"Hayo lagi ngapain!? Kesambet baru tau rasa loh."
"Ngagetin aja sih kamu Ka," ucapku sambil mengusap dadaku pelan karena kaget.
"Habisnya dari tadi dipanggilin nggak denger, eh asik ngelamun ternyata," sungutnya sambil duduk di sebelahku. Sekarang kami sedangkan berada di lobby kantor. Dia adalah Arshaka Oktavinus, kepala redaksi di tempatku bekerja.
Sebelum aku bercerita lebih jauh, aku akan memperkenalkan diriku terlebih dahulu, oke?
Namaku Sienna Az-Zahra, entahlah apa artinya aku tidak pernah menanyakannya kepada kedua orang tuaku yang telah memberikanku nama.Aku bekerja di sebuah kantor penerbitan di Jogja, Aksara Media Group. Sudah empat tahun lebih aku berkerja disini sebagai editor. Ya berkat Arshaka juga karena telah merekomendasikannya setelah aku memutuskan untuk merantau menyusulnya.
Aku mengenal Shaka dari aku masih di dalam kandungan Bundaku. Dia adalah tetangga depan rumah yang kata Bunda menginginkan seorang adik perempuan dan kebetulan mama dan papanya tidak bisa memberikannya adik karena kedua adiknya semua laki-laki.
"Arsha, aku udah selesai, jadi kan nganter ke butik?" Ucap seorang wanita sambil berjalan mendekat kearah kami, tepatnya ke arah Shaka.
"Eh, yaudah ayo. Nanti keburu sore. Na aku jalan dulu ya, mau nganter Ester ke butik nyari kado buat mamanya." Pamit Shaka sambil menghidupkan motor maticnya dengan Ester di belakangnya.
Begitulah setiap harinya hubunganku dan Shaka, tepatnya setelah dua bulan yang lalu Shaka mulai mempunyai penumpang baru di jok belakangnya selain aku, Ester Trivena yang katanya wanita pujaan hatinya sekarang. Karyawan baru bagian keuangan.
Waktu memang bisa berubah kapan saja, seperti yang terjadi padaku. Dulu aku dan Shaka seperti kulit dan nadi yang sangat dekat, sekarang seperti Sabang dan Merauke, begitu jauh. Ah sudah lupakan perumpamaanku yang tidak jelas ini.
Nah itu dia gojek yang aku pesan sudah datang, lebih baik aku segera pulang ke kontrakan dan mandi untuk menyegarkan pikiranku yang mulai panas setelah melihat kemesraan Shaka dan Ester.
Lama-lama melihat mereka berpotensi membuat hatiku ikut panas. Mengenalnya mulai dari aku melihat dunia rupanya berhasil menumbuhkan benih-benih cinta yang entah sejak kapan mulai aku rasa tanpa aku sadari. Dan setelah aku tau aku mencintainya dengan kejam aku harus membunuhnya karena kehadiran perempuan mungil berparas cantik yang bernama Ester. Bunda.. anakmu patah hati sebelum memiliki.
Baiklah sepertinya aku terlalu lama melamun karena pak gojek menyandarkanku jika aku sudah sampai di depan kontrakanku.
"Ini Pak ongkosnya, kembaliannya Bapak ambil saja. Terimakasih," ucapku sambil menyerahkan helm kepada bapak tukang gojek."Hahh.." Aku menghembuskan nafas kasar sambil melepaskan flatshoes dan menaruhnya di rak sepatu.
Hatiku rasanya sesak sekali mengingat kata-kata Shaka tempo hari.
Flashback
"Na, aku mau ngelamar Ester," ucapnya setelah kami selesai makan malam di warung pinggir jalan dekat kontrakan kami yang hanya berbeda gang sepulang kerja.
Aku menghentikan suapanku dan menatapnya, mencari kebohongan di dalam matanya. Ternyata Shaka tidak bercanda, dia serius dengan ucapannya.
"Kamu serius?"
