Share

Pembunuhan

Penulis: Zenkodok
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Pembunuhan

Axton duduk di sisi ranjang yang ditaburi mawar-mawar indah. Ia berada di sebuah hotel megah di Los Angeles. Sengaja wajahnya ia tutup menggunakan topeng silver. Ketika pintu terbuka, kepalanya langsung menoleh.

Clara Kincaid.

Wanita yang pernah dilihatnya bercumbu liar bersama Ayahnya. Lewat topengnya itu Axton mengamati penampilan wanita itu dari atas sampai bawah. Dress ketat yang sukses mempertontonkan keseluruhan lekuk tubuh. Juga hampir tidak bisa menutupi bokong.

“Kau suka honey?” Clara menggoda dengan suara merdunya.

Axton tidak menjawab hanya menyeringai.

Clara kemudian mendekatinya. Duduk di sebelahnya, memangku satu kakinya, menampakkan paha mulusnya. Axton sempat meliriknya sekilas tanpa minat.

Ia masih waras. Ia tidak suka dan tidak tertarik pada wanita berumur. Lagi pula saat ini ia sedang menyamar menjadi Otis Bardrolf.

Dan beruntung wanita itu tidak menyadarinya. Itu dikarenakan lampu yang sengaja dibiarkan remang-remang oleh Axton.

“Tunggu.” Clara mendekatkan wajahnya kepada Axton.

“Kau memakai topeng?”

Sebelum kecurigaan Clara muncul, Axton dengan cepat menarik wanita itu. “Oh,” Clara tertawa kemudian begitu berada di pangkuan Axton.

“Kau ingin menjadi sosok misterius untukku malam ini Otis?”

Lagi-lagi di dalam suasana remang-remang itu, sudut bibir Axton tertarik ke atas. Ia pura-pura memejam menikmati sentuhan Clara di pipinya, turun ke jambang tipisnya lalu lehernya.

“Malam ini ada banyak hal yang ingin aku bicarakan padamu Otis. Seperti janjimu,” bisik Clara serak.

“Ini tentang kita.” Kedua lengan Clara kemudian merangkul mesra leher Axton.

Wanita ini…

Axton tidak tahan ingin membunuhnya segera. Namun ia perlu untuk berusaha tidak buru-buru melakukannya. Mengulur waktu sejenak tidak ada salahnya.

“Hei, Otis. Kenapa kau menjadi sangat pendiam sekarang hm?” Jemari Clara meremas rambut Axton.

Detik selanjutnya Clara tertawa lagi ketika ia merasakan tangan itu membuka resleting dressnya di belakang. Dengan sukarela, ia turun dari pangkuan itu, menjatuhkan dressnya.

“Kau suka?” godanya lagi.

Axton hanya diam lalu menengadahkan tangannya dan tanpa ragu Clara menyambutnya. Kali ini berada di pangkuan Axton. Mengangkang dan sengaja menyentuhkan miliknya pada Axton.

“Kau… ingin melakukan pemanasan sebelum membicarakan hal serius padaku,” bisik Clara nakal, memegang kedua pipi Axton.

Dengan pelan Axton mengangguk, mengikuti arah pembicaraan Clara.

“Kau memang pria nakal Otis.”

Nakal?

Axton memang berniat menjadi anak nakal untuk sesaat. Kenakalan ini adalah wujud dari sosok Otis Bardrolf yang ia contoh pada malam itu, tepatnya di suasana kegelapan malam kala ia menemukannya dengan wanita itu.

Dan itu semua terekam jelas di benak Axton.

Kaitan bra Clara terbuka karena jemari Axton. Ia sengaja mengusap punggung wanita itu yang kini menjatuhkan dahi di pundaknya. Sementara jemari Clara hendak membuka kancing kemeja Axton tapi dicegah Axton.

“Kau kenapa Otis?”

Clara menatap bola mata Axton dari balik topeng sambil mengigit bibir merasakan jamahan tangan Axton yang menelusuri pahanya. Spontan mata Clara terpejam saat Axton membuat gerakan memutar di sekitar pahanya.

