Share

Pertemuan

Author: diara_di
last update Last Updated: 2022-02-22 17:55:59

Keesokan pagi, dapur Umi diramaikan oleh santri yang tengah membantu mempersiapkan sajian untuk menyambut calon menantu Abah.

Nur juga ada di sana sedang menyiangi sayuran. Ammar yakin kalau gadis itu tengah menyimpan luka akibat dirinya sudah dijodohkan.

Ammar duduk di sofa depan televisi, ia menyetel berita terkini. Namun, mata Ammar sebentar-sebentar berlari ke dapur yang kebetulan terlihat dari ruang keluarga.

Semua sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ada yang membersihkan karpet dari debu, menyapu halaman, dan sebagian santri perempuan membuat masakan.

"Gus, kok belum mandi? Ini sudah jam sepuluh, lho. Kata Umi, sebentar lagi Mbak Dia datang," seru Fatma adik nomor dua.

"Hm." Ammar hanya bergumam, tak juga menoleh ke arah Fatma.

Fatma berlalu, sepertinya gadis bertubuh kecil itu turut sibuk menerima perintah dari Umi.

"Adam, pasang karpetnya, ya. Dia sudah hampir sampai." Suara Umi mengganggu indra pendengaran Ammar. Entah kenapa Ammar kesal sendiri.

"Siap, Mi." Adam menjawab dengan gerakan hormat.

Umi masuk rumah, tetapi tak serta merta meminta Ammar untuk bersiap. Umi memberi kesan cuek pada putra sulungnya.

Ammar pun pura-pura fokus pada acara berita di televisi. Padahal ujung matanya melirik sampai ia kepayahan untuk melihat lagi.

"Adam, bantuin para santriwati siapin minum. Dia sudah sampai perempatan."

"Baik, Umi." Adam pun melewati ruangan tersebut untuk sampai ke dapur. Ia pun bersikap sama dengan Umi, seolah tak mengetahui keberadaan Ammar di sana.

Ammar memasang telinga tajam, ia benar-benar ingin mendengar percakapan orang-orang di depan.

"Kak, Mbak Dia ternyata cantik bgt, lho. Coba, Kakak ke depan. Salaman dulu." Adu Fatma pada Najma.

Najma pun tak kalah antusias, ia segera berlari menuju ruang tamu.

Kebetulan yang tak di sengaja, Ayudia duduk tepat di balik dinding Ammar menyandarkan punggung.

"Mbak Dia, kenalin, aku Najma. Adik Mas Ammar yang pertama."

"Ayudia," jawab Ayudia singkat padat. Setelahnya ia duduk dengan tenang.

Samar-samar Ammar mendengar suara Ayudia yang selembut sutra.

"Najma, coba ajak Mbak Dia keliling pondok."

"Baik, Mi." Najma menjawab singkat.

Dua gadis berparas mendekati kata sempurna itu, menghambur keluar rumah. Berjalan melewati gang sempit samping rumah. Bertepatan di dekat jendela kaca yang menembus hingga ke ruang keluarga. Ayudia dan Najma bertemu Adam.

"Mau kemana, Dik?" Adam bertanya pada Najma, Adam belum mengetahui siapa gerangan gadis yang bersama dengan Najma. Ia pun melempar sebuah pertanyaan tanpa melihat ke arah dua perempuan itu.

"Ngajak Mbak Dia keliling pondok, Mas." Najma menjawab dengan datar. Ia pun tak berkeinginan memperkenalkan Ayudia pada Adam. Karena itu memang tidak perlu.

Dengan reflek terkejut, Adam mengangkat kepala. Menatap gadis cantik dengan hidung bak prosotan itu dengan seksama.

"Ini, Ayudia? Kenalin, aku Adam." Pria tersebut sekonyong-konyong mengulurkan tangan kanan.

Ayudia secara ramah menyambut perkenalan dari Adam. Menampakkan senyum manis yang ia rasa masih dalam taraf wajar.

Namun, dari dalam, ternyata Ammar menonton adegan yang bukan sebuah film itu.

"Ayudia." Setelah mengenalkan nama dengan bersalaman, Ayudia menarik tangannya.

Dari dalam, Ammar ngedumel tanpa bisa dicegah.

