Lanting Beruga menyambar tubuh Subansari setelah gadis itu terkena beberapa kali serangan musuhnya. Jika Lanting tidak melakukan hal itu, serangan terakhir dari musuh gadis itu bisa saja membuatnya mati.
"Hampir saja ..." ucap Lanting Beruga.
Mata Subansari masih terbelalak saat ini, dia masih bisa mengingat kilatan serangan lawan yang mustahil bisa diatasi.
"Tunggu di sini ..." ucap Lanting Beruga.
Namun Subansari menarik tangan Lanting Beruga, sepertinya gadis itu masih dikuasai oleh rasa takut. "Jangan jauh dariku ..."
Lanting Beruga tersenyum tipis, "tentu saja tidak akan jauh, aku akan melindungi dirimu."
Dengan enggan Subansari melepaskan pegangan tangannya, membiarkan Lanting Beruga berjibaku dengan beberapa musuh yang sempat membuat Subansari terpojok.
Berada tidak jauh dari Subansari, Altar Buana baru saja menghabisi dua lawannya yang kuat. Setelah menggunakan jurus tingkat tinggi, tampaknya Altar Buana benar-bena
Ki Rindung Petoko memang terluka, tapi luka itu tidak benar-benar parah, bahkan bisa dikatakan tidak mungkin berbahaya bagi Ki Rindung Petoko.Di dalam Organisasi Bulan Darah, Ketua Bulan Jingga Ki Rindung Petoko dikatakan memiliki pertahan paling baik diantara 4 pimpinan yang lain.Hal itu berkat zirah sisik ular yang ada di balik pakaiannya. Zirah itu mungkin bukan sebuah pusaka seperti 12 pusaka yang muncul di dunia persilatan saat ini, tapi ketika zirah itu digabungkan dengan jurus pertahan level tinggi, kekuatannya bahkan setara dengan sebuah zirah pusaka."Jurus Tubuh Wesi dan Zirah Sisik Ular yang kumiliki tidak mungkin dapat kau kalahkan meski dengan pedang pusaka itu ..." ucap Ki Rindung Petoko.Jendral Dewangga mulai kehabisan tenaga menyerang ketua Bulan Jingga itu, dia telah 3 kali menggunakan Jurus Tarian Dewa Angin, tapi sialnya tidak bisa memberikan luka parah kepada Ki Rindung Petoko."Lukaku bisa sembuh dengan bantuan zirah sisik n
Pria berpakaian hitam itu menyapukan tangannya, dan seketika bangunan yang ditempati oleh Cempaka Ayu dan Pangeran Jubarda Agung, langsung ambruk tanpa sisa. Langsung menjadi puing-puing.Berkat tenaga dalam Cempaka Ayu, mereka berdua bisa bertahan dari reruntuhan bangunan.Pria berpakaian hitam tersenyum penuh arti, cukup bangga dengan maha karya yang dia buat untuk bangunan tersebut."Apa kau yang bernama Jubarda Agung?" tanya pria berpakaian hitam. "Kau harus ikut denganku ke Sursena," melihat Jubarda Agung hanya diam saja, pria itu kembali berkata, "menolak bukan pilihan, jika kau tidak ingin semua orang di sini mati."Sementara itu, Jendral Dewangga berniat membantu Cempaka Ayu tapi langsung dihadang oleh Ki Rundung Petoko. "Kau tidak mungkin sempat ... berpikir dapat membantu temanmu? kau hanya akan membuang nyawamu.""Kau pikir bisa menghalangiku?""Eyang Ratap Waskito, adalah pimpinan tertinggi Bulan Darah ..." Ri Rundung Petok
"Sepertinya kami harus pergi ..." ucap Ki Rindung Petoko.Semua anggota bulan darah tampaknya menyadari sesuatu, jadi mereka menarik diri dan pergi begitu saja.Nyai Seburuk Mayat menoleh ke arah Sabdo Jagat, tersenyum kecil kemudian berkata, "jika kau masih hidup, aku ingin menyelesaikan pertarungan kita."11 bola energi muncul di atas keris panca naga, tapi kali ini lebih besar dari yang pernah digunakan Jubarda Agung, bahkan lebih besar dari yang digunakan oleh Vala."Menderitalah kalian semua!"11 bola energi turun ke bumi, berukuran sebesar roda kereta kuda, tapi mengandung esensi aura angin yang benar-benar padat.Ya, Eyang Ratap Waskito telah menyelaraskan aura angin dengan keris panca naga yang juga mengandung unsur angin.Bomm Bomm Bomm.Ledakan terjadi benar-benar mengerikan, menghujani bumi Tombok Tebing.Suara teriakan terdengar menggema di udara, debu berhamburan, rumah hancur lebur dan apapun yang ada
Butuh beberapa waktu untuk menyelamatkan dan mengumpulkan orang-orang di dalam reruntuhan Tombok Tebing.Sekarang terlihat, Dewangga dipenuhi dengan lilitan perban, Sabdo Jagat terbaring tak sadarkan diri, dan kondisi Cempaka Ayu benar-benar parah.Namun."Dimana Lanting Beruga?" tanya Dewangga."Kami belum menemukan dirinya ...""Sekar Ayu!" Intan Ayu berteriak keras, dia berlarian ke sana-kemari untuk mencari keberadaan Sekar Ayu, tapi sampai sekarang belum di temukan."Jendral ..." seorang pria melapor, semua orang mendengar ucapannya, dan membuat suasana di tempat ini menjadi hening seketika.Intan Ayu laksana di sambar petir saat ini.Di dalam reruntuhan bangunan Tombok Tebing, pergerakan nafas membuat kerikil jatuh menggelinding."Lanting ..." terdengar lirih suara seorang gadis, suara yang begitu serak, halus dan tersiksa. "Kau baik-baik saja ...?"Lanting Beruga membuka matanya, tapi hanya gelap yang dia l
