar, bagaimana wanita ini bisa menahan tebasan pedang Lanting Beruga? pemuda itu semakin prustasi.Plak ....Lanting Beruga terkena tebasan ranting bunga mawar, begitu pelan tapi efeknya membuat pemuda itu melambung tinggi dan nyaris menghantam p
Berteriak habis suara Lanting Beruga, tentu saja tidak ada yang sudi menyelamatkan pemuda itu. Tadi dia baru saja berteriak dan menantang siluman apapun, dan kini malah meminta tolong, otak pemuda itu tampaknya sudah bermasalah.Beberapa saat kemudian, Lanting Beruga mulai membaik, entah kenapa tampaknya efek racun dari ulat berbulu itu tidak berhasil membunuh dirinya.Roh api membantu menetralkan semua racun yang masuk ke dalam tubuh pemuda itu."Hahahaha ...hampir saja aku mati," ucap Lanting Beruga, pandangannya kemudian tertuju kepada ulat besar yang mungkin mulai takut saat ini. Ulat itu hendak berlari, barang kali, tapi dia bukan kuda, ulat tentu tidak bisa berlari cepat. "Mau kemana kau siluman berbulu?" Lanting Beruga semakin tersenyum sinis, sekekali tertawa mengerikan.Dia mencabut pedang, dan bergerak cepat untuk melumpuhkan ulat itu. Mula-mula bulu di tubuhnya bisa mengeras, membuat serangan Lanting Beruga tidak mempan. Namun kemudian dia meng