"Ya, aku serius. Aku sudah memikirkannya berhari-hari Sienna. Kamu mau ya bantu aku menyiapkannya?"
Ya Tuhan, apa ini? Membantu laki-laki yang aku cintai menyiapkan kejutan untuk melamar wanita yang dia cintai? Takdir memang suka bercanda!
"Woi Na! malah ngelamun."
"Eh ya, gimana tadi? Bantuin kamu? Oke atur aja waktunya," ucapku spontan yang membuatku menyesal setelahnya. Kenapa tadi nggak mikir dulu sebelum mengiyakan permintaan Shaka?
"Oke deh, aku cari momen yang pas dulu. Yaudah cepet abisin gih, kita balik. Capek pengen cepet-cepet nempel kasur," jawab Shaka sambil melanjutkan acara makan satenya dengan senyuman. Dih lebay kamu Ka, perasaan aku jatuh cinta nggak segitunya. Sungutku dalan hati melihat Shaka makan dengan senyum lebarnya.
Flashback end
Dengan gontai aku beranjak dari tempat tidur melanjutkan niat awalku setelah sampai kontrakan, mandi. Namun kegiatanku berhenti saat ponsel biru kesayanganku berbunyi.
"Assalamualaikum Bunda," sapaku setelah melihat nama di layar ponselku.
Aku memiliki kedua orang tua yang masih lengkap, bundaku seorang ibu rumah tangga. Ayahku adalah kepala desa di desaku. Dan aku juga memiliki seorang kakak laki-laki yang sekarang bekerja di sebuah rumah sakit umum di Semarang sebagai dokter anak.
"Walaikumsalam warahmatullahi, anak Bunda sudah pulang? Sudah salat belum? Sudah makan? Sehat kan?"
"Ya Allah bunda, satu-satu dong tanyanya," sahutku sambil terkikik, aku melupakan satu kewajibanku untuk mengabari bunda sesuai kesepakatan setelah perdebatan panjang antara aku, masku dan kedua orang tuaku agar aku diperbolehkan merantau.
"Habis kamu nakal sih Dek, nggak ngabarin rumah seharian. Pulang aja deh daripada bikin Bunda khawatir."
"Bunda ih, tadi itu habis salat subuh Sienna ketiduran dan bangun kesiangan, makanya nggak sempet nelpon Bunda. Sienna sudah pulang, sudah makan, sudah salat dan alhamdulilah sehat walafiat." Tapi hati Sienna yang sakit Bunda, butuh dokter cinta. Sambungku dalam hati menjawab pertanyaan beruntun bunda cantikku.
"Alhamdulillah kalau begitu. Kapan kamu pulang Dek? sudah tiga bulan kamu ndak pulang lo."
"Insyaallah akhir bulan Sienna pulang ya Bunda. Maaf Sienna banyak lembur sampai lupa nengokin Bunda. Bunda sehat kan? Ayah sama Mas Alif juga sehat?"
"Alhamdulillah Ayah, Bunda dan Masmu sehat semua. Yaudah Bunda tungguin. Udah dulu ya Dek, Ayahmu minta dipijitin itu, katanya masuk angin."
"Iya Bunda, salam buat Mas Alif sama Ayah. Sienna rindu."
"Iya, walaikumsalam kata Ayah. Yaudah Bunda tutup ya, assalamualaikum."
"Walaikumsalam."
Aku meletakkan ponsel di nakas dan menyambar handuk tapi lagi-lagi niatku untuk mandi harus tertunda karena ketukan pintu kontrakanku. Pasti Shaka nih. Aku berdecak sambil melangkah keluar kamar untuk membuka pintu. Nah kan benar dugaanku.
"Ada apa sih Ka? Ganggu aja."
Tanpa menjawab pertanyaanku dia malah nyelonong masuk dan duduk di ruang tamu dengan muka kusut.
"Ka, kamu kenapa?" Tanyaku khawatir.
Dia hanya melihatku dengan matanya yang sayu.
