Di situasi lain, Lanting Beruga masih diliputi rasa kesal karena ulahnya sendiri yang menghancurkan gudang makanan.
Ah, sial sekali kini dia mulai seperti pendekar yang kesetanan karena masalah makanan itu.
Beberapa orang yang mencoba menghentikan tindakannya, malah kini ketakutan bukan kepalang. Mereka tidak berani mendekati Lanting Beruga lebih dari 10 depa dekatnya, atau mereka akan melihat betapa mengerikan pemuda itu saat ini.
Sementara itu, Tetua Jingmi tidak tahu harus melakukan apa saat ini, dia sendiri malah ketakutan melihat Lanting Beruga.
Sesekali pemuda itu berteriak keras, sesekali dia malah bergumam kecil, merancau seperti orang menggigau saat tidur.
"Dia sudah menggila!" teriak pendekar aliran putih yang berada tidak jauh dari dirinya. "Jangan dekati pemuda itu, jika punya kesempatan segera menjauh, jika kalian tidak ingin kena imbas kemarahannya!"
Ya, sekarang bukan hanya Prajurit Kekaisaran Tang yang merasa terintimidasi de
Tian Cia berhenti di tepi air, tapi wajahnya masih terlihat gelisah, takut jika pasukan aliran putih masih mengejar dirinya di belakang. Karena itu, dia hanya meminum seteguk air, lalu melaju lagi menyeberangi sungai ini.Setelah menjelang malam hari, dia baru berhenti melarikan diri, dan kini pria berwajah buruk itu tersandar di bawah pohon rimbun sambil mengatur nafasnya yang tersengkal-sengkal di tenggorokan.Benar-benar gila pikir pria itu, yang terjadi barusan benar-benar membuat jiwanya merasa terguncang. Bagaimana seorang pemuda tanpa tenaga dalam atau pula aura alam mampu menghajarnya hanya dengan sekali gerakan saja, dan hal itu membuat Tian Cia hampir saja mati."Kenapa ada pemuda seperti dirinya muncul di kekaisaran Tan?" gumam Tian Cia, belum pula berhasil menenangkan pikirannya, tiba-tiba dia mendengar ada suara gerakan di balik semak.Sontak saja Tian Cia berdiri dan memasang kuda-kuda untuk melarikan diri lagi. "Apa mereka telah menemukan d
Jun Hui berhasil membalikan ke adaan, dengan memukul wajah Tetua Berambut Perak hingga pria berwajah bocah kecil itu terpental beberapa depa jauhnya.Pertarungan telah berlangsung cukup lama, dan Jun Hui menderita luka yang cukup banyak, tapi dia masih bertahan, dan terus memberi perlawanan.Sementara itu, serigala besar berkepala tiga benar-benar tangguh. Semakin dipenuhi oleh luka, semakin kuat pula daya serang yang diberikan siluman tersebut.Tetua Berwajah Wanita entah telah berapa kali terluka oleh cabikan kuku tajam siluman tersebut, tapi saat ini Tetua itu mulai berhasil memukul mundur serigala tersebut, dengan bantuan puluhan pendekar yang ada di sekitar dirinya.Lula-luka yang dialami oleh Serigala Berkepala Tiga membuat celah serangan bagi pendekar pemanah. Mereka membidik luka itu terus menerus, meskipun pada akhirnya ada banyak diantara para pendekar itu yang mati.Tentu saja, jarak bidik panah begitu dekat! dalam keadaan kabut yang hit
