Malam itu, setelah menghubungi Clara, Bramasta menunggu Bunga di sebuah gang kecil yang gelap, sembari memainkan jarinya di atas setir mobil.Tidak lama kemudian, Clara, Bunga dan 2 pengawal berbadan kekar berjalan ke arah mobil Bramasta.Bruk.Setelah mereka berada di depan mobil Bramasta, Bramasta segera melemparkan tas hitam berisi banyak uang tunai, setelah itu barulah Bunga di suruh masuk ke mobil Bramasta. "Pastikan kamu tidak membuat kekacauan,""Ingat, jika dia sudah keluar dari tempat kami, dia sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi dengan kami," ucap Clara mengingatkan Bramasta."Aku paham," jawab Bramasta yang kemudian menyalakan mesin mobil."Pakai ini dan juga pakai sabuk pengaman, pastikan kamu selalu menunduk," suruh Bramasta pada Bunga sembari memberikan jaket hitam dan sebuah topi yang berwarna hitam juga.Tanpa banyak bertanya lagi, Bunga segera menuruti perintah Bramasta, saat ini yang ada di benak Bunga hanya dia bisa keluar dulu dari tempat Clara.Bramasta memukul
Keesokan harinya.Grep."Apa kamu akan berangkat kerja sekarang?" tanya Bramasta sembari menahan lengan Wilona yang hendak masuk ke mobil."Iya, ada apa?" tanya Wilona yang segera menyibakkan tangan Bramasta."Ayo kita sarapan dulu," ajak Bramasta."Aku tidak ada waktu," jawab Wilona."Aku ingin membuatkan sarapan untukmu seperti dulu, sesekali terlambat pergi ke kantor juga tidak ada masalah kan?" tanya Bramasta.Entah kenapa tatapan Bramasta disana seakan penuh dengan cinta, hingga membuat Wilona merasakan kehangatan. "Ayo kita sarapan bersama terlebih dahulu," ajak Bramasta memohon.Huft.Wilona hanya bisa menarik nafas dalam sembari masuk kembali ke dalam rumah, Bramasta yang masih mengenakan baju jogging juga segera mengekor di belakang Wilona.Wilona segera duduk di meja makan, sedangkan Bramasta segera pergi ke dapur untuk membuat roti panggang dan salad. Sarapan pagi yang sederhana, tapi hal itu sebenarnya yang membuat Wilona merindukan masa-masa bahagia dirinya bersama Bramas
Sayup-sayup Wilona mulai membuka mata. “Ssst … aw,” desis Wilona sembari memegang kepalanya yang terasa sangat berat, pemandangannya juga berkunang-kunang.Ceklek.“Kak Ona sudah sadar?” Terdengar suara seorang wanita yang sangat tidak asing ditelinga Wilona, baru saja membuka pintu.Wanita itu pun segera berjalan ke arah Wilona dengan antusias, juga dengan senyum yang merekah. Meskipun pandangan Wilona masih sedikit kabur, tapi dia tahu betul siapa gerangan wanita yang menghampirinya saat ini.“Kak Wilona sudah sadar?” tanya wanita itu lagi sembari memegang telapak tangan Wilona.Plak! Bruk!Dengan kepala yang masih terasa sangat berat dan pandangan tidak jelas, Wilona bangun dari tidurnya serta menampar wanita tersebut dengan kekuatan penuh, hingga dia tersungkur di bawah ranjang. “Aw, apa yang Kakak lakukan?” jerit wanita itu.“Pergi kamu! Pergi … ! Wilona berteriak sekencang-kencangnya.“Kak Ona, ini aku Rosa.” Wanita itu mencoba menenangkan Wilona sembari berusaha berdiri.“Perg