"Shaka! Jangan buat aku takut ih."
Dia malah menunduk, membuatku mendekat kearahnya. Menggoncangkan bahunya dari samping. Perlahan dia mendongak menatapku.
"Bulan depan aku nikah Na," ucapnya dengan raut wajah yang berubah sumringah yang membuat jantungku berhenti berdetak sekian detik.
Shaka bilang apa tadi? Menikah?
Bagaimana bisa? Bukannya dia masih mau melamar Ester dan bahkan meminta bantuanku. Apa Shaka bercanda?
°°°
"Aku percaya saat Tuhan mengambil sesuatu yang berharga di hidup kita, Dia pasti sudah menyiapkan pengganti yang luar biasa istimewa yang tak pernah kita duga-duga."
-Kusebut Dia, Anugerah Terindah-
===
Cerita ini dilindungi oleh Allah.
Bacaan yang paling utama adalah Al Qur'an. Sudahkan kamu membacanya hari ini?
Bumi Allah, 2020
Satu minggu berlalu setelah kejadian Shaka memberitahuku tentang rencana pernikahannya dengan Ester. Dan satu minggu pula aku berhasil menghindari Shaka. Tapi sepertinya hari ini aku tidak lagi bisa menghindar. Terbukti sekarang Shaka sedang duduk di sampingku, menungguku merapikan meja kerjaku untuk bersiap pulang. Kalau boleh jujur aku ingin menangis keras saat Shaka sedari tadi terus memohon untuk menemaninya mencari seserahan untuk Ester. Tidakkah Shaka peka jika aku patah hati melihatnya seperti ini?"Ayolah Na, please...!" Mohon Shaka dengan wajah memelas. Dan aku benci itu karena aku selalu tidak tega melihatnya. Dengan setengah terpaksa akhirnya aku mengangguk."Yes! Yaudah yuk berangkat sekarang, kamu nggak usah mandi deh langsung aja ya, keburu malam," ucap Shaka yang sudah kembali bersemangat.Setibanya di pusat perbelanjaan, aku ditarik oleh Shaka kesana kemari untuk m
"Tidak semua wanita yang patah hati mengerti bagaimana cara merawat lukanya sendiri, karena itulah ia membutuhkan seseorang untuk sekedar membagi apa yang ia rasa."°°°Weekend adalah me time yang paling ku tunggu-tunggu tapi kenapa Allah maha baik malah mengirimkan pengganggu ke tempat kostku?"Dek, temen Mas mau mampir kesini dulu, numpang istirahat katanya.""Hmm..""Beliin Mas sarapan gih Dek, laper nih.""Hmm..""Sienna Az-Zahra."Aku yang sayup-sayup mendengar nama lengkapku disebut oleh Mas Alif reflesk terbangun dari tempat tidurku, karena bisa dipastikan saat aku tidak menurut pasti akan ada ceramah sampai magrib."Ya Mas, nasi pecel aja ya?" tawarku dengan muka bantal dan nyawa yang masih
Kepada Yth.Calon ibu dari anak-anak sayaDi tempat Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.Sebelumnya saya mohon maaf jika saya sudah sangat lancang mengirim surat seperti ini. Tapi tolong bacalah surat dari saya sampai akhir, baru kamu boleh memutuskan akan membuangnya atau membakarnya. Tapi lagi-lagi saya berharap kamu menyimpannya. Tanpa mengurangi rasa hormat, saya sudah jatuh hati padamu saat pertama kali melihatmu. Dan saya sangat yakin untuk menjadikanmu masa depanku, menjadi istriku, ibu dari anak-anakku dan menantu untuk orang tuaku. Oleh karena itu, maksud dari saya mengirim surat ini adalah ingin mengenalmu lebih jauh lagi sesuai dengan syariat islam. Saya tau saya bukanlah laki-laki yang sempurna, tapi saya ingin belajar bersamamu untuk membangun rumah tangga yang di ridhoi oleh Allah, yang sakinah mawadah dan warahmah.Saya akui, saya belum mempunyai tempat tinggal tetap karena masih mengontrak, tapi saya me
