Di sisi lain, Janu yang baru saja tiba di kantor, merasakan atmosfir yang berbeda.Para karyawan yang biasanya sibuk dengan rutinitas masing-masing, tampak saling berbisik satu sama lain, seolah sedang membicarakan sesuatu.Janu lalu melangkah cepat ke ruangannya, berharap segera bertemu dengan Manggala untuk mendapatkan penjelasan.Manggala menoleh saat mendengar suara pintu, lalu berdiri untuk menyambut kedatangan Janu.“Apa yang terjadi?” tanya Janu tanpa basa-basi.Manggala menghela napas panjang sebelum menjawab. “Ada dua masalah besar. Kau ingin dengar yang mana?”Janu mendudukkan dirinya di atas kursi kerja lalu berkata, “Terserah.”Manggala kemudian mengambil sebuah map kuning. “Ini laporannya. Empat mesin cetak spandek di pabrik alfa meledak tiba-tiba dan mengalami kerusakan serius. Tidak ada korban jiwa, hanya saja, itu membuat produksi spandek terhenti sejak tadi malam dan target pemasiran tidak terpenuhi.”Tentu saja, kabar ini mengejutkan bagi Janu. Selama ini, ia selalu
Prang!Gemintang yang sedang sibuk menyusun menu makan malam hampir kehilangan degup jantungnya karena terkejut.Di waktu yang sama, entah bagaimana caranya piring keramik di hadapan Maura terlepas dari genggaman dan jatuh ke lantai.Pecah berkeping-keping dan berhamburan ke segala arah.Wanita dengan apron hijau yang masih melekat di tubuhnya itu segera mendekat ke arah putrinya.“Maura? Kamu baik-baik saja?” tanyanya khawatir.Sementara gadis kecil itu menundukkan kepala dan berkata, “Maaf, Bu. Maura tidak sengaja.”Sejenak Gemintang membuang napas panjang, mengamati pecahan keramik yang tersebar di lantai, lalu mengembalikan pandangan ke arah Maura dan mengusap paha mungilnya dengan pelan.“Tidak apa-apa, Sayang. Ibu tidak marah, yang penting Maura tidak terluka. Lain kali, hati-hati ya. Kamu boleh minta bantuan Ibu kalau kesulitan.”Maura memberikan respon dengan anggukan kepala. Gemintang lantas meminta gadis itu tetap berada di tempatnya dan segera mengambil sapu untuk membersi
Sayangnya sebelum pertanyaan itu terjawab, ketukan pintu bertambah semakin keras, seolah mendesak agar seseorang segera membukanya.Dengan langkah tergesa, wanita berpiyama merah muda itu meletakkan buku di meja, lalu berteriak, “Ya, sebentar!”Pintu terbuka, dan sepasang mata membulat tak percaya saat menangkap sosok Janu di baliknya. Lelaki itu terlihat berbeda dari biasanya. Pakaian kantornya telah berganti dengan pakaian santai, celana pendek dan hoodie hitam. Satu tangannya menusuk saku jaket, sementara yang lain menggenggam sebuah paper bag hijau.Ketika pintu terbuka, sepasang mata Gemintang melebar, beberapa kali ia mengerjap tak yakin saat melihat seorang pria berdiri di hadapannya. Dia tahu, itu Janu, hanya saja lelaki itu datang dengan penampilan yang berbeda. Pakaian kantornya telah berganti dengan celana pendek dan hoodie berwarna hitam. Satu tangannya bersembunyi dalam saku jaketnya, sementara satu tangan yang lain membawa sebuah paper bag berwarna hijau.Dan, benar saj
Janu menegakkan tubuhnya, bersandar pada kepala ranjang sebelum menoleh ke arah Gemintang.Istri keduanya itu terlihat sedang mengamatinya dengan tatapan serius. Tanpa Gemintang sadari pula, wajah Janu yang sedari tadi hanya dihiasi raut lelah, kini dihiasi senyum tipis.Ingatan saat Menggala berteriak padanya terputar kembali di kepalanya.Dalam waktu yang sangat singkat itu, ia melihat tumpukan kanal baja mulai berjatuhan ke arahnya. Dengan reflek cepat, ia berhasil menghindar, jika tidak, entah bagaimana nasibnya setelah tertimbun tumpukan kanal tersebut.Ia bertanya-tanya, apakah ia harus memberitahu Gemintang bahwa hari ini ia hampir tidak pulang? Bagaimana reaksi Gemintang jika mengetahui betapa besar hal yang ia alami?Terlebih, insiden itu hampir merenggut nyawanya jika ia terlambat bergerak satu detik saja. Meskipun demikian, ia tetap bersyukur masih selamat, meski tangan kirinya tergores cukup dalam dan memerlukan penangan medis yang serius. “Hanya luka kecil,” ucap Janu