Sayup-sayup Wilona mulai membuka mata, kali ini dia melihat ke sekeliling dan mendapati bahwa hari sudah gelap. Wilona terus berusaha duduk sembari memegangi kepalanya yang masih terasa berat.Wilona melihat kesana dan kemari, ia mendapati bahwa Raka dan Rani tengah tidur di sofa, sedangkan Bramasta tidak ada di ruangan. “Sssst … kemana Mas Bram ini,” gumam Wilona dengan menahan rasa sakit.Wilona menyibakkan selimutnya dan berusaha turun dari ranjang rumah sakit, dengan terhuyung-huyung dia mencoba berjalan keluar ruangan sembari memegang tongkat, yang digunakan untuk mengaitkan infus. “Permisi, sekarang tanggal berapa ya?” tanya Wilona pada seseorang yang sedang duduk santai di depan ruangan sebelah Wilona.“Sekarang tanggal 17 Juni,” jawab orang tersebut sembari melihat telepon genggamnya.“Emb … apa sekarang tahun 2021?” tanya Wilona dengan ragu.“Iya, sekarang memang tahun 2021,” jawab orang tersebut dengan yakin.“Baik, terima kasih,” ucap Wilona sembari sedikit membungkukkan ba
"Ibu,""Ibu dari mana saja?" Saat Wilona berjalan menyusuri lorong, dia mendengar suara yang tidak asing."Rani," ucap Wilona."Ibu dari mana? Kami semua mencari Ibu dari tadi," tanya Rani sembari berjalan menghampiri Wilona dan berusaha memapahnya. Wilona pun mengulas senyum tipis pada Rani."Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanya Wilona setelah mereka berdua terpaku beberapa saat."Aku ... aku belum pernah melihat Ibu tersenyum padaku dengan tulus," jawab Rani dengan sedikit ragu."Benarkah?" tanya Wilona."Emmb," jawab Rani sembari mulai berjalan."Apa aku dulu sejahat itu?" tanya Wilona lagi."Ibu tidak jahat, Ibu sangat baik, hanya saja keadaan yang merubah Ibu dari ceria menjadi murung," jawab Rani dengan terus memapah lengan Wilona."Keadaan? Keadaan yang seperti apa?" tanya Wilona."Apa Ibu sudah lupa?" tanya Rani."Kalau bisa ... memang sebaiknya Ibu melupakan hal-hal yang buruk, jadi Ibu bisa kembali menjadi diri Ibu sendiri," lanjut Rani."Entahlah, apa itu memang lebih
"Sayang, ini aku bawakan handphone kamu, agar kamu tidak bosan selama menjalani perawatan disini," ucap Bramasta mencoba mencairkan suasana, setelah keadaan menjadi kikuk sejenak. "Oh iya, aku memang sangat membutuhkannya," ucap Wilona sembari menerima handphone tersebut. "Sebentar lagi aku akan pulang, karena ada pekerjaan yang harus aku selesaikan, mereka berdua yang akan menjagamu," "Apa tidak masalah?" tanya Bramasta. "Emb, tentu saja tidak masalah, terima kasih karena kamu selalu bekerja keras untuk keluarga, jangan lupa makan dan istirahat," ucap Wilona sembari mengulas senyum manis. "Tentu saja, kamu juga makan yang banyak ya, agar segera pulih dan bisa segera kembali ke rumah," ucap Bramasta sembari mengecup kening istrinya. Wilona pun mengangguk dan tersenyum dengan perlakuan Bramasta tersebut. *** Beberapa saat kemudian setelah kepergian Bramasta, Raka dan Rani pun masuk ke ruangan Wilona. "Dari mana kalian?" tanya Wilona. "Kami hanya di luar Bu," jawab Raka. "Kenap
Keesokan harinya."Hais, rasanya malas sekali aku harus pura-pura baik pada keluarga ini," gerutu Rosa sembari berjalan di lorong rumah sakit."Kalau bukan karena harta mas Bram yang berlimpah dan tidak akan habis sampai 7 turunan, aku tidak akan mau melayani mereka." "Lebih-lebih melayani istrinya, demi mendapatkan restu, agar aku bisa menikah dengan Mas Bram, aku harus rela masak dan membawakan makanan untuk istrinya itu, huft." Rosa terus menggerutu sembari membawa rantang yang berisi makanan, yang akan diberikan pada Wilona."Lagian itu perempuan nyawanya banyak banget ya, aku sudah melakukan banyak cara untuk mencelakainya, tapi dia masih saja selamat." "Kalau dia mampus kan enak, tidak perlu lagi untuk mengemis restu darinya." "Lagian Mas Bram juga cinta gila banget sih sama dia, apa dia benar bisa menerimaku jadi istrinya nanti?""Hais, sudahlah, yang pasti aku akan terus berusaha untuk menggodanya, toh aku juga lebih montok kan dari pada istrinya itu," ucap Rosa dengan penu
