Jika Lanting Beruga ingin membuka mata kirinya, selama lima tarikan nafas saja, dia mungkin bisa melihat dimana letak jantung iblis asura ini.
Jantung iblis memancarkan energi kegelapan yang lebih pekat dibandingkan dengan organ tubuh yang lain, sementara mata kiri Lanting Beruga dapat melihat semua energi meskipun mungkin adalah energi kegelapan.
Godaan untuk membuka mata tentu saja selalu menggelitik pikiran Lanting Beruga, ditambah kain hitam yang menutupi mata tersebut telah ditarik oleh Asura.
Namun, pemuda itu bersikukuh untuk selalu menutup matanya hingga sang Guru datang.
Lagipula, situasi seperti ini cukup baik untuk melatih isnting bertarungnya. Meski tidak dapat melihat keberadaan jantung iblis, tapi Lanting Beruga mulai terbiasa dengan serangan-serangan mendadak dari lawannya.
Sekali lagi, Asura menciptakan pedang dari sisik yang ada di tubuhnya, mulai menyerang Lanting Beruga dari arah tak terduga.
Namun, Lanting Beruga mu
Saya Baru saja vaksin, jadi kondisi tubuh saya gak sehat. Untuk hari ini hanya dua bab, saya harap kalian memakluminya.
Di kejauhan, Pramudhita masih sempat melihat pertarungan Lanting Beruga dan teman-temannya didetik-detik terakhir kematian Asura.Pria itu baru saja kembali dari kampung halamannya, setelah menyelesaikan masalah yang begitu mendesak. Masalah yang memakan waktu cukup lama untuk diselesaikan."Kau menepati janjimu, bocah!" ucap Pramudhita, "bahkan meskipun hal itu mengancam nyawamu sendiri!"Lanting Beruga jatuh terlentang di permukaan batu, tepat di antara daging hancur ular besar. Matanya masih tertutup rapat, meskipun kain hitam telah hilang tak tahu dimana.Raja Elang Berkaki Empat mendekati manusia itu, kemudian dengan empat kakinya dia bersujud seraya kepala yang tertunduk.Awalnya, Lanting Beruga tidak menyadari hal tersebut, tapi Bony An memberi tahu Lanting Beruga."Tunggu!" ucap Lanting Beruga, "Kalian tidak perlu melakukannya!"Sifat saling tolong menolong adalah sebuah keharusan meskipun mereka bukan berasal dari alam yang s
Setelah pertarungan tersebut, semua elang mulai mengumpulkan benda apapun untuk membuat sarang baru miliki mereka. Kali ini sarang dibuat tidak terlalu tinggi, hal ini sebagai lambang kesedihan yang dialami oleh Induk Garuda Kencana tanpa sayap kirinya.Anak-anak elang berkaki empat kembali ke ayah mereka, meskipun tidak sedikit dari mereka yang menangis karena mengetahui ayahnya gugur di dalam medan pertempuran.Di sisi lain, Pramudhita sedang membenahi celah tabir gaib yang membatasi antara alam ini dengan alam asura, dia ditemani oleh Lanting Beruga.Setelah beberapa hari lamanya, proses pembenahan tempat ini akhirnya selesai pula.Latihan Lanting Beruga kembali dilanjutkan, masih dengan mata yang tertutup. Pramudhita tidak melarang pemuda itu untuk membuka matanya, tapi menurut Lanting Beruga sekarang dia dapat merasakan pergerakan mahluk hidup yang ada di sekitarnya.Hembusan angin menjadi radar bagi pemuda tersebut, atau pula aroma yang
Lanting Beruga mendekati desa kecil itu, sementara Burung Elang berkaki empat langsung terbang untuk mengawasi dari kejauhan.Sayup sayup didengarnya suara teriakan lalu suara senjata yang saling berbenturan. Jelas suara pendekar sedang bertarung.Lanting Beruga semakin mendekati lokasi sumber suara, dengan mengendap-endap dan kadang kala bersembunyi di balik rumah para warga.Ah, desa ini tampaknya baru saja dijadikan medan pertempuran, terlihat jelas ada banyak pendekar mati di tempat ini.Ketika Lanting Beruga sedang berjongkok, dia bertemu seorang kakek tua bersama dengan 3 keluarganya.Mereka bersembunyi di bawah pembaringan yang terbuat dari anyaman bambu yang dijalin oleh rotan.Alangkah terkejut orang tua itu ketika melihat wajah Lanting Beruga, membuat mereka ketakutan bukan kepalang.Dua anaknya menutup mata, sementara sang ibu memeluk mereka berdua dengan begitu erat.Pria tua itu, mengarahkan parang ke depan,
