“Mademoiselle Mira, anda sudah bangun“ Suara Brigitte yang serak dan khawatir menyambutku saat aku membuaka mata. Hari sudah nyaris gelap. Pasti aku pingsan cukup lama. “Anda tidur selama 4 jam, Mira. Richard terlihat panik saat membawa anda pulang.”
Aku berusaha bangun, namun rasa sakit di belakang kepalaku menghentikanku. Bau amis darah juga masih terasa kental di hidungku. “Anda harus minum obat, Mira. Dokter Giusseph sudah memberikan resep dan sudah ditebus Richard tadi siang. Saya akan menyiapkan bubur untuk mengisi perut anda.” Pamitnya sebelum menghilang di balik pintu.Sepeninggal Brigitte, aku beranjak tertatih - tatih menuju koper besar di sudut ruangan yang belum kubongkar sejak aku datang. Hanya sebanyak itu barang yang bisa kubawa dari rumah saat berangkat ke Belgia. Sambil menahan nyeri yang semakin lama terasa menusuk di belakang kepalaku, aku membongkar kotak kecil di sudut koper. Aku hanya perlu meminum dua butir kapsul tersebut untuk merasa lebih baik saat ini.Dengan agak tergesa, kutelan dua butir kapsul bening tersebut. Sejenak menikmati rasa lega dan ringan yg memang merupakan efek dari obat ini. Obat ini adiktif dan sangat kuat efeknya. Itulah mengapa dokter hanya memperbolehkannya diminum saat darurat seperti ini dan bukannya rutin seperti mengkonsumsi obat pada umumnya.Aku bersandar di sudut kamar masih dengan koper yang terbuka. Masih lemas dan malas untuk kembali mengemasi koper dan beranjak dari sana. Aku bahkan masih tetap memejamkan mata dengan damai saat seseorang masuk ke dalam kamarku.“Mademoiselle, ça va?”Aku mengangguk menjawab pertanyaan Richard bahwa aku baik - baik saja. Tidak benar seperti itu, tapi aku bisa menjanjikan aku tak akan pingsan lagi. Tiba - tiba kurasakan tubuhku melayang dan mendarat di tempat yang empuk dan nyaman.“Anda harus makan. Ada obat yang harus anda minum““Letakkan saja. Aku akan memakannya nanti, setelah merasa lebih baik.”“Excusez-moi. Saya tidak tahu bahwa anda alergi dingin." “Wah, mengejutkan untuk ukuran orang yang serba tahu. Kukira, sampai jumlah rambut di kepalaku saja kau tahu.” Sindirku lemah.Richard diam menanggapi kesinisanku. Sebaliknya, dia malah menjawab dengan kata-kata tak terduga. “Monsieur, Madame dan Nonna Guireille sedang dalam perjalanan pulang ke Chateau. Sebentar lagi mereka sampai“Apa?? “Bukannya kalian bilang mereka sedang dalam tugas kerajaan?”“Betul. Mereka pulang segera setelah mengetahui keadaan anda.”Sh*t!! Dengan kondisi menyedihkan dan memalukan seperti ini, aku masih harus menghadapi mereka?? Thanks God, you’re so Kind! “Pergilah. Aku ingin istirahat lagi.” ***Well ini dia formasi lengkap Guireille; my Daddy of course, tante tercinta adik Daddy satu-satunya Tante Millgueta, dan anak gadisnya yang usianya kira - kira lima tahun di atasku, The ambassador Mademoiselle Corrine Guireille. What a perfect family. Aku jadi mulai penasaran dengan mendiang istri dan anak Daddy yang meninggal tahun lalu di kecelakaan pesawat. Apa seperti ini juga bentuknya? Setegak tiang, sekaku bendrat dan sedingin es? Richard masih di berdiri di sudut kamar sejak mereka datang berbasa - basi menanyakan keadaanku. Pertanyaan mereka yang aneh dan janggal kutanggapi singkat dan acuh. Hei, aku harus bersikap cuek kan di sini sebagai korban? Kalau keadaannya jadi canggung begini, jangan suruh aku mencairkannya. Bukan aku yang ngotot dan minta diseret untuk berada di rumah ini.