Tuut ...Tuut ..."Apa kamu sudah menyiapkan pesananku?" tanya Bramasta saat panggilan di telepon genggamnya sudah terhubung."Oke, aku juga sudah siapkan seperti biasanya, dan aku juga sudah ada di parkiran." Bramasta segera menutup panggilan teleponnya dan keluar dari mobil, sebelumnya dia sudah mengganti jasnya dengan jaket kulit warna hitam, serta memakai masker dan topi hitam. Bramasta juga menenteng tas warna hitam yang berukuran lumayan besar.Bramasta saat ini berada di daerah sepi dan lumayan kumuh, dia terus berjalan menyusuri lorong-lorong jalan yang penerangannya cukup redup.Hingga akhirnya, dia tiba di depan sebuah pintu yang bangunannya seperti sudah tidak berfungsi lagi, sisi-sisi pintu tersebut adalah tembok dari batu bata yang semennya bahkan sudah banyak yang retak."Oke, mari kita berpesta malam ini," ucap Bramasta yang kemudian dia mendekatkan retina matanya di satu titik yang ada di sela-sela batu bata dan semen tersebut. Data pun teridentifikasi dan pintu yang
Keesokan harinya."Apa ini?" tanya Wilona saat Furi meletakkan sebuah map diatas meja kerjanya."Ini adalah salah satu swalayan yang menunggak, apa kamu mau mengurusnya?" tanya Furi."Huft, kenapa bisa banyak sekali pekerjaan yang terbengkalai?" gerutu Wilona. Wilona pun segera membuka map tersebut dan membacanya satu per satu."Aku akan menyiapkan tim untuk menagih," ucap Furi."Tidak perlu, aku akan pergi kesana sendiri dan melihat pasar," sahut Wilona."Benarkah?" tanya Furi dengan terkejut."Iya,""Apa hari ini kamu banyak pekerjaan?" tanya Wilona."Tidak apa, aku akan menemanimu saja," jawan Furi."Pergilah untuk meninjau gedung kita," ucap Wilona."Jadi kamu akan melakukan penagihan sendiri?" tanya Furi."Iya," jawab Wilona singkat, kemudian dia segera beranjak dari duduknya serta membawa tas tentengnya."Kirimkan semua yang ada di map itu ke emailku, aku tidak mau mencolok dengan membawa berkas," suruh Wilona."Oke," ucap Furi yang dengan segera mengambil map di atas meja Wilon
Malam itu, setelah menghubungi Clara, Bramasta menunggu Bunga di sebuah gang kecil yang gelap, sembari memainkan jarinya di atas setir mobil.Tidak lama kemudian, Clara, Bunga dan 2 pengawal berbadan kekar berjalan ke arah mobil Bramasta.Bruk.Setelah mereka berada di depan mobil Bramasta, Bramasta segera melemparkan tas hitam berisi banyak uang tunai, setelah itu barulah Bunga di suruh masuk ke mobil Bramasta. "Pastikan kamu tidak membuat kekacauan,""Ingat, jika dia sudah keluar dari tempat kami, dia sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi dengan kami," ucap Clara mengingatkan Bramasta."Aku paham," jawab Bramasta yang kemudian menyalakan mesin mobil."Pakai ini dan juga pakai sabuk pengaman, pastikan kamu selalu menunduk," suruh Bramasta pada Bunga sembari memberikan jaket hitam dan sebuah topi yang berwarna hitam juga.Tanpa banyak bertanya lagi, Bunga segera menuruti perintah Bramasta, saat ini yang ada di benak Bunga hanya dia bisa keluar dulu dari tempat Clara.Bramasta memukul