Beberapa hari telah berlalu semenjak kekacauan yang diakibatkan oleh Jun Hui, atau kehancuran prajurit Kekaisaran Tang yang diakibatkan oleh kemarahan Lanting Beruga. Sekarang ribuan pasukan yang dibawa oleh Pangeran Jianhen telah tiba di Istana Kekaisaran Tang. Pintu gerbang yang tingginya hampir setara dengan pohon kelapa terbuka lebar. 20 prajurit bertugas memutar tuas untuk membuka kunci pada gerbang itu, lalu mendorongnya dengan penuh kekuatan. Entah berapa banyak bahan baja untuk membuat pintu gerbang tersebut, yang jelas memang sangat berat. Jikalah pintu gerbang itu sampai terhempas, akan ada banyak prajurit yang mati karena menahan bobot beratnya. Tembok besar itu dikelilingi oleh banyak menara pengintai, masing-masing menara di isi oleh 3 hingga 4 orang prajurit yang menguasai senjata jenis panah. Mereka ini memiliki mata yang paling tajam di antara prajurit yang lain, oleh karena itu Kekaisaran Tang dapat dengan mudah mengantisipasi s
Para mentri di sana terdiam, tidak banyak bicara lebih-lebih Pangeran Jianhen tampaknya tidak mempermasalahkan kelakuan kurang ajar Ketua Aliran Hitam itu."Dengarkan kalian semua!" ucap Hongi, seraya merentangkan dua tangannya lalu menatapi wajah para mentri satu persatu. "Hari ini, Aliran Hitam akan melindungi tahta pangeran Jianhen, kami akan melakukan yang terbaik yang tidak bisa kalian lakukan."Setelah berkata demikian, para mentri tidak lagi berani bersuara. Beberapa dari mereka hanya tertunduk, dan sebagian lebih memutuskan untuk keluar dari Istana ini.Pangeran Jianhen duduk di singgasananya, tidak peduli dengan para mentri lemah tersebut. Mereka tidak melakukan apapun saat ini, dalam situasi sekarang, kekuatan adalah yang terpenting bagi dirinya.Di dalam ruangan itu, para pejabat tinggi yang menyetujui tindakan Pangeran Jianhen masih tetap tinggal dan mendengarkan diskusi yang dilakukan antara petinggi aliran hitam dengan petinggi Kekaisaran Ta
Di sisi lain, Seorang mata-mata baru saja kembali ke desa kecil yang kini telah hancur karena pertarungan. Di sana, Lanting Beruga terlihat sedang berdiskusi dengan dua tetua Aliran Putih, Tetua Kong dan Tetua Jingmi.Kondisi ke dua tetua itu sudah lebih baik dari sebelumnya, luka-luka mereka sudah lebih pulih, tapi perban putih masih membalut tubuh dua orang itu.Mata-mata itu memberi hormat kepada tiga orang tersebut, dia kemudian menyerahkan secarik kertas yang berasal dari wilayah utara.Kertas itu berupa informasi yang dialami wilayah utara pasca penyerangan Jun Hui beberapa hari yang lalu."Jadi kalian baru saja diserang?" tanya Tetua Kong. "Meski sebuah kebetulan, tapi kelompok kami baru pula melawan para prajurit Kekaisaran Tang.""Aku baru saja menemui Putri Sin Tang, dan mereka memberi perintah untuk bergabung, lalu membicarakan penyerangan kepada Kekaisaran Tang.""Baiklah, katakan kepada mereka, kami akan bergerak ke tengah
Niat hati Lanting Beruga sebenarnya ingin memeriksa beberapa kelompok Aliran Putih yang tersebar di sekitar wilayah Kekaisaran Tang, tapi dia dan Burung Elang itu malah nyasar hingga menuju Kekaisaran Tang."Kencana bodoh! bodoh!" ucap Lanting Beruga terus saja ngedumel ketika Garuda Kencana terbang di atas langit Istana Kekaisaran Tang.Situasinya sekarang malam hari, jadi tidak ada yang menyadari keberadaan pemuda itu di atas langit. Hal ini pula karena dirinya tidak memiliki tekanan tenaga dalam atau aura alam, sehingga sulit untuk mengantisipasi kedatangan Lanting Beruga."Aku sudah bilang ke arah barat! barat! dasar Kencana Bodoh!" ucap Cakra Buana, terus-terusan memaki sahabatnya, bahkan sesekali menarik bulu kepala burung itu hingga dia mulai kesal.Garuda Kencana cukup bersabar saat ini, tapi ketika Lanting Beruga menjahilinya terlalu berlebihan, Garuda Kencana malah bergerak ke tinggi ke langit, lalu turun menukik dengan kecepatan penuh."
