Home / Romansa / Kupinang Mantan Istriku / Kecewa sebelum jatuh cinta

Share

Kecewa sebelum jatuh cinta

Author: diara_di
last update Last Updated: 2022-02-25 15:33:03

Siang itu juga, selepas Salat Dzuhur rombongan Abah Ahmad berpamitan untuk kembali ke Sandur.

Tak lupa Abah Ahmad menyampaikan permohonan maaf dan rasa terima kasihnya kepada Atuk Darmo.

Abah Ahmad juga meminta izin untuk memboyong Ayudia ke Pondok Pesantren Asmaul Husna.

Tangis haru serta bahagia pecah di gubuk sederhana Atuk Darmo. Lebih dari dua puluh tahun Ayudia hidup bahagia di sana, akhirnya tiba juga waktu untuk memisahkan diri.

Tentu kesedihan menusuk hingga sum-sum Ayudia. Tak tega meninggalkan dua manusia renta yang telah setia merawatnya hingga dewasa.

Ayudia menangis sepilu-pilunya, begitu juga Uti Dijah. Umi Aida mengelus sayang punggung Ayudia.

Kini, Ayudia benar-benar akan hijrah ke sana. Ia pun akan membantu mengajar di madrasah milik keluarga Ammar.

"Nak, Uti titip cucu Uti, ya. Nak Ammar tolong bimbing, Dia. Jangan pernah memarahi Dia ketika melakukan kesalahan. Beritahu saja baik-baik. Sekali lagi Uti titip Dia pada Nak Ammar. Tolong jagain Dia ya, Nak," ucap Uti dengan lelehan air mata.

Ammar hanya mengangguk, tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya.

Atuk Darmo juga menitipkan Ayudia pada keluarga Abah Ahmad.

"Dia pergi dulu ya, Ti. Uti baik-baik sama Atuk. Dia janji, akan ke sini sebulan sekali." Ayudia menghambur dalam pelukan hangat Atuk dan Uti.

Sampai hari itu, belum ada yang bisa menggantikan kehangatan pelukan Uti dan Atuk yang membawa Ayudia pada ketenangan.

Perpisahan tak diinginkan itu pun tiba. Uti Dijah yang tak kuat menahan kesedihan dituntun masuk ke dalam rumah oleh Pak Lik Yono.

Hal tersebut menambah nyeri ulu hati Ayudia. Umi Aida senantiasa merangkul tubuh Ayudia.

Kyai Lutfi yang mengemudi, Ammar serta Adam diantar ojek sampai tepi laut.

Masih seperti kemarin, jalanan berlumpur dan licin akibat genangan air yang belum surut. Ayudia dengan mata sembab dan bibir sedikit bengkak kemerahan tak berhenti menitikkan air mata.

Kebahagiaan pasca ijab kabul sirna begitu saja. Entah karena perpisahan itu atau karena hal lain, Ayudia tak memahami isi hatinya sendiri.

Bukankah sepatutnya ia menjadi perempuan paling bahagia seantero Pagar Emas? Namun, kenyataan itu tak semanis bayang-bayang yang selalu Ayudia khayalkan.

Sikap Ammar tak acuh. Pria tersebut begitu memperlihatkan ketidaksukaan pada Ayudia. Sekalipun tidak terucap, Ayudia sebagai orang baru cukup tersinggung dengan sikap tersebut.

Tepat pukul tiga sore, mereka sampai di dermaga. Ah bukan, melainkan pesisir pantai. Jika dermaga, tentu ada sebuah bangunan yang berdiri tegak dan memiliki fungsi untuk merapatkan kapal yang akan menaik-turunkan penumpang. Sedangkan di sana, hanya menggunakan peralatan sederhana yang semua terbuat dari kayu.

Jembatan untuk naik kendaraan roda empat juga terbuat dari kayu. Desa terpencil di sana sama sekali belum terjamah pemerintah. Meski berbatasan dengan Taman Nasional Bukit Barisan, tak serta merta membuat akses jalan ke sana nyaman dan aman.

Ayudia menyampirkan selendangnya ke bahu. Selendang yang berfungsi sebagai hijab itu sedikit basah terkena cipratan air laut.

Wajah manisnya hanya menunduk, ia merasa asing dengan keluarga baru.