Keesokan harinya.Grep."Apa kamu akan berangkat kerja sekarang?" tanya Bramasta sembari menahan lengan Wilona yang hendak masuk ke mobil."Iya, ada apa?" tanya Wilona yang segera menyibakkan tangan Bramasta."Ayo kita sarapan dulu," ajak Bramasta."Aku tidak ada waktu," jawab Wilona."Aku ingin membuatkan sarapan untukmu seperti dulu, sesekali terlambat pergi ke kantor juga tidak ada masalah kan?" tanya Bramasta.Entah kenapa tatapan Bramasta disana seakan penuh dengan cinta, hingga membuat Wilona merasakan kehangatan. "Ayo kita sarapan bersama terlebih dahulu," ajak Bramasta memohon.Huft.Wilona hanya bisa menarik nafas dalam sembari masuk kembali ke dalam rumah, Bramasta yang masih mengenakan baju jogging juga segera mengekor di belakang Wilona.Wilona segera duduk di meja makan, sedangkan Bramasta segera pergi ke dapur untuk membuat roti panggang dan salad. Sarapan pagi yang sederhana, tapi hal itu sebenarnya yang membuat Wilona merindukan masa-masa bahagia dirinya bersama Bramas
3 bulan kemudian. "Tunggu dulu," ucap Rosa pada Rizal, orang kepercayaannya yang saat ini tengah duduk di kursi kemudi. "Ada apa Bu?" tanya Rizal yang seketika tidak jadi menyalakan mesin mobil. "Tunggu di sini," ucap Rosa yang kemudian turun dari mobil. "Sini, aku bantu bawa." Di seberang jalan, Rosa melihat seorang pria dan wanita sedang membawa banyak tas, sepertinya tas yang ditenteng mereka untuk hadiah. Rosa pun mengikuti langkah 2 orang tersebut hingga sampai di sebuah rumah. Ceklek. "Ayah, Ibu, kami pulang." Terdengar suara pria yang sangat gembira bertemu dengan orang tuanya. "Kenalkan ini Mita." "Paman, Bibi, apa kabar?" tanya sang wanita. "Kalian sudah sampai ya, ayo cepat masuk." Terdengar juga suara sang Ibu yang menyambut kedatangan putra beserta pasangannya tersebut dengan nada yang gembira. "Wah, kamu cantik sekali." Tidak lupa juga terdengar pujian dilontarkan oleh sang Ibu. Hingga akhirnya, pintu pun tertutup, sementara Rosa masih bersembunyi di balik t
Keesokan harinya."Selamat datang Bu Wilona," ucap Ardi sembari melambaikan tangan pada Wilona yang baru saja turun dari mobil."Kamu masih berani datang menjemputku?""Aku menyuruhmu untuk menangani pekerjaan disini, kenapa proyeknya berjalan dengan sangat lambat?" tanya Wilona sembari menyilangkan kedua tangannya di depan dada."Tempat yang kita rencanakan itu, ada sebuah restoran yang menolak kesepakatan," jelas Ardi."Mereka mati-matian tidak mau pergi, jadi aku juga tidak bisa berbuat apa-apa," imbuh Ardi."Kan sudah aku kasih tahu tempo hari, berikan penawaran yang lebih tinggi," ucap Wilona."Bu Wilona, anda juga pasti sangat tahu, dalam bisnis, terkadang uang bukanlah solusinya," jelas Ardi."Kalau begitu, bawa aku kesana, aku akan meninjaunya langsung," ucap Wilona yang segera berjalan, Ardi pun segera mengekor di belakang Wilona.***Setelah mereka berdua berjalan sekitar 5 menit, akhirnya mereka sampai juga di gedung yang merupakan proyek baru Wilona."Itu Bu," ucap Ardi se
Braakk."Hais," Bagh.Bugh.Bagh.Bugh.Rosa berteriak histeris di mobilnya sembari menendang ke segala arah bak orang yang tengah kesurupan."BRENGSEK!!""Ada apa dengan dia? Kenapa dia bisa melawanku seperti itu?" teriak Rosa."Sepertinya akhir-akhir ini aku terlalu fokus pada Wilona, hingga lengah pada Bramasta," geram Rosa sembari menggenggam setir mobilnya dengan erat."Lihat saja, minggu depan aku akan pergi ke Mbok Darmi!""Kita lihat, apa kamu masih bisa membentakku seperti tadi?" gumam Rosa dengan mata yang merah dan berkaca-kaca."Terlalu fokus pada Kak Ona?" "Apa sebenarnya yang dia bicarakan?" Sementara itu, Raka yang selalu siap untuk mengikuti Rosa kemanapun dia pergi, saat inipun dia juga berada di parkiran kantor sembari mendengarkan headset, karena mobil Rosa memang sudah dipasangi penyadap oleh Wilona.Raka pun segera mengambil telepon genggamnya dan mencoba menghubungi Wilona."Hais sial, Kak Ona tidak bisa dihubungi," umpat Raka."Apa sebenarnya yang sudah dia l
