"Duh Ra, seperti rumah pengantin baru saja," komentar Melani melongok ke dalam ruang tamu hingga kamar utama. "Apa kau mengecat ulang semua kamarnya juga?" Suaminya Alex menyenggol lengannya agar menghargai privasi sahabat mereka. "Kamu tuh bawel, biarin aja Amirah mau renovasi atau bangun ulang rumah ini." "Ishh .. Mas Alex, aku cuma kagum bukan mengejek. Renovasi rumah sebesar ini biayanya cukup mahal, dan Amirah kan harus membesarkan anaknya di sini," timpal Melani merengut sebal. Tuan rumah tersenyum tipis menatap pasangan suami istri belum dikarunia anak bertahun-tahun setelah menikah. Rumah memang tak akan sempurna tanpa anak-anak di dalamnya. Namun kehidupan dia juga tidak sesempurna seperti mereka yang saling mengasihi satu sama lain. Betapa Tuhan Maha Adil dan Bijaksana. Melani memiliki suami baik penuh perhatian dan Amirah punya mempunyai seorang putra tampan walaupun tanpa pasangan. Semua ada porsinya masing-masing tinggal bagaimana mereka mau mensyukuri nikmat yang t
Deg! Sesaat Amirah tertegun menatap di depan pintu. Mantan suaminya juga datang mau apalagi dia kemari?! Kecamnya dalam hati. Alagar Hakim sedikit kikuk menyapa, "Hai, aku mengantar keluargaku ke sini mengunjungi putraku Bagas." Alasan yang dibuat-buat. Dia malah beruntung tadi pagi berada di kediaman orang tua yang ternyata sedang sibuk memasak untuk makan siang bersama di rumah yang baru ditempati Amirah. Dengan senang hati bersedia mengantar mereka sekaligus melihat putra kesayangan. Kesempatannya mau mencari tahu kehidupan mantan istrinya setelah kembali ke Jakarta lagi. "Masuklah Mas Alagar," sambut Amirah setengah hati. "Apa kau sudah bertemu Bagas yang sedang bermain dengan Mas Alex di halaman tadi?" "Ya, kami berbincang-bincang sebentar tadi," seru Alagar menyodorkan dua tas belanjaan yang besar. "Oya, ini aku bawakan keperluan untuk kalian." "Apa ini, Mas?" Amirah sungguh terkejut. Dia tak mengharapkan apapun dari mantan suami. Sudah cukup kebaikan penuh propaganda
Sore hari yang teduh.Arif Kaivan Mahardika seorang pengusaha duduk sendirian di sebuah teras cafe. Usianya tak muda lagi tapi penampilannya menawan dan bersahaja.Pikiran dia saat ini begitu pelik bukan karena masalah pekerjaan tetapi tuntutan orang tua segera menikah. Nyaris berumur 40 tahun belum juga memiliki pasangan hidup.Memangnya di mana bisa menemukan wanita baik-baik sekarang. Semua mata duitan silau dengan kekayaan! Gerutu di dalam hati.Brukk!Pandangannya teralihkan. Seorang anak kecil tak sengaja menabrak tungkai kaki untung saja tangan Kaivan sigap langsung menangkap tubuh mungil yang nyaris terpelanting ke lantai.Di mana ibunya, mengapa melepasnya sendirian?! Benak Kaivan bertanya-tanya.Papa! Papa!Celoteh bocah laki-laki menggemaskan sangat mengagetkannya. Seumur hidup Kaivan inginkan panggilan itu dari buah hati belaian jiwa. Sayang kesempatan tersebut tak pernah kunjung tiba sampai anak berparas tampan datang menggugah pikiran."Hai Nak, di mana Mamamu?" sapanya
Papa?!Apa dia tak salah mendengar ucapan Bagas sebelumnya! Pikir Amirah Lashira bingung. Mengapa memanggil pria asing itu papa padahal baru saja berjumpa.Papa Bagaskara adalah Alagar Hakim dan memang sudah lama tidak bertemu sejak Renata berani mengamuk dan melabrak ke rumahnya di depan keluarga besar Tuan Andi Hakim."Silakan duduk, Nyonya ..." Kaivan menyilakan ibu anak kecil itu mengambil kursi di hadapannya."Panggil Amirah atau Lashira, jangan Nyonya," jawabnya sedikit tersipu. "Risih rasanya karena bukan wanita sosialita pada umumnya."Dia pun bisa melihat usia mereka begitu jauh berbeda namun tak ada cincin pernikahan di jari pria asing itu. Perjaka atau duda?! Amirah malu bertanya hanya dapat menduga saja.Pertemuan yang kikuk."Baik Lashira, namaku Kaivan senang berkenalan denganmu. Oya, aku panggil pelayan mengantar pesananmu kemari kasihan putramu tak sabar lagi."Lambaian tangan tegas memanggil seorang pelayan cafe sontak menghampiri dan mencatat pesanan menu tambahan la