Drrtt! Suara getar yang berulang dari ponsel memaksa Janu membuka matanya. Ia perlahan menarik lengan yang menjadi alas tidur Gemintang, berusaha agar tidak membangunkannya.Pria itu kemudian meraih benda pipih yang masih bergetar, memicingkan mata sejenak untuk menyesuaikan diri dengan cahaya terang layar. Beberapa panggilan tak terjawab dan pesan masuk menumpuk di sana, tetapi satu nama yang terpampang di layar langsung menarik perhatiannya.“Manggala?” gumamnya pelan.Detik berikutnya, ia melirik ke arah Gemintang yang masih terlelap di sampingnya. Aktivitas panas mereka semalam seketika melintas di benaknya, membuat senyum tipis muncul tanpa disadarinya. Namun, getaran ponsel yang terus berulang kembali meminta perhatian lelaki itu.Janu menghela napas pelan sebelum akhirnya menggeser layar dan menjawab panggilan tersebut.“Untuk apa kau menelponku pagi-pagi begini? Sekarang bahkan baru jam lima,” desisnya begitu panggilan terhubung.Manggala terkekeh pelan dari seberang. “M
Namun, belum sempat ia menginterupsi, Bu Dewi yang mengutarakan niatnya lagi. Bu Dewi berkata, “Kau hanya perlu mengklarifikasi jika ada kekacauan pada pabrik Janu. Bilang pada mereka, bahwa itu semua disebabkan karena standar prosedur yang buruk.”Rosaline terhenyak. Ia bisa saja melakukannya.Bahkan mungkin sekarang para wartawan sedang menunggu informasi darinya. Namun, menyebarkan berita buruk tentang Ferinco hanya akan menambah kekacauan dalam hubungannya dengan Janu!Bagaimana jika pria itu mengetahui dan marah padanya? Ibu mertuanya ini tak memikirkan Rosaline sedikit pun!Wanita itu lantas mengurungkan niatnya untuk menyuap makanannya, lalu menatap Bu Dewi dengan tatapan tegas. “Aku tidak bisa melakukannya,” jawabnya terus terang.Mendapat perlawanan itu, Bu Dewi menyunggingkan senyum tipis. “Kau hanya takut jika Janu marah, bukan? Aku akan membantumu jika dia marah!”Sepasang mata Rosaline hampir berputar malas. Lagi-lagi Bu Dewi mengatakan janji itu. Hela napas panjang melun
Gemintang mengamati wajah ibunya itu yang tersenyum sendu. Bu Ningrum yang mengerti tatapan putrinya lantas menggelengkan kepala. “Tidak, Nak. Ibu tidak berniat menutup toko ini. Ibu hanya berpikir untuk menyerahkannya kepada kamu dan Baskara untuk masalah pengelolaannya, terutama setelah kamu lulus nanti, kamu juga akan jadi pemilik toko ini” ujar wanita berbaju biru muda itu. Bibir Gemintang membulat, merasa keputusan sang ibu berlebihan untuknya. Secara, dirinya hanyalah anak asuh di panti asuhan. “Bu, tapi seharusnya toko ini milik Baskara seorang saja. Gemintang hanya membantu. Tidak seharusnya Gemintang menjadi pemilik toko ini. Gemintang hanya anak—”“Meskipun kamu bukan putri kandung ibu, ibu merasa kamu berhak mendapatkannya. Selama ini, kamu yang membantu ibu di panti, rela mengorbankan masa depanmu untuk anak-anak yang lain. Sekarang, waktunya ibu membalas semuanya.” Bu Ningrum menepuk lengan Gemintang dengan lembut. “Ibu percaya kamu dan Baskara akan mampu menjalankan
Di sisi lain, Janu dan Manggala baru saja kembali dari ruang rapat, suasana tegang dan serius yang menyelimuti diskusi siang itu masih membebani pikiran mereka. Keduanya berharap sofa empuk di ruang direktur bisa menghilangkan sejenak beban yang ada di kepala mereka. Namun, harapan itu hancur ketika sekretaris Janu memasuki ruangan dengan berita mengejutkan.Dalam tablet kerja yang diserahkan sekretaris, tertulis dengan jelas sebuah headline berita: "Standar Prosedur Ferinco Buruk: Rosaline Klarifikasi Mengenai Kekurangan Internal." Kalimat negatif itu paling mencolok. Di antara ribuan artikel lainnya, disertai foto Rosaline yang tersenyum percaya diri kepada para wartawan.Ya, Ferinco kini menjadi buah bibir di media massa."Rosaline...," gumam Janu, nada suaranya menyiratkan kemarahan yang tak bisa lagi ditahan. "Bagaimana dia bisa ceroboh seperti ini!"Manggala yang berada di sampingnya membuang napas panjang. "Ini di luar kendali kita. Dan, dia tahu lebih cepat dari perkiraan."