“Sudah kau minum obat dari dokter, Mireille?” Daddy bertanya setelah, dengan suasana janggal dan canggung yang terasa sekali, terdiam cukup lama.“Menunggu Brigitte menyiapkan makan malam.”“Ah, benar. Apa kau ingin makan di kamar malam ini?”“Kalau aku bisa keluar, untuk apa aku masih di sini saja?”“Benar. Kalau begitu, kami akan datang lagi setelah makan malam untuk melihat keadaanmu““Tidak usah repot - repot. Aku sudah tidur saat itu.”“Ah,” diam kehabisan kata. “baiklah kalau begitu.”“Kau juga boleh pergi.” Kataku pada Richard tanpa melihatnya.Aku menghembuskan nafas kuat - kuat setelah sendirian. Entah mengapa, sesaat tadi rasanya sungguh menegangkan dan nyaris tak terkontrol. Untuk apa aku di sini? Nyaris saja kuteriakkan pertanyaan itu kepada Daddy. Alasan apa yang membuat Oma memaksaku menerima tiket ke Belgia ini tepat sebulan setelah kematian Mama. Bahkan aku tidak sempat berpamitan dengan orang-orang yang kukenal walaupun hanya seorang; Shinta. Orang yang kuakui dekat denganku, kubiarkan mengerti diriku dan dengan senang hati kuakui sebagai sahabatku. Ponselku bahkan tidak berguna di sini. Ah, email! Kenapa tak terfikirkan sebelumnya? Tapi aku tidak punya portable atau PC di kamar ini. Aku enggan kalau harus menggunakan satu yang ada di perpustakaan. Brigitte bilang itu tempat favorit Daddy, pasti akan sering di sana saat di rumah.“Hhhh….” Lagi - lagi hanya helaan nafas dalam penuh frustasi yang kuperdengarkan.***Hawa dingin yang menyerbu saat aku membuka jendela kamarku membuat nafasku sesak dan terbatuk. Segera kututup kembali daun jendela dan kembali meringkuk di balik selimut karena lagi - lagi dadaku terasa sakit. Hhh, aku bisa mati kedinginan di sini. Tak peduli sehangat apa pakaian yang kupakai, efeknya pasti terasa cepat atau lambat. Dan hari ini adalah hari pertamaku di ARBA. Quelle parfait!“Mademoiselle, waktunya anda sarapan sebelum berangkat.”Kuraih mantel tebal yang serasi dengan topi bulu yang berhasil kutemukan di lemari pakaian dan segera keluar menemui Richard. “Berhenti mengasihaniku. Aku bukan gadis lemah seperti yang kau pikir!” sentakku saat matanya mengernyit melihat hidungku memerah menahan dingin. Cuaca sialan, kenapa semakin terasa dingin?Sejak kejadian kemarin, kurasakan sikap Richard agak berbeda. Walaupun tetap cool dan cuek, dia tidak lagi judes dan semenyebalkan dulu, bukan berarti sekarang sudah tidak menyebalkan lagi.