“Karena aku merasa kita berdua sama saja.”Hati kecilnya seolah merespon, apa yang dikatakan olehnya pun tidak bisa dikatakan salah juga. Arum tidak menyangkal, berpikir itu benar mengingat masa lalunya juga tidak sebaik itu. “Kalau memang begitu, seharusnya kita berdua tidak cocok satu sama lain. Kita mungkin sama tapi itulah yang membuat kita berdua tidak cocok.”“Apa maksudmu?”“Karena kita berdua sama maka tidak ada kelebihan atau kekurangan yang bisa ditutupi masing-masing.”“Oh, aku mengerti. Pasangan sempurna dari si bodoh dan pintar, si bodoh itu baik sedangkan si pintar itu jahat. Seperti itu bukan?” “Bisa dibilang begitu tapi caramu memberikan contoh kejam juga ya.”Pramugari kembali datang dan memberikan sebotol air mineral pada mereka, kemudian ditawari beberapa makanan hangat yang mungkin diinginkan. Arum tertuju pada kacang-kacangan. “Apa? Mau itu?” tanya Julvri.Arum membuang muka, menghadap ke arah jendela tanpa menjawab pertanyaan darinya. Julvri lantas terkekeh da
Dari pukul lima sore hingga pukul 12 siang, waktu perjalanan yang menyentuh hingga setengah hari itu akan berakhir. Stasiun terakhir telah sampai, tidak hanya sisa penumpang lainnya bahkan Arum dan Julvri akan turun di sini.Selangkah demi selangkah turun dan berjalan menjauhi peron sambil bergandengan tangan, sejenak Arum menoleh ke sisi kiri yang jauh dari area stasiun. "Ah, rupanya dia belum datang." Arum membatin. Bercampur rasa sedih dan takut, Arum memiliki sedikit penyesalan terdalam pada malam di kereta hari itu. Terjadi sekitar pukul 9 malam, Julvri tertidur begitu pulas. Tampaknya ia sangat kelelahan. Berbeda dengan Arum, meskipun kelelahan ia tetap tidak bisa tidur. Sepanjang malam itu Arum selalu menghela napas panjang. “Bagaimana ini?” Arum bertanya-tanya pada dirinya sendiri, tentang apa yang akan ia lakukan dengan sebuah jarum dalam genggamannya itu.Jarum kecil itu berbalur sedikit racun, jika digunakan pada manusia atau bahkan mahluk hidup lainnya sudah pasti akan
Cuaca sedang tidak mendukung, situasi yang canggung dan aneh kembali dirasakan oleh mereka. Sempat merasa tidak nyaman namun pada akhirnya mereka dapat beristirahat dengan tenang. “Julvri, bangun.” Untuk pertama kalinya Arum bangun lebih awal, ia segera membangunkan sang suami. Perlahan menggerakkan tubuhnya yang sedang terlelap agar Julvri cepat terbangun. Setelah beberapa saat akhirnya Julvri membuka kedua matanya yang masih menyipit. “Selamat pagi, Arum.” Julvri tersenyum.“Ya, selamat pagi, Julvri.” Arum membalas senyumnya. “Tumben sekali kamu bangun pagi. Biasanya 'kan jam 9 baru bangun,” sindir Julvri seraya meregangkan tubuhnya. Arum memang tersindir atas kata-katanya tapi dirinya mampu menahan itu semua dengan mengulas senyum termanisnya. “Pandai sekali bicara. Ayo cepat keluar dari sini, aku ingin makan kentang pedas di warteg.”“Tidak sarapan di hotel saja?” “Tidak mau, bukan seleraku.”“Dasar wanita aneh.” Segera mereka bersiap dan chek out. Lekas beranjak keluar da
“Jangan kamu kira aku tidak tahu.”“Kenapa kamu berpikir begitu? Bisa saja bukan aku 'kan?” “Tapi kupikir begitu.”Semenjak perilaku Julvri yang sebenarnya terungkap jelas di depan mata, Arum dengannya selalu berdebat dan beradu kemampuan di samping ada rasa keinginan untuk melenyapkan. Kehidupan yang didambakan oleh Arum selama ini nyatanya takkan pernah terwujud karena orang yang sekarang berada di hadapannya. Apa yang Arum masukan ke dalam makanan Julvri adalah obat pencahar sementara Julvri memasukan obat pelemas otot sehingga dengan kondisi Arum saat ini akan cepat berefek, ia lemas dan sudah tak bertenaga lagi. “Taksi online pesanan kita sudah sampai. Ayo cepat pulang ke kampung halaman rumahmu, Arum.” Sambil tersenyum pria itu kembali menuntunnya masuk ke taksi online, Arum hanya bisa pasrah kala Julvri sepenuhnya mengendalikan dirinya seperti sekarang ini. “Ayo pak, jalan.”“Baik.” Perasaan mual kembali muncul setelah sekian lama, kehamilannya membuat keadaan Arum semaki