"Dasar, cewek genit. Kaya gitu mau dijodohkan sama aku. Tetap Nur tiada dua kalemnya," gerutu Ammar.

Walau egonya menang, tapi nuraninya menuntut untuk lebih jauh melihat ke luar. Ya, karena Ayudia membelakangi jendela yang menyembunyikan tubuh gagah Ammar. Sehingga Ammar tak mampu melihat keanggunan dan kemanisan yang melekat di wajah Ayudia.

"Ya sudah, Mas. Najma kesana dulu ya." Pamit adik dari Ammar.

Ammar sampai berdiri dan membuka lebar-lebar gorden jendela tersebut, dengan ia tetap bersikap waspada.

Kemudian Ammar berlari menuju kamar Fatma, tujuannya tetap jendela yang di kamar itu. Sepertinya hari itu bukan keberuntungan Ammar, ia tak berhasil mendapati wajah imut-imut nan menggemaskan dari Ayudia.

"Gus, ngapain masuk kamarku!" teriak Fatma sedikit kencang. Fatma merupakan adik kedua Ammar, anak ketiga dari Abah Ahmad dan Umi Aida. Usianya 19 tahun, sudah mengerti urusan cinta.

Ammar serta merta berlari membekap mulut besar sang adik. Fatma pun meronta, ia berhasil melepaskan diri. Seketika Fatma melompat ke jendela, memastikan ada apakah Ammar sampai berdiri penuh misteri di balik gorden.

"Oohh, ternyata, Gus ngintip, ya?" Fatma menggoda, suaranya yang melengking cukup mengusik ego Ammar. 

Ketika Ammar hendak kembali membungkam mulut Fatma, gadis tersebut justru telah mengambil ancang-ancang lebih dahulu untuk kabur dari terkaman sang Kakak.

Sebelum menutup pintu kamar, Fatma sekali lagi menggoda Ammar.

"Bilang aja, pengen liat wajah Mbak Dia." Fatma menjulurkan lidah, lalu ia menutup pintu dan pergi.

"Dasar, bocah." Ammar mengepalkan tangannya. Ia pergi menuju kamar yang di khususkan untuk menaruh baju belum di setrika, ia mengambil sehelai kaos dan celana dasar hitam.

Dari sana ia berjalan ke kamar mandi yang ada di dekat dapur, ia mengguyur tubuhnya di sana. Kamarnya yang terletak diantara ruang tamu, tak memungkinkan untuk Ammar mengambil baju licin dari sana.

Ammar sukses mengurung egonya, setelah berpakaian rapi dan bersih, Ammar menghambur dengan para tamu yang berada di ruang depan.

"Eh, Ammar. Sini, Nak." Kyai Lutfi memanggil.

Ammar membungkuk dan duduk di sana, setelah menyalami tamu yang tak banyak itu.

Ammar tahu, di sana tak ada orang tua dari Ayudia. Hanya kakek, nenek dan paman Ayudia. Tak ada anak kecil. Pikiran Ammar melanglang buana. Tentang siapa Ayudia, statusnya apa dan banyak lagi.

"Nak Ammar, Atuk ingin berterima kasih pada, Nak Ammar. Terima kasih karena sudah menerima, Dia sebagai calon istri. Atuk mohon, Nak Ammar jaga Dia. Dia itu cucu Atuk satu-satunya sekaligus kesayangan Uti. Dia sudah ndak punya orang tua sejak kecil."

Satu fakta Ammar dapatkan tanpa perlu menyinggung sebuah pertanyaan ke arah sana. Ingin sekali Ammar mengatakan sejujurnya, tetapi yang keluar justru anggukan setuju.

"Iya, Atuk. Insyaallah, Ammar jaga dengan baik, Ayudia."

Ammar merutuki sendiri mulutnya yang lancar mengucapkan kalimat tersebut. Bisa-bisanya ia mengatakan hal yang bertolak belakang dengan hatinya.

Semua yang ada di ruangan tersebut tersenyum penuh kelegaan. Termasuk Abah Ahmad yang kemudian merangkul pundak putranya itu.

Umi pun turut mengusap punggung Ammar. Ammar berpamitan untuk ke belakang. Kala di dapur, Ammar menemukan Adam yang sedang menyeduh kopi hitam sembari senyum-senyum sendiri di depan jendela dapur.