1 minggu kemudian."Apa harus seperti itu?" tanya Rosa pada Bramasta yang baru saja masuk ke rumah utama, kebetulan Rosa juga ada di sana."Aku baru pulang, jadi jangan memancingku," ucap Bramasta dengan ketus, kemudian dia segera duduk di meja makan, pembantu pun segera menuangkan air minum untuknya."Kemana saja kamu selama satu minggu ini? Apa kamu mempunyai wanita lain?" cecar Rosa sembari memicingkan matanya."Aku bilang jangan memancingku!" tegas Bramasta."Sudah, sudah, apa sih yang kalian ributkan?" tanya Mama Arina yang baru saja tiba di ruang makan."Suamimu ini baru pulang, jangan bikin keributan kalau tidak mau suamimu pergi lagi," ucap Mama Arina."Lebih baik kamu cepat masak saja Ros, katanya kamu mau masakin Wilona selama dia ada di rumah sakit," suruh Mama Arina."Apa Wilona sedang sakit?" tanya Bramasta dengan terkejut.Braak.Rosa segera meletakkan sebuah map tepat di hadapan Bramasta dengan keras. "Kamu bahkan tidak tahu keadaan istrimu sendiri," ucap Rosa yang kemu
Satu minggu kemudian.BRUUAAAK!Rosa terjatuh dari ranjang sembari memegang perutnya. "Kenapa Rasa sakit di perutku ini seakan tidak wajar ya?" gumam Rosa sembari menggigit bibir bawahnya, karena sakit itu benar-benar tidak bisa digambarkan. Rosa bahkan sudah pergi ke dokter, tapi tetap tidak ada hasil. Dengan tenaga seadanya dan wajah yang sudah pucat pasi, Rosa berusaha merangkak ke meja rias, memegang kursi dan berusaha berdiri.Saat melihat ke arah cermin, dia juga sangat syok, karena tiba-tiba saja wajahnya menjadi buruk rupa, banyak jerawat besar-besar yang memenuhi wajahnya, juga ada beberapa benjolan yang bahkan sudah mengeluarkan bau tak sedap. "Ada apa ini sebenarnya?" ucap Rosa sembari mengambil beberapa helai tisu dan mengusap cairan-cairan yang keluar dari beberapa benjolan tersebut, dia bahkan sudah tidak menghiraukan rasa sakit di perutnya.Semakin dia mengusap cairan di wajahnya, semakin keluar juga cairan tersebut terus menerus tanpa henti. "Tidak, tidak, tiiiidaaaaak
"Memangnya kita akan pergi kemana?" tanya Rama pada Rosa.Saat ini Rosa tengah mendatangi Rama di rumah kontrakannya."Ikutlah denganku, kamu pasti akan menyukainya," jawab Rosa yang tetap berada di dalam mobil, lebih tepatnya di kursi pengemudi.Rama yang tadinya membungkuk di kaca, di bagian pintu samping pengemudi, seketika dia menegakkan punggungnya dan menarik nafas dalam. "Aku tidak mau jika kamu suruh melakukan pekerjaan mengerikan lagi," ucap Rama dengan cemberut."Tidak akan, aku tidak akan melibatkanmu lagi," jawab Rosa."Ayo, naiklah, selagi aku tidak ada pekerjaan dan janji temu dengan klien." Rosa terus memaksa Rama.Dengan sedikit berat hati, akhirnya Rama pun membuka pintu mobil dan segera duduk di kursi sebelah Rosa. Tanpa berlama-lama juga, Rosa segera mendaratkan satu ciuman di bibir Rama, hingga membuat Rama tersipu malu. "Maaf, karena melibatkanmu dalam pertempuran tempo hari," ucap Rosa dengan menyesal."Sudahlah, jangan dibicarakan lagi," ucap Rama.Rosa menghada
