Aura yang dipancarkan oleh mahluk tersebut benar-benar terasa sangat aneh, Lanting Beruga tidak pernah menemukan aura seperti ini selama berada di alam lelembut.
Tekanan yang selalu muncul dari tubuh mahluk itu membuat mata kirinya berdenyut kuat, hampir saja Lanting Beruga membuka mata itu karena penasaran dengan sosok yang datang saat ini.
Siapa dia? gumam Lanting Beruga, kenapa dia datang ke sini?
Garuda Kencana berdiri tepat di samping Lanting Beruga, segera menyadari kegundahan teman manusianya.
"Klik Klik Klik ..." Garuda Bercerita saat ini.
"Bangsa Asura," ucapnya.
Mendengar hal itu, Lanting Beruga tersentak seolah tidak percaya dengan ucapan Garuda Kencana. Jadi Bangsa itu benar-benar ada, bukan hanya mitos belaka yang acap kali dia dengar dari mulut kakeknya, Seno Geni.
Rupanya, mahluk alam kegelapan bukalah dongeng semata, yang digunakan oleh orang tua untuk menakut-nakuti anak-anaknya yang gemar bermain hingga larut malam.<
Menurut Roh Api, Bangsa Asura memiliki 4 level berbeda. Level ini bukan hanya mengacu pada kekuatan mereka tapi pula dari kedudukan mereka di mata asura yang lain.Level ini dibagi menjadi level terkuat, level kuat, level sedang, level rendah.Perbedaan kasta pada bangsa asura benar-benar mengerikan.Sang kesepian dan kesombongan ini menghibur diri mereka dengan menyiksa iblis lain yang berada di level rendah. Semantara level rendah meneror iblis yang lebih rendah darinya.Jika mereka berada di level yang sama, mereka akan bertarung dan saling mencekik meskipun mereka akan sulit untuk mati.Obrolan Roh Api dengan Lanting Beruga berlangsung sangat cepat, tapi terasa begitu lama bagi Lanting Beruga, seolah dia baru saja tertidur dan bermimpi banyak hal.Umumnya level rendah memiliki wujud seperti monster atau setengah berbentuk seperti binatang.Level sedang sedikit lebih baik dari level redah dari sisi wujud mereka, paling tidak me
Lanting Beruga merasa serangannya mengenai sasaran, tapi kenapa aura kegelapan masih terpancar dari tubuh mahluk tersebut."Roh Api, bagaimana bisa begitu?" tanya Lanting Beruga."Itu karena ...," Roh Api menjelaskan hanya ada dua cara membunuh bangsa asura.Pertama, hancurkan jantung iblis yang dimiliki oleh mahluk tersebut. Jantung iblis adalah sumber energi kehidupan bangsa itu.Namun masalahnya, jantung itu tidak berada di dada kiri seperti manusia pada umumnya. Jantung itu berada tidak tentu, asura dapat memindahkan jantungnya ke bagian tubuh manapun sesuka hati dirinya.Dalam kasus ini, bisa saja mahluk tersebut meletakan jantungnya kedalam tubuh ular yang menyatu dengan bagian bawah kakinya sendiri.Cara yang kedua adalah, menghancurkan tubuh Asura dalam sekali serangan. Dengan begitu jantung iblis akan ikut hancur bersama dengan tubuhnya yang lenyap."Apa itu artinya pedangku tidak dapat membunuhnya?" tanya Lanting Berug
Cahaya gelap jatuh ke arah Lanting Beruga, tapi sedikitpun pemuda itu tidak bergeming dari tempatnya.Dan entah kenapa, tubuhnya bergerak sendiri dengan pedang yang berselimut cahaya terang berwarna merah.Lalu semua hal diliputi oleh energi hitam pekat yang bercampur dengan cahaya merah terang. Asura tertawa melihat permukaan yang hancur tap bci kemudian senyumnya hilang dari bibir asura.Lanting Beruga menerobos masuk ke dalam energi hitam, dengan pedang sisik naga hijau menujam ke atas.Laksana anak panah, Lanting Beruga berhasil melewati tubuh Asura membuat dadanya berlubang cukup besar.Mengetahui mahluk tersebut tidak akan mati dengan serangan seperti ini, Lanting Beruga menebaskan pedangnya puluhan kali yang membuat tubuh asura terpotong-potong menjadi banyak bagian.Ular meraung keras, membuat gerakan yang dapat membuat permukaan bebatuan bergetar seperti terjadi gempa dahsyat.Elang berkaki empat memanfaatkan kesempatan ini u
Pedang berwarna merah ke emasan meluncur ke arah induk Garuda Kencana, terpaksa memotong sayap kirinya hingga putus.Teriakan keras terdengar dari mulut burung tersebut, darahnya membanjiri bebatuan hitam."Maaf, Kencanan ...," Lanting Beruga berpikir hanya ini satu-satunya cara agar nyawa Induk Garuda Kencana dapat diselamatkan, dengan memotong sayap burung tersebut.Jika tidak, maka racun yang tersebar akan membunuh burung elang berkaki empat hanya dalam hitungan menit saja.Bony An meluncur cepat ke arah Garuda Kencana, merobek pakaiannya untuk menutupi luka yang ada di sayap elang tersebut.Meski terlihat begitu kejam, tapi ini adalah cara terbaik agar burung tersebut dapat diselamatkan.Sementara itu, Garuda Kencana menatap Lanting Beruga dengan linangan air mata. Sungguh pemuda itu baru saja menyelamatkan ibunya."Lindungi ibumu!" ucap Lanting Beruga."Klik Klik ..." Garuda Kencana berkicau riang, kemudian menatap ular be