“Hai, Mira. Merasa lebih baik hari ini?” Corrine menyapaku di ruang makan. Aku mengangguk, walaupun heran karena dia memanggilku dengan sapaan akrab, aku toh diam tidak bertanya. "Brigitte yang memberitahuku untuk memanggilmu Mira." Seolah mendengar gaung otakku, dia menjawab. Well, pastinya. Karena yang memanggil aku Mira hanya Brigitte. Dan Richard kalau aku nekad memasukkannya dalam hitungan, mengingat dia jarang memanggil namaku dan hanya Mademoiselle. “Mama dan Uncle sudah berangkat pagi buta tadi ke kerajaan. Semoga tidak keberatan sarapan denganku.” Ah, mencoba mengakrabkan diri rupanya.“Santai saja. Jangan sungkan karena aku.”Kami sarapan dalam keheningan berdua saja. Richard yang menolak dengan halus saat diajak sarapan bersama menghilang entah kemana. Brigitte pun sudah tidak muncul lagi dari dapur untuk mengantarkan sesuatu.“Kau benar - benar mirip ibumu. Walaupun aku tidak mengingatnya dengan jelas““Kau… tahu tentang Mama?” tentu saja aku kaget. Mama hanyalah salah seorang wanita di kehidupan Daddy yang dulu.“Mama selalu membawaku kemanapun beliau pergi waktu itu. Membuatku bertemu dengan banyak orang, termasuk Ibumu. Dan aku juga sering melihatnya di rumah.” Dia tertawa melihat alisku yang naik karena ketidakpercayaan dan prasangka. “Tidak semua yang kau tahu mengandung kepahitan. Kuharap, kau mau membaginya denganku suatu saat nanti. Sebagai teman, kalau tidak mau dianggap sebagai sepupu. By the way, aku harus pergi sekarang. Semoga harimu menyenangkan, Mira.”***Hari berlangsung lumayan. Yah, sangat not bad sekali dibandingkan dengan keadaanku yang really bad. ARBA’s really awesome! Untuk saat ini, selain fakta bahwa aku tidak punya tempat kembali di Indonesia, keluarga yang tak kukenal, lingkungan yang 180 derajat terasa asing, ARBA adalah penghiburanku. Seandainya Richard tidak muncul dan menyuruhku segera pulang untuk berustirahat, aku pasti betah berlama - lama dengan pensil dan kanvas gambarku.Aku penasaran, kapan aku akan dibiarkan sendirian di sini. Bukannya sok tahu dan sebagainya, hanya aku tidak biasa dikawal. Sejak kecil aku terbiasa sendirian karena Mama harus banting tulang untuk kami. Dan lagi masih ada Oma yang harus kurawat dan kujaga karena usianya. Tapi sekarang, malah aku yang diperlakukan seperti balita. How bored!“Apa pekerjaanmu sebenarnya?” Aku basa - basi membuka percakapan. Mau tak mau aku penasaran, apa benar tugasnya hanya untuk menjagaku? Sepenting itukah aku?“Polisi khusus kerajaan.” Jawabnya pendek.“Khusus kerajaan? Bukannya tugas mereka untuk mengawal keluarga kerajaan?”“Benar.”“Lantas, kenapa malah menjagaku? Aku kan bukan anggota kerajaan.”“Mungkin anda bukan, tapi Monsieur jelas anggota dewan kehormatan. Dan saya dikirim khusus oleh Ratu untuk menjamin keselamatan anda Mira."“Menjaga keselamatanku. Bukan menjaga agar aku tidak kabur“ Dengusku. “Tenang saja, selain rumah yang kita tuju, aku tidak memiliki tempat lain untuk pergi.” Terima kasih pada seseorang karena telah membuat Oma - ku, satu - satunya keluarga yang aku punya di Indonesia mengusirku dan menolak keberadaanku.