Apalagi penampilan Ayudia yang jauh dari kata syar'i. Beda sekali dengan Umi Aida, Ummi Sarah, Fatma maupun Najma. Mereka wanita solihah. Ayudia merasa kecil.

"Mbak Dia," panggil Fatma.

Dengan gerakan cepat, Ayudia mengangkat wajah.

Cekrek!

Satu jepretan berhasil Fatma curi. Meski dalam sikap tak siap untuk diambil gambarnya, tetapi Ayudia tetap menawan. Ya, ia manis dari lahir.

Fatma memang agak jail dan suka iseng. Gadis tersebut begitu klop dengan pemuda yang bernama Adam. Bisa dikatakan best sohib.

Para orang tua menaiki perahu bersama mobil yang dibawa. Sedangkan anak-anak juga pengantin baru menumpang di perahu yang lebih kecil kapasitasnya.

"Fatma, kamu apa-apaan sih. Ndak sopan tau. Hapus dan minta maaf sama Mbak Dia," perintah Najma.

"Orang Kak Adam yang suruh kok," elak Fatma.

"Nih. Gara-gara Kak Adam, Fatma jadi dimarah Kak Najma kan." Fatma menyerahkan ponsel milik Adam dengan cemberut.

Adam nyengir.

Ayudia sendiri tak menunjukkan reaksi berarti. Usai wajahnya ditembak kamera, ia kembali menunduk.

Ammar menyorot tajam pria yang menggoda istrinya.

Bukan karena cemburu, melainkan kewajiban Ammar melindungi Ayudia dari mata genit.

Ammar meyakinkan dirinya bahwa ia tak secuil pun tertarik pada gadis itu.

"Mas Ammar pindah sini aja, samping Mbak Dia. Aku bisa pindah di sebelah Muha dan Fatma. Kasihan Mbak Dia," ujar Najma.

Jangankan menjawab, menoleh pun tidak. Kelakuan Ammar membuat Adam geram. Adam merebut ponsel yang menjadi fokus Ammar. Pria tersebut bermain sosial media, sibuk berbalas komentar pada foto Nur yang baru saja diunggah.

"Am, kamu punya telinga kan? Apa sekarang kamu sudah berubah menjadi tuli? Sampai Najma bicara, kamu ndak jawab sama sekali!" Sarkas Adam, ia tak mau lembut-lembut lagi jika itu berurusan dengan Ayudia.

Adam tak ingin membohongi hati, pada kenyataannya ia memang jatuh cinta pada paras dan marwah Ayudia. Adam paham betul jika itu sebuah kesalahan. Maka dari itu, Adam sekeras mungkin untuk menyimpan perasaan tersebut.

Akan tetapi, Adam tetap berdo'a pada Sang Pemilik Hati. Jika diberi kesempatan, Adam hanya ingin menghabiskan hidupnya bersama Ayudia. Itu doa yang selalu Adam panjatkan disela-sela kejengkelannya dengan Ammar.

"Kamu kenapa si, Dam?" ketus Ammar tanpa dosa.

Belum apa-apa, Ayudia sudah dihantam kekecewaan. Ia tak ingin berdoa apa pun. Gadis itu menyadari siapa dirinya.

Sebelum terlanjur hatinya jatuh pada pesona Ammar, Ayudia harus lebih dahulu membentengi. Ya, cara Ayudia untuk tak jatuh cinta pada pesona Ammar adalah menolak bertemu tatap dengan pria itu.

Bukan sulit bagi Ayudia untuk jatuh cinta pada Ammar, sebelumnya Ayudia telah mengagumi sosok pria tampan tersebut. Namun, kini semua kekaguman Ayudia pada Ammar menguar sia-sia.

Hening, tak ada lagi obrolan di antara manusia di sana. Muha yang masih berumur tiga belas tahun tertidur pulas dengan bersandar di bahu Fatma sang Kakak.

"Alhamdulillah sampai," ucap syukur Najma kala mereka menapakkan kaki di dataran.

Najma setia menggandeng jemari Kakak iparnya yang terasa dingin. Najma merasa iba pada Ayudia karena perlakuan buruk sang Kakak. Mereka memasuki mobil milik Abah. Di mobil tersebut benar-benar hanya terisi keluarga inti.

