Lanting Beruga merasa serangannya mengenai sasaran, tapi kenapa aura kegelapan masih terpancar dari tubuh mahluk tersebut.
"Roh Api, bagaimana bisa begitu?" tanya Lanting Beruga.
"Itu karena ...," Roh Api menjelaskan hanya ada dua cara membunuh bangsa asura.
Pertama, hancurkan jantung iblis yang dimiliki oleh mahluk tersebut. Jantung iblis adalah sumber energi kehidupan bangsa itu.
Namun masalahnya, jantung itu tidak berada di dada kiri seperti manusia pada umumnya. Jantung itu berada tidak tentu, asura dapat memindahkan jantungnya ke bagian tubuh manapun sesuka hati dirinya.
Dalam kasus ini, bisa saja mahluk tersebut meletakan jantungnya kedalam tubuh ular yang menyatu dengan bagian bawah kakinya sendiri.
Cara yang kedua adalah, menghancurkan tubuh Asura dalam sekali serangan. Dengan begitu jantung iblis akan ikut hancur bersama dengan tubuhnya yang lenyap.
"Apa itu artinya pedangku tidak dapat membunuhnya?" tanya Lanting Berug
Cahaya gelap jatuh ke arah Lanting Beruga, tapi sedikitpun pemuda itu tidak bergeming dari tempatnya.Dan entah kenapa, tubuhnya bergerak sendiri dengan pedang yang berselimut cahaya terang berwarna merah.Lalu semua hal diliputi oleh energi hitam pekat yang bercampur dengan cahaya merah terang. Asura tertawa melihat permukaan yang hancur tap bci kemudian senyumnya hilang dari bibir asura.Lanting Beruga menerobos masuk ke dalam energi hitam, dengan pedang sisik naga hijau menujam ke atas.Laksana anak panah, Lanting Beruga berhasil melewati tubuh Asura membuat dadanya berlubang cukup besar.Mengetahui mahluk tersebut tidak akan mati dengan serangan seperti ini, Lanting Beruga menebaskan pedangnya puluhan kali yang membuat tubuh asura terpotong-potong menjadi banyak bagian.Ular meraung keras, membuat gerakan yang dapat membuat permukaan bebatuan bergetar seperti terjadi gempa dahsyat.Elang berkaki empat memanfaatkan kesempatan ini u
Pedang berwarna merah ke emasan meluncur ke arah induk Garuda Kencana, terpaksa memotong sayap kirinya hingga putus.Teriakan keras terdengar dari mulut burung tersebut, darahnya membanjiri bebatuan hitam."Maaf, Kencanan ...," Lanting Beruga berpikir hanya ini satu-satunya cara agar nyawa Induk Garuda Kencana dapat diselamatkan, dengan memotong sayap burung tersebut.Jika tidak, maka racun yang tersebar akan membunuh burung elang berkaki empat hanya dalam hitungan menit saja.Bony An meluncur cepat ke arah Garuda Kencana, merobek pakaiannya untuk menutupi luka yang ada di sayap elang tersebut.Meski terlihat begitu kejam, tapi ini adalah cara terbaik agar burung tersebut dapat diselamatkan.Sementara itu, Garuda Kencana menatap Lanting Beruga dengan linangan air mata. Sungguh pemuda itu baru saja menyelamatkan ibunya."Lindungi ibumu!" ucap Lanting Beruga."Klik Klik ..." Garuda Kencana berkicau riang, kemudian menatap ular be
Jika Lanting Beruga ingin membuka mata kirinya, selama lima tarikan nafas saja, dia mungkin bisa melihat dimana letak jantung iblis asura ini. Jantung iblis memancarkan energi kegelapan yang lebih pekat dibandingkan dengan organ tubuh yang lain, sementara mata kiri Lanting Beruga dapat melihat semua energi meskipun mungkin adalah energi kegelapan. Godaan untuk membuka mata tentu saja selalu menggelitik pikiran Lanting Beruga, ditambah kain hitam yang menutupi mata tersebut telah ditarik oleh Asura. Namun, pemuda itu bersikukuh untuk selalu menutup matanya hingga sang Guru datang. Lagipula, situasi seperti ini cukup baik untuk melatih isnting bertarungnya. Meski tidak dapat melihat keberadaan jantung iblis, tapi Lanting Beruga mulai terbiasa dengan serangan-serangan mendadak dari lawannya. Sekali lagi, Asura menciptakan pedang dari sisik yang ada di tubuhnya, mulai menyerang Lanting Beruga dari arah tak terduga. Namun, Lanting Beruga mu