Mama, seumur hidupku aku tak pernah mengeluh, tak pernah merasa takut dan kesepian. Tak pernah, hingga saat ini. Je t’ai besoin, Mama.I need you, MamaAda yang aneh dengan kamar dan lemari bajuku. Aku sama sekali belum membongkar isi koperku. Tapi nyaris tak ada tempat untuk menaruh dan menata barang - barangku. Kamar ini terisi penuh! Yah, oleh barang - barang perempuan. Mulai dari baju, make - up hingga aksesoris dan tas - tas. Aku tidak yakin kalau untuk kedatanganku, Daddy rela memborong isi butik untuk dipindahkan ke kamar ini.Tidak, tidak mungkin. Itu pikiran konyol. Ada yang aneh di sini. Kalau memang ini untukku, seharusnya Daddy tahu dari pengawal yang mengawasiku selama ini bahwa aku nyaris tidak pernah memakai rok. Dan aku jelas tidak bisa menggunakan hak tinggi apalagi menggambar wajahku dengan make up. Aku hanya mahir menggambar di atas kertas sketsa dan kanvas. And look, yang ada di lemari dan rak sepatu itu, nyaris semuanya adalah gaun, rok dan higheels.Aku menutup pintu lemari keras - keras. Aku bingung harus memulai memikirkan ini dari mana. Biasanya otakku cukup cerdas menganalisa sesua
Aku mendesah kecewa sambil memandangi peta di tanganku. Tempat yang paling ingin kutuju, tapi tak terjangkau walau sudah di depan mata. Place du Jardin aux Fleurs Bloemenhofplein, aku pernah memimpikannya. Mama punya foto taman bunga indah dan memberitahuku namanya adalah Place du Jardin aux Fleurs Bloemienhofplein. Tempat favoritnya, yang entah bagaimana sepertinya menjadi obsesiku juga tempat yang paling ingin kukunjungi suatu hari nanti. Taman indah dengan bunga bermekaran di tengah kota. Aku juga bermimpi melukis pemandangannya di tengah musim panas. Pasti cantik sekali. Sayang, tempat ini sekarang tertutup salju tebal. Bodohnya aku yang tidak mempertimbangkan hal ini. Tentu saja, ini musim salju!Mungkin memang sudah saatnya pulang, batinku. Berat rasanya kaki ini harus melangkah menuju suatu tempat yang disebut rumah, tapi sama sekali tidak mirip rumah. Hanya tempat beberapa orang asing berkumpul, tapi tak pernah bertegursapa. It’s cold. I do r
Jadi, apa yang membuat pagi ini terasa janggal, hening dan canggung daripada sebelumnya saat bersama Richard? Yeah, insiden kaburku kemarin. Aku mengharapkan reaksi yang menggebu - gebu dan heboh dari dia, jujur saja. Tapi yang kudapat pagi ini adalah sebaliknya. Dia mengetuk pintu kamarku dengan sopan, menungguku sarapan dalam diam, dan masih diam hingga sekarang. Aneh? Tentu saja untuk seorang Richard yang tidak pernah melewatkan sedikit kesempatan untuk merecokiku. Mungkin semalam dia berbicara banyak dengan Daddy?Richard menghentikan mobilnya di gerbang masuk ARBA. Karena terlalu canggung, aku hanya diam dan melepas seatbelt - ku, bersiap untuk turun, saat tiba - tiba dia mencengkeram pergelangan tanganku erat.“Hng?”“Anda tidak akan kabur lagi Mademoiselle. Aku pastikan itu.”Ha? Hanya itu? “Well…”“Aku tidak akan menganggap remeh anda lagi.”Sepercik kebahagiaan karena t
Cuaca di Belgia kian hari semakin tidak bersahabat. February sudah hampir lewat. Itu tandanya, aku sudah 6 minggu berada di sini. Tapi musim semi belum menampakkan cirinya.Tunggu! 6 minggu? Sudah selama itu kah? Dan aku masih hidup? Itu suatu keajaiban yang patut dirayakan! Pertanyaannya, dengan siapa aku merayakannya?Daddy? Aku nyaris tidak melihatnya di rumah ini sejak 2 minggu yang lalu. Kangen? Yang benar saja. Aku hanya tidak melihatnya, bukan berarti aku mencari - carinya di sekeliling rumah. Tapi Brigitte selalu rutin menyampaikan pesan Dadyy padaku. Dia bilang, Daddy sedang di Prancis menemani ratu melakukan kunjungan resmi Negara. Jangan capek - capek, jangan berada di luar terlalu lama, harus makan tepat waktu. Seriously, aku bukan balita. I’m good at taking care of myself!Tante Millgueta? Tentu saja sibuk dengan urusan istana. Pergi pagi dan pulang malam nyaris seperti bukan manusia. Maksudku, apa dia tidak capek
Malam ini Granny Louisa berkunjung menggantikan absennya Daddy dan Tante Millgueta yang masih dinas di luar negeri untuk merayakan ulang tahun Corrine. Ya, Richard juga di sana karena Corrine ingin semuanya hadir merayakan hari jadinya. Malam itu, untuk pertama kalinya meja makan yang muat hingg 20 kursi itu penuh tanpa terkecuali. Bukan perayaan besar memang, tapi Corrine mengundang teman dekat dan seluruh pekerja mansion untuk libur dan merayakan ulang tahunnya di sana.Corrine duduk di kursi utama. Di sebelah kanannya Granny Louisa dan aku di sebelah kirinya. Aku nyaris menarik Brigitte duduk di sebelahku saat tersisa hanya dua kursi kosong dan Richard baru saja masuk membawa wine.“Mira, anda tidak boleh seperti itu.” Brigitte menasehati dengan geli karena tahu alasanku ingin dia duduk di sampingku.