Intan Ayu hanya terpaku ketika mendapati sosok saudari kembarnya di bawa oleh Dewa Beralis tebal.Gadis itu menangis histeris, memeluk tubuh Sekar Ayu dengan erat, sementara yang lainnya memeriksa kondisi Lanting Beruga.Hari itu semua orang dirundung kesedihan, ada banyak yang kehilangan sahabat, dan keluarga mereka.Acara pemakaman dilangsungkan begitu besar, mereka menguburkan mayat mereka dalam satu liang lahat, kecuali makam Sekar Ayu.Intan Ayu menguburkan jenazah Sekar Ayu di pinggir makam kakeknya, Dirga di tepi tepi jurang.Hari itu pula, Gerbang Zambala kembali bergetar hebat, api di tungku perapian menyala lebih besar dari sebelumnya.Pada malam harinya, bumi Tombok Tebing diguyur hujan yang begitu deras, air menyapu darah yang menggenang, mungkin pula berusaha menghapus kenangan pahit di Kota itu.Tenda-tenda darurat berdiri, tapi dari sekian banyak tenda itu, ada satu tenda yang cukup besar lagi bercahaya paling terang.
Lanting Beruga benar-benar tak terkendali, mentalnya terluka parah dan kini dia berteriak-teriak seperti orang gila.Sesekali pemuda itu melepaskan tekanan api, sesekali pula dia menggunakan mode cahaya api, dan membabat angin lalu di sekitar dirinya."Majulah kalian bajingan!" teriak Lanting Beruga, kemudian menghancurkan batu besar dengan kepalanya sendiri.Dalam ke adaan seperti ini, bukan hanya dia bisa menghancurkan dan membahayakan dirinya, tapi juga membahayakan nyawa teman-temannya.Jendral Dewangga tidak bisa berbuat banyak saat ini, seluruh tubuhnya juga dipenuhi dengan luka, apa lagi Sabdo Jagat dan juga Cempaka Ayu.Ketika Lanting Beruga berniat membenturkan kepalanya lebih keras lagi ke batu, tindakannya dihalangi oleh Dewa Beralis Tebal."Kau juga ingin menjadi musuhku?" tanya Lanting Beruga. "Ha? kau ingin menjadi musuhku?"Dewa Beralis Tebal menggelengkan kepala, latihannya selama ini telah membawanya ke puncak pendeka
Setelah dua hari lamanya.Lanting Beruga duduk sendirian menghadap ke arah gerbang zambala, matanya masih sayu karena menangis, dan hari inilah dia merasakan air matanya telah mengering."Hei ..." Intan Ayu duduk di sebelah Lanting Beruga, membawa panggangan daging yang biasanya menjadi kesukaan pemuda itu, "kau sudah lama tidak makan, ciciplah! Rismananti mengajariku masak daging ini, dan sangat sulit ...tapi aku berhasil."Lanting Beruga menoleh ke arah Intan Ayu, wajah gadis itu benar-benar mirip dengan Sekar Ayu, tapi tentu saja ada hal yang membedakannya. Meski tingkah Intan Ayu berubah menjadi sedikit lembut, dan mungkin ingin seperti Sekar Ayu, tapi Lanting tahu persis gadis di depan dirinya bukan orang yang dia cintai."Terima kasih ..." ucap Lanting Beruga, menerima daging yang diberikan oleh Intan Ayu, dan menyantapnya sedikit."Tidak enak ya?" tanya Intan Ayu, kemudian gadis itu menghembuskan nafas panjang."Ini sangat lezat," jaw
Di tempat lain, suara jeritan Rismananti terdengar histeris, gadis itu berniat pergi dari sini secepatnya, untuk menyelamatkan Jubarda Agung, tapi dihalangi oleh Satrio Langit."Biarkan aku pergi ..." ancam Rismananti."Agar kau terbunuh," ucap Satrio Langit, "tidak mungkin kubiarkan,""Kalau begitu aku akan membunuhmu!""Meski aku terluka, untuk menghadapi dirimu bukan hal yang sulit," jawab Satrio Langit."Hentikan hal ini!" Dewangga membentak dua orang itu, membuat keduanya langsung tertunduk karena takut."Eksekusi Jubarda Agung dilakukan 10 hari dari sekarang, kita masih bisa membentuk sebuah pasukan untuk meyelamatkan dirinya ...""Benar, kekalahan kita hari ini hanya karena satu hal, kita tidak tahu kekuatan musuh ..." Sabdo Jagat berjalan mendekati mereka bertiga, tubuhnya masih terlilit perban, tapi ketika dia selesai berbicara, otot pria tua itu tiba-tiba mengeras, dan semua perban yang melilitnya putus menjadi banyak bagian