Kicauan burung dan dinginnya pagi menyapa hari liburku yang seharusnya bobok dengan nyaman dan tenang di atas tempat tidur yang hangat, bukan di dalam tenda seperti ini. Sepertinya sudah lama aku tidak bisa menikmati waktu liburku dengan tenang, buktinya sekarang atas dasar paksaan aku berada bersama karyawan kantor di pucak untuk acara gathering. Sungguh hal yang membosankan! "Na, mau kopi atau susu aja?" tanya Ulin. "Kopi aja, thanks Lin," sahutku sambil keluar dari tenda dan meregangkan badan yang terasa pegal-pegal. "Selamat pagi Sienna," sapa suara bariton yang serak-serak seksi, duh apaan sih. Sepertinya udara dingin membuat otakku sedikit membeku. "Selamat pagi Pak Egar," jawabku tak berani menatap kearah bosku. "Bagaimana tidurnya? Nyenyak?" tanyanya lagi, sesi pendekatan berlanjut bung! "Mau jawaban jujur apa nggak nih?" "Hemm, dua-duanya boleh." "Nggak nyenyak, dingin, banyak nyamuk," ja
Sebulan berlalu setelah acara lamaran. Catat ya bestie, la-ma-ran! Si Bos Egar ngelamar aku, dududu senangnya...Jadi gini ceritanya, sepulangnya dari puncak. Aku, Mas Alif, Bos Egar yang sekarang jadi tunangan aku dan Mas Azzam, temannya Masku yang paling ganteng itu ikut ke Semarang. Awalnya sih bilang ada kepentingan, jadi ya aku nggak mau tau.Dan sesampainya di rumah, Bunda dan Ayah menyambut kami dengan sangat antusias. Entahlah, seperti ada yang mereka sembunyikan. Ternyata oh ternyata, anak gadisnya mau dilamar. Makanya seneng banget tuh.Saat acara mau mulai tiba-tiba ponsel Mas Azzam berbunyi, panggilan darurat dari rumah sakit yang mengharuskan dia cepat-cepat kembali karena salah satu pasiennya harus di operasi. Kami melanjutkan acara tanpa Mas Azzam yang ternyata dia adalah saudara Pak Bos Egar, dunia memang sempit!"Jadi kedatangan saya kesini yang pertama tentu saja bersilaturahmi ingin mengenal Ayah dan Bunda Sienna
Hari Senin yang biasanya menjadi hari paling menyebalkan sekarang menjadi hari yang aku tunggu-tunggu setelah weekend yang membosankan. Bagaimana tidak, katanya pacaran, katanya sudah tunangan, tapi ngapel tiap hari Minggu saja nggak pernah! Dasar bos menyebalkan.Mau nyamperin duluan? Gengsi dong! Mau chat duluan? Memangnya aku cewek apaan? Astaga dirimu ini memang ruwet ya Sienna! Kangen tapi gengsi. Ya mau gimana lagi saat gengsi dan Sienna sudah bersatu? Hahaha.Saat menunggu ojek online ponselku berdering. "Halo, assalamualaikum Umi," sapaku setelah menggeser tombol hijau pada layar benda pipih kesayangagku ini."Selamat pagi Sienna." Aku menatap malas pada motor yang berhenti di depanku. Mantan tukang ojek kesayangan bersama istri tercintanya. Siapa lagi kalau bukan Shaka dan Ester yang sok mesra."Hmm," jawabku sekenanya dan kembali fokus dengan Arumi d