Jendela dapur tanpa terhalang kaca, Adam bebas menerbangkan pupilnya sejauh yang mampu dicapai.

Ammar penasaran, ia pun berdiri di belakang Adam. Matanya bergerak mengikuti pupil Adam.

"Zina mata, Dam." Sengaja Ammar menyapukan telapak tangannya ke wajah Adam.

"Astaghfirullah, setan!" Adam terkaget, kopinya sampai tumpah mengenai telunjuk.

"Panas, Am," keluh Adam.

"Jaga mata, Dam. Dosa, bukan mahrom," tegas Ammar.

"Aku cuma memandang jodohku, Am. Lihat, Ayudia cantik banget." Seketika Adam mendapat pukulan keras di bahunya.

"Katanya kamu ndak mau, Am. Biar Ayudia sama aku aja," lanjut Adam tak kapok.

Dengan wajah masam, Ammar meninggalkan sahabatnya itu tanpa jawaban.

Sebenarnya, ia pun masih ingin berada di dapur untuk menuntaskan rasa penasaran terhadap wajah Ayudia.

Entah kenapa, Ammar kesal setiap kali Adam mengatakan dirinya akan menggantikan posisinya sebagai calon suami. Padahal, Ammar meyakini jika hatinya hanya untuk Nur seorang.

Ayudia menolehkan kepala ke sana-kemari, bukan melihat gedung-gedung pondok terkenal itu. Melainkan, mencari calon imamnya. Ayudia penasaran, ingin melihat sosok Muammar dari jarak dekat. Sejak tadi, gadis itu tersenyum sendiri. Mengkhayalkan pertemuannya dengan Ammar. Pasti Ammar lebih tampan dari grup penyanyi pria dari Korea itu. Batin Ayudia sudah menggila, hatinya berbunga-bunga.

Akan tetapi, sampai waktunya berpamitan pulang, ia tak juga menemukan sosok yang mirip Liminho itu.

Akhirnya Ayudia membungkus rasa penasarannya, untuk kembali dibawa pulang.

Jangan lupa tinggalkan jejak ya.

* *

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Khaira
Jadi buat apa datang kalo ga di pertemukan? Masa calon pengantin cuma tau wajah calon pasangannya dr foto aja. Agak krg masuk akal deh
goodnovel comment avatar
Anggra
laahh kirain mirip Eun wo kan imut² gimana gituu si Ammar anehhh..GK suka tapi keppo...
goodnovel comment avatar
Yanti Keke
ammar, kepo kn sm wajh calon....
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kupinang Mantan Istriku    Pernikahan

    Satu minggu berlalu setelah pertemuan dua keluarga digelar. Hari ini tepat hari jum'at, akad nikah Ammar dan Ayudia akan dilaksanakan di rumah mempelai perempuan.Keluarga Abah Ahmad sudah datang dari kemarin sore, tak banyak yang ikut bertandang ke kediaman Atuk Darmo. Bukan karena tak ingin, melainkan sulitnya medan yang dilalui membuat semua yang ingin ikut menyaksikan mengurungkan niat.Dua mobil meluncur ke rumah Ayudia. Namun, hanya satu mobil yang bisa diajak menaiki perahu dan berperang dengan jalanan berlumpur. Mobil hitam milik Kyai Lutfi terpaksa ditinggalkan di rumah warga yang tak jauh dari dermaga penyeberangan.Di dalam mobil Abah Ahmad telah berisi 6 anggota keluarga Abah. Sedang di mobil Kyai Lutfi beranggotakan Kyai Lutfi sendiri beserta istri dan Adam.Mereka membutuhkan waktu 2 jam untuk menyeberangi lautan. Bersyukur cuaca siang menjelang sore kala itu mendung tanpa angin dan hujan. Sangat bersahabat, niscaya perjalanan laut pun tak terhambat apa pun.Dari tempat p

    Last Updated : 2022-02-22
  • Kupinang Mantan Istriku    Kecewa sebelum jatuh cinta

