Alvino baru saja menerima panggilan dari Zahera. Seperti biasa, kakaknya itu belakangan ini menghubunginya hanya untuk meminta bantuan untuk masalahnya dengan sang suami. Sebenarnya Alvino sudah lelah sekali memikirkan masalah rumah tangga kakaknya. Alvino sudah tahu sejak awal jika Sanjaya sering menikah cerai secara siri dengan wanita muda selama berjauhan dengan kakaknya. Meski begitu, Alvino juga tahu seberapa besar perhatian dan sayangnya Sanjaya pada Zahera dan Abimanyu. Baginya yang tidak bisa membaca isi hati seseorang, membuatnya menjadi pusing sendiri. Dua sifat yang berkebalikan disandang oleh satu pria sekaligus. Sesaat pria itu seperti pria sejati yang sangat mencintai anak dan istrinya. Tapi di lain kesempatan, dia justru dengan mudahnya berpaling dan menikah lagi di belakang istri resminya. "Coba ada teknologi untuk baca pikiran dan perasaan orang lain. Mungkin aku bisa mempelajarinya supaya potongan puzzle ini cepat tersusun." Alvino memang merasa belum cukup dewas
Alvino tidak jadi menghampiri Sanjaya dan Alena. Apalagi setelah itu melihat Alena benar-benar meninggalkan Sanjaya sendirian. 'Kenapa Alena bersikap seperti itu? Bukankah seharusnya dia tetap mendekati Mas Jaya sesuai rencananya dengan Kak Zahera? Kenapa dia justru seperti tidak sedang berakting? Apa Alena mulai ada rasa dengan Mas Jaya?' Rasanya tidak rela jika dugaannya benar. Setelah yakin Sanjaya pulang ke rumahnya, Alvino memilih untuk pulang juga ke kontrakan Alena. Dia tidak sempat memasak untuk makan malam. Mungkin dia akan mengajak Alena makan di luar jika gadis itu tidak menolak. Sesampainya di rumah, ternyata Alena sudah berkutat di dapur. Alena sedang memasak nasi goreng dengan dapur yang berantakan. Terlihat sekali jika perempuan itu jarang menggunakan dapurnya. Dan Alvino menatapnya dengan senyum asimetris. "Mau dibantu gak?" tawar Alvino. Alena yang malu ketahuan sedang memasak untuk makan malam mereka akhirnya memilih untuk mengangkat bahu. Terserah Alvino akan m
Sanjaya terlihat sangat marah saat Zahera meminta kartu nama pada Zio. Apalagi jawaban Zio seakan sedang menyindir dirinya. "Tentu, Za. Aku yakin suatu hari kamu pasti butuh bantuanku untuk mengurus suatu kasus hukum," ujarnya sebelum meninggalkan kartu namanya di meja keluarga kecil Sanjaya."Mama kenapa minta kartu nama dia sih? Keluarga kita kan sudah punya pengacara langganan. Pengacara yang biasa dipakai buat keperluan keluarga juga perusahaan papa. Pengacara kita juga papa rasa jauh lebih baik dari teman mama itu," cecar Sanjaya memperlihatkan rasa tidak sukanya.Zahera hanya tersenyum saja. Seakan tidak melakukan apapun yang salah. Juga terlihat santai saat menjawab keresahan suaminya."Gak apa-apa lah, Pa. Buat nambah relasi. Toh aku juga gak akan hubungi dia kalau aku gak benar-benar butuh bantuannya. Papa jangan khawatir. Mama cuma lagi jaga-jaga aja barangkali benar, mama butuh jasanya di lain waktu." Sanjaya membuang muka. Ingin melanjutkan perdebatan tapi tidak mau samp
"Aku disuruh Mbak Zahera buat minta apartemen sama Mas Jaya," cicit Alena pada Alvino saat mereka tengah makan malam bersama. Alena sudah bisa menerima keberadaan Alvino di rumahnya, meski terkadang dia masih juga merasa risih dengan tetangganya yang menganggap mereka sebagai sepasang pengantin baru. "Iya, aku tau kok. Kak Zahera malah nyuruh aku buat cariin rekomendasi apartemennya." "Oh ya? Terus kamu cariin?""Iya lah. Emang kakakku yang penuh intimidasi itu bisa dilawan?" Alena terkekeh mendengarnya. Tapi kemudian dia juga termenung seakan sedang memikirkan sesuatu yang berat. "Beban ya ngikutin kemauan kakakku?" Alena menggeleng. "Aku berusaha buat gak anggap itu sebagai beban. Cuma kadang aku agak takut juga sih," jujur Alena. "Walaupun aku sebenarnya gak suka sama permainan kalian, tapi udah aku ingetin berkali-kali kalian juga sama-sama bebal kan?" sindirnya. "Jadi sekarang aku pilih buat di sini jagain kalian. Jadi tolong kalau kamu butuh apapun di misi kalian, repotin