Lanting Beruga langsung diringkus oleh para prajurit itu, dia tidak keberatan dan tidak pula marah. Menurut pemuda itu, pasti ada hal menarik ke depannya. Lagipula, dia ingin tahu apakan tempat ini berhubungan dengan aliran hitam, atau tidak.Lima prajurit membelenggu pemuda itu dengan banyak rantai, lalu menandunya ke ruangan yang lain.Jikalah dia mau, semua rantai ini bisa saja hancur dalam seketika, tapi Lanting lebih memutuskan untuk diam.Tubuh pemuda itu dihempaskan di lantai yang kali ini sangat kering, ada banyak lentera di dalam ruangan besar tersebut, tapi demikian ruangan bawah tanah ini tidak memiliki struktur bangunan yang rapi.Sekitar 50 prajurit berada di sana, dengan banyak luka dan tubuh yang dililit oleh perban. Di depan Lanting Beruga ada seorang pria tua, berbaju putih yang dipenuhi dengan tambalan, dan juga rambut serta janggut yang panjang terurai.Sekali pintas, orang akan memanggilnya hantu karena tampilannya tersebu
Lanting Beruga dihajar oleh puluhan prajurit berperban putih, hingga kini dia terseok di sudut ruangan.Beberapa prajurit masih memaki-makinya, tapi beberapa prajurit lain mulai menyadari jika Lanting Beruga bukan orang sembarangan, struktur tulangnya sangat keras, beberapa kali mereka meninju kepala Lanting Beruga, tapi yang mengalami sakit malah kepalan tinju mereka sendiri."Maf maf..." ucap Lanting Beruga. "Roti kalian terlihat nikmat sekali, aku belum berbuka dari pagi tadi."Sang Ratu berusaha bangun dari pembaringan, meskipun beberapa tabib melarang dirinya melakukan hal tersebut.Mendengar bahasa yang digunakan oleh Lanting Beruga, ratu tahu jika pemuda itu berasal dari bumi selatan satu wilayah dengan mantan suami pertamanya."Kenapa kau datang ke sini?" tanya Sang Ratu lagi, "kau bukan utusan dari Aliran Hitam.""Huhhhh ..." Lanting Beruga mengeraskan ototnya, membuat seluruh rantai yang membelenggu tubuh pemuda itu put
Satu minggu telah berlalu, dan kini sudah waktunya bagi Rambai Kaca untuk pergi dari dunia lelembut.Dia telah menyiapkan semuanya, mental dan keberanian, bertemu dengan manusia untuk kali pertama bagi dirinya.Ibunya hanya bisa pasrah dengan pilihan Rambai Kaca, dia hanya bisa menyeka air mata yang setiap saat keluar membasahi pipi.Sementara itu, Pramudhita tampaknya begitu tabah melepaskan kepergian putra angkat yang telah dibesarkan00000000 dari bayi.Namun, ada yang lebih parah, yaitu Nagin Arum. Dia bersikeras untuk pergi bersama Rambai Kaca ke alam manusia, bahkan setelah ayahnya menjelaskan mengenai kehiudapan manusia, dia tetap bersikeras untuk pergi ke sana.Ya, impian Nagin Arum adalah keluar dari alam ini, dan berniat untuk menjelajahi seluruh dunia. Menurut dirinya, di sini dia tidak bisa hidup dengan bebas, ada batas-batasan yang ada di dalam alam lelembut tersebut.“Ayah, apapun yang terjadi, kau harus memikirkan caranya agar aku bisa pergi bersama Rambai Kaca!” ketus N
Dua hari telah berlalu, pendekar dari Padepokan Pedang Bayangan terlihat sedang berbenah saat ini. Membenahi apa yang bisa dibenahi, seperti bangunan dan beberapa peralatan lainnya.Terlihat pula, ada banyak pendekar yang dirawat di dalam tenda darurat. Para medis bekerja cepat, memastikan tidak ada satupun dari korban yang mati.Di salah satu tenda darurat tersebut, tiga anak Pramudhita masih terkapar dengan kondisi tubuh penuh dengan ramuan obat-obatan.“Apa mereka baik-baik saja?” Rambai Kaca bertanya kepada salah satu tabib muda di sana. Dia sudah berada di tempat itu sejak tiga saudara angkatnya dibawa oleh Pramudhita.Meskipun Rambai Kaca juga terluka cukup parah, tapi tubuhnya luar biasa kuat, dia mampu bertahan, bahkan masih bisa berdiri atau bahkan berlari.Ditubuhnya sengaja dililit oleh banyak perban, menunjukan jika Rambai Kaca sebenarnya tidak baik-baik saja. Namun, hal biasa bagi pemuda itu merasakan sakit seperti ini, jadi ini bukanlah hal yang harus dipikirkan.“Ketig