    Siang itu juga, selepas Salat Dzuhur rombongan Abah Ahmad berpamitan untuk kembali ke Sandur.Tak lupa Abah Ahmad menyampaikan permohonan maaf dan rasa terima kasihnya kepada Atuk Darmo.Abah Ahmad juga meminta izin untuk memboyong Ayudia ke Pondok Pesantren Asmaul Husna.Tangis haru serta bahagia pecah di gubuk sederhana Atuk Darmo. Lebih dari dua puluh tahun Ayudia hidup bahagia di sana, akhirnya tiba juga waktu untuk memisahkan diri.Tentu kesedihan menusuk hingga sum-sum Ayudia. Tak tega meninggalkan dua manusia renta yang telah setia merawatnya hingga dewasa.Ayudia menangis sepilu-pilunya, begitu juga Uti Dijah. Umi Aida mengelus sayang punggung Ayudia.Kini, Ayudia benar-benar akan hijrah ke sana. Ia pun akan membantu mengajar di madrasah milik keluarga Ammar."Nak, Uti titip cucu Uti, ya. Nak Ammar tolong bimbing, Dia. Jangan pernah memarahi Dia ketika melakukan kesalahan. Beritahu saja baik-baik. Sekali lagi Uti titip Dia pada Nak Ammar. Tolong jagain Dia ya, Nak," ucap Uti de

    Last Updated : 2022-02-25
  • Kupinang Mantan Istriku    Asing

    Mobil putih dengan variasi ban off-road berbelok ke Pondok Pesantren Asmaul Husna. Para santri terlihat membungkuk hormat kala mobil itu melewati gerbang menuju tempat parkir. Mereka sudah sangat hafal siapa pemiliknya, meski sang empunya tak membuka kaca jendela. "Alhamdulillah sudah sampai, Dia," seru Abah pada Ayudia, membangunkan tidur nyaman Umi Aida. "Iya Bah, Alhamdulillah," jawab Ayudia. Umi Aida mengedip beberapa kali, lalu bergerak membenarkan posisi duduknya. Umi Aida juga mengusap wajah. Mungkin takut kalau ada kotoran mata maupun air liur yang tertinggal di sana. "Sudah sampai, Bah?" tanya Umi setelah sadar sepenuhnya. "Sudah, Mi. Ayo turun, pasti Nak Dia sudah lelah dan pengen istirahat." "Iya iya, ayo Am, ajak Nak Dia," ujar Umi Aida. "Iya, Mi." Akan tetapi, itu hanya jawaban yang keluar dari mulut Ammar, nyatanya begitu turun dari mobil, Ammar berjalan sendiri tanpa beban masuk ke rumahnya. Ayudia berdiri diam, menggendong ransel hitam berisi baju-baju miliknya

    Last Updated : 2022-03-05
  • Kupinang Mantan Istriku    Bahagia dalam Luka

    Ayudia sedikit terhibur dengan keputusan Abah mengajak bergabung di MI Asmaul Husna. Usai makan malam, Abah kembali dengan rutinitasnya bersama santri. Najma, Fatma juga Muha pun sama, kembali mengaji. Umi duduk di ruang tamu, biasanya ada beberapa orang bertamu ataupun para santriwati yang sekedar ingin ilmu tambahan. Ayudia memunguti piring-piring kotor, membawa ke tempat cuci piring. Ammar masuk kamar. Ayudia belum tahu apa saja aktivitas yang Ammar lakukan dalam sehari-hari. "Dia, sudah. Tinggalkan saja, biar Najma dan Fatma yang membereskan semua sepulang ngaji nanti," seru Umi dari ruang tamu. Sayup-sayup, Ayudia mendengar obrolan. Mungkin sudah ada tamu yang datang, batin Ayudia. Ayudia meninggalkan cucian piring sebentar, lalu membuka horden pembatas antara ruang tamu dan dapur. "Ndak papa, Umi. Ini kan kerjaan Dia juga. Dia sudah biasa cuci piring dan baju waktu di rumah Atuk." "Nanti Dia kecapek'an, sudah ... tinggalkan saja." "Dia ndak capek, Mi. Udah ndak papa, mala