BRUAAAK!"Kenapa kita semalam tidak langsung serang saja Bramasta itu?" kesal Debby sembari melemparkan semua senjatanya di lantai.Sore itu, Debby, Firman dan Alex baru saja tiba di vilanya Debby. "Kenapa juga kita harus jalan kaki sejauh itu? Padahal aku punya mobil," kesalnya lagi. Firman dan Alex hanya bisa saling menoleh dan bertukar pandang.BUGH.Secara bersamaan, Alex dan Firman segera menjatuhkan tubuhnya di atas sofa untuk melepas penat. "Dari mana saja kalian?" tanya Agatha sembari membawakan mereka air mineral botol dan memberikan pada mereka masing-masing 1. Namun, tidak ada satupun dari mereka yang menjawab."Kamu belum tahu saja, bagaimana kejamnya Bramasta, saat orang lain mencampuri urusannya, ataupun memegang miliknya," ucap Alex pada Debby."Aku tidak takut dengannya!" sentak Debby dengan wajah merah padam."Meskipun kamu tidak takut, kita harus melawannya dengan persiapan, tidak tiba-tiba seperti itu, kamu lihat sendiri kan anak buah dia banyak dan semua terlatih,
Ciiit.Belum lama Firman mengemudikan mobilnya, tiba-tiba dia menginjak rem secara mendadak, Alex dan Debby yang tengah duduk di kursi penumpang dan menyandarkan punggungnya, seketika terkejut dan melihat ke depan. Mereka berdua melihat seseorang menodongkan senapan laras panjang pada mobil mereka, Firman segera mengangkat kedua tangannya, sementara Alex menyipitkan mata untuk menajamkan penglihatannya."Robert," gumam Alex.Alex segera membuka pintu mobil dan keluar dengan mengangkat kedua tangan. "Kalian tetap di dalam," ucap Alex pada Firman dan Debby dengan terus melihat ke arah Robert, takut jika tiba-tiba saja dia menarik pelatuknya."Robert," panggil Alex dengan sedikit berbisik."Robert, ini aku Alex," bisik Alex lagi sembari berjalan mendekati Robert."Alex," ucap Robert sembari menurunkan senjatanya."Sedang apa kamu disini?" taya Robert."Tidak perlu jawab," ucap Robert lagi dengan gelisah. Robert segera berjalan ke arah mobil dan melihat ada siapa saja di dalam sana."Kali
Pagi itu Furi dan Agatha berjalan menyusuri perusahaan pink, dengan clutch warna abu bling-bling, kaca mata coklat dan rambut ikal warna coklat yang terurai, Agatha berjalan dengan percaya diri, sementara di sebelahnya, Furi tengah mengenakan baju formal dan memegang map di depan dada."Sekretaris Rizal, ada yang ingin bertemu dengan Bu Rosa," ucap Furi setelah sebelumnya dia mengetuk pintu ruangan Rizal terlebih dahulu."Apa sudah buat janji?" tanya Rizal dengan angkuh."Belum, tapi tamu ini sangat penting," ucap Furi."Tidak bisa begitu, apa kamu tidak tahu kalau direktur kita itu sangat sibuk, meskipun tamu penting, tetap harus membuat janji," ucap Rizal yang masih fokus pada laptopnya.Braak.Braak.Agatha berjalan ke ambang pintu dan menggebrak pintu ruangan Rizal beberapa kali, tapi tidak terlalu keras. "Jika kamu tidak mau mengantar, kami bisa pergi ke ruangannya sendiri," ucap Agatha dengan ketus.Rizal pun segera beranjak dari kursinya. "Oh, bukan seperti itu maksud saya Bu,"
"Bagaimana hasilnya?" tanya Debby. Hari itu saat weekend, mereka semua berkumpul di villanya Debby."Benar yang dicurigai Wilona, mereka berdua telah banyak menggelapkan dana perusahaan," jawab Furi."Benarkah? Bagaimana caranya?" tanya Firman."Mereka membeli lukisan dari pelukis amatiran dengan harga yang sangat mahal," jawab Furi sembari menyodorkan laptopnya dan memberikan data.Debby pun mendekat dan melihat laptop tersebut. "Lalu?" sahut Debby."Lalu, selang beberapa hari hingga 7 hari kerja, akan ada dana masuk ke rekening pribadi Pak Bramasta dari orang baru," jawab Bunga sembari mengeluarkan banyak berkas yang berisi mutasi rekening Bramasta, Bunga juga sudah menstabilo pada tanggal-tanggal tertentu.Firman segera mengambil berkas dari Bunga dan melihatnya sekilas. "Berapa banyak?" tanya Firman."Pak Bram membeli lukisan tersebut 100 juta dan akan mendapatkan kembali 90 juta," jawab Bunga."Apa selalu seperti itu?" tanya Debby."Tidak, ada yang 150 juta, 200 juta dan seterusn