Tangisan Renata Sastrawijaya tak kunjung berhenti sambil memegang secarik kertas membuat dunia runtuh dalam sekejap. Suaminya Alagar Hakim baru saja kembali dari kantor langsung menyerahkan sebuah amplop.Ketika dibaca isinya, terkesiaplah istrinya sesuai reaksi diharapkan."Alagar, teganya tak percaya putri kita itu anakmu juga!" tuding Renata histeris enggan menerima kenyataan."Kau telah menipu selama ini membiarkan hidupku terombang-ambing di dalam neraka kau ciptakan sendiri! Hasil test DNA membuktikan Marcella bukan darah dagingku tak patut menyandang nama keluarga Hakim di belakangnya!" balasnya marah berapi-api.Hiks ... ! Renata makin tersedu air mata berderai deras akibat tak bisa lagi berkelit.Kebohongan membawa petaka panjang tak mampu menyelamatkan pernikahan. Perjuangan sia-sia akhirnya tak mendapat cinta dan kasih sayang Alagar meski berbagai cara telah dilakukan termasuk menghancurkan pernikahan pertamanya dengan Amirah Lashira.Pria itu kian hari menjadi orang asing
Tertegun Amirah menatap gedung perkantoran tinggi menjulang. Datang lebih pagi dari jam kerja ditentukan. Petugas keamanan langsung mengantar ke lantai atas setelah mengetahui wanita cantik itu bekerja sebagai sekretaris baru CEO Tuan Arif Kaivan Mahardika.Lantai khusus pimpinan begitu elegan. Karpet merah terhampar di ruang tunggu khusus tamu penting, sofa empuk nyaman ditambah rangkaian bunga indah di sudut memberi sentuhan mewah dan berwarna.Meja sekretaris tertata rapih, dokumen penting tersusun untuk ditandatangani sang CEO, namun dia mencari agenda kerja Tuan Kaivan lebih dahulu mempelajari perlahan tentang jadwal pertemuan dan pesta kolega minggu depan tercantum di sana.Pendingin ruangan cukup menyejukkan tapi juga membuat sedikit kedinginan. Sunyi senyap di lantai atas tanpa seorang menemani. Sampai akhirnya melihat petugas datang memeriksa pantry, dan bercakap-cakap sejenak memperkenalkan diri."Selamat pagi Bu, saya Arifin petugas di lantai khusus ini," sapanya ramah penu
"Raa-aa ... ""Ya, Tuan," sahut Amirah mendengar panggilan kencang sang CEO langsung tergesa menuju ke kantor. Dasar bawel! Sungutnya kesal. Sebulan bekerja di perusahaan namun tingkah laku pimpinan mencerminkan sikap manja persis Bagaskara."Ada apa lagi Tuan memanggil?" berondongnya heran. "Bukankah berkas penting diminta tadi ku siapkan di atas meja termasuk secangkir kopi panas, juga jadwal pertemuan klien?""Duh, Ra, kamu kok jadi sewot gitu?!" balas sang CEO sambil tertawa. "Aku cuma mau tanya Bagaskara sama siapa sekarang, jika perlu pengasuh bilang saja nanti dicarikan."Oh, sial.Amirah berpikir ada hal genting dan penting disampaikan bossnya. "Bagas baik-baik saja, sahabatku Melani yang menjaga," ujarnya sedikit tenang.Kaivan mengangguk lega mendengarnya seraya berkata, "Berarti kau bisa temani aku ke luar kota nanti?"Hah?! Giliran sekretaris ternganga kebingungan. "Peresmian hotel baru di luar kota?" kilahnya menolak halus. "Apa memang harus aku yang berangkat, tak bisaka
Dua kali pintu kamar hotel diketuk pelan. Amirah membuka sambil tersenyum ramah. CEO Kaivan menjemput untuk menghadiri pembukaan hotel baru yang ditempati mereka hari ini."Kau sudah siap, Ra?""Ya, tapi apa Tuan yakin ini bukan acara formal?" Amirah ragu atas permintaan berpakaian casual bukan resmi di pesta kolega perusahaan."Kau cantik, Ra, berpakaian apapun," puji Kaivan tulus. "Pestanya berada di pantai bukan ballroom tidak perlu mengenakan tuxedo atau gaun sekalipun. Nanti ku ajak kau keliling hotel dan wisata ke pulau lain."Oh, okay. Amirah pun menarik nafas lega.Ini perjalanan bisnis pertama kali, seterusnya diharapkan terbiasa agenda kerja ke luar kota maupun keluar negeri menemani CEO. Semakin hatinya merasa resah selalu meninggalkan Bagas di rumah.Beriringan mereka menyusuri selasar hotel menuju lift. Ketika berada di dalam tiba-tiba saja Kaivan meminta sesuatu dari sekretarisnya, "Ra, tolong jangan panggil Tuan di saat tak ada siapapun di antara kita.""Maksudnya?" Ami