Tanpa menoleh kebelakang, Ritra Banyu memacu kecepatannya. Dia ingin cepat sampai ke Sursena, dan tentu saja meminta pendeta suci untuk segera melantik dirinya menjadi Raja.
Ketika merasa cukup jauh dari Bajak Laut Buaya Putih, barulah Ritra Banyu menghentikan langkah kakinya. Pria itu menoleh ke belakang, berharap jika putra tertuanya telah menyusul, tapi sampai beberapa saat kemudian putra tertua itu tidak kunjung muncul.
Perasaan Ritra Banyu sedikit bimbang, dia khawatir jika Winsetro mengalami hal buruk di belakang sana.
Namu, tidak mungkin. Bersama Winsetro ada seorang pendekar puncak pilih tanding yang benar-benar dapat diandalkan.
"Aku yakin dia bisa bertarung melawan Vala dan Rengkeh yang telah terluka dalam," gumam Ritra Banyu. "Vala pasti diselamatkan."
Ritra Banyu kembali melangkahkan kaki, untuk tiba di Sursena masih membutuhkan waktu 1 hari lamanya jika kondisi badan dalam keadaan bagus.
Namun menggunakan ilmu meringankan tubuh
Ritra Banyu tidak tahu bagaimana cara Nyai Seburuk Mayat mengetahui keaslian keris panca naga, tapi cekikan yang dilakukan oleh wanita itu bisa saja membuat nyawanya melayang.Nyai Seburuk Mayat menyeringai, gigi hitam yang berjejer di dalam mulutnya begitu cocok dengan raut wajah menyeramkan yang dia miliki."Keris itu ...keris itu berada di tangan ...tangan...Bajak Laut Buaya Putih ..." Kali ini suara yang keluar dari mulut Ritra Banyu semakin serak dan putus-putus.Nyai Seburuk Mayat menarik nafas dalam-dalam, dia semakin mempererat cengkraman tangannya, dan membuat mata Ritra Banyu mendelik ke atas."Apa kau tidak bohong?""Ti ...ti ...tidak, aku berani bersumpah atas nama ayahku.""Kau membunuh ayahmu, apa aku harus percaya?""Ta ...ta ..tapi aku mengatakannya dengan jujur ..."Nyai Seburuk Mayat melempar Ritra Banyu ke samping, hingga tubuhnya menghantam pohon besar.Pria itu segera memeriksa lehernya, ada be
Ini adalah Kota Tombok Tebing, sedikit lebih kecil dari Kota Majangkara, tapi juga cukup aman.Ada patung raksasa tepat di tengah-tengah kota ini, Patung Seno Geni, sebagai Raja terakhir tempat ini sebelum statusnya berubah menjadi Kota.Lanting Beruga masuk dengan santai, tidak ada penjagaan ketat di kota ini, mungkin saja malah tidak ada prajurit Sursena yang berpatroli."Lanting!" seorang gadis tiba-tiba berseru dari belakang, "sukurlah kau baik-baik saja ...""Klik Klik Klik ..."Di pundak gadis tersebut berkicau burung Garuda Kencana, melihat Lanting Beruga dia segera terbang dan berceloteh panjang pendek."Aku selamat ..." jawab Lanting Beruga."Klik Klik Klik ..."Sekar Ayu, Lanting Beruga tidak menduga jika gadis ini yang pertama kali menemukan dirinya. Gadis bermata putih yang aneh.Sekar Ayu membawa Lanting Beruga masuk lebih dalam melewati jalanan Kota Tombok Tebing. Secara sepintas kota ini benar-benar tenang
Angga Nurmeda terdiam beberapa saat, tapi kemudian pemuda itu tersenyum kecil. "Maafkan aku, kita akan bertarung dilain waktu!" Setelah mengatakan hal itu, dengan senyum sinis, Angga Nurmeda pergi meninggalkan mereka semua. Satrio Langit menghela nafas berat, ingin sekali menghantam Angga Nurmeda untuk memberinya perhitungan. Lanting Beruga menegak secawan air, setelah menghambiskan banyak makanan. Subansari segera menghampiri pemuda itu dan menanyakan apakah dia baik-baik saja. "Makanan ini sangat enak," jawab Lanting Beruga. "Kau memikirkan masalah makanan? aku sedang mengkhawatirkan dirimu?" ucap Lanting Beruga. Lanting Beruga menggaruk kepalanya, tertawa kecil kemudian berkata, "Ah, aku tidak peduli." Sementara di sisi lain, Angga Nurmeda menghampiri Kakas Mangkuraga yang duduk sendirian di ruangannya. Jelas sekali perasaan Kakas Mangkuraga tak menentu saat ini, setelah mendengar kabar yang beredar, hatinya mulai me
Sekar Ayu berhasil mempelajari kitab kuno, Jurus Mata Pedang. Hanya dengan tatapan, dia bisa mengacak-acak aliran tenaga dalam seseorang.Namun yang paling mengerikan adalah, pemiliki jurus ini bisa membuat seseorang mati dengan tenaga dalamnya sendiri.Seperti yang dilakukan oleh Sekar Ayu, dia mengendalikan tenaga dalam lawannya, seperti seorang penyihir dan dengan hal itu, dia juga mengendalikan tubuh mereka. Termasuk mematahkan tulang-tulangnnya.Jurus yang paling langka, dan benar-benar mengerikan.Lanting Beruga tertawa kecil melihat kehebatan dua orang temannya ini. Hanya dalam beberapa bulan saja menjadi asuhan Guru Kilat Putih, mereka berkembang diluar dugaan.Setelah salah satu pembunuh bayaran itu mati di tangan Sekar Ayu, 6 orang yang lain mulai terlihat waspada.Tiga bocah di depan mereka bukan pendekar sembarangan."Gadis itu bahkan belum mencapai level pilih tanding, bagaimana dia memiliki kekuatan sehebat itu ...?" sal
