"Aku disuruh Mbak Zahera buat minta apartemen sama Mas Jaya," cicit Alena pada Alvino saat mereka tengah makan malam bersama. Alena sudah bisa menerima keberadaan Alvino di rumahnya, meski terkadang dia masih juga merasa risih dengan tetangganya yang menganggap mereka sebagai sepasang pengantin baru. "Iya, aku tau kok. Kak Zahera malah nyuruh aku buat cariin rekomendasi apartemennya." "Oh ya? Terus kamu cariin?""Iya lah. Emang kakakku yang penuh intimidasi itu bisa dilawan?" Alena terkekeh mendengarnya. Tapi kemudian dia juga termenung seakan sedang memikirkan sesuatu yang berat. "Beban ya ngikutin kemauan kakakku?" Alena menggeleng. "Aku berusaha buat gak anggap itu sebagai beban. Cuma kadang aku agak takut juga sih," jujur Alena. "Walaupun aku sebenarnya gak suka sama permainan kalian, tapi udah aku ingetin berkali-kali kalian juga sama-sama bebal kan?" sindirnya. "Jadi sekarang aku pilih buat di sini jagain kalian. Jadi tolong kalau kamu butuh apapun di misi kalian, repotin
Alvino : [Kak, apartemennya sudah dibeli sama Mas Jaya hari ini juga]Alena : [Berhasil, Mbak](Alena juga mengirimkan sebuah foto berupa kunci atau kartu akses sebuah apartemen yang baru dibelikan Sanjaya untuknya)Zahera tersenyum miring mendapatkan kabar dari Alena dan Alvino jika suaminya baru saja membelikan apartemen pilihannya untuk Alena. Bahkan tanpa perlu terlalu banyak drama dan rayuan berhari-hari. Sekali Alena bilang, kunci apartemen tersebut sudah berada di tangan Alena. "Apa uang simpanan Mas Jaya sebanyak itu?" gumamnya. Sebenarnya Zahera tidak menyangka jika suaminya mampu membeli apartemen itu dengan tanpa pertimbangan seperti saat itu. Dia pikir, mungkin Sanjaya akan menggunakan uang perusahaan juga jika mau menuruti permintaan Alena. Tapi ternyata perkiraannya salah. Zahera jadi penasaran sebanyak apa uang suaminya yang tidak diketahui oleh istrinya sendiri itu. Karena selama ini, Zahera memang tidak terlalu peduli sebanyak apa yang dihasilkan suaminya dari us
Zahera segera memesan taksi online dari ponselnya menuju rumah sakit yang disebutkan seseorang di teleponnya tadi, juga dari adik lelakinya. Tanpa pikir panjang, Zahera juga hanya mengambil tas di kamarnya dan memasukkan ponsel digenggamannya. Tanpa berganti baju terlebih dahulu."Bi, Abi. Ayo ikut mama ketemu sama papa, Sayang." "Papa kenapa, Ma? Papa kecelakaan ya, Ma?" Zahera menelan ludahnya susah payah. Dia baru sadar jika tadi anaknya bercerita mimpi buruk tentang ayahnya hingga menangis di depannya. 'Apa yang Abi maksud mimpi buruk tadi, mimpi melihat papanya kecelakaan?' batinnya. Zahera mengangguk dan bertanya hati-hati pada anaknya tersebut. "Abi lihat papa kecelakaan di mimpi Abi?" "Iya, Ma. Mobil papa nabrak mobil om-om ganteng." Zahera sampai mengerutkan dahinya saat mendengar anaknya bercerita siapa yang ditabrak oleh papanya. "Tapi papa bilang papa gak apa-apa kok, Ma. Jadi mama jangan khawatir ya?" Zahera kembali mengangguk meski hatinya merasa berantakan mel
Liam berjalan cepat meninggalkan ruang dimana Sanjaya dirawat. Dia malas sekali melihat drama yang diperankan Sanjaya di depan istrinya. Jelas dia mengingat siapa Sanjaya karena pria matang itulah yang beberapa tahun yang lalu sudah merebut kekasihnya dan menikahinya secara siri hingga meninggalkan Liam begitu saja. Liam juga masih ingat dengan Zahera yang beberapa bulan yang lalu mengalami kecelakaan kecil dengannya dan berakhir dengan Zahera yang meracau dengan curhatan tidak jelas padanya. "Ck. Dasar wanita bodoh. Sudah tahu suaminya gak setia. Tapi masih juga dipertahankan."Meski tidak tahu secara jelas seperti apa hubungan keduanya, tapi Liam bisa menebak dari rangkaian kejadian yang dialaminya bersama sepasang pasutri tersebut. Dan Liam berharap tidak akan kembali berurusan dengan salah satu dari mereka.Baru saat Liam keluar dari Lobby rumah sakit, tanpa disangka dia justru bertemu dengan sosok yang sangat dekat dengannya saat kuliah. Mereka dulu satu kampus meski beda fakul