Abah yang mengemudi, sedang Ayudia duduk di jok tengah tepat belakang kemudi. Ammar dipaksa mendampingi perempuan tersebut. Ketiga adik Ammar duduk di jok bagian belakang.

Untuk mengisi kekosongan dan kepedihan yang masih Ayudia rasakan, ia membuka ponsel. Ponsel sederhana yang ia beli dari hasil menabung satu tahun.

Ayudia membuka beberapa pesan dari teman-teman seprofesinya. Mereka mengucapkan selamat pada Ayudia yang dipersunting pria sesempurna Muammar pewaris Ponpes Asmaul Husna.

Sangat disayangkan, sanjungan tersebut tak memiliki kebenaran.

Ayudia menggigit kuat bibirnya, ia sudah tak tahan ingin meraung-raung. Namun, itu tidak mungkin.

Mobil yang sudah menggunakan pendingin itu terasa panas bagi Ayudia. Kenyamanan yang keluarga terhormat itu tawarkan tak membuat hati Ayudia bersorak-sorai.

Umi yang biasa ramah, mungkin karena kelelahan beliau terlelap pulas.

Ayudia tak sekalipun berani melirik ke samping, ia mempertahankan dirinya agar tetap menunduk.

Klunting ... .

Bunyi ponsel Ayudia cukup menyita perhatian Ammar. Satu pesan masuk ke nomor Ayudia dari kontak baru.

Ayudia membuka pesan tersebut. Tanpa sepengetahuan gadis itu, Ammar menjulurkan lehernya untuk melihat isi pesan di layar ponsel milik Ayudia.

[Dia, kamu yang sabar ya. Semoga Allah meluluhkan hati Ammar. Jangan pernah bersedih, Allah senantiasa menjagamu. Jangan sungkan untuk meminta bantuan ku jika kamu dalam kesulitan. Adam]

Dalam penggalan kalimat pesan tersebut, berakhir dengan identitas pengirim. Ayudia pun membalas pesan itu dengan ucapan terima kasih.

"Dasar gadis genit, ndak punya harga diri. Jelas-jelas sudah bersuami, masih saja membalas pesan lelaki lain," ucap Ammar pelan.

Gumaman pedas itu masih jelas terekam oleh telinga Ayudia yang normal. Gadis tersebut enggan membela diri, ia hanya mampu meneteskan air mata.

Ayudia sedih, sakit hati, kecewa ... semua rasa kesal tumbuh sebelum cinta bersemi.

Bersambung.

"Ndak usah, Najma," lirih Ayudia yang mampu di dengar oleh Najma seorang.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Yanti Keke
hug for ayudia....
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kupinang Mantan Istriku    Asing

    Mobil putih dengan variasi ban off-road berbelok ke Pondok Pesantren Asmaul Husna. Para santri terlihat membungkuk hormat kala mobil itu melewati gerbang menuju tempat parkir. Mereka sudah sangat hafal siapa pemiliknya, meski sang empunya tak membuka kaca jendela. "Alhamdulillah sudah sampai, Dia," seru Abah pada Ayudia, membangunkan tidur nyaman Umi Aida. "Iya Bah, Alhamdulillah," jawab Ayudia. Umi Aida mengedip beberapa kali, lalu bergerak membenarkan posisi duduknya. Umi Aida juga mengusap wajah. Mungkin takut kalau ada kotoran mata maupun air liur yang tertinggal di sana. "Sudah sampai, Bah?" tanya Umi setelah sadar sepenuhnya. "Sudah, Mi. Ayo turun, pasti Nak Dia sudah lelah dan pengen istirahat." "Iya iya, ayo Am, ajak Nak Dia," ujar Umi Aida. "Iya, Mi." Akan tetapi, itu hanya jawaban yang keluar dari mulut Ammar, nyatanya begitu turun dari mobil, Ammar berjalan sendiri tanpa beban masuk ke rumahnya. Ayudia berdiri diam, menggendong ransel hitam berisi baju-baju miliknya