Pembunuh bayaran yang lain, hampir bisa melukai Sekar Ayu, tapi ketika melihat kekuatan Lanting Beruga, perhatian pembunuh itu menjadi terbagi.Sekar Ayu memanfaatkan kesempatan ini untuk menggunakan jurus mata merobek raga, dan berhasil dengan efektif.Lawannya, mulai merasakan aliran tenaga dalamnya tak terkendali, kemudian beberapa bagian organ tubuhnya yang mulai bergerak sendiri."Ja ..jangan ..." pembunuh itu ingin mengatakan, 'jangan bunuh aku, maafkan aku,' tapi jurus Mata Merobek Raga telah mengunci pita suaranya, tidak tapi lebih dari hanya sekedar mengunci pita suara, tapi melukainya.Mula-mula darah keluar dari lubang hidung, kemudian dari pangkal mata, dan terakhir dari lubang telinganya.Sekar Ayu tidak mematahkan tulang belulang lawannya, tapi dia menyerang organ dalam, dan meledakan jantung lawan.Sekar Ayu jatuh di tanah, menggunakan dua kali jurus mata merobek raga membuat seluruh tenaga dalamnya terkuras.Pada dasar
Malam ini Lanting Beruga tidak tidur, dan sebenarnya bukan hanya dirinya saja, tetapi juga Cempaka Ayu. Lanting Beruga tampak gelisah, seolah kepalanya ditimpa beban berat. Tentu saja hal itu bisa terjadi, pertama dia harus mencari jawaban mengenai para pembunuh bayaran yang mengincar nyawanya. Apakah itu berasal dari Sursena, atau kiriman dari Angga Nurmeda? Lanting tidak tahu jawabannya. Dan hal kedua yang membuat dia pusing adalah, sosok Cempaka Ayu. Tanda di kening wanita itu membuat dirinya gelisah, seolah menyimpan banyak memori dan perjalanan hidup antara Cempaka Ayu dan juga dirinya, atau mungkin juga Roh Api. "Kau memikirkannya?" suara Roh Api bergemah di kepala Lanting Beruga. "Tanda itu dibuat oleh Kakekmu dengan berkah matahari, agar Dewi Bulan yang ada di dalam tubuhnya tidak muncul dan mengambil alih Cempaka Ayu." Menurut Roh Api, Cempaka Ayu tidak pernah berhasil menguasai kekuatan dewi bulan, dia gagal. Alih-alih menguasai keku
Satrio Langit membuka pintu dengan kasar, mengejutkan Altar Buana, Subansari dan Intan Kumala."Dimana Angga Nurmeda!!" berteriak Satrio Langit. "Aku akan membunuhnya!""Tunggu, apa yang terjadi?" Altar Buana beranjak berdiri, dia tidak tahu kenapa Satrio Langit bersifat seperti ini di pagi hari.Satrio Langit tidak menjawab, dia bergegas menuju ruangan Angga Nurmeda, dan mendobrak pintunya sampai hancur, tapi sayang sekali pemuda itu tidak menemukan Angga Nurmeda di ruangannya.Satrio Langit bergegas ke kamar sebelahnya, kamar Kakas Mangkuraga, tapi di dalam kamar itu tidak ada satu orangpun, sepi dan kosong."Kemana mereka pergi?" tanya Satrio Langit."Langit, jelaskan apa yang telah terjadi?" Intan Ayu merasa bahwa situasi hari ini sedikit janggal.Bukan hanya Angga Nurmeda, tapi beberapa bintang suci yang lain juga telah pergi dari tempat ini."Bandang Sura, Loka dan juga Danur Dara telah pergi ..." Subansari telah me
Di Istana Sursena."Apa yang kau lakukan Raja?!" seorang pelayan berteriak keras, ketika Rosalawu menebaskan pedang untuk membunuhnya."Kumpulkan semua pejabat, pelayan dan semua orang yang setia terhadap Ritra Banyu dan Jubarda Agung!"Ini adalah perintah pertama setelah satu minggu Rosalawu menaiki tahta kerajaan."Siap laksanakan!" ucap Sandar Angin.Tidak butuh waktu banyak untuk mengumpulkan semua orang yang tidak disukai oleh Rosalawu.Para pejabat korup yang dulunya memihak Ritra Banyu kini menangis di halaman istana Sursena, kaki dan tangan mereka terikat, dan mulut mereka disumpali dengan kain kotor berbau darah.Sementara itu, ada lebih dari 30 pelayan hanya tertunduk, pasrah terhadap takdir mereka yang buruk.Para pelayan ini adalah orang-orang yang setia terhadap Jubarda Agung, jelas tidak memiliki kekuatan untuk melakukan perlawanan. Satu-satunya yang mereka pikirkan adalah, bisa berkumpul dengan Jubard