"Kau sudah siap, sayang?" Kaivan memegang tangan Amirah erat membagi kehangatan dan kekuatan. Calon istrinya begitu gugup menghadapi sesuatu di luar kemampuan. "Tenang saja 'Ra, aku selalu bersamamu." "Iya Mas, tapi gimana kalau nanti Opa marah-marah?" Sikapnya telah mengecewakan semua orang. Tidak pulang semalaman malah sekarang membawa pria asing ke mansion keluarga. Benar-benar menakutkan! Kaivan enggan mendengarkan keluh kesah tiada guna. Mereka segera menyelesaikan masalah sebelum hari istimewa tiba. Tak ada yang boleh menghalangi pernikahan dengan Amirah Lashira meski itu sepupu, bahkan opa-nya sendiri. Sekarang, atau tidak sama sekali. Denting bel dibunyikan. Bibi Eka yang membuka pintu untuk mereka. Betapa terkejut melihat Nyonya Muda Amirah bersama pria asing tinggi dan gagah mengawal sampai ke dalam rumah. Gaun cantik seanggun pemiliknya berdesir saat melangkah memasuki ruang keluarga. Sontak penghuninya menoleh seseorang ditunggu akhirnya datang juga. Namun Amirah tak
Amirah bergidik di belakang namun tangan besar merangkul pinggang menghadapi semua rintangan. Tanpa Kaivan, ia bukan apa-apa. Keangkuhan penghuni mansion lain menyingkirkan kenyataan dirinya bagian dari keturunan Bisma Nareswara. "Aku akan menikahi Amirah Lashira walaupun tanpa restu darimu!" tantang Kaivan berapi-api. "No!" tentang Tuan Nareswara kembali. "Amirah putri Bisma, dan kau cuma pria kaya mempermainkan dia!" Celine menatap takjub wibawa Opa tersayang belum terkalahkan. Bila dirinya tak jadi menikahi Kaivan maka Amirah pun tak berhak atasnya. Win-win solution sama-sama tak mendapatkan apa-apa. "Bukankah selama ini keluargamu mengabaikan keberadaannya?" tuding Kaivan menyudutkan. "Lihat saja Nyonya Rania dan anak cucu yang lain, apa mereka peduli Amirah yang hilang semalaman?" "Itu karena diculik olehmu, bedebah!" Giliran Abimanyu naik pitam membantu Papa Nareswara dari serangan. "Putraku harus terluka parah begini karena kau cemburu bila Sebastian mendekati sepupunya se
Tercium bau masakan enak saat Kaivan dan Amirah memasuki penthouse. Lirikan tunangan menaruh curiga. "Mas, siapa yang berada di dapurmu, jangan-jangan .... ""Ishh kamu itu selalu buruk sangka padaku, mbokya dilihat dulu," tegur Kaivan."Ya, tapi 'kan kita pergi tadi 'ga ada siapa-siapa, kecuali kamu uhmm ... " Amirah cemberut tak karuan. Aroma lezat itu membuatnya cemburu sekaligus kesal. Bisa jadi calon suami memiliki teman kencan lain lagi setelah Celine Dupuis."Hai Mas Ivan!" sambut Aabid menyembul dari balkon mengejutkan pemilik penthouse. "Loh kok Mba Amirah bersamamu, apa kalian memang janjian 'gitu bertemu di sini?"Mantan kakak ipar tersenyum. "Hai 'Bid, senang bertemu dirimu lagi."Namun Kaivan tak sesenang tunangannya. "Brengsek kau, 'Bid! Ku pikir siapa yang berani masuk kemari, dan bagaimana tahu kode pengaman penthouse ini?"Aabid menggaruk kepala yang tidak gatal. Kakak ipar super galak belakangan ini. "Lah Mas lupa, waktu aku dan Khirani berbulan madu ke Eropa!"Oh, i
Gaun putih berdesir di atas granit bersih mengkilap. Sedikit gugup menyembunyikan perasaan senang dan cemas. Untung Khirani terus mendampingi menguatkan hati calon kakak ipar."Ayolah Mba Amirah pasti bisa kasihan 'kan Mas Ivan lama menunggu di dalam sana.""Iya 'Ran, padahal ini bukan pernikahan pertama kali bagiku, tetapi sekarang terasa agak berbeda," ujarnya grogi menata gaunnya lagi.Kaivan memang bukan Alagar. Pria itu lebih bijaksana dan dewasa menghadapi seluruh sisi hidup Amirah. Melamarnya lagi walau sudah dibatalkan demi kebaikan mereka tetap tak membuatnya menyerah."Aku tahu kakakku tak sempurna namun dia sangat baik terhadap keluarga," tutur Khirani memegang lengan calon mempelai wanita. "Terimalah Mas Ivan apa adanya."Ya. Di sinilah Amirah dan Kaivan berada. Didampingi Aabid dan Khirani sebagai saksi mereka.Kerabat Tuan Mahardika di konsulat kedutaan menjadi wali keluarga menyiapkan akad pernikahan sederhana sebelum sang pengantin pulang ke negaranya.Sementara di ruan