    Last Updated : 2022-03-05
  • Kupinang Mantan Istriku    Bahagia dalam Luka

    Ayudia sedikit terhibur dengan keputusan Abah mengajak bergabung di MI Asmaul Husna. Usai makan malam, Abah kembali dengan rutinitasnya bersama santri. Najma, Fatma juga Muha pun sama, kembali mengaji. Umi duduk di ruang tamu, biasanya ada beberapa orang bertamu ataupun para santriwati yang sekedar ingin ilmu tambahan. Ayudia memunguti piring-piring kotor, membawa ke tempat cuci piring. Ammar masuk kamar. Ayudia belum tahu apa saja aktivitas yang Ammar lakukan dalam sehari-hari. "Dia, sudah. Tinggalkan saja, biar Najma dan Fatma yang membereskan semua sepulang ngaji nanti," seru Umi dari ruang tamu. Sayup-sayup, Ayudia mendengar obrolan. Mungkin sudah ada tamu yang datang, batin Ayudia. Ayudia meninggalkan cucian piring sebentar, lalu membuka horden pembatas antara ruang tamu dan dapur. "Ndak papa, Umi. Ini kan kerjaan Dia juga. Dia sudah biasa cuci piring dan baju waktu di rumah Atuk." "Nanti Dia kecapek'an, sudah ... tinggalkan saja." "Dia ndak capek, Mi. Udah ndak papa, mala

    Last Updated : 2022-03-08
  • Kupinang Mantan Istriku    Kambing Hitam

    Dari kejauhan banyak pasang mata melihat Adam menggendong seorang perempuan. Namun, beruntungnya, bisa dipastikan hanya berapa gelintir yang tahu bahwa Adam menggendong Ayudia, menantu Abah Ahmad. Saat hendak sampai teras rumah Abah, Ammar menghadang langkah Adam. "Dam, sini. Biar aku saja yang gendong. Dia itu istriku, jadi kamu ndak berhak pegang Dia." Sayang sekali, Adam tak acuh. Ia melanjutkan langkah kaki yang tinggal berapa gerakan untuk sampai di ruang tamu. "Assalamualaikum, Mi!" teriak Adam, ia tahu kalau Umi Aida selalu di rumah di jam pagi. "Walaikumsalam. Masyaallah, ada apa Dam? Dia kenapa?" "Tolong bantal, Umi." Umi segera mengambil bantal, Adam menidurkan Ayudia di karpet ruang tamu. Sementara itu Ammar hanya diam saja. "Ada apa dengan Dia, Dam?" Sekali lagi Umi Aida bertanya. "Ndak tahu Umi, tadi Adam lihat dari kelas enam, tubuh Dia limbung. Jadi, Adam lari cepat, lalu sampai di sana, Dia ambruk dan ndak sadar lagi." "Makasih ya, Dam. Makasih karena sudah m

    Last Updated : 2022-03-16
  • Kupinang Mantan Istriku    9. Assalamualaikum, Dia

    Puas Ayudia memerhatikan interaksi antara Ammar dan Nur, hingga ia merasakan pusing lagi. "Terima kasih ya, Mbak." Kalimat terakhir Ayudia dengar sebelum Nur pergi bersama Ammar. Saat mengatakan itu, Ayudia mendapati mata Ammar sedang memandang lekat perempuan bernama Nur tersebut. Tatapan penuh kekaguman. Ayudia kembali ke kamar, ia duduk di kursi meja rias sambil mengingat bagaimana Ammar ramah tamah dengan Nur. Cara Ammar berbicara pada Nur sangatlah berbeda. Nada bicara lembut dan enak didengar. Meski Ayudia tak pernah pacaran ataupun curi-curi pandang dengan pria lain, tetapi ia cukup paham dengan sorot mata ketertarikan seseorang kala tengah menatap. Jika ditanya apakah Ayudia iri? Jelas saja, rasa itu diam-diam menyusup dan kembali memporak-porandakan hati. Bukan Ayudia ingin Ammar tertarik padanya, tidak seperti itu. Ayudia hanya ingin diperlakukan baik. Diajak bicara dengan baik, terlebih ia yang berhak mendapatkan perhatian bukan perempuan lain. Gadis itu memutuskan u

