Ini adalah kali pertama bagi Asoka gagal menyelesaikan misi. Beberapa Naga Emas tidak berbicara, tapi seorang Naga Langit, status tertinggi di dalam Serikat Naga tampak tidak senang terhadap Asoka.
"Hoiiii Asoka!" ucap pria itu, pria tua berjanggut panjang dan rambut yang dikuncir ke atas, matanya dingin tapi mengintimidasi, "Apa pedangmu sudah tumpul, kau tidak bisa mengalahkan 2 petinggi aliran Darah Besi dan Kekaisaran Tang? kau mempermalukan Serikat Naga!"
"Kenapa kau berkata seperti itu?" Naga Langit yang lain menimpali, "Asoka tidak pernah gagal menyelesaikan misinya, kenapa kau tidak memuji keberhasilan itu, tapi ketika dia gagal satu kali, seolah dia telah gagal ribuan kali."
"Cuih, itu karena yang diperebutkan adalah roh air yang kuat, apa kau bisa menghadapi kemarahan Bangsawan Dunia?"
"Bukankah seharusnya, Naga Langit langsung turun tangan untuk mendapatkan kekuatan itu," timpal Asoka.
"Sejak kapan kau punya mulut yang tajam?" bent
Asoka membuka tanda di lehernya, sebuah tanda budak Bangsawan Dunia. Tanda ini adalah aib bagi Asoka, meskipun dia telah memudarkan tanda itu dengan melukainya, tapi tetap saja tanda itu membekas."Aku akan membunuh mereka!" ucap Asoka."Kalau begitu kau harus melangkahi diriku, Asoka!" ucap Naga Langit berjanggut panjang. "Aku tidak mungkin membiarkan Bangsawan Dunia terluka, kami bertugas untuk melindungi kedudukannya dari gangguan apapun. Asoka, ini demi pertemanan kita, urungkan niatmu!"Asoka menarik pedang besar di belakang pundaknya, menghunuskan pedang itu ke samping. Wajahnya tampak merah dan tegang, tapi kemudian."Kali ini aku akan melepaskan Bangsawan Dunia," ucap Asoka. "Tapi suatu saat nanti, aku akan kembali."Setelah mengatakan hal itu, Asoka pergi meninggalkan Naga Langit berjanggut panjang."Asoka, apa yang membuat dirimu kembali seperti dahulu?" tanya pria berjanggut panjang tersebut.Asoka terbang entah ke mana, di
Yang diketahui oleh Lanting Beruga adalah, mata asura memiliki kerja dasar sebagai fokus energi batin.Artinya, mata itu hanya sebagai alat atau perantara untuk mengeluarkan energi batin yang ada di dalam tubuh Lanting Beruga.Setiap orang memiliki energi batin tergantung jumlah besar dan tidaknya, tapi mereka tidak bisa menggunakan energi tersebut seperti yang dilakukan oleh Lanting Beruga.Umumnya energi batin berfungsi untuk melindungi diri dari ancaman para siluman, intimidasi musuh, dan juga ketakutan.Namun mata asura miliki Lanting Beruga bisa mengeluarkan energi batin itu untuk dijadikan sebagai senjata melemahkan mental musuh.Namun, malam ini telah terjadi sesuatu terhadap mata asuranya. Tiba-tiba semua pelita yang ada di kamar mereka mendadak padam. Ini aneh."Apa yang terjadi sebenarnya?" gumam Lanting Beruga. Pemuda itu berjalan mendekati beberapa lilin yang padam, menyalakan kembali lilin-lilin itu.Namun, ke
Masa pertandingan antara domba kecil dan domba besar pada akhirnya terjadi pula. Pemilik domba besar memiliki banyak perhiasan di tubuhnya, tampaknya memang orang kaya dan tentu saja sudah sering melakukan pertandingan domba.Namun, entah kenapa kali ini kepercayaan pemilik domba itu sedikit menciut.Pasalnya, domba besar miliknya tidak mau bertarung ketika melihat domba kecil milik pak tua di sebelah Lanting Beruga.Semua orang juga heran, tidak bisanya domba itu ketakutan menghadapi lawan-lawannya."Bukankah domba itu selalu memenangkan pertandingan.""Kenapa dendang domba itu, aku telah bertaruh besar untuknya?""Sial, aku bisa rugi besar."Ya, tentu saja hal itu karena campur tangan Lanting Beruga. Dia menakuti domba itu dengan energi batinnya, tapi sebenarnya tujuan Lanting Beruga bukan hanya itu. Dia ingin membuktikan kekuatan mata asura.Pada saat ketika domba kecil menanduk tubuh domba besar itu, Lanting Beruga mengguna
Ceng Ho adalah Walikota atau Pimpinan Kota, di Sursena pimpinan Kota bisa juga disebut sebagai Adipati, tapi di wilayah ini, mereka di sebut sebagai Walikota.Walikota Ceng Ho memiliki bisnis gelap disamping sebagai pimpinan Kota Lembah Seribu Bunga.Salah satu bisnisnya adalah gelanggang adu domba yang sudah dikacaukan oleh Lanting Beruga.Hari ini juga Lanting Beruga dibawa untuk menghadap kepada orang itu, Ceng Ho."Tuan Pendekar ..." Li Wei berniat menghentikan beberapa pendekar yang menarik tangan Lanting Beruga, tapi pemuda itu meletakan jari telunjuk ke bibirnya."Jangan ikut campur ..." ucap Lanting Beruga.Lanting Beruga masih seperti tawanan, jika dia ingin dia bisa melepaskan diri dari pendekar-pendekar level pilih tanding ini.Di pusat Kota Lembah Seribu Bunga, ada sebuah Istana besar berdiri dengan hiasan warna-warni. Istana itu dikelilingi oleh halaman luas yang dipenuhi oleh banyak bunga.Beberapa gadis terlihat
