Malam ini Lanting Beruga tidak tidur, dan sebenarnya bukan hanya dirinya saja, tetapi juga Cempaka Ayu.
Lanting Beruga tampak gelisah, seolah kepalanya ditimpa beban berat. Tentu saja hal itu bisa terjadi, pertama dia harus mencari jawaban mengenai para pembunuh bayaran yang mengincar nyawanya.
Apakah itu berasal dari Sursena, atau kiriman dari Angga Nurmeda? Lanting tidak tahu jawabannya.
Dan hal kedua yang membuat dia pusing adalah, sosok Cempaka Ayu. Tanda di kening wanita itu membuat dirinya gelisah, seolah menyimpan banyak memori dan perjalanan hidup antara Cempaka Ayu dan juga dirinya, atau mungkin juga Roh Api.
"Kau memikirkannya?" suara Roh Api bergemah di kepala Lanting Beruga. "Tanda itu dibuat oleh Kakekmu dengan berkah matahari, agar Dewi Bulan yang ada di dalam tubuhnya tidak muncul dan mengambil alih Cempaka Ayu."
Menurut Roh Api, Cempaka Ayu tidak pernah berhasil menguasai kekuatan dewi bulan, dia gagal. Alih-alih menguasai keku
Novel menarik lainnya, "Gara-gara G-String"
Satrio Langit membuka pintu dengan kasar, mengejutkan Altar Buana, Subansari dan Intan Kumala."Dimana Angga Nurmeda!!" berteriak Satrio Langit. "Aku akan membunuhnya!""Tunggu, apa yang terjadi?" Altar Buana beranjak berdiri, dia tidak tahu kenapa Satrio Langit bersifat seperti ini di pagi hari.Satrio Langit tidak menjawab, dia bergegas menuju ruangan Angga Nurmeda, dan mendobrak pintunya sampai hancur, tapi sayang sekali pemuda itu tidak menemukan Angga Nurmeda di ruangannya.Satrio Langit bergegas ke kamar sebelahnya, kamar Kakas Mangkuraga, tapi di dalam kamar itu tidak ada satu orangpun, sepi dan kosong."Kemana mereka pergi?" tanya Satrio Langit."Langit, jelaskan apa yang telah terjadi?" Intan Ayu merasa bahwa situasi hari ini sedikit janggal.Bukan hanya Angga Nurmeda, tapi beberapa bintang suci yang lain juga telah pergi dari tempat ini."Bandang Sura, Loka dan juga Danur Dara telah pergi ..." Subansari telah me
Di Istana Sursena."Apa yang kau lakukan Raja?!" seorang pelayan berteriak keras, ketika Rosalawu menebaskan pedang untuk membunuhnya."Kumpulkan semua pejabat, pelayan dan semua orang yang setia terhadap Ritra Banyu dan Jubarda Agung!"Ini adalah perintah pertama setelah satu minggu Rosalawu menaiki tahta kerajaan."Siap laksanakan!" ucap Sandar Angin.Tidak butuh waktu banyak untuk mengumpulkan semua orang yang tidak disukai oleh Rosalawu.Para pejabat korup yang dulunya memihak Ritra Banyu kini menangis di halaman istana Sursena, kaki dan tangan mereka terikat, dan mulut mereka disumpali dengan kain kotor berbau darah.Sementara itu, ada lebih dari 30 pelayan hanya tertunduk, pasrah terhadap takdir mereka yang buruk.Para pelayan ini adalah orang-orang yang setia terhadap Jubarda Agung, jelas tidak memiliki kekuatan untuk melakukan perlawanan. Satu-satunya yang mereka pikirkan adalah, bisa berkumpul dengan Jubard
Berita pemenggalan pejabat Istana tersebar di seluruh wilayah Sursena dalam waktu yang begitu cepat.Di wilayah Kota Majangkara, Jendral Dewangga menahan batuk kering yang dideritanya setelah bertarung melawan Nyai Seburuk Mayat, dia mendapatkan informasi buruk hari ini dari salah satu telik sandinya."Bedebah itu!" ucap Dewangga, dia ingin memaki Rosalawu tapi kehilangan kata-kata kasar, akhirnya yang bisa dilakukan oleh Dewangga hanya mengeraskan rahang dan mengepalkan tangan. "Perintahkan Anjani, dan Gadhing untuk datang ke sini!""Kami berdua sudah di sini, Kakak!" Nyai Anjani dan Gadhing rupanya telah mendengar kabar tersebut, langsung memutuskan untuk pergi ke Majangkara guna memintai keterangan secara langsung dari mulut Dewangga."Kakak Dewangga, situasi ini benar-benar sulit ..." ucap Gadhing, "50 tahun lalu, hal seperti ini dilakukan oleh musuh, sehingga kita tahu kelompok mana yang harus dilawan, tapi sekarang ...." Gadhing berhenti sejenak, me
Beberapa waktu sebelum Cempaka Ayu mengundang Dewangga."Lanting!" Rismananti berseru, melihat keadaan Lanting Beruga yang baik-baik saja, bahkan terlihat lebih baik dari dirinya sendiri. "Kau berhasil kabur dari bajak laut keji itu?"Lanting Beruga menggaruk kepalanya, dia ingin bicara tapi mulutnya terisi dengan banyak makanan."Kau baik-baik saja?" tanya Jubarda Agung."Em ..." Lanting Beruga mengangguk, dia hampir tersedak makanan karena banyak pertanyaan, mengambil teko air dan menghabisi airnya.Setelah bicara basa-basi, Lanting Beruga mengambil keris panca naga dari tanda apinya.Melihat hal itu, Jubarda Agung terkejut bukan kepalang, bahkan Nyai Cempaka Ayu tidak tahu jika Lanting Beruga memiliki keris panca naga.Lanting Beruga menjelaskan kesepakatannya dengan bajak Laut Buaya Putih, dia juga menjelaskan apa yang dia lakukan kepada Winsetro hingga Kakas Mangkuraga membencinya."Jadilah Raja!" ucap Lanting Beruga.