    Last Updated : 2022-03-17
  • Kupinang Mantan Istriku    10. Walaikumsalam, Dia

    Semilir angin membelai lembut wajah gadis cantik bermata belok. Sejuk sepoi-sepoi angin sore di pinggir sawah, membikin gadis itu sampai terkantuk-kantuk. Selendang hitamnya sampai jatuh ke tanah sebab tertiup angin. Dengan malas, gadis itu turun dari pagar catur yang mengelilingi pesantren. Sejak tahu ada tempat nyaman untuk menenangkan diri, sejak saat itu Ayudia mulai gemar mengunjungi sudut belakang pondok pesantren yang rimbun dengan tanaman Bambu. Fatma lah orang pertama yang memberitahu tempat tersebut. Ada dua jenis bambu di sana, Bambu Petung berwarna hitam dan Bambu Pagar yang diameternya lebih kecil dari Bambu biasa. Ayudia lebih senang berada di dekat Bambu Pagar karena tidak terlalu rimbun. Sudah dua minggu lebih sejak ia sembuh dari sakit, genap tiga hari berturut-turut Ayudia mendatangi tempat sunyi itu. Di halaman belakang memang sangat sepi, ada satu kursi dan beberapa butir kotak sampah sesuai peruntukannya. Biasa santri akan ke belakang untuk membuang sampah. Bi

    Last Updated : 2022-03-18
  • Kupinang Mantan Istriku    11. Tulang Rusuk

    Aku ingin mencintaimu yang melengkapi hidupku. Aku ingin dicintai olehmu, seperti tulang rusuk. Seperti Muhammad mencintai Aisyah. Seperti Ali mencintai Fatimah. Akan tetapi, aku tak bisa membohongi sesaknya hati setiap kali kau mengecilkanku. Sulit bagiku bicara tentang kebencian, tetapi air mataku seolah enggan berhenti mengalir. Untuk menangisi semua ke tidak baikkanmu dalam memperlakukan diriku. Aku bahkan rela terhempas olehmu bagai pohon dikoyak badai. Aku rela tetap berdiri meski sebagian rantingku telah patah berserakan, bermandikan tanah. Aku rela tegak berdiri, karena ... kau memang kehormatanku. Sekali lagi, aku bukanlah katak yang terus merindukan hujan. Aku cuma segumpal hati rawan dan mudah tergores oleh lisan. Aku bukan seonggok patung di taman. Aku bisa menjadi penonton, pendengar, juga teman jika diinginkan. Namun, aku akan menjadi debu ketika engkau menghancurkan. Aku bukan pemimpi yang selalu berkhayal bisa dirawat seperti tanaman kesayangan. Aku berjalan sesuai

    Last Updated : 2022-03-19
  • Kupinang Mantan Istriku    12. Membahana

    Angin ... tolong sampaikan pada awan, aku merindukan hujan. Merindukan rintik gemuruh yang membawa ketenangan. Hujan ... turunlah dan sapa aku yang gersang. Menjadilah saksi bisu atas semua deritaku. Ayudia menutup buku diarynya. Di zaman secanggih ini, buku diary bisa dikatakan sangat jadul. Mungkin sudah tak ada lagi yang minat menggunakan walau sekadar menuangkan emosi dan kesal. Lain bagi Ayudia, diary adalah penyelamat. Ya, saat rasa marah mengungkung ego, ia jadi lega setelah meluapkan semua dalam buku kecil bermotif batik pada sampulnya itu. Ayudia duduk sebentar sambil membaca buku. Ia tidak melepas jilbabnya kala di kamar, Ayudia sudah nyaman dan terbiasa seperti itu. Selain terbiasa tertutup, Ayudia juga sudah biasa tidur di bawah beralas karpet dan berbantal ransel, kadang hanya bertumpu tangan. Ia tak ingin manja dan selalu mengeluh. Ia memotivasi dirinya sendiri untuk menjadi perempuan tegar seperti sang nenek. Yang berjuang membesarkan dirinya dengan segala kesulita