    Last Updated : 2022-03-08
  • Kupinang Mantan Istriku    Kambing Hitam

    Dari kejauhan banyak pasang mata melihat Adam menggendong seorang perempuan. Namun, beruntungnya, bisa dipastikan hanya berapa gelintir yang tahu bahwa Adam menggendong Ayudia, menantu Abah Ahmad. Saat hendak sampai teras rumah Abah, Ammar menghadang langkah Adam. "Dam, sini. Biar aku saja yang gendong. Dia itu istriku, jadi kamu ndak berhak pegang Dia." Sayang sekali, Adam tak acuh. Ia melanjutkan langkah kaki yang tinggal berapa gerakan untuk sampai di ruang tamu. "Assalamualaikum, Mi!" teriak Adam, ia tahu kalau Umi Aida selalu di rumah di jam pagi. "Walaikumsalam. Masyaallah, ada apa Dam? Dia kenapa?" "Tolong bantal, Umi." Umi segera mengambil bantal, Adam menidurkan Ayudia di karpet ruang tamu. Sementara itu Ammar hanya diam saja. "Ada apa dengan Dia, Dam?" Sekali lagi Umi Aida bertanya. "Ndak tahu Umi, tadi Adam lihat dari kelas enam, tubuh Dia limbung. Jadi, Adam lari cepat, lalu sampai di sana, Dia ambruk dan ndak sadar lagi." "Makasih ya, Dam. Makasih karena sudah m

    Last Updated : 2022-03-16
  • Kupinang Mantan Istriku    9. Assalamualaikum, Dia

    Puas Ayudia memerhatikan interaksi antara Ammar dan Nur, hingga ia merasakan pusing lagi. "Terima kasih ya, Mbak." Kalimat terakhir Ayudia dengar sebelum Nur pergi bersama Ammar. Saat mengatakan itu, Ayudia mendapati mata Ammar sedang memandang lekat perempuan bernama Nur tersebut. Tatapan penuh kekaguman. Ayudia kembali ke kamar, ia duduk di kursi meja rias sambil mengingat bagaimana Ammar ramah tamah dengan Nur. Cara Ammar berbicara pada Nur sangatlah berbeda. Nada bicara lembut dan enak didengar. Meski Ayudia tak pernah pacaran ataupun curi-curi pandang dengan pria lain, tetapi ia cukup paham dengan sorot mata ketertarikan seseorang kala tengah menatap. Jika ditanya apakah Ayudia iri? Jelas saja, rasa itu diam-diam menyusup dan kembali memporak-porandakan hati. Bukan Ayudia ingin Ammar tertarik padanya, tidak seperti itu. Ayudia hanya ingin diperlakukan baik. Diajak bicara dengan baik, terlebih ia yang berhak mendapatkan perhatian bukan perempuan lain. Gadis itu memutuskan u

    Last Updated : 2022-03-17
  • Kupinang Mantan Istriku    10. Walaikumsalam, Dia

    Semilir angin membelai lembut wajah gadis cantik bermata belok. Sejuk sepoi-sepoi angin sore di pinggir sawah, membikin gadis itu sampai terkantuk-kantuk. Selendang hitamnya sampai jatuh ke tanah sebab tertiup angin. Dengan malas, gadis itu turun dari pagar catur yang mengelilingi pesantren. Sejak tahu ada tempat nyaman untuk menenangkan diri, sejak saat itu Ayudia mulai gemar mengunjungi sudut belakang pondok pesantren yang rimbun dengan tanaman Bambu. Fatma lah orang pertama yang memberitahu tempat tersebut. Ada dua jenis bambu di sana, Bambu Petung berwarna hitam dan Bambu Pagar yang diameternya lebih kecil dari Bambu biasa. Ayudia lebih senang berada di dekat Bambu Pagar karena tidak terlalu rimbun. Sudah dua minggu lebih sejak ia sembuh dari sakit, genap tiga hari berturut-turut Ayudia mendatangi tempat sunyi itu. Di halaman belakang memang sangat sepi, ada satu kursi dan beberapa butir kotak sampah sesuai peruntukannya. Biasa santri akan ke belakang untuk membuang sampah. Bi