Waktu di dalam alam bawah sadar tidak sama dengan waktu di alam sadar.Lanting Beruga telah berlatih selama beberapa minggu, tapi pada dasarnya di alam nyata dia hanya berlatih beberapa hari saja.Setelah beberapa waktu lamanya, Lanting Beruga berhasil menggenggam sosok Roh Api. Ada rasa panas, tapi rasa panas itu kalah dengan tekadnya."Berhasil menguasai diriku tidak mudah, tidak hanya dengan menggenggam tubuhku saja," ucap Roh Api.Lanting Beruga mengerti maksud perkataan Roh Api. Artinya dia juga harus memahami Roh Api seperti dia memahami dirinya sendiri.Lanting Beruga harus menganggap Roh Api adalah bagian dari dirinya sendiri, bukan sesosok mahluk yang menumpang tinggal di tubuhnya.Lanting Beruga adalah Roh Api itu, dan Roh Api adalah Lanting Beruga. Ketika dia berhasil memahami hal itu, Lanting Beruga berhasil menguasai kekuatan Roh Api."Kau benar-benar ingin memahamiku, bocah? kalau begitu akan kuperlihatkan seperti
Sebuah kastil tua, di tengah hutan yang dikelilingi empat mata air. Ada banyak bukit kecil mengelilingi kastil tua itu.Hanya sekali pintas saja, orang biasa akan tahu jika kastil tua itu sangat berbahaya, bahkan binatang enggan masuk ke wilayah tersebut.Kabut tipis menutupi sebagian besar hutan, sementara sinar matahari akan masuk ke permukaan tanah hanya ketika tengah hari saja.Di puncak kastil itu, ada lambang Bulan berwarna darah, kemudian lima menara yang melambangkan lima kekuatan Bulan Darah.Terlihat kelebatan beberapa orang masuk ke dalam kastil itu, melewati pintu lebar yang berwarna hitam kemerahan.Nyai Seburuk Mayat.Wanita itu masuk ke dalam ruangan khusus, hanya sendirian saja sementara anak buahnya tertinggal di ruangan lain."Kau membuat kami menunggu terlalu lama, Seburuk Mayat ..." terdengar suara bergema dari dalam ruangan itu.Sebenarnya daripada dikatakan ruangan, tempat ini lebih mirip seperti goa yang
Lanting Beruga keluar dari masa latihannya. Penampilannya kali ini sedikit berbeda dari terkahir kali sebelum dia menguasai kekuatan Roh Api.Yang paling menonjol adalah, warna kuku Lanting Beruga sedikit lebih merah dari kuku kebanyakan orang. Bukan hanya itu saja, warna kulit di dada Lanting Beruga juga telah berubah menjadi merah permanen, dan membentuk seperti simbol api yang membara.Mode cahaya api. Lanting Beruga melompati jurang ini dengan sekali hentakan kaki, bahkan ketika dia menggunakan mode pertamanya, kulit Lanting Beruga tidak benar-benar merah seperti udang rebus.Selain itu, uap yang dihasilkan dari tubuhnya terlihat sedikit lebih pekat dari sebelumnya."Ingatlah Lanting Beruga, meski kau bisa mengendalikan kekuatanku dan menghilangkan efek samping penggunaannya, tubuhmu masih terlalu lemah.""Ya, aku tahu ..." ucap Lanting Beruga.Sekarang, dua orang itu mulai saling memahami, dan berbagi perasaan satu sama lain. Lanting Be
"Tutup semua gerbang kota!" Cempaka Ayu memberi perintah pada salah satu pria yang menjadi pelayannya. "Jangan biarkan satu orangpun melewati gerbang ini, baik dari luar atau dari dalam kecuali para tamuku!""Kami akan melaksanakannya!"Beberapa hari sebelum terjadinya pertarungan besar, semua orang yang ada di dalam Tombok Tebing mulai mempersiapkan diri.Kota ini sebenarnya dipenuhi oleh pendekar, baik orang tua hingga anak-anak belasan tahun, tapi Cempaka Ayu meminta orang yang berada di bawah level emas, untuk tidak terlibat dalam pertarungan."Jendral Dewangga telah tiba!" salah satu telik sandi melaporkan situasi saat ini."Biarkan dia masuk!""Jendral Sabdo Jagat juga telah di depan gerbang, Nyai!""Tinggal Benggala Cokro?""Benar, mengingat tempat mereka cukup jauh, bisa saja datang beberapa hari kemudian.""Orang tua itu ..." ucap Cempaka Ayu, "Apa ilmu meringankan tubuhnya mulai lemah?"Sementara d
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m