    Last Updated : 2022-03-22
  • Kupinang Mantan Istriku    13. Buang Saja

    Usai menyapu dan mencuci pakaiannya serta milik Ammar, Ayudia bergegas mandi. Pukul setengah tujuh, Ayudia selesai bersiap dengan rok plisket warna hitam dan kemeja putih serta jilbab segi empat warna hitam menutup sampai di bawah dada."Yah, notebook nya error. Untung saja semua data ada di flashdisk." Gumam Ayudia.Setelah mengecek alat kerja yang ternyata bermasalah, Ayudia keluar meninggalkan benda tersebut. Lalu ia ikut bergabung dengan keluarganya di meja makan."Assalamualaikum, Abah. Umi." Dia menyalami Abah dan Umi. Lalu duduk di sana, di depan Muammar.Muha memimpin do'a makan, lanjut santap pagi bersama dengan menu sayur kangkung, tempe goreng dan telur goreng. Ayudia menikmati masakan Umi dengan lahap. Ia harus makan dengan baik, setelah hampir dua bulan ia mengurangi isi yang masuk ke lambung.Kini Ayudia mulai memikirkan kesehatannya, ia mengembalikan napsu makannya yang sempat hilang. Ayudia tak ingin Ammar selalu mengeluh akibat ia

    Last Updated : 2022-03-23

Latest chapter

  • Kupinang Mantan Istriku    Extra part

    Tiga hari sudah Ammar menjabat sebagai suami dari Ayudia Prasasti. Ia sangat menikmati perannya tersebut. Ia ingin menjadi suami yang terbaik untuk Ayudia, tidak akan mengulang kesalahan dahulu, atau bisa fatal akibatnya. Selama tiga hari, Ammar senantiasa membantu Ayudia dalam hal apapun. Ia cekatan merawat Fa dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci piring dan mencuci pakaian. Ammar juga memutuskan untuk tidak pergi ke luar kota, dalam waktu yang tidak bisa ditentukan. Sementara hanya menerima pekerjaan dari rumah, agar bisa menghabiskan banyak waktu bersama.Hari ini, Ammar mengajak Ayudia untuk pindah ke rumah baru mereka. Tempat yang akan menaungi hari-hari keluarga kecil Ammar ke depan. Rumah yang berhasil Ammar wujudkan dalam kurun waktu satu bulan. Ia mendesain sendiri rumah itu. Berkonsep minimalis dan estetik. Sengaja Ammar hanya memberi dua kamar pada rumah tersebut, dengan alasan agar Ayudia tidak kelelahan membereskan pekerjaan rumah saat ia sedang ke luar k

  • Kupinang Mantan Istriku    73. Ikrar Cinta (Ending)

    Ayudia mematut dirinya di depan cermin, memandang dan menatap detail tubuhnya yang terbalut gamis berwarna navy dengan kerudung senada, menutup sampai di bawah perut. Pakaian sederhana berbahan brukat tanpa pernak-pernik apapun. Namun, aura kecantikan tetap memancar dari wajah ayu itu. Ia memoles bedak dan lipstik. Tidak perlu foundation, tidak perlu eyeliner, blashon dan lain sebagainya. Ayudia pikir, hanya lamaran, tak perlu tampak berlebihan juga.Fa juga terlihat tampan dengan kemeja abu, pakaian yang Ammar belikan. Bocah kecil itu anteng sekali sejak tadi, seakan ia paham benar suasana hati sang ibu. Bahagia. Sudah pukul delapan malam, Ammar juga sudah mengabarkan jika ia sudah berjalan dengan rombongan menuju rumah Ayudia. Akan tetapi, sudah lebih dari sepuluh menit belum juga sampai."Mbak, ayo keluar. Mas Ammar sudah datang. Biar Fa, aku yang gendong.""Sudah sampai? Kok ndak kedengeran suara mobil?"Najma tersenyum, "Ya ndak, orang jalan kaki."Ayudia membelalak, kurang yakin

  • Kupinang Mantan Istriku    72. Kupinang Mantan Istriku

    Dua hari kemudian Ammar baru menanyakan lagi perihal jawaban Ayudia. Sebab ... semakin ditunggu, Ayudia justru semakin kelihatan menjauh, membuat Ammar dilanda kegalauan. Dengan amat sangat terpaksa, Ammar membuang urat malu dan melapisi wajahnya dengan tembok, Ammar menagih jawaban Ayudia. Dengan santai dan hanya dalam sebuah pesan singkat. Ayudia menjawab dengan Jawaban yang masih sama. Tetap iya, membuat Ammar merasa bingung akibat tak mau terlalu percaya diri dulu dan akhirnya kecewa. Lalu ia desak lagi agar menuliskan jawaban yang jelas menggunakan kalimat, bukan sekedar satu kata. [Iya, Dia mau kembali dengan Kakak.] Pesan yang Ayudia kirim barusan, Ammar pandangi sampai lama, sampai seluruh kepingan jiwa dan kewarasannya kembali. Lalu ... "Yey! Yes! Alhamdulillah ya Allah ...! Alhamdulillah! Hore ... Umi ... Dia mau, Dia mau, Mi ....!" Umi tidak heran, sebab beliau begitu paham dengan tabiat anaknya yang memuja Ayudia. Janggal jikalau Ammar tidak jingkrak-jingkrak. Jika sud