"Permisi," ucap petugas kebersihan yang ada di perusahaan pink, saat ini dia tengah mencoba mengetuk pintu ruangan CCTV."Ada apa?" tanya seorang petugas yang baru saja membuka pintu."Ini, aku bawakan minuman untuk kalian, ada salah satu orang perusahaan yang bagi-bagi," jelas seorang paruh baya yang menjadi petugas kebersihan tersebut."Wah ... kebetulan sekali, kami sedang mengantuk, makasih ya Bu," ucap petugas CCTV tersebut dengan ramah sembari menerima 2 gelas es cappucino."Bekerjalah dengan baik, jangan sampai kamu ketiduran," ucap petugas kebersihan tersebut sembari mendorong trolinya dan pergi dari sana. 2 petugas CCTV pun segera menyeruput es cappucino tersebut hingga habis setengah gelas, sepertinya mereka benar-benar kehausan."Satu ... " "Dua ... ""Tiga ... "Sementara itu, Furi yang berada di balik tembok, dia terus menghitung dengan menggunakan jarinya, juga sembari memainkan kakinya."Lima puluh sembilan." Setelah menghitung hingga satu menit, Furi pun segera berjal
"Memangnya Wilona tahu dari mana kalau kita bisa melawan Rosa pakai daun kelor, dia aja gak pernah pergi ke dukun!" hardik Mama Risma. Pagi itu, Rani segera pergi ke kediaman Mama Risma untuk mengajaknya berbelanja bahan yang disuruh oleh Wilona ke pasar, sekalian juga memberi kabar Mama Risma, bahwa putrinya baik-baik saja."Ada Ma di buku catatannya Bu Rosa, lengkap dari ritual sampai pantangannya," jelas Rani."Oh, jadi selain bermain santet, dia juga bermain susuk. Apa lagi yang dia mainkan?" tanya Mama Risma dengan penasaran."Guna-guna," jawab Rani singkat."Guna-guna?" gumam Mama Risma."Ayo Ma kita segera ke pasar untuk beli semua bahan dan kita segera eksekusi dia, biar dia tahu rasanya senjata makan tuan," ajak Rani dengan geram."Memangnya kamu tahu bentuknya daun kelor? Mama aja baru denger namanya barusan dari kamu," ucap Mama Risma."Lah? Mama juga gak tau? Aku kira Mama tahu, makannya aku mau ngajak Mama," gerutu Rani.Mama Risma terdiam sejenak, beliau mengambil ponsel
Bunga sampai di depan mansion Melisa, ada perasaan gelisah dan berkecamuk di sana, terlebih saat dia melihat pengawal Melisa yang selalu sigap. Dengan perasaan yang masih ragu, Bunga pun turun dari mobil, setelah sebelumnya menarik nafas panjang dan mencoba menguasai pikirannya sendiri."Aku hanya akan mencari ponselku yang kemarin hilang," ucap Bunga pada salah satu pengawal Melisa."Di mana?" tanya pengawal tersebut."Ya mana aku tahu, namanya juga hilang. Seingatku semalam aku hanya mendatangi atap dan juga pantai, tidak banyak ruangan yang aku kunjungi di sini," jelas Bunga."Aku akan memeriksanya di atap," ucap pengawal tersebut."Oke kalau begitu, aku akan menyusuri pantai," ucap Bunga yang kemudian pergi ke pantai, pantai tersebut ada di depan mansion.Bunga berjalan pelan sembari melihat laut, sesekali juga dia melihat ke mansion. "Bu Wilona ada di kamar yang mana ya," gumam Bunga sembari mengingat kejadian tadi malam, saat Wilona baru dibawa keluar oleh dua pengawal dalam kea