Di kejauhan, Pramudhita masih sempat melihat pertarungan Lanting Beruga dan teman-temannya didetik-detik terakhir kematian Asura.Pria itu baru saja kembali dari kampung halamannya, setelah menyelesaikan masalah yang begitu mendesak. Masalah yang memakan waktu cukup lama untuk diselesaikan."Kau menepati janjimu, bocah!" ucap Pramudhita, "bahkan meskipun hal itu mengancam nyawamu sendiri!"Lanting Beruga jatuh terlentang di permukaan batu, tepat di antara daging hancur ular besar. Matanya masih tertutup rapat, meskipun kain hitam telah hilang tak tahu dimana.Raja Elang Berkaki Empat mendekati manusia itu, kemudian dengan empat kakinya dia bersujud seraya kepala yang tertunduk.Awalnya, Lanting Beruga tidak menyadari hal tersebut, tapi Bony An memberi tahu Lanting Beruga."Tunggu!" ucap Lanting Beruga, "Kalian tidak perlu melakukannya!"Sifat saling tolong menolong adalah sebuah keharusan meskipun mereka bukan berasal dari alam yang s
Setelah pertarungan tersebut, semua elang mulai mengumpulkan benda apapun untuk membuat sarang baru miliki mereka. Kali ini sarang dibuat tidak terlalu tinggi, hal ini sebagai lambang kesedihan yang dialami oleh Induk Garuda Kencana tanpa sayap kirinya.Anak-anak elang berkaki empat kembali ke ayah mereka, meskipun tidak sedikit dari mereka yang menangis karena mengetahui ayahnya gugur di dalam medan pertempuran.Di sisi lain, Pramudhita sedang membenahi celah tabir gaib yang membatasi antara alam ini dengan alam asura, dia ditemani oleh Lanting Beruga.Setelah beberapa hari lamanya, proses pembenahan tempat ini akhirnya selesai pula.Latihan Lanting Beruga kembali dilanjutkan, masih dengan mata yang tertutup. Pramudhita tidak melarang pemuda itu untuk membuka matanya, tapi menurut Lanting Beruga sekarang dia dapat merasakan pergerakan mahluk hidup yang ada di sekitarnya.Hembusan angin menjadi radar bagi pemuda tersebut, atau pula aroma yang
Lanting Beruga mendekati desa kecil itu, sementara Burung Elang berkaki empat langsung terbang untuk mengawasi dari kejauhan.Sayup sayup didengarnya suara teriakan lalu suara senjata yang saling berbenturan. Jelas suara pendekar sedang bertarung.Lanting Beruga semakin mendekati lokasi sumber suara, dengan mengendap-endap dan kadang kala bersembunyi di balik rumah para warga.Ah, desa ini tampaknya baru saja dijadikan medan pertempuran, terlihat jelas ada banyak pendekar mati di tempat ini.Ketika Lanting Beruga sedang berjongkok, dia bertemu seorang kakek tua bersama dengan 3 keluarganya.Mereka bersembunyi di bawah pembaringan yang terbuat dari anyaman bambu yang dijalin oleh rotan.Alangkah terkejut orang tua itu ketika melihat wajah Lanting Beruga, membuat mereka ketakutan bukan kepalang.Dua anaknya menutup mata, sementara sang ibu memeluk mereka berdua dengan begitu erat.Pria tua itu, mengarahkan parang ke depan,
Lanting Beruga mendekati Tapa Kore tanpa mempedulikan 5 setan hitam yang terpaku di tempatnya dengan wajah tegang nan pucat. Lanting Beruga memeriksa tubuh pria tersebut, memberinya beberapa cairan hijau untuk mengobati luka pisik yang memenuhi tubuhnya. Tapa Kore tampaknya masih ragu dengan kemunculan Lanting Beruga, hal itu terlihat jelas dari sikapnya yang masih mencengkram erat kitab Jurus Taburan Air Memecah Karang. Tentu saja Lanting Beruga tidak terlalu peduli dengan hal itu. Sudah sewajarnya seorang seperti Tapa Kore menaruh curiga terhadap pemuda aneh dengan rambut berantakan. Sesekali, Tapa Kore menjadi sedikit merinding ketika melihat kedalaman mata kiri Lanting Beruga yang bersinar merah redup. Sungguh seumur hidupnya, tidak pernah melihat ada manusia yang memiliki jenis mata seperti Lanting Beruga. Dilihat dari manapun, Lanting Beruga tidak menunjukan dari aliran putih, tampilannya seperti aliran hitam. Namun, kenapa dia m
Masih dengan perasaan yang begitu kesal, Lanting Beruga pergi ke ujung desa sambil sekali menendang benda apapun yang ada di depannya.Mulut pemuda itu terlihat monyong, tampak sedang memaki dukun tadi, tapi Tapa Kore tidak mendengar apa yang diucapkan oleh Lanting Beruga.Pria itu hanya melihat Lanting Beruga malah seperti orang gila sungguhan.Setelah berhasil menakuti semua orang yang berada di sepanjang jalanan desa! akhirnya pemuda itu menemukan air terjun di ujung desa.Di tepi air terjun itu, sebuah rumah berdiri. Embun air terjun membuat rumah itu terlihat remang-remang dan basah.Lanting Beruga menggaruk badannya, berpikir jika orang di dalam rumah itu apakah tidak kedinginan?"Permisi Tuan!" ucap Lanting Beruga. "Apa ada tabib di dalam rumah!"Lanting Beruga mengetuk pintu beberapa kali, tapi tidak ada sahutan dari dalam rumah tersebut.Dia memanggil lagi, lalu mengintip dari celah dinding yang berlubang, kemudian ber