"Apa kamu sudah ingat, bahwa kamu masih mempunyai istri?" tanya Wilona saat mendapati Bramasta baru saja masuk ke kamar. Saat ini Wilona sudah mengenakan piyama, berbaring di atas ranjang sembari memainkan ponselnya. "Sayang ... aku hanya menolongnya sebagai tamu," jawab Bramasta sembari duduk di ujung ranjang. "Sayang, apa kamu harus berbuat sejauh itu? Kenapa perbuatanmu tidak mencerminkan sebagai wanita yang bermartabat?" cecar Bramasta. "Bermartabat?" "Justru aku sedang melindungi martabatku, bagaimana bisa aku diam saja saat suamiku dijodohkan dengan wanita lain?" "Bak air susu dibalas dengan air tuba, semua kebaikan yang sudah aku berikan padanya, sepertinya itu tidak berarti apa-apa kan?" jelas Wilona. "Hmm, ya, cukup masuk akal," "Lagi pula sekeras apapun Mama dan Rosa memaksa, jika kamu tidak setuju, maka pernikahan itu juga tidak akan pernah terjadi," "Bukankah selama ini aku memang hanya badut bagimu?" tanya Bramasta dengan tetap memunggungi Wilona. "Badut?" "
Keesokan harinya.Grep."Apa kamu akan berangkat kerja sekarang?" tanya Bramasta sembari menahan lengan Wilona yang hendak masuk ke mobil."Iya, ada apa?" tanya Wilona yang segera menyibakkan tangan Bramasta."Ayo kita sarapan dulu," ajak Bramasta."Aku tidak ada waktu," jawab Wilona."Aku ingin membuatkan sarapan untukmu seperti dulu, sesekali terlambat pergi ke kantor juga tidak ada masalah kan?" tanya Bramasta.Entah kenapa tatapan Bramasta disana seakan penuh dengan cinta, hingga membuat Wilona merasakan kehangatan. "Ayo kita sarapan bersama terlebih dahulu," ajak Bramasta memohon.Huft.Wilona hanya bisa menarik nafas dalam sembari masuk kembali ke dalam rumah, Bramasta yang masih mengenakan baju jogging juga segera mengekor di belakang Wilona.Wilona segera duduk di meja makan, sedangkan Bramasta segera pergi ke dapur untuk membuat roti panggang dan salad. Sarapan pagi yang sederhana, tapi hal itu sebenarnya yang membuat Wilona merindukan masa-masa bahagia dirinya bersama Bramas
Malam itu, setelah menghubungi Clara, Bramasta menunggu Bunga di sebuah gang kecil yang gelap, sembari memainkan jarinya di atas setir mobil.Tidak lama kemudian, Clara, Bunga dan 2 pengawal berbadan kekar berjalan ke arah mobil Bramasta.Bruk.Setelah mereka berada di depan mobil Bramasta, Bramasta segera melemparkan tas hitam berisi banyak uang tunai, setelah itu barulah Bunga di suruh masuk ke mobil Bramasta. "Pastikan kamu tidak membuat kekacauan,""Ingat, jika dia sudah keluar dari tempat kami, dia sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi dengan kami," ucap Clara mengingatkan Bramasta."Aku paham," jawab Bramasta yang kemudian menyalakan mesin mobil."Pakai ini dan juga pakai sabuk pengaman, pastikan kamu selalu menunduk," suruh Bramasta pada Bunga sembari memberikan jaket hitam dan sebuah topi yang berwarna hitam juga.Tanpa banyak bertanya lagi, Bunga segera menuruti perintah Bramasta, saat ini yang ada di benak Bunga hanya dia bisa keluar dulu dari tempat Clara.Bramasta memukul