Tiba-tiba jemari Axton telah berada di ujung dalaman Clara, membuat Clara peka dan lekas melucutinya. Lalu kembali duduk di antara atas paha Axton. Tapi kali ini ia membelakangi lelaki itu.

“Oh, Otis… aku tidak tahu kau bertindak aneh malam ini. Rasanya tidak adil…” Nafas Clara memburu ketika tangan Axton mengelus perutnya.

Sangat kasar.

Seperti ada bekas luka di sana. Itu membuat Axton mengernyit sejenak.

Axton memajukan dagunya, bertumpu pada bahu Clara.

“Apa kau sedang mengalami masalah Otis? Bersuaralah…”

Axton hanya meniupkan nafas hangat di leher wanita itu, membuat Clara merasa geli. Tertawa kemudian.

“Baiklah. Aku tidak akan bertanya lagi. Kita akan selesaikan ini secepatnya hm…” Clara lalu meraih tangan Otis.

Sejenak ia merasa aneh. Rasanya berbeda dari sebelumnya. Tapi ia menepis keganjalan itu dan menuntun menyentuh dadanya, lalu turun menelusuri inti dirinya.

“Kau bilang kau sangat suka bagian ini bukan?”

Clara sengaja mendesah menggoda Axton. Satu tangannya meremas rambut Axton. Matanya terpejam dan tubuhnya sengaja ia liuk-liukan dengan sensual.

“Kau sangat menjijikan.”

“Apa?” Clara terkejut mendengar suara asing itu. Satu hal yang ia tahu, lelaki yang bersamanya saat ini bukanlah Otis Bardrolf.

Sebelum sempat Clara berbalik tali telah melilit lehernya. Bola mata Clara keluar secara spontan. Tangannya pun memegang tali itu, ingin melepaskan. Mencoba berontak sekuat tenaga. “To..to…long.”

“Aku tidak dengar? Kau meminta tolong pada siapa hm?” desis Axton menyentak tali itu tanpa perasaan, membuat lingkaran itu makin ketat mencekik leher Clara. Makin menipiskan oksigen wanita itu.

“Ka…kau…”

Axton tersenyum miring waktu Clara dapat melihat wajahnya. Topengnya mendadak telah terlepas begitu saja. Itu karena tangan Clara tidak sengaja menyenggolnya akibat rontaan wanita itu.

“Senang bertemu denganmu, wanita jalang.”

Clara berusaha menggapai apapun untuk melukai Axton di nakas. Seperti yang diprediksi Axton, tas wanita itu pun tergelincir hingga isi di dalamnnya berserakan. Obat penenang tumpah dari sana, tapi Clara masih bersikeras melakukan perlawanan.

Tidak sadar benda yang diselipkan Thomas tadi-ketika menjemput-di dalam tasnya demi memenuhi rencana kematian wanita itu.

“Le… le…pas.”

“Kau ingin aku melepasmu?” Axton makin mencondongkan wajahnya di samping wajah Clara. Menoleh sekilas lalu melanjutkan, “Baiklah. Aku akan melepasmu.”

Setelah itu, dalam sekali sentak Axton mengencangkan belitan tali itu di leher Clara dua kali lipat dari sebelumnya hingga nafas Clara sukses kandas seketika. Rontaan berhenti dalam sekejap. Bola mata wanita itu tampak merangsek keluar. Mulutnya terbuka lebar. Dan Axton lekas berdiri, membiarkan tubuh Clara terkapar begitu saja di ranjang. Terlentang tanpa busana.

“Kau seharusnya berterima kasih padaku karena sekarang kau akhirnya bisa hidup bahagia bersama Otis Bardrolf, cinta sejatimu,” tukas Axton dingin, menatap jijik tubuh Clara.

Ia mengeluarkan sapu tangan dari kantong, lalu melap tangannya seakan habis memegang benda kotor. Kembali ia menatap wajah Clara yang telah menjadi mayat. Senyum miring tersungging di bibirnya.

