Tangisan Renata Sastrawijaya tak kunjung berhenti sambil memegang secarik kertas membuat dunia runtuh dalam sekejap. Suaminya Alagar Hakim baru saja kembali dari kantor langsung menyerahkan sebuah amplop.Ketika dibaca isinya, terkesiaplah istrinya sesuai reaksi diharapkan."Alagar, teganya tak percaya putri kita itu anakmu juga!" tuding Renata histeris enggan menerima kenyataan."Kau telah menipu selama ini membiarkan hidupku terombang-ambing di dalam neraka kau ciptakan sendiri! Hasil test DNA membuktikan Marcella bukan darah dagingku tak patut menyandang nama keluarga Hakim di belakangnya!" balasnya marah berapi-api.Hiks ... ! Renata makin tersedu air mata berderai deras akibat tak bisa lagi berkelit.Kebohongan membawa petaka panjang tak mampu menyelamatkan pernikahan. Perjuangan sia-sia akhirnya tak mendapat cinta dan kasih sayang Alagar meski berbagai cara telah dilakukan termasuk menghancurkan pernikahan pertamanya dengan Amirah Lashira.Pria itu kian hari menjadi orang asing
Tertegun Amirah menatap gedung perkantoran tinggi menjulang. Datang lebih pagi dari jam kerja ditentukan. Petugas keamanan langsung mengantar ke lantai atas setelah mengetahui wanita cantik itu bekerja sebagai sekretaris baru CEO Tuan Arif Kaivan Mahardika.Lantai khusus pimpinan begitu elegan. Karpet merah terhampar di ruang tunggu khusus tamu penting, sofa empuk nyaman ditambah rangkaian bunga indah di sudut memberi sentuhan mewah dan berwarna.Meja sekretaris tertata rapih, dokumen penting tersusun untuk ditandatangani sang CEO, namun dia mencari agenda kerja Tuan Kaivan lebih dahulu mempelajari perlahan tentang jadwal pertemuan dan pesta kolega minggu depan tercantum di sana.Pendingin ruangan cukup menyejukkan tapi juga membuat sedikit kedinginan. Sunyi senyap di lantai atas tanpa seorang menemani. Sampai akhirnya melihat petugas datang memeriksa pantry, dan bercakap-cakap sejenak memperkenalkan diri."Selamat pagi Bu, saya Arifin petugas di lantai khusus ini," sapanya ramah penu
"Raa-aa ... ""Ya, Tuan," sahut Amirah mendengar panggilan kencang sang CEO langsung tergesa menuju ke kantor. Dasar bawel! Sungutnya kesal. Sebulan bekerja di perusahaan namun tingkah laku pimpinan mencerminkan sikap manja persis Bagaskara."Ada apa lagi Tuan memanggil?" berondongnya heran. "Bukankah berkas penting diminta tadi ku siapkan di atas meja termasuk secangkir kopi panas, juga jadwal pertemuan klien?""Duh, Ra, kamu kok jadi sewot gitu?!" balas sang CEO sambil tertawa. "Aku cuma mau tanya Bagaskara sama siapa sekarang, jika perlu pengasuh bilang saja nanti dicarikan."Oh, sial.Amirah berpikir ada hal genting dan penting disampaikan bossnya. "Bagas baik-baik saja, sahabatku Melani yang menjaga," ujarnya sedikit tenang.Kaivan mengangguk lega mendengarnya seraya berkata, "Berarti kau bisa temani aku ke luar kota nanti?"Hah?! Giliran sekretaris ternganga kebingungan. "Peresmian hotel baru di luar kota?" kilahnya menolak halus. "Apa memang harus aku yang berangkat, tak bisaka
Dua kali pintu kamar hotel diketuk pelan. Amirah membuka sambil tersenyum ramah. CEO Kaivan menjemput untuk menghadiri pembukaan hotel baru yang ditempati mereka hari ini."Kau sudah siap, Ra?""Ya, tapi apa Tuan yakin ini bukan acara formal?" Amirah ragu atas permintaan berpakaian casual bukan resmi di pesta kolega perusahaan."Kau cantik, Ra, berpakaian apapun," puji Kaivan tulus. "Pestanya berada di pantai bukan ballroom tidak perlu mengenakan tuxedo atau gaun sekalipun. Nanti ku ajak kau keliling hotel dan wisata ke pulau lain."Oh, okay. Amirah pun menarik nafas lega.Ini perjalanan bisnis pertama kali, seterusnya diharapkan terbiasa agenda kerja ke luar kota maupun keluar negeri menemani CEO. Semakin hatinya merasa resah selalu meninggalkan Bagas di rumah.Beriringan mereka menyusuri selasar hotel menuju lift. Ketika berada di dalam tiba-tiba saja Kaivan meminta sesuatu dari sekretarisnya, "Ra, tolong jangan panggil Tuan di saat tak ada siapapun di antara kita.""Maksudnya?" Ami