Ya Tuhan perasaan apa ini?Sangat nyaman, merasa aman. Itulah yang aku rasakan. Apakah aku terlalu dini jika menyebut ini cinta? Udah deh Sienna, belaga sok mikir. Telat tau, inget deh udah mau nikah! Ckckck."Dokter? Bagaimana anak saya?" Panggilan Arumi membuat Pak Egar sontak melepaskan pelukannya, cie malu haha."Ehm, em. Adakah keluarga pasien yang bergolongan darah A negatif? Yasmin kehilangan banyak darah dan kebetulan stok darah di rumah sakit sedang kosong."Aku melirik Arumi. "Golongan darah saya B, Dok," jawab Arumi sambil kembali menangis sesenggukan. "Na, please," imbuh Arumi memohon padaku."Golongan darah aku B juga Arumi." Aku langsung bergegas memeluk tubuh sahabatku itu. Ya Tuhan berikah kami pertolongan."Ambil darah saya Zam, eh Dok. Ambil darah saya saja Dokter, golongan darah saya A negatif."Mendenga
Hari berganti dan seperti biasa, pagi adalah waktu yang paling ku tunggu. Apalagi kalau bukan karena akan bertemu dengan calon suami di kantor. Enak juga pacaran sama bos sendiri, bisa ketemu tiap hari hahaha."Selamat pagi Yasmin," sapaku saat melihat Yasmin bermain sendiri di depan ruangan Pak Egar.Arumi memang memutuskan untuk membawa Yasmin bekerja agar bisa menjaganya. Butuh tenaga ekstra untuk membantunya karena aku harus bernegosiasi alot dengan bos super nyebelin yang kebetulan adalah tunanganku sendiri. Entah apa alasan bos tengil itu hingga akhirnya mengijinkan Arumi membawa Yasmin ke kantor, aku sih bodo amat yang penting misi membantu Arumi selesai."Pagi Tante Ina, tante cantik deh hari ini," sahut gadis kecil itu dengan senyum yang sangat manis sambil bermain boneka Barbie, pemberian Pak Egar."Aduh terimakasih Yasmin, Tante jadi malu deh. Eh tau nggak, Yasmin juga cantik benget loh hari ini." Aku pun juga memuji Yasmin
Hari berganti dan seperti biasa, pagi adalah waktu yang paling ku tunggu. Apalagi kalau bukan karena akan bertemu dengan calon suami di kantor. Enak juga pacaran sama bos sendiri, bisa ketemu tiap hari hahaha."Selamat pagi Yasmin," sapaku saat melihat Yasmin bermain sendiri di depan ruangan Pak Egar.Arumi memang memutuskan untuk membawa Yasmin bekerja agar bisa menjaganya. Butuh tenaga ekstra untuk membantunya karena aku harus bernegosiasi alot dengan bos super nyebelin yang kebetulan adalah tunanganku sendiri. Entah apa alasan bos tengil itu hingga akhirnya mengijinkan Arumi membawa Yasmin ke kantor, aku sih bodo amat yang penting misi membantu Arumi selesai."Pagi Tante Ina, tante cantik deh hari ini," sahut gadis kecil itu dengan senyum yang sangat manis sambil bermain boneka Barbie, pemberian Pak Egar."Aduh terimakasih Yasmin, Tante jadi malu deh. Eh tau nggak, Yasmin juga cantik benget loh hari ini." Aku pun juga memuji Yasmin
Ya Tuhan perasaan apa ini?Sangat nyaman, merasa aman. Itulah yang aku rasakan. Apakah aku terlalu dini jika menyebut ini cinta? Udah deh Sienna, belaga sok mikir. Telat tau, inget deh udah mau nikah! Ckckck."Dokter? Bagaimana anak saya?" Panggilan Arumi membuat Pak Egar sontak melepaskan pelukannya, cie malu haha."Ehm, em. Adakah keluarga pasien yang bergolongan darah A negatif? Yasmin kehilangan banyak darah dan kebetulan stok darah di rumah sakit sedang kosong."Aku melirik Arumi. "Golongan darah saya B, Dok," jawab Arumi sambil kembali menangis sesenggukan. "Na, please," imbuh Arumi memohon padaku."Golongan darah aku B juga Arumi." Aku langsung bergegas memeluk tubuh sahabatku itu. Ya Tuhan berikah kami pertolongan."Ambil darah saya Zam, eh Dok. Ambil darah saya saja Dokter, golongan darah saya A negatif."Mendenga