“Dan kalian berdua… akan menyatu bersama di dalam tanah.”

Lalu detik berikutnya Axton telah keluar dari kamar itu. Sebab sisanya Thomas yang akan mengurus segalanya.

***

Bersambung

Bab terkait

  • Kupu-kupu Kertas   Tangis kehilangan

    Tangisan KehilanganKelopak mata Milly terbuka. Hari sudah pagi, itu terlihat dari cahaya yang menelusup di balik tirai di ruangan keluarga. Ia tertidur di sofa, menunggu kepulangan Clara. Merenggangkan tangannya ke atas, ia kemudian beranjak.Matanya menatap di setiap penjuru rumah, tampak sepi. Sepertinya semalam Ibunya tidak pulang.“Mom sepertinya kau telah lupa padaku,” gumam Milly cemberut.Lalu tanpa merasa keanehan apapun ia menjalankan aktifitasnya seperti biasa. Menarik nafas singkat dan menuju dapur. Membuka lemari kecil di atas, mengambil sekotak sereal, juga mangkok kemudian meletakkannya di meja bar.Namun tidak lama suara ketukan pintu mengagetkannya, sangat heboh. “Milly. Apa kau ada di dalam?” Itu adalah suara Bibi Rachel, terdengar rentan dan rapuh.Bergegas, Milly melangkah menuju pintu, tapi sebelum itu ia menggeser

  • Kupu-kupu Kertas   Kericuhan

    KericuhanSeminggu kemudian…“Kemana Elena?” tanya Fernandez kepada gadis yang melayaninya. Bola mata gadis itu terasa familiar di matanya, tapi ia tidak yakin mirip siapa hingga tidak terlalu memusingkan. Terlebih wajahnya sebagian tertutup masker.“Elena?” suara gadis itu agak teredam karena masker yang dikenakannya. Ekspresinya tampak bingung. Ekor matanya sekilas melirik ke arah pintu yang tertutup tidak jauh dari posisinya berdiri, tepat di sebelah kanan.“Ya. Ia bekerja di sini dan hanya ia yang tahu jelas seperti apa pesananku.” Alis Fernandez terangkat sebelah dan kedua tangannya berada di saku.“Aku ingin ia yang berdiri di depanku sekarang.”“Untuk sementara kau bisa—” Kalimat gadis itu tidak selesai karena pintu itu terbuka lebar dan memunculkan sosok Elena Corrigan yang beruraian air mata.

  • Kupu-kupu Kertas   Sebuah kesepakatan

    Sebuah KesepakatanHal pertama yang didapati Milly ketika pintu itu telah terbuka adalah penampilan Elena yang tampak agak berantakan. Rambutnya dicepol sembarangan. Blouse pinknya terlihat compang-camping. Muka temannya itu memerah.“Maaf aku baru bisa membuka pintu sekarang. Tadi aku sedikit mengatasi sesuatu hal,” jelas Elena ngos-ngosan, membuat Milly mengernyit.“Apa kau terjatuh?”Elena tertawa. “Tidak Milly.”“Aku mendengar suara-”“Tidak. Tidak ada apa-apa Milly,” potong Elena cepat. Kemudian melebarkan pintunya dan mempersilahkan Milly.“Masuklah.”Milly pun masuk ke dalam aparteman sederhana Elena. Ia lalu bertanya pada Elena. “Jadi untuk apa kau memanggilku?” Pandangannya kemudian berhenti pada satu titik. Kepada lelaki yang tadi dilihatn

