Ares benar-benar menantang 6 iblis pembawa mala petaka dari Aliran Darah Besi, dia bahkan cukup percaya diri untuk membiarkan 6 orang itu menggunakan teknik terlarang, ledakan cakra.
Mendengar hal tersebut, tiga orang mulai panas. Ares Sang Kesatria Perang terlalu sombong, hanya karena dia telah berada di level langit tinggi, merasa mampu menumbangkan 6 Iblis Pembawa Malapetaka dengan teknik ledakan cakra.
"Kau akan menyesalinya, Ares!" ucap salah satu dari tiga orang itu.
"Saudaraku, jangan lakukan!" Yanca berseru keras, tapi sayangnya 3 temannya telah melepaskan teknik ledakan cakra.
Kini ketiga orang itu memancarkan hawa merah, yang mempengaruhi tekanan atmosfir di sekitar mereka.
Dari dalam kereta gajah, Putra Bangsawan Dunia menoleh dari celah jendela keretanya, wajahnya begitu kesal melihat Ares belum mengalahkan musuhnya.
"Sabar sayang, kita tidak mungkin terlambat datang, Ares akan menghabisi mereka semua!"
"HOI ARES!" teriak
Jadwal penyerahan pedang tanpa nama diundur beberapa hari kemudian dikarenakan kondisi Ketua Agung Aliran Darah Besi masih belum pulih seutuhnya.Hingga tibalah hari ini, Ketua Agung Aliran Darah Besi mengirim utusan kepada Pak Bungkuk untuk membawa pedang yang telah dipesan.Ada selusin pendekar datang ke bangunan tukang tempa besi, tapi berbeda dari sebelumya, hari ini wajah mereka sedikit lebih ramah dibandingkan sebelumnya.Hal ini mungkin karena keberadaan Lanting Beruga yang seolah menjadi pengawal bayaran Pak Bungkuk."Tuan, hari ini Ketua Agung mengundangmu datang ke Markas Besar ..." ucap salah satu prajurit tersebut."Tunggulah, aku akan bersiap ..." ucap Pak Bungkuk.Pria itu langsung menemui Lanting Beruga, meminta pemuda itu untuk menemani dirinya ke Markas Besar Aliran Darah Besi. Mengenang sifat Ketua Agung yang mudah marah, Pak Bungkuk merasa butuh ditemani oleh Lanting Beruga."Akhirnya ..." ucap Lanting Beruga, "aku
Ketua Agung menyerang Lanting Beruga lebih dahulu. Pedang yang bernama Kukuto melayang begitu cepat ke arah Lanting Beruga, tapi pemuda itu bisa menahannya dengan cukup baik.Teknik tebasan yang dipakai oleh Ketua Agung benar-benar sangat hebat, jika Lanting Beruga tidak bisa mengimbanginya dengan baik, tentu saja tubuh pemuda itu akan terbelah menjadi dua bagian.Dalam pertarungan yang hanya mengandalkan teknik, Lanting Beruga menggunakan Teknik Awan Berarak.Ini adalah teknik paling bagus utuk menghadapi lawan yang menggunakan serangan jarak dekat. Teknik ini juga dapat digunakan tanpa menggunakan tenaga dalam."Gerakanmu benar-benar lincah anak muda!" ucap Ketua Agung.Dia melompat cukup tinggi, menebaskan pedang ke bawah, tapi Lanting Beruga dapat menghindari serangan itu dengan berkelit ke arah kiri, pada saat yang sama dia menusukan pedang ke samping.Ujung mata pedang mengincar dada Ketua Agung, tapi cukup hebat, ketua itu bisa mengal
"Pedang memiliki hati, yaitu hati dari pemilik pedang," ucap Lanting Beruga, "Tarian Dewa Angin." Wush. Serangan yang dilakukan oleh Ketua Agung Aliran Darah Besi datang tak terduga. Tebasan yang begitu kuat, cepat dan akurat mengincar batang leher Lanting Beruga. Tebasan itu melambangkan kemarahan, dendam, dan kebencian yang mendalam. Semua rasa membunuh dikerahkan dalam satu tebasan cepat ini. Namun, Lanting Beruga berhasil menghindari serangan tersebut, seolah dia telah melihat pola dan arah ayunan pedang lawannya. Lanting Beruga seakan mendengar bisikan halus dari pedang Kukuto di tangan Ketua Agung Aliran Darah Besi. Bisikan halus itu seakan memberi tahu pemuda itu mengenai arah serangan yang akan datang kepadanya. Pedang memiliki hati, yaitu hati dari pemilik pedang. Hanya kalimat biasa, tapi bagi Lanting Beruga, kalimat itu penuh dengan makna. Ketika seorang pendekar telah memahami dasar sebuah pedang, mereka bisa memaha