Satu gerakan dari pemuda itu melesat sangat cepat, tepat menuju leher pria tersebut yang saat ini tengah bersiap dengan serangan yang di berikan oleh Rambai Kaca barusan.Melihat pemuda itu bergerak sangat cepat, Reban Giring menggigit kedua rahangnya, sembari menatap Rambai dengan tajam, kemudian bersiap dengan gerakan kuda-kuda.Nafasnya kembali teratur ketika dia melakukan gerakan barusan, lalu menyilangkang senjata yang dia miliki tepat ke arah dada.Sesaat kemudian, dia melesat kearah Rambai Kaca lalu melepaskan jurus Murka Pedang Bayangan.“Dengan ini, matilah kau..!!”Satu teriakkan pria itu menggema di udara, yang membuat siapapun yang mendengarnya, akan merinding ketakutan.Namun, hal itu tidak berlaku pada Rambai Kaca, yang seakan meminta hal tersebut benar-benar terjadi terhadap dirinnya.Dengan jurusnya tersebut, Reban Giring melepaskan semua tenaga yang dia miliki berharap ia dapat mengenai pemuda itu tepat sasaran.Wush.Tebasan itu di lepaskan ketika jarak mereka tingg
Di sisi lain, Pramudita yang saat ini telah berhasil membunuh semua sosok hasrat berukuran besar, sempat terdiam beberapa detik, ketika ia melihat dari kejauhan langit berubah warna menjadi hitam pekat.Tidak hanya itu, dari sumber cahaya kehitaman tersebut, sempat terjadi kilatan petir di ikuti dengan beberapa ledakan yang mengguncang area tersebut.Dari sana, dia dapat menebak, jika saat ini terdapat seseorang yang sedang bertarung di tempat itu, akan tetapi ia bahkan telah menebak jika serangan beberapa saat yang lalu di akibatkan olah anaknya sendiri.“Rambai Kaca, apa yang sedang terjadi?” gumamnya bertanya.Namun pada yang sama, dia mulai menyadari jika dari cahaya berwarna hitam pekat itu, tidak lain ialah kekuatan yang di timbulkan dari kegelapan.Saat ini, Pramudita dapat menebak, jika Rambai Kaca tengah bertarung dengan sosok yang tidak lain ialah Reban Giring.Anggapan itu di landasi oleh tindakan yang telah di lakukan Reban Giring sebelumnya, ketika memulai pertempuran yan
Pedang Bayangan...." Satu jurus tersebut melesat, dengan terbentuk nya beberapa pedang bayangan yang melesat kearah sosok hasrat. Bom. Ledakan terjadi cukup besar, ketika jurus yang di lepaskan Pramudita berhasil mengenai musuh. Ya, satu serangan tersebut berhasil membunuh setidaknya, tiga atau lebih sosok hasrat yang berukuran besar. Tentu hal tersebut tidak dapat di lakukan oleh siapapun, selain Maha Sepuh Pramudita. Jabatan yang pantang bagi seseorang dengan kemampuan sangat tinggi. "Berakhir sudah."Di sisi lain, saat ini tengah terjadi gejolak batin yang mendalam bagi seorang pria ketika tengah merasa sangat kehilangan akan kehadiran sosok seorang adik. Isak tangis tidak dapat terbendung, ketika ia berusaha untuk menghampiri adiknya tersebut.Dengan langkah yang tertatih ia berusaha sekuat tenaga, tetapi langkah yang ia lakukan, bahkan tidak sebanding dengan jumlah tenaga yang dia keluarka"Adik...""Bertahanlah!"Langkah demi langkah berhasil membuatnya tiba di tempat ya
Tubuh Reban Giring saat ini, tengah terdorong mundur akibat mendapat serangan tak terduga oleh Rambai, yang menyerang lehernya.Beberapa pohon bahkan telah tumbang dibuatnya, akibat bertabrakan dengan tubuh pria tua itu, sementara Rambai Kaca masih melakukan gerakan mendorong dengan tangan yang mencekik leher pria tua tersebut.Tidak banyak yang dapat pria itu lakukan, selain berusaha untuk melepaskan diri dari cengkraman jurus yang telah Rambai Kaca berikan. Brak. Brak. Beberapa pohon kembali tumbang, sementara mereka melesat dengan cepat, yang pada akhirnya gerakan tersebut berhenti ketika Rambai Kaca merasa cukup terhadap aksinya. "Bocah sialan!" "Kau bebas untuk berkata sesuka hatimu." timpal Rambai Kaca."Hiat.!"Kerahkan semua kemampuan yang kau miliki, Bocah!" Dalam keadaan ini, Reban Giring sempat menggigitkan kedua rahangnya, untuk bersiap menerima serangan dari Rambai Kaca, ketika telah mencapai titik dimana pemuda ini akan melepaskan tekanan tenaga dalam yang tinggi.