  • Kupu-kupu Kertas   Mawar merah

    Mawar Merah“Hei, Mom,” sapa Axton kepada Wella yang hanya duduk mematung di tepi kasur. Tatapannya kosong dan tampak sedang melamunkan sesuatu.Axton membuang nafas lelah. Tapi ia berusaha mengukir senyum dan menutup pintu kamar. Kemudian berjalan ke arah jendela. Melirik kebun kecil mawar merah di bawah sana. Suasana musim semi pagi ini membuat bunga-bunga itu tampak mekar dengan indah.Ia tahu betul bahwa Ibunya suka bercengkraman dengan bunga-bunga itu—sebelum pengkhianatan Ayahnya terjadi dan merusak momen kebersamaan mereka selama ini. Bunga-bunga itu bahkan dulu menjadi saksi bisu setiap aktifitas keluarga mereka di pagi hari.Kecupan mesra yang diberikan Ayahnya kepada Ibunya…Elusan lembut di puncak kepalanya sebagai bukti kasih sayang seorang Ayah untuknya…Dan Axton tidak akan membiarkan bunga-bunga itu mati. Ia tidak ingin Ayahnya tertawa dan

  • Kupu-kupu Kertas   Kejutan pahit

    Kejutan Pahit“Anda Milly Kincaid?” tanya Thomas yang berjaga di pintu ruang kerja Axton.Milly yang tampak ling lung akibat tidak terbiasa dengan luasnya setiap area di gedung ini lantas menatap Thomas. Ia tadi diperintahkan untuk menuju ke lantai ini. Tepatnya lantai 30. Semburat senyum tipis dipamerkannya.“Kau teman Andez?”Thomas berdeham ketika meneliti penampilan Milly dari atas sampai bawah secara terang-terangan. Gadis itu mengenakan dress peach tanpa lengan namun panjangnya melewati lutut. Juga sepatu converse. Padanan yang cukup aneh. Terlebih masker bunga-bunga yang menutupi sebagian wajah gadis itu.“Saya bukan teman Tuan Andez.”“Lalu?”“Anda tidak perlu tahu siapa saya. Mari saya antarkan anda bertemu dengan Tuan Ax. Karena Tuan Ax sudah menunggu anda sejak tadi.”

  • Kupu-kupu Kertas   Kehancuran menyakitkan

    Kehancuran Menyakitkan“Turunkan aku!” jerit Milly meronta memukul punggung Axton ketika lelaki berjalan membawanya menuju kamar rahasia di ruangan kerjanya.Milly tadi sempat ingin melarikan diri lewat jendela kerja Axton. Berniat menghancurkannya, namun batal sebab ia menjadi tertegun selama beberapa detik waktu sadar ketinggian di bawah sana. Lalu sebelum ia menghindar lebih lanjut, Axton telah lebih dulu mengangkat tubuhnya.“Ah,” ringis Milly ketika Axton melemparnya di ranjang. Tubuhnya terbanting di sana dan kepalanya terasa pening. Sementara ia mengumpulkan kesadarannya sejenak, Axton tiba-tiba menarik kakinya membuat ia meluncur ke bawah.“Apa yang kau lakukan?!” pekik Milly histeris. Apalagi saat Axton mulai merangkak ke atasnya, menangkap kedua tangannya, mengikatnya dengan dasi yang sebelumnya diambil di atas nakas.“Menurutmu?” Axton bertanya balik di sela giginya yang menarik kencang simpu

  • Kupu-kupu Kertas   Rencana licik

    Rencana LicikMalam harinya, Milly terbangun. Ia tadi tertidur pulas karena kelelahan. Tangannya memegang kepalanya dan menatap sekitar. Bola matanya terbelalak, memandang nuansa ruangan itu yang berwarna hitam dan abu-abu.Segera ia menatap tubuhnya. Terdapat selimut yang membungkus namun dibaliknya ia tidak terhalang oleh apapun. Ia ingat jelas apa yang dilakukan Axton padanya.Lelaki itu…Lelaki itu mengoyak seluruh pakaiannya. Tidak ada yang tersisa.Lalu… mereka bercinta dengan liar dan panas.Tidak ingin mengingat hal menjijikan itu lagi, lekas ia melangkah turun. Terseok-seok karena merasa nyeri dan perih di pangkal pahanya. Kemudian menuju lemari pakaian yang dilihatnya. Dengan lancang ia membukanya. Ketika menemukan beberapa kemeja di sana, bergegas ia mengenakannya.Tapi matanya tiba-tiba berhenti ketika menangkap pantulannya di