Dengan memanfaatkan paras tampannya, Julvri Vandam selalu mencari kesempatan untuk bermain dengan banyak wanita. Bohong kalau ia sungguhan mencintai mereka, sebab kenyatannya ia hanya mempermainkan para wanita saja. Ia bersenang-senang demi dirinya sendiri. Julvri adalah seorang lelaki tidak waras. “Hei, bagaimana kalau kita kencan besok?” Paras tampan, berduit dan memiliki hati yang baik. Itu semua terlihat di mata para wanita, ketika diajak kencan, siapa yang akan menolak? Tentu saja tidak akan ada kecuali orang buta.“B-boleh saja.” Wanita berambut pendek sebahu menjawab dengan gugup. Namun satu syarat mutlak bagi Julvri, ia memilih wanita yang sama sekali tidak berguna di kemasyarakatan. Julvri akan mengencani setiap wanita yang statusnya kadang tidak jelas, ada yang buron, setengah tidak waras, peminum dan masih banyak lagi. Rata-rata wanitanya tidak bisa dibilang wanita normal sehingga akan mudah bagi Julvri yang akan menghabisi mereka jika sudah bosan. “Julvri, hari ini kit
Pernikahan adalah hal yang paling membahagiakan bagi setiap pasangan. Tak terkecuali dengan Arum dan Julvri yang saling mengikat janji suci di hadapan banyak saksi. Senyum merekah manis bak kelopak bunga yang tumbuh cantik, wajah sang pengantin pun terlihat begitu berkilau. Seharusnya begitu. Iya, seharusnya seperti itu. Setelah menikah mereka akan hidup bahagia. Itu adalah harapan terbesar Arum sebagai seorang wanita biasa yang menikah dengan sosok lelaki sukses dan kaya raya. Hingga ucapan sang dukun membuat hati Arum bergetar. “Suami kamu bukanlah orang yang baik. Suatu saat pasti, dia akan membunuhmu.”***Kali pertama berjumpa dengannya adalah ketika berada di halaman parkir sebuah universitas. Arum dan Julvri saling bertukar tatap satu sama lain di tengah kerumunan para mahasiswa. Awalnya hanya berupa ketidaksengajaan namun lama-lama keduanya ingin saling berjumpa kembali. Saling mengetahui latar belakang, kelebihan serta kekurangan masing-masing. Kedua insan itu pun mulai be
“Suamimu akan membunuhmu.”Kata demi kata yang diucapkan oleh nenek dukun itu terngiang-ngiang dalam benaknya. Malam ketika ingin meredakan amarah, tiba-tiba saja mendengar Julvri mengucapkan hal tak masuk akal. 'Apa katanya?' batin Arum dengan masih memejamkan mata. “Istriku terlalu berisik tapi pesonanya sungguh luar biasa. Aku berharap dia hanya akan dipandang dan disentuh olehku saja. Tidak boleh ada orang lain di antara kami,” tuturnya. Dipikir bagaimanapun perkataan Julvri terdengar seperti obsesinya pada sang istri. Arum pun sadar ada yang salah dengan suaminya itu tapi ia tak harus menanggapinya seperti apa dan kalimat dukun tersebut pula terus teringat setiap detik.Kecemasannya itu berlanjut hingga matahari telah terbit. Ia sengaja terlambat bangun sampai suaminya keluar dari kamar terlebih dahulu, lantas Arum mulai memikirkan suatu cara. “Perkataannya tidak normal. Itu tidak seperti Julvri yang aku kenal. Dia orang baik dan begitu pengertian padaku, dia menghormati wanit
Wanita berambut hitam panjang itu akhirnya membuka kedua mata dengan jelas, sembari menerima ocehan demi ocehan dari Ibu mertua, Arum lekas membuka koper dan mulai melipat bajunya ke dalam. “Aku tidak sudi menerima menantu hama sepertimu!” Begitulah kata-kata terakhir dari Ibu mertua sebelum keluar dari kamarnya. Sementara Julvri membuntuti Ibunya untuk membujuk. Tidak berselang lama kemudian, bibi yang merupakan pembantu di rumah ini menghampiri Arum. Tetap berdiri di luar pintu kamar sembari menanyakan bagaimana kondisi Arum.“Apa Neng Arum tidak apa-apa? Nyonya besar tidak bermaksud begitu. Saya yakin ini demi kebaikan dirimu.”“Bibi ...”Pelan, bibir yang bergetar itu menyebut. Lantas menoleh ke belakang dengan ekspresi memelas. Terlihat arah tatapannya tidak tertuju pada bibi melainkan lantai, ada perasaan takut serta cemas dalam diri Arum. Setidaknya bibi merasakan kondisinya yang seperti itu.“Neng ... bibi dulu yakin kamu itu bangun pagi-pagi sekali. Kamu pintar masak, beb