Alagar Hakim berdiri tegak seakan mengintimidasi Amirah Lashira. Mereka benar-benar tak sengaja bertemu di acara perusahaan dan putra sulung Tuan Andi Hakim memiliki saham di hotel terbesar di pulau Bali.Rasa kesalnya tak sebesar rindu selama ini namun melihat Amirah di tengah pria kaya raya membuat cemburu dan gelap mata. "Kau bersama siapa ke sini?" cecarnya semena-mena. "Bukan seharusnya merawat Bagas di rumah kok malah keluyuran meninggalkan sendiri!"Sorot mata Amirah balas menghujam berubah menjadi sosok kuat dan tangguh. Kepahitan dalam pernikahan mengajarkannya menjaga diri dari serangan mantan suami. Menatap berang atas tudingan yang kejam."Mas, hubungi saja orang tua atau adikmu!" sanggahnya tak mau kalah. "Tanyakan Bagas ada di mana!"Secepat kilat Alagar meraih gawai dari saku kemudian menekan nomor panggilan Mama Nirmala. Tidak lama terdengar sahutan di ujung sana sedikit mengejek, "Tumben hubungi Mama, biasanya kau tak peduli setelah perceraian kau dan Renata!""Hai Ma
"Mas, aku ganti pakaian dulu ya," bisik Amirah tak mengganggu percakapan pimpinan dan koleganya."Perlu ku antar ke kamar?" harap CEO Kaivan yang sayangnya langsung dijawab gelengan sekretaris, melepas sendirian ke lantai atas.Amirah bergegas menuju lobi. Kakinya lincah melintasi tepi kolam renang di tengah banyaknya pengunjung hotel menikmati hari senja diiringi dentuman live musik yang tak berhenti sampai tengah malam nanti.Dunia hiburan yang tak pernah dirasakan sebelumnya, dia pun tak tertarik larut di dalamnya. Ajakan Kaivan menyusuri pantai dan keindahan pulau Dewata di waktu malam mengalihkan pikirannya setelah pertemuan dengan pria brengsek, Alagar Hakim.Cerita masa lalu mereka ternyata tak semudah usai begitu saja.Kedua CEO itu ternyata bekerja sama dalam bisnis property dan pariwisata. Amirah Lashira merasa terancam karirnya di antara masa lalu dan masa depan. Kaivan sampai kini belum tahu siapa mantan suaminya hanya bertemu putranya saja.Ting! Lift terbuka membuyarkan
"Hai Mba, gimana acara di Bali?" tanya Aabid Barak Hakim sesaat panggilan gawai tersambung. "Tadi Mama bilang, Mas Alagar mencari Bagas.""Oh iya, Bid, ternyata aku bertemu kakakmu di pesta pembukaan hotel yang sama," jawabnya gugup. "Sama sekali semua di luar sepengetahuanku dan langsung menanyakan keberadaan Bagaskara.""Mba, baik-baik saja di sana?" tukas putra bungsu Tuan Andi Hakim cemas.Kakaknya bukanlah pria baik sejak bercerai dari Renata Sastrawijaya. Semakin menggila tak bisa dikendalikan adik maupun orang tuanya sendiri. Setengah gagap Amirah Lashira mengiyakan walau nada suara bergetar pelan tak mau menimbulkan sesuatu kekhawatiran bagi keluarga terpandang mantan mertuanya."It's okay, kami sempat bicara sebentar saja setelah itu sibuk urusan masing-masing," lirihnya berhati-hati."Kau pasti bohong, Mba, memangnya aku ga tahu kelakuan kakakku selama ini!" ketus Aabid."Ayolah, jangan berpikir macam-macam begitu, tolong jaga putraku dulu ya besok sore tiba di Jakarta, Mba
Sebelum menuju bandara I Gusti Ngurah Rai, Kaivan menyempatkan diri membelikan oleh-oleh untuk putra Amirah Lashira. Sebuah layangan besar dan aneka macam sampai sesak tas belanjaan mereka berdua."Mas, sudah dong belanjanya, ini sudah terlalu banyak untuk anak sekecil Bagaskara," protesnya kesal."Tenanglah Ra, kan nanti tinggal ditaruh di dalam kabin saja," bujuk CEO Kaivan. "Atau kapan-kapan kita pergi berlibur ke Bali bersama Bagas sekalian, mumpung putramu belum masuk sekolah.""Iya, kapan-kapan saja ga usah dipikirkan sekarang, Mas," sahut Amirah membantu meletakkan tas belanjaan ke dalam bagasi mobil. Acara pesta pembukaan hotel kemarin telah selesai. Pagi tadi mereka berolahraga di tepi pantai dilanjutkan parasailing dan snorkeling. "Kurang puas, Ra," rayu Kaivan. "Lain kali kita menginap lebih lama dan ajak Bagas pasti sangat senang.""Memang itu maunya, Mas!" omel Amirah. "Besok kan kita sudah harus bekerja lagi, ayo kita pulang sekarang, nanti kemalaman sampai di rumah."S