  • Kupu-kupu Kertas   Surat kabar

    Surat KabarKeesokan paginya Fernandez mengumpat, “Sial.” Ia memandang Axton yang tengah memegang koran—atau surat kabar—yang digulung. Ia tidak percaya bahwa ia akan ikut serta ke dalam rencana akal bulus Axton demi menyembunyikan Milly dari Elena.“Ini akan berhasil. Percaya padaku.” Axton menepuk sekilas pundak Fernandez, sementara Fernandez mulai mengetuk pintu apartemen sederhana Elena.“Elena. Ini aku.”“Tidak. Aku tidak ingin melihatmu Andez!” balas Elena dari dalam apartemen. Membuat Fernandez menyandarkan dahinya di pintu. Terlihat mengerang frustasi.“Kau membuat marah kekasihmu?”Fernandez mengabaikan pertanyaan Axton. Ia kembali berkata dengan tenang kepada Elena dari balik pintu. “Jika kau tidak membuka, jangan salahkan aku kalau aku mendobrak pintumu.”“Dan jika i

Bab terbaru

  • Kupu-kupu Kertas   Berhenti berharap

    Gila kamu, Indira!” protes Ava begitu Pak De tak terlihat lagi.Indira hanya menunduk dengan wajah merah padam, menahan malu dan jengah yang menerpa begitu birahinya mereda. Ava sadar, dirinyapun ikut bersalah dalam hal ini, terbawa suasana hingga terlarut dalam persetubuhan yang beresiko itu, tapi tetap saja…“Kalau ketahuan Pak De gimana?! kalau kamu hamil?”“Aku suruh pacarku tanggung jawab,” sahut Indira, lalu memalingkan muka.Angin berhembus masuk ke dalam studio, menghembuskan suatu perasaan yang aneh di dada Ava. Seharusnya ia merasa lega, namun perkataan Indira yang terakhir itu seperti seserpih perih yang menari pelan di permukaan hatinya.“Ava, maaf… nggak seharusnya aku ngelakuin ini sama kamu… dan… umm…” Indira terdiam, seperti hendak tak jadi melanjutkan kata-katanya.“Terus apa?”“Yang tad

  • Kupu-kupu Kertas   On The Night Like This

    Apa istimewanya seorang mas-mas brewokan bernama Mustava Ibrahim? batin Indira berusaha memungkiri. Dewa dan mantan-mantannya yang lain jauh lebih tampan daripada pemuda itu!7 hari sudah berlalu, tapi Indira terus mencoba memahami teka-teki di hatinya sendiri, pun demikian hati wanita memang sulit dimengerti. Tidak hanya bagi laki-laki, tapi juga si wanita itu sendiri. Kehadiran Ava dalam hidupnya benar-benar mengubah tone hidup-nya menjadi lebih berwarna. Berwarna seperti pelangi! Berwarna seperti lukisan! Marah, sedih, benci, bahagia, bercampur seperti palet-palet warna cat minyak yang dibaurkan ke dalam sanubarinya!Indira tertawa mengingat bagaimana ia pertama berjumpa Ava di air terjun, betapa tengik dan menyebalkannya anak itu! Huh! Tapi juga… remaja itu tersipu sendiri hingga pipinya perlahan bersemu.Dalam keheningan malam, Benak Indira kembali mengenang. Bagaimana saat Ava membelanya di Pub minggu lalu. Bagaimana saat Ava menampung isak tangisny