Alvino : [Paling juga yang bayar tagihan rumah sakit orang yang tabrakan sama Mas Jaya kan, Kak?][Emang tadi gak ketemu?]Zahera membaca balasan Alvino dengan kesal. Dia memang tahu akan hal itu. Bahkan dia juga tahu siapa namanya. Hanya saja, Zahera sedikit penasaran dengan orang tersebut. Terlebih dia terlihat sangat angkuh dan misterius karena sempat mengatakan sesuatu yang menurutnya aneh sebelum tiba-tiba pergi. 'Ah, tapi gimana aku bilangnya sama Vino,' batin Zahera. [Ya sudah lupakan saja] balas Zahera pada adiknya. Zahera akhirnya tidak mau memperpanjang rasa penasarannya karena mungkin juga tidak terlalu penting untuk diketahui olehnya. Ada banyak hal lain yang perlu dipikirkan dan tentunya jauh lebih penting lagi. Kesehatan suaminya, juga nasib anaknya yang tidak bisa dibawa masuk ke rumah sakit. [Vin, ini kayaknya Mas Jaya masih harus nginep di rumah sakit][Terus gimana ya sama Abi?][Masa aku titipin ke Alena lama-lama?][Dia kan besok masih kerja]Zahera masih men
Pagi ini Alena dan Abimanyu akan diantarkan Alvino ke rumah sakit. Abimanyu akan dikembalikan kepada Zahera karena Alena harus berangkat bekerja. Sedangkan Sanjaya sendiri, sementara Alena masih bekerja akan ditunggu oleh Bram, sang asisten."Inget ya, Abi. Jangan bilang mama kalau ada Om Vino di sini? Anggap aja semalam Abi ditemani sama Aunty Alena aja. Okay?" "Siap, Om."Alena tersenyum miring sambil menggeleng pelan kepalanya karena melihat Alvino mengajarkan kebohongan kepada si kecil Abimanyu. Baru setelah itu, Alena pun menuntun Abimanyu ke depan rumah sakit sedangkan Alvino bersembunyi sementara untuk menunggu Alena mengantar Abimanyu. Baru setelah itu Alena diantar Alvino ke tempat kerja. "Dasar! Ajaran sesat!" Alvino terkekeh mendengarnya. 'Daripada dipulangkan ke luar negeri sama kakaknya,' pikir Alvino. "Cepat atau lambat Mbak Zahera pasti tahu kamu di sini, Vin." "Hm. Aku tahu. Tapi kalau bisa diperlambat, kenapa harus cepat-cepat?" Alena melengos saja tidak mau deb
Alena sudah berada di teras rumah saat Zahera dan rombongan datang dari rumah sakit. Alena memang diundang Zahera untuk datang sepulang kerja dengan niat awal ingin diajak makan malam bersama sebagai ucapan terima kasih karena sudah menjaga Abimanyu seharian kemarin. Tapi setelah pertemuan tidka disengajanya dengan Alea membuat Zahera berubah pikiran. "Alena, saya minta tolong kamu ajak Abimanyu buat tinggal sama kamu sementara ya? Besok dan lusa kamu gak kerja kan?""Maksud kamu apa, Ma?" Sanjaya yang menyahut, sedangkan Alena masih diam saja saking terkejutnya. Zahera mengabaikan Sanjaya. Dia justru beralih ke Abimanyu untuk meminta anak itu menurut dengan rencananya. "Sayang. Hari ini kamu ikut sama Aunty Alena lagi dulu ya? Ada yang mesti mama lakukan supaya papa cepat SEMBUH," jelas Zahera dengan menekankan kata sembuh karena memiliki arti lain dari yang mungkin akan dipikirkan oleh anaknya. Abimanyu yang tahu perintah ibunya tidak bisa dibantah akhirnya hanya mengangguk. Ale
PRAANK!!Zahera menjatuhkan semua barang di kamarnya secara membabi buta. Berteriak histeris meluapkan seluruh perasaan yang menekan hatinya. Sejak melihat Sanjaya dipeluk Alea di teras rumah sakit tadi, Zahera sudah menahan dirinya untuk tidak bereaksi berlebihan karena tahu ada Abimanyu di sana. Tapi setelah Abimanyu dibawa pergi Alena dengan diantar oleh Bram, Zahera tidak bisa lagi menahan emosinya. "Ma, tolong jangan begini. Dengerin penjelasan papa dulu," bujuk Sanjaya yang berada di balik pintu kamar mereka. Zahera memang sengaja mengunci pintu kamar dan mengamuk sendiri di sana. Logika memintanya untuk tidak melakukan hal bodoh apapun yang memperlihatkan sisi lemahnya di depan sang suami. Tapi dadanya sudah tidak bisa lagi menampung rasa sesak yang kian membuncah."Ma, tolong biarin aku masuk. Aku gak mau kalau kamu sampai menyakiti diri sendiri," bujuk Sanjaya lagi."DIAM! BUKAN AKU YANG NYAKITIN, MAS! TAPI KAMU!" bentak Zahera dari dalam kamarnya. "Kamu yang udah bikin ak