    Last Updated : 2022-03-18
  • Kupinang Mantan Istriku    11. Tulang Rusuk

    Aku ingin mencintaimu yang melengkapi hidupku. Aku ingin dicintai olehmu, seperti tulang rusuk. Seperti Muhammad mencintai Aisyah. Seperti Ali mencintai Fatimah. Akan tetapi, aku tak bisa membohongi sesaknya hati setiap kali kau mengecilkanku. Sulit bagiku bicara tentang kebencian, tetapi air mataku seolah enggan berhenti mengalir. Untuk menangisi semua ke tidak baikkanmu dalam memperlakukan diriku. Aku bahkan rela terhempas olehmu bagai pohon dikoyak badai. Aku rela tetap berdiri meski sebagian rantingku telah patah berserakan, bermandikan tanah. Aku rela tegak berdiri, karena ... kau memang kehormatanku. Sekali lagi, aku bukanlah katak yang terus merindukan hujan. Aku cuma segumpal hati rawan dan mudah tergores oleh lisan. Aku bukan seonggok patung di taman. Aku bisa menjadi penonton, pendengar, juga teman jika diinginkan. Namun, aku akan menjadi debu ketika engkau menghancurkan. Aku bukan pemimpi yang selalu berkhayal bisa dirawat seperti tanaman kesayangan. Aku berjalan sesuai

    Last Updated : 2022-03-19

Latest chapter

  • Kupinang Mantan Istriku    Extra part

    Tiga hari sudah Ammar menjabat sebagai suami dari Ayudia Prasasti. Ia sangat menikmati perannya tersebut. Ia ingin menjadi suami yang terbaik untuk Ayudia, tidak akan mengulang kesalahan dahulu, atau bisa fatal akibatnya. Selama tiga hari, Ammar senantiasa membantu Ayudia dalam hal apapun. Ia cekatan merawat Fa dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci piring dan mencuci pakaian. Ammar juga memutuskan untuk tidak pergi ke luar kota, dalam waktu yang tidak bisa ditentukan. Sementara hanya menerima pekerjaan dari rumah, agar bisa menghabiskan banyak waktu bersama.Hari ini, Ammar mengajak Ayudia untuk pindah ke rumah baru mereka. Tempat yang akan menaungi hari-hari keluarga kecil Ammar ke depan. Rumah yang berhasil Ammar wujudkan dalam kurun waktu satu bulan. Ia mendesain sendiri rumah itu. Berkonsep minimalis dan estetik. Sengaja Ammar hanya memberi dua kamar pada rumah tersebut, dengan alasan agar Ayudia tidak kelelahan membereskan pekerjaan rumah saat ia sedang ke luar k

  • Kupinang Mantan Istriku    73. Ikrar Cinta (Ending)

    Ayudia mematut dirinya di depan cermin, memandang dan menatap detail tubuhnya yang terbalut gamis berwarna navy dengan kerudung senada, menutup sampai di bawah perut. Pakaian sederhana berbahan brukat tanpa pernak-pernik apapun. Namun, aura kecantikan tetap memancar dari wajah ayu itu. Ia memoles bedak dan lipstik. Tidak perlu foundation, tidak perlu eyeliner, blashon dan lain sebagainya. Ayudia pikir, hanya lamaran, tak perlu tampak berlebihan juga.Fa juga terlihat tampan dengan kemeja abu, pakaian yang Ammar belikan. Bocah kecil itu anteng sekali sejak tadi, seakan ia paham benar suasana hati sang ibu. Bahagia. Sudah pukul delapan malam, Ammar juga sudah mengabarkan jika ia sudah berjalan dengan rombongan menuju rumah Ayudia. Akan tetapi, sudah lebih dari sepuluh menit belum juga sampai."Mbak, ayo keluar. Mas Ammar sudah datang. Biar Fa, aku yang gendong.""Sudah sampai? Kok ndak kedengeran suara mobil?"Najma tersenyum, "Ya ndak, orang jalan kaki."Ayudia membelalak, kurang yakin

  • Kupinang Mantan Istriku    72. Kupinang Mantan Istriku

    Dua hari kemudian Ammar baru menanyakan lagi perihal jawaban Ayudia. Sebab ... semakin ditunggu, Ayudia justru semakin kelihatan menjauh, membuat Ammar dilanda kegalauan. Dengan amat sangat terpaksa, Ammar membuang urat malu dan melapisi wajahnya dengan tembok, Ammar menagih jawaban Ayudia. Dengan santai dan hanya dalam sebuah pesan singkat. Ayudia menjawab dengan Jawaban yang masih sama. Tetap iya, membuat Ammar merasa bingung akibat tak mau terlalu percaya diri dulu dan akhirnya kecewa. Lalu ia desak lagi agar menuliskan jawaban yang jelas menggunakan kalimat, bukan sekedar satu kata. [Iya, Dia mau kembali dengan Kakak.] Pesan yang Ayudia kirim barusan, Ammar pandangi sampai lama, sampai seluruh kepingan jiwa dan kewarasannya kembali. Lalu ... "Yey! Yes! Alhamdulillah ya Allah ...! Alhamdulillah! Hore ... Umi ... Dia mau, Dia mau, Mi ....!" Umi tidak heran, sebab beliau begitu paham dengan tabiat anaknya yang memuja Ayudia. Janggal jikalau Ammar tidak jingkrak-jingkrak. Jika sud