  • Kupu-kupu Kertas   Samsara

    Taksi yang ditumpangi Ava dan Indira melaju di sepanjang Jl. By Pass, jalan besar yang sekilas mengingatkan Ava pada Ringroad di Jogja. Cahaya lampu jalan yang berwarna jingga berpendar di wajah Indira yang duduk di sampingnya.“Ava,” Indira memecah kebisuan.“Ya?”Gadis itu memandangi pipi Ava yang membiru terkena bogem. “Aku beneran nggak nyangka semuanya jadi kaya gini.”Ava tak langsung menjawab.“Yang tadi pagi juga…” Indira menyebut peristiwa di air terjun tadi pagi, di mana ia telah mengata-ngatai Ava sebagai teroris.Bisu menyelinap lagi di antara jarak yang memisahkan tempat duduk mereka. Ava menarik nafas panjang. “Kenapa sih, kamu?” tanya Ava.“Nggak tahu,” jawab Indira pelan. Sungguh, dirinya sendiri pun tidak tahu kenapa ia bisa membenci pemuda itu.Ava mendengus, nafasnya mengembun pada kaca mobil yang dingin. “Pasti gara-gara nam

  • Kupu-kupu Kertas   Streets without signs

    Senja datang menjelang di Kuta yang semakin temaram. Matahari sudah menyembunyikan diri di balik horizon, menyisakan gradasi berwarna biru keunguan yang menyemburat dari balik kaki langit. Jalanan yang tadinya terik segera digantikan dengan riuh rendah dunia malam yang memenuhi setiap sudut jalan. Arus lalu lintas semakin padat merayap, dan trotoar mulai dipenuhi wisatawan asing yang baru pulang berselancar atau hendak keluar mengisi perut.Jalan Legian. Jika kalian kebetulan melancong ke Bali, sempatkanlah mengunjungi tempat ini. Lewat tengah malam, niscaya engkau akan mendapati klub-klub yang menyesaki kiri-dan kanan jalan seolah saling berlomba dan tak mau kalah dalam menarik perhatian setiap calon pengunjung, maka didentamkanlah musik sekeras-kerasnya dan dinyalakan lampu sorot sekilau-kilaunya. Jangan heran jika nanti engkau melihat bule-bule yang berjoget hingga trotoar di antara kemacetan yang berarak-arak.Seorang wanita dengan danda

  • Kupu-kupu Kertas   The pain caver

    Siang itu jalan menuju pantai tampak tidak sanggup lagi menampung volume kendaraan berplat luar kota yang semakin padat dari tahun ke tahun. Beberapa wisatawan asing melintas buru-buru di atas trotoar di kiri dan kanan jalan, menghindari panas matahari di balik baju-baju dan cinderamata yang dipajang bergantung-gantung pada art shop di pinggir jalan.Indira meliuk-liuk dengan skuter matic di antara kemacetan itu. Wajah blasterannya tampak berkerut-kerut melawan terik matahari. Siang itu benar-benar panas, angin yang berhembus juga angin yang benar-benar gersang, mengibarkan dress putih sepaha dan cardigans hitam yang dikenakannya untuk melawan terik.Indira melengguh kesal. Ia benar-benar kesal hari ini. Kesal kepada kemacetan ini, kesal kepada ayahnya, kesal pada Dewa, pacarnya yang tidak bisa dihubungi, kesal kepada semua! Terlebih lebih kepada mas-mas brewokan yang bernama Mustava Ibrahim itu.Sungguh, udara yang panas itu membuat kemarahan di dada Indira men

  • Kupu-kupu Kertas   Menyewa braya

    Hanyalah sesosok pohon beringin yang berdiri angkuh bak raksasa hijau di sekian sisa aroma kematian. Daunnya demikian merimbun, bertumpuk-tumpuk menghalangi jatuh cahaya ke puluhan orang yang berlalu di bawahnya. Ava berjalan dengan takut-takut, menghindari akar gantung yang menjuntai ke sampai tanah. Pohon Beringin itu nampak benar-benar wingit, apalagi dengan kain kotak-kotak hitam-putih yang dilingkarkan di sekelilingnya.Pagi itu hari Minggu, Galeri Pakde tentu tidak buka di hari Minggu. Maka Ava dan Kadek menyanggupi untuk menggantikan Pak De kerja bakti membersihkan areal Pura Dalem, yakni tempat peribadatan yang terletak di sekitar pekuburan untuk pemujaan alam kosmis demi menetralisir kekuatan positif dan negatif.Pekuburan itu nyaris tanpa nisan, karena prosesi pemakaman di tempat ini mengharuskan jenazah si Mati di lebur dalam api –pralina [SUP](1)[/SUP] -dilebur oleh Sang Siwa, sehingga menyisakan bade [SUP](2)[/SUP] -sarkofagus w