Keesokan harinya."Apa ini?" tanya Wilona saat Furi meletakkan sebuah map diatas meja kerjanya."Ini adalah salah satu swalayan yang menunggak, apa kamu mau mengurusnya?" tanya Furi."Huft, kenapa bisa banyak sekali pekerjaan yang terbengkalai?" gerutu Wilona. Wilona pun segera membuka map tersebut dan membacanya satu per satu."Aku akan menyiapkan tim untuk menagih," ucap Furi."Tidak perlu, aku akan pergi kesana sendiri dan melihat pasar," sahut Wilona."Benarkah?" tanya Furi dengan terkejut."Iya,""Apa hari ini kamu banyak pekerjaan?" tanya Wilona."Tidak apa, aku akan menemanimu saja," jawan Furi."Pergilah untuk meninjau gedung kita," ucap Wilona."Jadi kamu akan melakukan penagihan sendiri?" tanya Furi."Iya," jawab Wilona singkat, kemudian dia segera beranjak dari duduknya serta membawa tas tentengnya."Kirimkan semua yang ada di map itu ke emailku, aku tidak mau mencolok dengan membawa berkas," suruh Wilona."Oke," ucap Furi yang dengan segera mengambil map di atas meja Wilon
Tuut ...Tuut ..."Apa kamu sudah menyiapkan pesananku?" tanya Bramasta saat panggilan di telepon genggamnya sudah terhubung."Oke, aku juga sudah siapkan seperti biasanya, dan aku juga sudah ada di parkiran." Bramasta segera menutup panggilan teleponnya dan keluar dari mobil, sebelumnya dia sudah mengganti jasnya dengan jaket kulit warna hitam, serta memakai masker dan topi hitam. Bramasta juga menenteng tas warna hitam yang berukuran lumayan besar.Bramasta saat ini berada di daerah sepi dan lumayan kumuh, dia terus berjalan menyusuri lorong-lorong jalan yang penerangannya cukup redup.Hingga akhirnya, dia tiba di depan sebuah pintu yang bangunannya seperti sudah tidak berfungsi lagi, sisi-sisi pintu tersebut adalah tembok dari batu bata yang semennya bahkan sudah banyak yang retak."Oke, mari kita berpesta malam ini," ucap Bramasta yang kemudian dia mendekatkan retina matanya di satu titik yang ada di sela-sela batu bata dan semen tersebut. Data pun teridentifikasi dan pintu yang
Ceklek."Apa kamu mendapatkan pesan dari Wilona?" tanya Rosa pada Bramasta, dia baru saja membuka pintu ruangan suaminya tersebut."Iya, dia mengajak kita makan malam bersama," jawab Bramasta sembari menutup laptop dan menyambar jas yang ada di sandaran kursinya."Kira-kira ada apa ya Wilona tiba-tiba mengajak kita makan malam?" tanya Rosa."Entahlah, pasti ada yang ingin dia bicarakan, atau ..." Bramasta menghentikan ucapannya."Atau apa?" tanya Rosa dengan penasaran."Atau mungkin dia sedang merindukanku dan ingin membagi hari agar tetap adil, jadi aku 3 hari bersamanya, 3 hari bersamamu dan satu hari lagi, nanti aku akan coba cari wanita lain," terang Bramasta."Cih, kepedean banget," ejek Rosa."Asal kamu tahu, di mata Wilona sekarang sudah tidak ada lagi cinta buat kamu," ucap Rosa."Oh ya? Apa aku peduli? Ha ha ha ha." Bramasta berbicara dengan tertawa sembari menghampiri Rosa yang dari tadi berdiri di ambang pintu."Rosa, cinta itu tidak penting," ucap Bramasta sembari merangku
"Sssst ...""Hais, lupa kalau aku tadi belum sarapan," ucap Wilona sembari berjalan keluar dari kantor Debby dan memijat tipis pelipisnya, karena merasa kepalanya mulai pusing.Wilona segera menghentikan langkahnya dan merogoh tas, serta mencari telepon genggamnya di sana.Tuut ...Tuut ..."Ck, kemana dia? Apa dia sedang sibuk?" gumam Wilona saat mencoba menghubungi Furi, tapi tidak mendapatkan jawaban."Aku tidak mungkin berkendara dalam keadaan pusing seperti ini," gumam Wilona lagi sembari berpikir.Wilona pun memainkan telepon genggamnya kembali dan menekan sebuah aplikasi.***Ting.15 menit kemudian, terdengar notifikasi pesan yang masuk di telepon genggam Wilona."Nah, sopir pengganti sudah sampai," gumam Wilona sembari membalas pesan dan memberi tahu letak mobilnya."Sopir pengganti," teriak Wilona saat sudah dekat dengan mobilnya yang terparkir di area parkiran tamu."Iya, saya di sini," teriak seorang pria setelah mendengar suara Wilona sembari melambaikan tangan."Ardi, da