Lanting mendapatkan penghargaan begitu besar, sebuah penghargaan yang mustahil didapatkan oleh orang luar seperti Lanting Beruga. Menjadi Ketua Aliran Barat.Ya, hampir sama dengan Ketua Devisi di Serikat Satria, hanya saja Ketua Aliran di dalam Aliran Darah Besi memegang sebuah wilayah yang cukup luas.Ada empat Ketua Aliran di dalam Aliran Darah Besi, masing-masing Ketua Aliran menguasai satu wilayah atau daerah kekuasaannya masing-masing."Apa penghargaan itu tidak terlalu berlebihan, Ketua Agung?" salah satu penasehat sedikit protes dengan tindakan Ketua Agung yang terkesan buru-buru tanpa pemikiran yang matang.Pemikiran ini tentu saja tidak salah, mengingat Lanting Beruga bukan berasal dari wilayah ini, dia bahkan bukan berasal dari bumi tengah.Memberikan penghargaan kepada Lanting Beruga tentu juga bukan sebuah kesalahan, tapi menjadikan dirinya sebagai Ketua Aliran, rasanya terlalu tinggi bagi Lanting Beruga."Aku sudah
Perjalanan menuju Markas Cabang Aliran Barat terletak cukup jauh dari Markas Besar Aliran Darah Besi.Untuk tiba di sana, paling tidak membutuhkan waktu dua minggu atau bahkan lebih, jika berjalan kaki.Namun, Lanting Beruga dan dua pendampingnya memutuskan untuk menggunakan ilmu meringankan tubuh.Benar, Lanting Beruga meminta Li Wei sebagai pelayannya, itu karena hanya wanita itu yang dikenal oleh Lanting Beruga.Dia juga meminta satu orang penerjemah bahasa dan orang yang mengerti mengenai peta.Hanya dua orang saja, tidak lebih. Biasanya, Ketua Aliran selalu dijaga oleh banyak pendekar level puncak tanpa tanding, bahkan tak jarang membawa satu orang pendekar bumi level rendah. Namun, Lanting Beruga tidak membutuhkan banyak pasukan sebesar itu, cukup dua orang saja."Tuanku, ada beberapa hal yang harus kau ketahui mengenai Markas Aliran Barat ..." seorang pemuda menjelaskan situasi di sana sembari bergerak cepat.Pemuda itu b
Belum pula masuk melewati pintu Markas Aliran Barat, tepat di halaman depan dua orang pria saling menghunuskan pedang dan saling menyerang."Apa yang dipikirkan dua pak tua ini?" tanya Mura. "Bagaimana kondisi Markas Barat dapat membaik jika petingginya saling bertikai satu sama lain."Dua orang pak tua itu mungkin sudah burumur lebih dari setengah abat. Janggut mereka sudah putih meskipun rambut masih sama-sama hitam.Beberapa kali mereka berdua saling mencaci maki, kemudian melanjutkan kembali pertarungannya.Jelas tidak sadar jika tindakan mereka sedang ditonton oleh tiga orang pemuda."Hahaha ...hanya sebatas itu kemapuanmu? Pantas saja kau hampir mati saat melawan petinggi Klan Merah," ejek Pak Tua berpakaian serba putih.Yang di ejek tidak terima, lantas balik mengejek. "Aku bukan orang yang punggungnya terkena panah beracun sepertimu!""Apa kau bilang?""Panah beracun mengenai punggunmu!""Kurang ajar ..."&n
Kilatan energi berpejar di udara, menciptakan warna-warni menarik, tapi menakutkan.Sesekali akan terdengar suara dentingan senjata yang beradu keras, kemudian terdengar gemuruh suara angin yang bergerak riuh.Pertukaran serangan antara Lanting Beruga dan lawannya berlangsung begitu sengit. Sesekali mereka terlihat di awang-awang, tapi kemudian menukik ke bumi dan meretakkan permukaan tanah.Hampir semua teknik dan jurus-jurus yang dua orang pak tua itu kuasai telah dikerahkan untuk menjatuhkan Lanting Beruga, tapi belum berhasil melukai pemuda tersebut.Alih-alih membuatnya berdarah, satu helai rambut di kepala Lanting Beruga bahkan tidak dapat mereka tebas.Pemahaman Lanting Beruga mengenai pedang jauh lebih tinggi dibanding dengan dua pak tua tersebut, ini terlihat jelas dari cara Lanting Beruga memainkan pedangnya.Bagi pemuda itu, pedang adalah bagian dari hidupnya, bukan sebuah senjata yang digunakan semata-mata untuk menghancurkan law
Ular Sendok pecah menjadi serpihan energi, sementara Naga Merah masih meliuk ke arah dua pak tua tersebut.Dalam ke adaan seperti ini, dua pak tua tidak mungkin bisa menghindari serangan Lanting Beruga yang begitu cepat.Lebih dari itu, dua pak tua itu telah kehabisan energi di dalam tubuhnya. Satu-satunya yang terlintas dalam benak mereka adalah, menyesal telah menantang Lanting Beruga."AHKK!" Mulut Naga meraung keras tepat di hadapan dua orang itu, menciptakan angin kencang yang menerpa wajah-wajah takut mereka.Namun.Naga itu berbelok ke arah langit, kemudian menghilang di telan awan putih yang menutupi matahari.Hampir saja dua orang itu mati karena diterkam oleh Naga Bayangan. Jika Lanting Beruga cukup kejam, tubuh mereka berdua pastilah sudah terbakar habsi oleh Naga bayangan itu.Dua pak tua masih terpaku di tempatnya, dengan mata terbelalak dan bibir yang biru karena pucat.Tepat dihadapan mereka, ada jalur tanah yang