  • Kupinang Mantan Istriku    71. Ingin Rujuk

    Ayudia memanggil-manggil Umi dan Abah. Sayangnya tidak ada sahutan. Albi lalu meninggalkan Ammar di kursi saja, dan pergi keluar. Fatma malah meringkuk dengan Fa, tidak mungkin Ayudia membangunkan, yang ada Fa akan kaget. Akhirnya ia sendiri yang menangani Ammar."Kak, Dia siapkan air hangat untuk mandi ya? Tapi di kamar mandi belakang, Kakak ambil bajunya dulu di kamar.""Ndak kuat, Dia ... tolong sekalian."Meski ragu-ragu, Ayudia tetap membuka pintu kamar Ammar, lalu menghidupkan lampu kamar."Dia ..." Panggil Ammar,Ayudia terlonjak, "Ya.""Ehm, itu ... itunya ... ndak usah."Ayudia berbalik dan mendekati Ammar. Ia tidak mengerti apa yang sedang Ammar bicarakan. "Itu itunya itu apa sih, Kak?""Ya itu, ndak usah. Di belakang ada."Ayudia menggeleng, masih tidak paham ia melengos dan masuk ke kamar lalu membuka lemari. Barulah saat pupilnya menangkap segitiga berkerut, bulu kuduknya meremang. Ia baru memahami ucapan Ammar tadi. Mengalihkan pandangan lalu menarik satu kaos dan celana

  • Kupinang Mantan Istriku    70. Temaram

    Pukul sebelas malam, Ayudia dan Ammar baru saja akan pulang dari bidan Diva. Fa tidak perlu pengobatan serius karena memang hanya mau pilek biasa. Kegelapan menemani sepanjang perjalanan mereka, tak nampak sepercik sinar kehidupan dari rumah-rumah warga, semua gelap dan mencekam.Cuaca memang sering tidak terduga, bulan yang seharusnya menjadi musim panas, tiba-tiba terguyur hujan lebat. Biasa begitu kalau lama tidak hujan, giliran hujan petir tampil paling garang. Ayudia yang terkantuk-kantuk sambil mengepuk-ngepuk paha Fa, memaksa buka suara untuk menemani Ammar yang tengah menyetir."Kak ... nanti langsung pulang ke rumah Kak Ammar saja, Dia biar pulang sendiri. Baju Kak Ammar kan basah, takut masuk angin."Ammar mengangguk dalam temaram. Entah terlihat atau tidak. Bibirnya sudah tidak mampu lagi mengatup, dingin yang menyeruak sampai ke tulang sumsum, membuat pria itu menekan gigi-giginya untuk menahan getaran pada tubuh. Rasanya Ammar sudah ingin ambruk, akan tetapi ... dua malai

  • Kupinang Mantan Istriku    69. Penuh Arti

    Semua aktivitas sudah berjalan seperti sediakala. Ayudia sudah terlepas dari bayang-bayang trauma. Ia fokus mengasuh Fa dan mengelola rumah semai bersama Najma. Sedang Ammar juga sibuk sendiri dengan proyek yang membanjiri peminat jasanya. Ya, Ammar memutuskan untuk berhenti mengajar, karena merasa bosan dan itu memang bukan bidangnya. Sudah hampir sepuluh hari Ayudia tidak melihat wajah teduh pria yang semakin sering membayangi dirinya. Selama itu juga Ammar hanya beberapa kali mengirim pesan. Terakhir kemarin siang, pesan yang menanyakan kesehatannya dan Fa. Namun, saat Ayudia membalas, pesan hanya centang satu abu-abu ... sampai hari ini. Ingin bertanya kepada Najma, namun Ayudia sedikit malu. Seakan ia tidak bisa menahan rindu yang menggunung. Iapun hanya pasrah menanti kepulangannya. Kadang terbersit prasangka buruk; apakah Ammar benar-benar dengan perasaan dan pernyataannya? Atau sekedar menghibur dirinya yang kesepian? Ayudia tidak paham. Tetapi, lebih dari seminggu tanpa kab