"Permisi, apa Pak Debby ada di kantor?" Pagi itu, Wilona pergi ke kantor Debby, sesuai dengan nasihat yang diberikan oleh Furi, Furi pun juga sudah menyiapkan perencanaan yang matang pada proposal yang saat ini tengah dibawa oleh Wilona."Permisi, dengan Ibu siapa?" "Apa anda sudah membuat janji sebelumnya?" tanya karyawan yang ada di bagian depan."Saya Wilona, dan saya belum membuat janji," jawab Wilona."Mohon maaf Ibu, Pak Debby tidak bisa ditemui jika anda belum membuat janji sebelumnya," ucap karyawan berparas cantik tersebut dengan sopan."Apa bisa diinfokan saja jika saya kemari, saya yakin Pak Debby pasti mau menemui saya," ucap Wilona dengan sopan juga."Tidak bisa Ibu, Ibu harus membuat janji terlebih dahulu," ucap karyawan tersebut dengan senyum manisnya."Minta tolong Mbak sampaikan saja, saya akan menunggu di sini hingga pak Debby membalas pesan Mbak, saya janji tidak akan mengganggu pekerjaan Mbak," ucap Wilona sedikit mendesak.Tap.Tap.Dari arah dalam, nampak seora
Huft."Kenapa semua menjadi runyam seperti ini?"Setelah beranjak pergi dari restoran cepat saji, Wilona tidak segera pulang ke rumah, melainkan dia berhenti di tanah lapang, membuka atap mobil dan menikmati angin sepoi di bawah rindangnya pohon besar. "Apa lebih baik aku tidak tahu apa-apa seperti hidupku yang dulu?""Tapi, dulu aku hidup dengan sangat polos dan bodoh,""Setidaknya aku dulu sangat mencintai suamiku dan tidak pernah merasa sakit hati sekalipun, meskipun dulu dan sekarang, dia sama-sama menikah lagi dengan Rosa.""Aku selalu mendukungnya, apapun yang dia katakan dan dia putuskan, karena memang dia selalu bertingkah semanis itu,""Kenapa kalian berdua bersikap seperti itu padaku?""Semua kebaikan yang aku lakukan seakan tidak ada artinya sama sekali dan terlupakan begitu saja,""Ya, tentu saja semua itu tidak berarti, karena memang sejak awal niat kalian tidak baik,""Hais, di kehidupan sekarang ini, aku benar-benar lelah dengan semua fakta yang dulu tidak aku ketahui,
Ting.Beberapa saat kemudian, Wilona mendapatkan pesan dari Raka yang mengatakan bahwa dia dan adiknya akan pergi, karena ada suatu urusan."Sudah kuduga," gumam Wilona sembari mematikan ponselnya dan mulai bersiap.Tidak lama setelah itu, Wilona pun mendapati mobil yang ada di rumah keluar dari pagar, Wilona memastikan dengan seksama, bahwa memang benar Raka dan Rani yang ada di dalam mobil tersebut, barulah dia mengikuti mobil mereka dengan jarak sekitar 2 mobil."Mau kemana mereka?""Siapa yang akan mereka temui?" gumam Wilona sembari terus memperhatikan mobil yang dikendarai Raka, juga dengan memperhatikan jalan.***Setelah sekitar 20 menit Wilona mengekor, akhirnya Raka menghentikan mobilnya di depan restoran cepat saji.Wilona pun juga segera mencari tempat parkir dan turun dari mobil, setelah Wilona memastikan tempat duduk Raka dan Rani, barulah Wilona masuk dan memesan minuman, kemudian dia duduk di meja belakang Raka dan Rani dengan posisi membelakangi mereka, yang tentu saj