Hari Senin yang biasanya menjadi hari paling menyebalkan sekarang menjadi hari yang aku tunggu-tunggu setelah weekend yang membosankan. Bagaimana tidak, katanya pacaran, katanya sudah tunangan, tapi ngapel tiap hari Minggu saja nggak pernah! Dasar bos menyebalkan.Mau nyamperin duluan? Gengsi dong! Mau chat duluan? Memangnya aku cewek apaan? Astaga dirimu ini memang ruwet ya Sienna! Kangen tapi gengsi. Ya mau gimana lagi saat gengsi dan Sienna sudah bersatu? Hahaha.Saat menunggu ojek online ponselku berdering. "Halo, assalamualaikum Umi," sapaku setelah menggeser tombol hijau pada layar benda pipih kesayangagku ini."Selamat pagi Sienna." Aku menatap malas pada motor yang berhenti di depanku. Mantan tukang ojek kesayangan bersama istri tercintanya. Siapa lagi kalau bukan Shaka dan Ester yang sok mesra."Hmm," jawabku sekenanya dan kembali fokus dengan Arumi d
Sebulan berlalu setelah acara lamaran. Catat ya bestie, la-ma-ran! Si Bos Egar ngelamar aku, dududu senangnya...Jadi gini ceritanya, sepulangnya dari puncak. Aku, Mas Alif, Bos Egar yang sekarang jadi tunangan aku dan Mas Azzam, temannya Masku yang paling ganteng itu ikut ke Semarang. Awalnya sih bilang ada kepentingan, jadi ya aku nggak mau tau.Dan sesampainya di rumah, Bunda dan Ayah menyambut kami dengan sangat antusias. Entahlah, seperti ada yang mereka sembunyikan. Ternyata oh ternyata, anak gadisnya mau dilamar. Makanya seneng banget tuh.Saat acara mau mulai tiba-tiba ponsel Mas Azzam berbunyi, panggilan darurat dari rumah sakit yang mengharuskan dia cepat-cepat kembali karena salah satu pasiennya harus di operasi. Kami melanjutkan acara tanpa Mas Azzam yang ternyata dia adalah saudara Pak Bos Egar, dunia memang sempit!"Jadi kedatangan saya kesini yang pertama tentu saja bersilaturahmi ingin mengenal Ayah dan Bunda Sienna
Kicauan burung dan dinginnya pagi menyapa hari liburku yang seharusnya bobok dengan nyaman dan tenang di atas tempat tidur yang hangat, bukan di dalam tenda seperti ini. Sepertinya sudah lama aku tidak bisa menikmati waktu liburku dengan tenang, buktinya sekarang atas dasar paksaan aku berada bersama karyawan kantor di pucak untuk acara gathering. Sungguh hal yang membosankan! "Na, mau kopi atau susu aja?" tanya Ulin. "Kopi aja, thanks Lin," sahutku sambil keluar dari tenda dan meregangkan badan yang terasa pegal-pegal. "Selamat pagi Sienna," sapa suara bariton yang serak-serak seksi, duh apaan sih. Sepertinya udara dingin membuat otakku sedikit membeku. "Selamat pagi Pak Egar," jawabku tak berani menatap kearah bosku. "Bagaimana tidurnya? Nyenyak?" tanyanya lagi, sesi pendekatan berlanjut bung! "Mau jawaban jujur apa nggak nih?" "Hemm, dua-duanya boleh." "Nggak nyenyak, dingin, banyak nyamuk," ja