  • Kupinang Mantan Istriku    71. Ingin Rujuk

    Ayudia memanggil-manggil Umi dan Abah. Sayangnya tidak ada sahutan. Albi lalu meninggalkan Ammar di kursi saja, dan pergi keluar. Fatma malah meringkuk dengan Fa, tidak mungkin Ayudia membangunkan, yang ada Fa akan kaget. Akhirnya ia sendiri yang menangani Ammar."Kak, Dia siapkan air hangat untuk mandi ya? Tapi di kamar mandi belakang, Kakak ambil bajunya dulu di kamar.""Ndak kuat, Dia ... tolong sekalian."Meski ragu-ragu, Ayudia tetap membuka pintu kamar Ammar, lalu menghidupkan lampu kamar."Dia ..." Panggil Ammar,Ayudia terlonjak, "Ya.""Ehm, itu ... itunya ... ndak usah."Ayudia berbalik dan mendekati Ammar. Ia tidak mengerti apa yang sedang Ammar bicarakan. "Itu itunya itu apa sih, Kak?""Ya itu, ndak usah. Di belakang ada."Ayudia menggeleng, masih tidak paham ia melengos dan masuk ke kamar lalu membuka lemari. Barulah saat pupilnya menangkap segitiga berkerut, bulu kuduknya meremang. Ia baru memahami ucapan Ammar tadi. Mengalihkan pandangan lalu menarik satu kaos dan celana

  • Kupinang Mantan Istriku    70. Temaram

    Pukul sebelas malam, Ayudia dan Ammar baru saja akan pulang dari bidan Diva. Fa tidak perlu pengobatan serius karena memang hanya mau pilek biasa. Kegelapan menemani sepanjang perjalanan mereka, tak nampak sepercik sinar kehidupan dari rumah-rumah warga, semua gelap dan mencekam.Cuaca memang sering tidak terduga, bulan yang seharusnya menjadi musim panas, tiba-tiba terguyur hujan lebat. Biasa begitu kalau lama tidak hujan, giliran hujan petir tampil paling garang. Ayudia yang terkantuk-kantuk sambil mengepuk-ngepuk paha Fa, memaksa buka suara untuk menemani Ammar yang tengah menyetir."Kak ... nanti langsung pulang ke rumah Kak Ammar saja, Dia biar pulang sendiri. Baju Kak Ammar kan basah, takut masuk angin."Ammar mengangguk dalam temaram. Entah terlihat atau tidak. Bibirnya sudah tidak mampu lagi mengatup, dingin yang menyeruak sampai ke tulang sumsum, membuat pria itu menekan gigi-giginya untuk menahan getaran pada tubuh. Rasanya Ammar sudah ingin ambruk, akan tetapi ... dua malai

  • Kupinang Mantan Istriku    69. Penuh Arti

    Semua aktivitas sudah berjalan seperti sediakala. Ayudia sudah terlepas dari bayang-bayang trauma. Ia fokus mengasuh Fa dan mengelola rumah semai bersama Najma. Sedang Ammar juga sibuk sendiri dengan proyek yang membanjiri peminat jasanya. Ya, Ammar memutuskan untuk berhenti mengajar, karena merasa bosan dan itu memang bukan bidangnya. Sudah hampir sepuluh hari Ayudia tidak melihat wajah teduh pria yang semakin sering membayangi dirinya. Selama itu juga Ammar hanya beberapa kali mengirim pesan. Terakhir kemarin siang, pesan yang menanyakan kesehatannya dan Fa. Namun, saat Ayudia membalas, pesan hanya centang satu abu-abu ... sampai hari ini. Ingin bertanya kepada Najma, namun Ayudia sedikit malu. Seakan ia tidak bisa menahan rindu yang menggunung. Iapun hanya pasrah menanti kepulangannya. Kadang terbersit prasangka buruk; apakah Ammar benar-benar dengan perasaan dan pernyataannya? Atau sekedar menghibur dirinya yang kesepian? Ayudia tidak paham. Tetapi, lebih dari seminggu tanpa kab