Alvino : [Kak, apartemennya sudah dibeli sama Mas Jaya hari ini juga]Alena : [Berhasil, Mbak](Alena juga mengirimkan sebuah foto berupa kunci atau kartu akses sebuah apartemen yang baru dibelikan Sanjaya untuknya)Zahera tersenyum miring mendapatkan kabar dari Alena dan Alvino jika suaminya baru saja membelikan apartemen pilihannya untuk Alena. Bahkan tanpa perlu terlalu banyak drama dan rayuan berhari-hari. Sekali Alena bilang, kunci apartemen tersebut sudah berada di tangan Alena. "Apa uang simpanan Mas Jaya sebanyak itu?" gumamnya. Sebenarnya Zahera tidak menyangka jika suaminya mampu membeli apartemen itu dengan tanpa pertimbangan seperti saat itu. Dia pikir, mungkin Sanjaya akan menggunakan uang perusahaan juga jika mau menuruti permintaan Alena. Tapi ternyata perkiraannya salah. Zahera jadi penasaran sebanyak apa uang suaminya yang tidak diketahui oleh istrinya sendiri itu. Karena selama ini, Zahera memang tidak terlalu peduli sebanyak apa yang dihasilkan suaminya dari us
Zahera segera memesan taksi online dari ponselnya menuju rumah sakit yang disebutkan seseorang di teleponnya tadi, juga dari adik lelakinya. Tanpa pikir panjang, Zahera juga hanya mengambil tas di kamarnya dan memasukkan ponsel digenggamannya. Tanpa berganti baju terlebih dahulu."Bi, Abi. Ayo ikut mama ketemu sama papa, Sayang." "Papa kenapa, Ma? Papa kecelakaan ya, Ma?" Zahera menelan ludahnya susah payah. Dia baru sadar jika tadi anaknya bercerita mimpi buruk tentang ayahnya hingga menangis di depannya. 'Apa yang Abi maksud mimpi buruk tadi, mimpi melihat papanya kecelakaan?' batinnya. Zahera mengangguk dan bertanya hati-hati pada anaknya tersebut. "Abi lihat papa kecelakaan di mimpi Abi?" "Iya, Ma. Mobil papa nabrak mobil om-om ganteng." Zahera sampai mengerutkan dahinya saat mendengar anaknya bercerita siapa yang ditabrak oleh papanya. "Tapi papa bilang papa gak apa-apa kok, Ma. Jadi mama jangan khawatir ya?" Zahera kembali mengangguk meski hatinya merasa berantakan mel
Liam berjalan cepat meninggalkan ruang dimana Sanjaya dirawat. Dia malas sekali melihat drama yang diperankan Sanjaya di depan istrinya. Jelas dia mengingat siapa Sanjaya karena pria matang itulah yang beberapa tahun yang lalu sudah merebut kekasihnya dan menikahinya secara siri hingga meninggalkan Liam begitu saja. Liam juga masih ingat dengan Zahera yang beberapa bulan yang lalu mengalami kecelakaan kecil dengannya dan berakhir dengan Zahera yang meracau dengan curhatan tidak jelas padanya. "Ck. Dasar wanita bodoh. Sudah tahu suaminya gak setia. Tapi masih juga dipertahankan."Meski tidak tahu secara jelas seperti apa hubungan keduanya, tapi Liam bisa menebak dari rangkaian kejadian yang dialaminya bersama sepasang pasutri tersebut. Dan Liam berharap tidak akan kembali berurusan dengan salah satu dari mereka.Baru saat Liam keluar dari Lobby rumah sakit, tanpa disangka dia justru bertemu dengan sosok yang sangat dekat dengannya saat kuliah. Mereka dulu satu kampus meski beda fakul
Alvino : [Paling juga yang bayar tagihan rumah sakit orang yang tabrakan sama Mas Jaya kan, Kak?][Emang tadi gak ketemu?]Zahera membaca balasan Alvino dengan kesal. Dia memang tahu akan hal itu. Bahkan dia juga tahu siapa namanya. Hanya saja, Zahera sedikit penasaran dengan orang tersebut. Terlebih dia terlihat sangat angkuh dan misterius karena sempat mengatakan sesuatu yang menurutnya aneh sebelum tiba-tiba pergi. 'Ah, tapi gimana aku bilangnya sama Vino,' batin Zahera. [Ya sudah lupakan saja] balas Zahera pada adiknya. Zahera akhirnya tidak mau memperpanjang rasa penasarannya karena mungkin juga tidak terlalu penting untuk diketahui olehnya. Ada banyak hal lain yang perlu dipikirkan dan tentunya jauh lebih penting lagi. Kesehatan suaminya, juga nasib anaknya yang tidak bisa dibawa masuk ke rumah sakit. [Vin, ini kayaknya Mas Jaya masih harus nginep di rumah sakit][Terus gimana ya sama Abi?][Masa aku titipin ke Alena lama-lama?][Dia kan besok masih kerja]Zahera masih men