Melihat Eruh Limpa dan Nagin Arum yang sudah tidak berdaya, Reban Giring berniat untuk segera mengakhiri nyawa kedua orang tersebut. Perlahan pria itu mendekati Nagin Arum yang terlihat masih berusaha untuk meraih tangan kakaknya, akan tetapi bergerakan wanita itu terpaksa berhenti, ketika Reban Giring menginjak tangannya. Tidak hanya itu, saat ini, Reban Giring sedang menekan kakinya dengan cukup kuat, sehingga membuat Nagin Arum berteriak. "Aggrr..!" Rasa sakit tiada tara sedang di rasakan oleh Nagin Arum yang berusaha untuk melepaskan tangannya dari injakkan kaki Reban Giring saat ini. Melihat hal tersebut, Eruh Limpa hanya bisa memaki pria itu, lalu mengutuknya beberapa kali dengan melampiaskan rasa amarahnya menggunakan kata-kata. Namun sayang, hal tersebut bahkan tidak dihiraukan sama sekali oleh Reban Giring dengan tetap melakukan aksinya, seakan sedang menikmati rasa sakit yang dialami oleh wanita tersebut. "Ini belum seberapa!" ujarnya, "Setelah ini, akan ku pastik
Kedua kakak beradik tersebut lantas langsung mengejar keberadaan Reban Giring yang sempat mereka lihat tengah terluka. Hal itu menjadi sesuatu yang sangat mereka nantikan, karena menduga jika mereka akan dapat mengalahkan pria itu dengan cukup mudah. Namun di saat yang sama, salah satu pria juga menyadari kepergian Eruh Limpa dan Nagin Arum, akan tetapi saat ini, pria itu masih sibuk berhadapan dengan musuh yang seakan tidak pernah habis. "Mau kemana mereka pergi?" batinnya bertanya. Saat ini, pemuda yang tidak lain memiliki nama Saka ini, tengah menjadi pusat perhatian, ketika dia menggila dengan jurusnya yang mematikan. Tebasan demi tebasan berhasil membunuh sosok hasrat yang berada di dalam jangkauannya, sehingga hal itu membuat para sepuh sempat merasa kagum atas aksi yang telah dia lakukan. Bukan hanya kagum, bahkan beberapa sepuh, berniat untuk mengangkat menantu pria itu, akan tetapi jika Pramudita mengiyakan tentunya. "Menarik, sungguh menarik!" ujar salah satu Sepuh.
Di sisi lain, Rambai Kaca dan Tabib Nurmanik yang saat ini tengah menyusul rombongan yang berada paling depan, perlahan mulai mendekat kearah pasukan yang tengah bertarung melawan musuh-musuh mereka. Melihat hal tersebut, kedua orang yang baru saja tiba ini, lantas lasung mengambil posisi masing-masing untuk berhadapan dengan para sosok hasrat yang semakin menggila. Dengan beberapa gerakan, Rambai Kaca berhasil membunuh satu sosok hasrat dan menyelamatkan hidup satu orang pasukan mereka yang hampir saja tewas, akibat tidak dapat mempertahankan diri, dari serangan sosok hasrat yang menyerangnya. "Tuan muda, terimakasih!" Mendengar jawaban dari pria itu Rambai Kaca hanya mengangguk satu kali, sebelum dirinya bergegas menuju pasukan paling depan, seakan tidak begitu peduli dengan kondisi yang menimpa orang tersebut. Tampaknya pemuda itu sedang merasakan sesuatu yang buruk akan segera terjadi, sehingga membuat dia bergerak lalu mengeluarkan jurus kilat putih yang membantunya seakan m