  • Kupinang Mantan Istriku    68. Gagal lagi

    Malam nanti aqiqah akan diselenggarakan, seluruh ketering sudah Ammar serahkan pada pihak pemotongan kambing. Ammar juga yang sibuk memesan berbagai macam kudapan untuk menambah suguhan para tetangga yang hadir. Tak lupa pria tersebut memesan tenda agar seluruh tamu bisa tertampung, dan juga tenang saat sedang menyelenggarakan marhabanan. Tidak takut kalau hujan tiba-tiba mengguyur.Rumah Ayudia sangat sesak dengan kehadiran para guru-guru dari sekolahnya mengajar dan dari Asmaul Husna. Ramai dan penuh tawa kebahagiaan. Banyak yang melempar ledekan kepada Ammar, sayangnya pria itu tak bisa lama-lama menanggapi candaan-candaan receh yang membuatnya tersenyum. Ia harus wara-wiri mendampingi pemasang dekor dan tenda. Ia ingin semua sempurna. Enak dipandang dan indah. Sesuai keinginannya. Ah, sudah seperti pemilik event organizer, saja."Am ... buruan dilamar, keburu disabet bujang-bujang yang lebih unggul darimu!" Kata Iqbal."Santai aja, Bal. Meski banyak yang lebih unggul, tapi pesonak

  • Kupinang Mantan Istriku    67. Pesan Singkat

    Ayudia menutup kembali buku itu, meletakkan di laci lemari seperti sediakala. Hatinya sudah plong, pikirannya jauh lebih ringan. Tiba-tiba semua suara yang entah sejak kapan suka sekali berbisik di telinga, lenyap begitu saja. Ayudia bingung, sebenarnya apa yang terjadi? Apakah semua adalah pengaruh dari setan? Ah ya sudah lah, yang terpenting kini ia merasa lebih baik. Perempuan tersebut berjalan menapaki semua ruangan di rumahnya. Mencari dimana gerangan gadis yang izin memasak tadi. Ayudia memanggil-manggil gadis itu. Rasanya tak sabar mengabarkan untuk segera mencari bayi kecilnya yang kemarin ia tolak."Najma ... Najma ... di mana, Najma?" Ayudia bertanya pada dirinya, matanya memindai seluruh ruangan tak terkecuali. Ingin berjalan ke belakang, mencari di 'Rumah Semai', namun kewanitaan miliknya masih terasa nyeri. Darah nifas mengalir dengan derasnya. Akhirnya ia duduk di ruang tamu. Bahkan sekarang perempuan berstatus janda dua kali itu, sedang senyum-senyum sendiri. Hatinya se

  • Kupinang Mantan Istriku    66. Ayudia Merasa Lepas

    Akhirnya Adam kecil dibawa pulang oleh Umi yang diantar Andre. Ammar menunggu Ayudia, dan Najma pergi membeli perlengkapan bayi bersama Habibi. Andre harus mengalah karena diamanahi oleh Najma untuk menjaga rumah semai di kediaman Ayudia. Keesokan pagi, Ammar membawa Ayudia pulang. Kondisinya sudah stabil, meski ia masih tampak lesu dan banyak diam. Najma yang menjaga Ayudia semalaman, ikut pulang dengan mobil Ammar. Dua pria yang tengah gencar mendekatinya sudah kembali ke daerah masing-masing. Gadis itu mencoba membuka obrolan agar Ayudia berbicara. "Mbak Dia, kemarin Andre mengantar benih mahoni 250 pohon. Baru Najma bayar setengah, setengahnya nanti kalau sudah laku seluruhnya." Tidak bergeming, Ayudia tetap diam. Najma dan Ammar saling pandang melalui kaca tengah. Lalu Najma mengangkat bahu, kode bahwa ia tak bisa berbuat banyak. Kini giliran Ammar berusaha mengalihkan perhatian Ayudia dari hilir-mudik kendaraan di jalan. "Dia ... bagaimana jika nanti saat sampai di rumah, aku

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status