  • Kupinang Mantan Istriku    68. Gagal lagi

    Malam nanti aqiqah akan diselenggarakan, seluruh ketering sudah Ammar serahkan pada pihak pemotongan kambing. Ammar juga yang sibuk memesan berbagai macam kudapan untuk menambah suguhan para tetangga yang hadir. Tak lupa pria tersebut memesan tenda agar seluruh tamu bisa tertampung, dan juga tenang saat sedang menyelenggarakan marhabanan. Tidak takut kalau hujan tiba-tiba mengguyur.Rumah Ayudia sangat sesak dengan kehadiran para guru-guru dari sekolahnya mengajar dan dari Asmaul Husna. Ramai dan penuh tawa kebahagiaan. Banyak yang melempar ledekan kepada Ammar, sayangnya pria itu tak bisa lama-lama menanggapi candaan-candaan receh yang membuatnya tersenyum. Ia harus wara-wiri mendampingi pemasang dekor dan tenda. Ia ingin semua sempurna. Enak dipandang dan indah. Sesuai keinginannya. Ah, sudah seperti pemilik event organizer, saja."Am ... buruan dilamar, keburu disabet bujang-bujang yang lebih unggul darimu!" Kata Iqbal."Santai aja, Bal. Meski banyak yang lebih unggul, tapi pesonak

  • Kupinang Mantan Istriku    67. Pesan Singkat

    Ayudia menutup kembali buku itu, meletakkan di laci lemari seperti sediakala. Hatinya sudah plong, pikirannya jauh lebih ringan. Tiba-tiba semua suara yang entah sejak kapan suka sekali berbisik di telinga, lenyap begitu saja. Ayudia bingung, sebenarnya apa yang terjadi? Apakah semua adalah pengaruh dari setan? Ah ya sudah lah, yang terpenting kini ia merasa lebih baik. Perempuan tersebut berjalan menapaki semua ruangan di rumahnya. Mencari dimana gerangan gadis yang izin memasak tadi. Ayudia memanggil-manggil gadis itu. Rasanya tak sabar mengabarkan untuk segera mencari bayi kecilnya yang kemarin ia tolak."Najma ... Najma ... di mana, Najma?" Ayudia bertanya pada dirinya, matanya memindai seluruh ruangan tak terkecuali. Ingin berjalan ke belakang, mencari di 'Rumah Semai', namun kewanitaan miliknya masih terasa nyeri. Darah nifas mengalir dengan derasnya. Akhirnya ia duduk di ruang tamu. Bahkan sekarang perempuan berstatus janda dua kali itu, sedang senyum-senyum sendiri. Hatinya se

  • Kupinang Mantan Istriku    66. Ayudia Merasa Lepas

    Akhirnya Adam kecil dibawa pulang oleh Umi yang diantar Andre. Ammar menunggu Ayudia, dan Najma pergi membeli perlengkapan bayi bersama Habibi. Andre harus mengalah karena diamanahi oleh Najma untuk menjaga rumah semai di kediaman Ayudia. Keesokan pagi, Ammar membawa Ayudia pulang. Kondisinya sudah stabil, meski ia masih tampak lesu dan banyak diam. Najma yang menjaga Ayudia semalaman, ikut pulang dengan mobil Ammar. Dua pria yang tengah gencar mendekatinya sudah kembali ke daerah masing-masing. Gadis itu mencoba membuka obrolan agar Ayudia berbicara. "Mbak Dia, kemarin Andre mengantar benih mahoni 250 pohon. Baru Najma bayar setengah, setengahnya nanti kalau sudah laku seluruhnya." Tidak bergeming, Ayudia tetap diam. Najma dan Ammar saling pandang melalui kaca tengah. Lalu Najma mengangkat bahu, kode bahwa ia tak bisa berbuat banyak. Kini giliran Ammar berusaha mengalihkan perhatian Ayudia dari hilir-mudik kendaraan di jalan. "Dia ... bagaimana jika nanti saat sampai di rumah, aku

DMCA.com Protection Status