Back to Normal POV – Mira POV-“Karena kecelakaan itu?” Aku gatal ingin menyela dari tadi. Well, dia memang meninggal dalam kecelakaan pesawat itu setahuku.“Non, jauh sebelum itu. Saat akhirnya dia bertunangan dengan Duke of Luxemburg, Abraham Villich.” Jawabnya pelan.Arlaine sudah bertunangan? Wah, aku tidak bisa membayangkan betapa hancur hati Richard mendengar kabar pertunangannya.Well, sepertinya kisah cinta bertepuk sebelah tangan. Tapi melihat wajahnya yang mengeras menahan guratan pedih itu, aku hanya terdiam untuk menghormatinya.“Ng… Richard?” Dia menggumam, masih memandangi lidah api yang membakar habis balok kayu di sekelilingnya. “Kenapa kau berceri
Richard’sShe surely has a big apetite! Dia makan seolah - olah ini adalah makanan pertamanya sejak dia datang ke sini! Jika tidak melihat sendiri, aku pasti tak akan percaya dia mampu menghabiskan tiga piring moules dalam sekejap.Corrine bahkan belum menyentuh isi piringnya. Kulihat dia juga sama amaze nya denganku pada makhluk di depan kami.Aku belum pulang dari Maison saat Corinne menemukanku merokok di patio depan rumah. Dia bercerita beberapa kekhawatirannya tentang Mira, tentang dia yang ingin sekali menceritakan semuanya tapi dia tidak bisa. Bukan dia orang yang tepat untuk menceritakannya, dan dia takut tidak bisa menghadapi reaksi Mira.Yah, aku juga tidak lebih baik, harus kuakui. Dia mengira aku benar - benar meninggalkannya kemarin dan tidak menjemputnya
Enam bulan berlalu sejak kedatangan ku ke Negara ini. Cuaca sudah mulai hangat, musim Semi pun sudah mencapai puncaknya. Hampir segala hal, anehnya berjalan dengan baik dan damai kalau tidak ingin kubilang terlalu dijaga, di sekitarku. Aku mulai diberikan ruang untuk diriku sendiri di rumah, dan Corrine, Brigitte, Granny Louisa dan juga Richard (saat dia tidak sedang menyebalkan, karena mood swingnya lebih parah dari cewek PMS) bergantian menemaniku mengusir sepi. Nampaknya aku mulai agak betah disini, walaupun aku agak berat mengakuinya.Tapi tidak semua hal baik berlangsung semester ini di kampus. Oh, aku masih menyukai kampusku seperti saat pertama kali melihatnya. Masih bersemangat mengerjakan semua essay dan tugas dan juga sepenuh hati mengikuti kelasku semester ini. Tapi bukan itu. Bukan tentang kegiatan kampus, tapi tentang kehidupan kampusku. Satu semester nyaris berlalu begitu saja dan aku masih m
Kali ke dua aku naik pesawat. Aku gugup, dan terus menerus ke toilet sejak tadi. Ada satu penjaga yang mengawalku sampai aku boarding nanti. Namun aku menolak untuk terus diikuti sampai Indonesia.Di sini aku memang keluarga kerajaan, tapi di sana aku bukan siapa-siapa. Untunglah Daddy mau mengerti hal ini. Aku sedang menunggu panggilan untuk boarding. Dan lagi-lagi, aku teringat akan alasanku pergi."Stop, Mira. Terima saja. Cinta pertamamu tak berjalan lancar. Kau harus melupakannya."Aku menarik satu kali nafas panjang tepat saat panggilan pertama pesawat yang akan membawaku ke Indonesia terdengar. Aku dan beberapa penumpang pesawat lainnya mengantri untuk verifikasi terakhir sebelum masuk pesawat dan masuk dengan tertib.Tak seperti penerbanganku sebelumn