Lanting Beruga mendekati Tapa Kore tanpa mempedulikan 5 setan hitam yang terpaku di tempatnya dengan wajah tegang nan pucat. Lanting Beruga memeriksa tubuh pria tersebut, memberinya beberapa cairan hijau untuk mengobati luka pisik yang memenuhi tubuhnya. Tapa Kore tampaknya masih ragu dengan kemunculan Lanting Beruga, hal itu terlihat jelas dari sikapnya yang masih mencengkram erat kitab Jurus Taburan Air Memecah Karang. Tentu saja Lanting Beruga tidak terlalu peduli dengan hal itu. Sudah sewajarnya seorang seperti Tapa Kore menaruh curiga terhadap pemuda aneh dengan rambut berantakan. Sesekali, Tapa Kore menjadi sedikit merinding ketika melihat kedalaman mata kiri Lanting Beruga yang bersinar merah redup. Sungguh seumur hidupnya, tidak pernah melihat ada manusia yang memiliki jenis mata seperti Lanting Beruga. Dilihat dari manapun, Lanting Beruga tidak menunjukan dari aliran putih, tampilannya seperti aliran hitam. Namun, kenapa dia m
Masih dengan perasaan yang begitu kesal, Lanting Beruga pergi ke ujung desa sambil sekali menendang benda apapun yang ada di depannya.Mulut pemuda itu terlihat monyong, tampak sedang memaki dukun tadi, tapi Tapa Kore tidak mendengar apa yang diucapkan oleh Lanting Beruga.Pria itu hanya melihat Lanting Beruga malah seperti orang gila sungguhan.Setelah berhasil menakuti semua orang yang berada di sepanjang jalanan desa! akhirnya pemuda itu menemukan air terjun di ujung desa.Di tepi air terjun itu, sebuah rumah berdiri. Embun air terjun membuat rumah itu terlihat remang-remang dan basah.Lanting Beruga menggaruk badannya, berpikir jika orang di dalam rumah itu apakah tidak kedinginan?"Permisi Tuan!" ucap Lanting Beruga. "Apa ada tabib di dalam rumah!"Lanting Beruga mengetuk pintu beberapa kali, tapi tidak ada sahutan dari dalam rumah tersebut.Dia memanggil lagi, lalu mengintip dari celah dinding yang berlubang, kemudian ber
Belum pula dikejutkan dengan kitab yang ada di tangan Tapa Kore, sekarang dari sebrang air terjun terdengar suara teriakan dari lusinan pendekar.Beberapa pendekar menggunakan ilmu meringankan tubuh untuk menyerang, tapi pada saat yang sama, Garuda Kencana langsung meninggalkan tanah dan terbang ke awang-awang.Dengan bulu keras setajam anak panah, Garuda Kencana menyerang semua musuh yang datang melewati air terjun ini.Ketik di awang-awang, para pendekar akan kesulitan menghindari serangan Garuda Kencana, membuat beberapa orang dari mereka jatuh ke dalam sungai yang deras.Namun yang berhasil melewati serangan Garuda Kencana akan berhadapan dengan Lanting Beruga."Jika kalian melangkah lebih jauh, aku akan membantai kalian semua!" ucap Lanting Beruga.Namun, perkataan pemuda itu tidak diindahkan oleh lawan-lawannya. Merasa menang jumlah, mereka pikir dapat mengalahkan Lanting Beruga? tentu tidak.Dengan tiadanya tenaga dalam di tubu
Tidak butuh waktu lama, halaman rumah tabib bermata bundar kini berubah menjadi merah karena darah aliran sesat.Yang tersisa dari banyak orang itu hanyalah satu pendekar aliran sesat yang dijuluki sebagai 5 setan hitam, dengan tangan kanan yang buntung dan luka di bagian sendi kakinya.Pria itu tidak dibunuh oleh pemuda tersebut karena sebuah alasan, dia melepaskan semua senjatanya dan berlutut di hadapan Lanting Beruga."Tolong kasihani aku," ucap dirinya, seraya mencengkram luka di tangan dan kakinya. "Aku telah melakukan kesalahan, tapi aku masih ingin hidup, kematianku tidak mungkin dapat membalas kesalahan itu."Lanting Beruga menatap wajah pria itu dengan dingin, pedangnya masih terhunus dan bersiap untuk menikam jantung lawannya, atau memenggal kepala pria ini.Namun, pada akhirnya Lanting Beruga menarik nafas panjang. Jika membiarkan pria ini hidup akan merubah kondisi menjadi lebih baik, maka Lanting Beruga akan melakukannya. Paling tidak
Kerjaan Intan Jaya berada cukup jauh dari wilayah ini. Sebuah kerajaan makmur yang jauh dari campur tangan orang-orang luar, tapi begitu makmur.Jarang sekali terdengar ada keributan di dalam kerajaan tersebut, atau pula penghianatan yang acap kali terjadi di beberapa kerajaan lain.Dari 5 Kerajaan yang ada di tanah Sundaland, barang kali kerajaan Intan Jaya yang paling minim terjadinya bentrokan antar keluarga kerajaan.Namun untuk tiba di tempat itu, perjalanan Lanting Beruga masih begitu lama dan jauh.Tapa Kore memiliki ilmu meringankan tubuh, tapi tidak dapat menggunakan kekuatan itu dalam waktu yang lama dan berketerusan. Hal ini dikarenakan teknik ilmu meringankan tubuh lebih banyak menghabiskan tenaga dalam seorang pendekar."Apa kau melihat gunung itu?" tanya Tapa Kore, kemudian tersenyum tipis, "Kerajaan Intan Jaya berada di lembah gunung tersebut."Lanting Beruga menatap ke arah puncak putih yang kadang kala tertabir oleh awan put