  • Kupu-kupu Kertas   Lost angel

    The Lost AngelUfuk timur sudah benderang ketika Ava terbangun enggan dari tidurnya. Udara masih dingin dan kabut tipis masih melayang-layang di atas sawah. Ava menuruni tangga kayu di depan kamarnya dengan malas sambil merenggangkan tubuh.Pemandangan menakjubkan kemarin sore masih saja terbayang-bayang di kepala Ava. Hari sudah berganti, namun pemuda itu tak bisa berhenti tersenyum membayangkan apa lagi petualangan yang menantinya di tempat ini.Sepasang mata Ava tertuju pada Pura kecil di pojok belakang rumah. Di sampingnya berdiri pohon kamboja, dahannya menjuntai ke udara serupa tangan seorang Pandhita Ratu, menebarkan taksu ke sekujur bangunan batu bata merah di bawahnya.Ava melihat seorang bidadari sedang memegang dupa, menghaturkan doa dan sesaji sambil memejam khusyuk.Indira; Ava tahu nama bidadari itu dari Kadek. “Wuih, aslinya cantik dah pokoknya, bro!” p

  • Kupu-kupu Kertas   The dreams

    Ubud, 2012…Hanyalah pemadangan sawah bertingkat-tingkat yang indah, dan deru skuter tua yang seolah tak mau lagi hidup yang menyusur di tengahnya. Matahari bersinar tinggi di langit biru tanpa awan, menyisakan silau di balik kacamata hitam Ava yang bundar besar.Skuter yang ditumpangi Ava berjalan perlahan melewati jalan kecil berkelok di tengah persawahan, mereka sedikit melambat saat melewati sekumpulan orang berpakaian hitam-hitam di jalan itu.“Bli, Bli Kadek, ada apa ini ramai-ramai?” Pemuda dengan brewok tebal itu menepuk pundak orang yang duduk di depannya.Kadek namanya, ia adalah kakak kelas Ava waktu kuliah di Institut Seni di Jogja. Kadek ini pula yang menawari Ava pekerjaan di tempat seorang seniman terkenal di kampungnya, setelah Ava lulus bulan lalu.“Oh, ini ada pengabenan[SUP](1)[/SUP][SUP],[/SUP]” Kadek menyahut tanpa menoleh.(1) Upa

  • Kupu-kupu Kertas   Selamanya bersama

    Selamanya BersamaEmpat Bulan Kemudian…Milly telah menghabiskan banyak waktu bersama Axton, dan sekarang ia sedang merealisasikan rencana yang telah mereka susun bersama.Tepatnya di sini.Pada outdoor salah satu hotel Axton di Los Angeles yang sukses diubah menjadi begitu indah. Halaman itu telah dihiasi berikat-ikat bunga.Dalam gaun putih pengantin yang elegan, Milly berjalan pelan didampingi Thomas menelusuri karpet putih yang tergelar di tengah, sementara di sekelilingnya terdapat beragam meja yang dilapisi kain putih beserta kursi berjejer rapi. Semua terisi penuh oleh para tamu yang hadir.Michelle juga memakai gaun berwarna putih. Rambutnya tergerai indah dan ditata bergelombang. Gadis kecil itu terlihat bahagia berdiri bersama Rachel yang diikuti oleh para tamu menyambut kedatangan Milly.Rachel tersenyum lebar, matanya berpendar haru

DMCA.com Protection Status