Granny melarangku untuk berpikir pergi dari sini adalah yang terbaik. Bahkan setelah dua hari berlalu. Dia ingin aku kuat, dan dia meyakinkan bahwa semua yang ada di sini keluargaku. Bahwa aku tak sendirian di sini."Kita bisa mengganti pengawalmu jika kau tak ingin bertemu dengan Richard. Tapi aku tak setuju jika kau pergi meninggalkan kami. Semua keributan ini akhirnya berakhir, dan kita bisa hidup dengan tenang bersama, kenapa kau malah memikirkan untuk pergi?"Dari situ aku sadar, Granny benar. Bagi semua orang, ini adalah kemenangan. Hanya aku yang merasa kalah dalam hal ini, dan itu karena Richard. Aku merasa buruk setelah mendengar hal itu."Maaf, aku jadi egois."Granny Louisa menggeleng. "Kau memang tak bisa kembali ke sana, tapi kau bisa berkunjung sebent
Richard'sAku menonton berita di televisi dengan tatapan puas. Phillip, ibunya, JJ, Cedric dan anak buahnya yang terbukti membelot sudah diringkus. Pengadilan kasus mereka memang belum ditetapkan kapan, namun, mereka tak akan lepas dari sanksi sosial kali ini. Dulu, Pak Tua terlalu baik hati untuk mengumumkan perbuatan mereka pada media. Namun sekarang tidak lagi."Makanlah dulu. Kau memang sudah tampak sehat, tapi kau masih perlu banyak waktu dan asupan bagus untuk memulihkan tenagamu."Aku mendongak menatap gadis yang beberapa hari terakhir menemaniku di sini. Dia gesit dan telaten mengurusku. Itu hal yang bagus, bukan? Saat terbaring tak berdaya, ada seseorang yang tulus mengurusmu.Betapa beruntungnya diriku?"Lyn.."
Aku meninggalkan Corrine berdua dengan Abe Villich di balkon rumah sakit agar mereka saling berbicara. Semoga saja keputusanku tak salah. Aku sedikit khawatir karena Corrine terlihat amat pucat dan kaget saat melihat Abe ada di sana. Pria itu pasti mengikuti kami tadi saat keluar untuk berbicara.Aku masih berada di balik pintu balkon selama beberapa saat, hanya untuk memastikan bahwa Corrine baik-baik saja. Sungguh. Aku tak berniat menguping. Aku masih ingat apa yang dilakukan Abe pada Corrine dulu hingga membuat Corrine yang biasanya ceria menjadi amat pendiam dan tertekan."Katakan, Corry. Apa yang mereka katakan tentangmu sehingga kau ikut tanpa perlawanan seperti itu." Suara Abe dingin dan tegas. Bahkan aku yang bukan lawan bicaranya saja berjengit, apalagi Corrine.Aku bisa mendengar suara tangis saat ak
“Tak bisakah kita sedikit lebih cepat?” Aku memajukan tubuhku untuk berbicara pada supir dengan nada tak sabar.“Cherie…”Kurasakan tangan Daddy menggengam tanganku dan meremasnya pelan. Mungkin menegur, atau mungkin juga sekedar menguatkanku karena kejadian-kejadian yang terjadi hari ini. Aku hanya menatapnya dengan tatapan putus asa. Namun aku kembali ke kursiku dan duduk dengan rapi. Mencoba untuk tenang meskipun rasanya sudah tak karuan lagi di dalam diriku.Tiga jam lalu kami dihubungi oleh Corrine yang berbicara dengan sangat cepat dan nyaris tak jelas tentang jangan pulang ke istana dan pergi ke tempat lain karena istana tak aman. Dia tak menjelaskan lebih jauh dan hanya terus mengulang kalimat itu. Kami baru saja sampai di istana, namun kami tak masuk dan langsung melanjutkan k