Makan malam keluarga Mahardika begitu istimewa. Kedua pengantin berbahagia telah kembali ke rumah. Kaivan bangga memamerkan istri yang baru dinikahi setelah perjuangan begitu panjang dan menegangkan. "Jadi apa rencana kalian setelah ini 'Van, bulan madu lagi atau terus bekerja?" desak Nyonya Rima. "Bulan madu 'kan bisa tiap hari," guyon Kaivan depan istri dan keluarga. Sontak cubitan tajam mendarat di pinggang. Ouch! Sedikit mengaduh pura-pura kesakitan. "Duh 'Ra, biru-biru badanku di cubitin kamu terus." "Abis Mas 'ngomongnya 'ngelantur begitu," kilah Amirah sebal. Apa yang dilakukan pengantin baru setiap waktu tak harus diumbar ke seluruh keluarga. Bikin malu saja. Berbeda pandangan Nyonya Rima Mahardika berkilat bercahaya mendengar putra sulung sibuk membuat cucu untuknya. "Ga pa-pa 'Ra, Mama senang kok mendengarnya, kasihan 'kan Bagas ingin punya adik." Di sela mengunyah putra Amirah juga menimpali ucapannya, "Iya Mami, Papa dan Mama sudah janji kok mau kasih adik bayi sepert
Tak sadar Kaivan lupa janjinya sendiri. Tengah malam baru selesai membalas email dan menyiapkan catatan sekretaris dan pengacara perusahaan. Setengah mengantuk beranjak ke kamar atas tanpa sempat berganti baju lagi. Amirah sudah terlelap pulas. Setelah pernikahan belum berbuat apa-apa. Bagaskara selalu ingin tidur di antara mereka merasa tetap hangat di musim dingin. Keluarga kecil Kaivan berkumpul di satu ranjang yang besar. Kemeja putih dilepaskan lalu dihempaskan ke sofa. Kaivan menyibak selimut dan berbaring tenang di atas ranjang. Tersenyum bahagia di saat kelopak mata perlahan memejam. Akhirnya dia berhasil menikahi Amirah. Uhmm! Guman wanita di samping tiba-tiba berbalik memeluknya. Terkejut membuka mata melihat tangan istri mengusap dada berotot Kaivan. Rasa kantuknya berubah gairah. Gaun tidur tipis bertali kecil membentuk lekuk tubuh termasuk dua bulatan menonjol yang hampir dijamah sepupu keparat Amirah. Perutnya rata walau pernah melahirkan seorang putra dan menyusuin
Hoek! Hoek! Amirah berlari kencang ke kamar mandi. Sarapan pagi terbuang percuma. Baru tiga bulan menikah tiba-tiba hormonnya sudah berubah. Jangan-jangan, hoek! Kembali memuntahkan segalanya. Kaivan terkejut bukan main. Baru hendak keluar rumah terdengar suara keras mengagetkan. Mengejar sampai ke kamar utama, istrinya ditemukan membungkuk menahan sesuatu. "Ra, kamu kenapa?" tanyanya bingung. "Entah Mas, terasa mual dan nyeri barusan di perutku." Wajah Amirah memerah berkeringat merasakan dalam hidup pernah mengandung Bagaskara dengan situasi mencekam seperti ini. Tapi dulu Alagar tak sekalipun menemani di saat dia membutuhkan perhatian dan kasih sayang apalagi sedang hamil anak kandungnya. Handuk kecil dikucuri air hangat kemudian diperas Kaivan untuk mengusap rupa Amirah berantakan. "Ayolah sayang, sebaiknya kita ke dokter, kondisimu membuatku cemas," ucapnya lembut sambil mengecup kening. "Ga usah Mas, nanti saja kalau kamu sudah pulang kerja," tolaknya halus tak mau menyus
Di sebuah klub malam, Alagar menyesap gelas minuman memabukkan tanpa henti mencoba menghilangkan rasa sakit hati dan nyeri ditinggalkan mantan istri menikah lagi. Kehamilan Amirah penyebab dia berulangkali menyesali kesalahan di masa lalu juga kekalahan telak setelah Kaivan berhasil menikahi ibu Bagaskara tanpa diketahui kerabat keluarga yang lain. Baru sepulang dari Paris berita menyesakkan sampai ke telinga Alagar. Resepsi pernikahan di kediaman Kaivan lebih mewah dan megah dari pernikahan Alagar dan Amirah dulu. Dia hanya tahu mengawini wanita itu tanpa memahami arti perkawinan bagi dirinya sendiri. Tegukan kedua tandas air di gelas. Bartender kembali menuang sesuai pesanan pelanggan VVIP klub malam ternama. Alagar memilih mabuk lalu pulang ke rumah tanpa harus memikirkan apa-apa. Malam akhir pekan yang ramai silih berganti wanita cantik melirik tapi dia tak menggubrisnya. Kecuali sosok gadis di tengah meja bar sendirian tanpa teman seperti Alagar. Beberapa kali beradu pandang