Jika Lanting Beruga ingin membuka mata kirinya, selama lima tarikan nafas saja, dia mungkin bisa melihat dimana letak jantung iblis asura ini. Jantung iblis memancarkan energi kegelapan yang lebih pekat dibandingkan dengan organ tubuh yang lain, sementara mata kiri Lanting Beruga dapat melihat semua energi meskipun mungkin adalah energi kegelapan. Godaan untuk membuka mata tentu saja selalu menggelitik pikiran Lanting Beruga, ditambah kain hitam yang menutupi mata tersebut telah ditarik oleh Asura. Namun, pemuda itu bersikukuh untuk selalu menutup matanya hingga sang Guru datang. Lagipula, situasi seperti ini cukup baik untuk melatih isnting bertarungnya. Meski tidak dapat melihat keberadaan jantung iblis, tapi Lanting Beruga mulai terbiasa dengan serangan-serangan mendadak dari lawannya. Sekali lagi, Asura menciptakan pedang dari sisik yang ada di tubuhnya, mulai menyerang Lanting Beruga dari arah tak terduga. Namun, Lanting Beruga mu
Di kejauhan, Pramudhita masih sempat melihat pertarungan Lanting Beruga dan teman-temannya didetik-detik terakhir kematian Asura.Pria itu baru saja kembali dari kampung halamannya, setelah menyelesaikan masalah yang begitu mendesak. Masalah yang memakan waktu cukup lama untuk diselesaikan."Kau menepati janjimu, bocah!" ucap Pramudhita, "bahkan meskipun hal itu mengancam nyawamu sendiri!"Lanting Beruga jatuh terlentang di permukaan batu, tepat di antara daging hancur ular besar. Matanya masih tertutup rapat, meskipun kain hitam telah hilang tak tahu dimana.Raja Elang Berkaki Empat mendekati manusia itu, kemudian dengan empat kakinya dia bersujud seraya kepala yang tertunduk.Awalnya, Lanting Beruga tidak menyadari hal tersebut, tapi Bony An memberi tahu Lanting Beruga."Tunggu!" ucap Lanting Beruga, "Kalian tidak perlu melakukannya!"Sifat saling tolong menolong adalah sebuah keharusan meskipun mereka bukan berasal dari alam yang s
Setelah pertarungan tersebut, semua elang mulai mengumpulkan benda apapun untuk membuat sarang baru miliki mereka. Kali ini sarang dibuat tidak terlalu tinggi, hal ini sebagai lambang kesedihan yang dialami oleh Induk Garuda Kencana tanpa sayap kirinya.Anak-anak elang berkaki empat kembali ke ayah mereka, meskipun tidak sedikit dari mereka yang menangis karena mengetahui ayahnya gugur di dalam medan pertempuran.Di sisi lain, Pramudhita sedang membenahi celah tabir gaib yang membatasi antara alam ini dengan alam asura, dia ditemani oleh Lanting Beruga.Setelah beberapa hari lamanya, proses pembenahan tempat ini akhirnya selesai pula.Latihan Lanting Beruga kembali dilanjutkan, masih dengan mata yang tertutup. Pramudhita tidak melarang pemuda itu untuk membuka matanya, tapi menurut Lanting Beruga sekarang dia dapat merasakan pergerakan mahluk hidup yang ada di sekitarnya.Hembusan angin menjadi radar bagi pemuda tersebut, atau pula aroma yang
Lanting Beruga mendekati desa kecil itu, sementara Burung Elang berkaki empat langsung terbang untuk mengawasi dari kejauhan.Sayup sayup didengarnya suara teriakan lalu suara senjata yang saling berbenturan. Jelas suara pendekar sedang bertarung.Lanting Beruga semakin mendekati lokasi sumber suara, dengan mengendap-endap dan kadang kala bersembunyi di balik rumah para warga.Ah, desa ini tampaknya baru saja dijadikan medan pertempuran, terlihat jelas ada banyak pendekar mati di tempat ini.Ketika Lanting Beruga sedang berjongkok, dia bertemu seorang kakek tua bersama dengan 3 keluarganya.Mereka bersembunyi di bawah pembaringan yang terbuat dari anyaman bambu yang dijalin oleh rotan.Alangkah terkejut orang tua itu ketika melihat wajah Lanting Beruga, membuat mereka ketakutan bukan kepalang.Dua anaknya menutup mata, sementara sang ibu memeluk mereka berdua dengan begitu erat.Pria tua itu, mengarahkan parang ke depan,
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m