Richard’sPolisi dan pasukan tambahan datang tepat waktu untuk menyelamatkan kami. Seperti dugaanku, ada beberapa orang dari pasukan Cedric yang membelot dan berkhianat dengan pria itu. Hal itu membuat pasukan yang kubawa menjadi kalang kabut dan kami sempat terpukul mundur karena bingung siapa lawan dan kawan di sini.Untungnya, polisi ada yang membawa senapan paintball sehingga kami bisa menandai siapa saja yang berkhianat dengan peluru cat merah di punggungnya. Ini membantu kami mengidentifikasi siapa yang berada di tim kami dan tim lawan.Corrine sempat di bawa ke ruangan lain oleh Phillip, tapi aku berhasil mengejarnya setelah menumbangkan Cedric dengan mematahkan bahunya.“Sorry, Pal, tapi kau pantas mendapatkannya. Ibi bahkan tak setimpal dengan
Aku terbelalak tak mempercayai mataku. Di depan kami, muncul dua orang yang sama sekali tak kuduga akan kutemui di sini. Mereka yang menjadi dalang penculikan Corrine? Kenapa?!“Cedric? JJ?” Aku mengucap dengan nada tak percaya. “Why?! Kenapa kalian melakukan ini?”“Apakah itu belum jelas, mademoiselle?”JJ menjawab sembari berjalan melenggang mendekat pada Putra Mahkota… bukan. Richard memanggilnya Phillip, karena dia sudah bukan lagi Putra Mahkota. JJ mendekat pada Phillip dan mereka mulai menempelkan tubuh mereka satu sama lain. Pemandangan yang langsung membuatku mual! Rupanya JJ adalah partner sesama jenis Phillip?! Bukankah…“Oh, maafkan, kami terlalu larut dalam dunia kami yang penuh cinta. JJ. Kekasih
Richard’s“Akhirnya kalian datang juga. Aku terkesan.”“Kau…”“Apa maksudnya ini?!”Pertanyaan Mira dan pak Tua saling bersahutan saat melihat pemilik rumah yang dan sandera yang mereka cari sedang duduk sambil bermain catur di ruang baca. Aku menggertakkan gigi dan mengepalkan tinjuku erat. Mencoba menahan amarahku yang meperti mengancam ingin menelanku bulat-bulat.Aku sudah memiliki kecurigaan sejak menemukan lokasi di mana Corrine berada. Tak banyak yang tahu bahwa rumah ini bukan lagi milik Abe Villich. Namun aku dan Cedric adalah sedikit di antara orang-orang yang tahu bahwa sejak Arlaine meninggal. Rumah ini dibeli oleh Abe Villich sebagai hadiah pernikahan untuk Arlaine
Granny Louisa menangis tersedu mendengar cerita tentang Corrine dariku.Pada akhirnya, aku tak punya pilihan untuk tidak mengatakannya. Lagi pula, mengenai hal ini, aku juga butuh berdiskusi tentang beberapa hal. Tentang apa peranku di sini. Aku sama sekali tak tahu apa yang harus kulakukan jika penjahatnya benar-benar tertangkap. Atau bagaimana caranya agar penjahatnya tertangkap dan Corrine kembali pada kami dengan selamat.Betul kata Daddy. Aku tak tahu apa yang seharusnya kulakukan di saat seperti ini. Betul kata Madame Villich, aku hanya boneka di sini yang tak akan bisa menggantikan posisi siapa pun. Aku muncul hanya karena panggung terlalu sepi."Richard sedang mencarinya, Granny. Aku yakin dia pasti akan berusaha dengan seksama dan membawa Corrine pulang dengan selamat."