Di luar Istana, baku hantam yang terjadi antara Lanting Beruga dan pendekar bawahan Ceng Ho terjadi begitu singkat.Tidak butuh beberapa tarikan nafas, Lanting Beruga menderu cepat, melewati tubuh pria itu.Suara desingan pedang mengenai kulit lawannya, terdengar cukup nyaring, menggelitik telinga.Seketika lawan pemuda itu jatuh ke tanah, dengan luka parah di tengah dadanya.Lanting Beruga bisa saja mengarahkan mata pedang itu tepat ke batang leher pria itu, dia tidak kesulitan untuk melakukannya, tapi dia memutuskan untuk mengampuni nyawa lawannya."Tidak ada alasan untuk membunuh dirimu!" ucap Lanting Beruga.Pendekar itu berusaha berdiri, barang kali ingin sekali membalas perlakukan Lanting Beruga terhadap dirinya."Usahamu sia-sia," Lanting Beruga menggerakkan jari telunjuk kiri-kanan.Meski ucapan Lanting Beruga bernada datar, tapi itu sudah lebih dari cukup untuk menunjukan betapa dia lebih kuat dari lawannya.Wal
Melangkah dengan angkuh mendekati Li Wei, Ceng Ho lantas menampar wajah wanita itu dengan cukup keras."Jadi dia adalah istrimu?" tanya Ceng Ho. "Lumayan cantik ...ah ...putramu juga begitu tampan, aku ingin melihat apakah dia berguna bagiku atau tidak?""Apa yang kau inginkan?!" teriak Li Wei, "lepaskan dirinya, kau boleh membunuhku tapi jangan Tuanku!""Ha?" Ceng Ho menggaruk kupingnya, "Tuan Kecil, siapa bayi ini?""Kau tidak perlu tahu, tapi jika kau ingin darah, aku akan memberinya untukmu!" timpal Li Wei.Ceng Ho menyipitkan mata, menarik dagu Li Wei dengan kuat, matanya tajam dan sinis memperhatikan wajah wanita itu lekat-lekat, "Kau tidak takut mati?"Li Wei tidak menjawab, tapi dari sorot dan raut wajahnya, jelas saja Li Wei takut dengan kematian.Sementara di sisi lain, Lanting Beruga masih begitu tenang melihat hal itu."Baiklah!" ucap Ceng Ho,"bunuh wanita ini, dan sandra-"Ceng Ho mendadak berhenti ber
"Amankan jalan Tuan Kecil, jangan biarkan Kekaisaran Tang mendapatkannya!"Ceng Ho dan Li Wei pergi menemui Lanting Beruga di penginapannya.Belum pula melaporkan masalah ini kepada Lanting Beruga, mereka malah berdebat panjang pendek.Lanting Beruga jelas tidak tahu menahu apa yang mereka ucapkan, tapi melihat wajah-wajah tegang semua pendekar di sini, Lanting Beruga merasa ini bukan pertanda baik."Apa yang terjadi?" tanya Lanting Beruga."Beberapa pendekar hebat berada di atas tebing," ucap Ceng Ho. "Tuan Pendekar, pergilah dari Kota Lembah Seribu Bunga, kami akan menahan mereka di kota ini."Li Wei mendekati Lanting Beruga, berbicara bahasa isyarat agar segera bergegas pergi dari tempat ini."Tuan Pendekar, aku yakin kau masih marah terhadapku, tapi situasi saat ini begitu sulit, jika kalian tidak pergi dari kota ini, maka akan terjadi pertarungan besar yang akan membahayakan penduduk Kota Lembah Seribu Bunga.""Apa kalian
Li Wei benar-benar pergi ke arah Jalur Iblis, seperti yang diduga oleh bawahan Pendekar Timur Beralis Putih.Hanya sedikit orang yang berani melewati Jalur Iblis, dan diantara mereka hanya sedikit orang pula yang berhasil keluar setelah masuk ke sana.Li Wei memutuskan masuk ke dalam Jalur Iblis karena dua alasan, pertama ini bisa memotong jarak menuju kota selanjutnya. Jika perjalanan 20 hari yang harus mereka tempuh, dapat dipotong hanya 2 hari saja.Namun, tentu saja resiko melewati jalur tersebut benar-benar besar. Mereka bisa saja mati di sana.Alasan ke dua adalah, Li Wei merasa bahwa Lanting Beruga akan melindungi bayi ini saat berada di jalur iblis. Meskipun mungkin Lanting Beruga tidak akan melindungi dirinya, tapi Li Wei begitu yakin, pemuda itu bisa diandalkan."Maafkan aku Tuan Pendekar, aku harus menempuh jalan ini ..." ucap Li Wei. "Jika kita terus melewati jalan utama, kemungkinan terbunuh sangatlah besar."Li Wei tidak tahu b
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m