Kepada Yth.Calon ibu dari anak-anak sayaDi tempat Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.Sebelumnya saya mohon maaf jika saya sudah sangat lancang mengirim surat seperti ini. Tapi tolong bacalah surat dari saya sampai akhir, baru kamu boleh memutuskan akan membuangnya atau membakarnya. Tapi lagi-lagi saya berharap kamu menyimpannya. Tanpa mengurangi rasa hormat, saya sudah jatuh hati padamu saat pertama kali melihatmu. Dan saya sangat yakin untuk menjadikanmu masa depanku, menjadi istriku, ibu dari anak-anakku dan menantu untuk orang tuaku. Oleh karena itu, maksud dari saya mengirim surat ini adalah ingin mengenalmu lebih jauh lagi sesuai dengan syariat islam. Saya tau saya bukanlah laki-laki yang sempurna, tapi saya ingin belajar bersamamu untuk membangun rumah tangga yang di ridhoi oleh Allah, yang sakinah mawadah dan warahmah.Saya akui, saya belum mempunyai tempat tinggal tetap karena masih mengontrak, tapi saya me
"Tidak semua wanita yang patah hati mengerti bagaimana cara merawat lukanya sendiri, karena itulah ia membutuhkan seseorang untuk sekedar membagi apa yang ia rasa."°°°Weekend adalah me time yang paling ku tunggu-tunggu tapi kenapa Allah maha baik malah mengirimkan pengganggu ke tempat kostku?"Dek, temen Mas mau mampir kesini dulu, numpang istirahat katanya.""Hmm..""Beliin Mas sarapan gih Dek, laper nih.""Hmm..""Sienna Az-Zahra."Aku yang sayup-sayup mendengar nama lengkapku disebut oleh Mas Alif reflesk terbangun dari tempat tidurku, karena bisa dipastikan saat aku tidak menurut pasti akan ada ceramah sampai magrib."Ya Mas, nasi pecel aja ya?" tawarku dengan muka bantal dan nyawa yang masih
Satu minggu berlalu setelah kejadian Shaka memberitahuku tentang rencana pernikahannya dengan Ester. Dan satu minggu pula aku berhasil menghindari Shaka. Tapi sepertinya hari ini aku tidak lagi bisa menghindar. Terbukti sekarang Shaka sedang duduk di sampingku, menungguku merapikan meja kerjaku untuk bersiap pulang. Kalau boleh jujur aku ingin menangis keras saat Shaka sedari tadi terus memohon untuk menemaninya mencari seserahan untuk Ester. Tidakkah Shaka peka jika aku patah hati melihatnya seperti ini?"Ayolah Na, please...!" Mohon Shaka dengan wajah memelas. Dan aku benci itu karena aku selalu tidak tega melihatnya. Dengan setengah terpaksa akhirnya aku mengangguk."Yes! Yaudah yuk berangkat sekarang, kamu nggak usah mandi deh langsung aja ya, keburu malam," ucap Shaka yang sudah kembali bersemangat.Setibanya di pusat perbelanjaan, aku ditarik oleh Shaka kesana kemari untuk m
"Hayo lagi ngapain!? Kesambet baru tau rasa loh." "Ngagetin aja sih kamu Ka," ucapku sambil mengusap dadaku pelan karena kaget. "Habisnya dari tadi dipanggilin nggak denger, eh asik ngelamun ternyata," sungutnya sambil duduk di sebelahku. Sekarang kami sedangkan berada di lobby kantor. Dia adalah Arshaka Oktavinus, kepala redaksi di tempatku bekerja. Sebelum aku bercerita lebih jauh, aku akan memperkenalkan diriku terlebih dahulu, oke?Namaku Sienna Az-Zahra, entahlah apa artinya aku tidak pernah menanyakannya kepada kedua orang tuaku yang telah memberikanku nama. Aku bekerja di sebuah kantor penerbitan di Jogja, Aksara Media Group. Sudah empat tahun lebih aku berkerja disini sebagai editor. Ya berkat Arshaka juga karena telah merekomendasikannya setelah aku memutuskan untuk merantau menyusulnya. Aku mengenal Shaka dari aku masih di dalam kandungan Bundaku. Dia adala