Share

Kuda Lumping

Author: Sriayu23
last update Last Updated: 2022-08-01 13:21:23

"Eva?"

Kornea mataku membulat lebar. Memandang tajam ke arah perempuan berkaca mata hitam yang berdiri di luar rumah. Perempuan itu, ada di dekat mobil. Keberadaannya mulai terhalangi rombongan keluarga dan suadaraku yang baru datang dari klinik.

"Siapa Mas?"

"Ti-tidak, Nay. Ayok, kita sambut Habil."

Jangan sampai Nayla tahu kecemasanku saat ini. Walaupun, Nayla memang sudah mengetahui statusku sebagai pria beristri, tapi bahaya jika mereka saling bertemu di acara sunatan. Bisa malu Mbak Neli kalau terjadi keributan.

"Mas mau ke mana?"

"Aku ke sana dulu, sebentar."

Aku sengaja melangkah menuju rombongan. Ingin memastikan perempuan berkacamata yang terlihat misterius. Nayla, sengaja aku suruh tunggu di tenda acara.

"Kenapa, Di?" tanya Mbak Neli.

Wajah Mbak Neli nampak bingung melihat gelagat aneh yang aku tunjukan. Sedangkan mataku terus melirik ke segala penjuru. Namun, nihil. Perempuan itu sudah menghilang. Padahal, aku yakin sekali dia sedang memandang ke arahku. Kapan dia pergi? apa aku hanya halusinasi? ah, tak mungkin. 

"Adi, kenapa sih?"

Mbak Neli menepuk keras pundakku. Membuatku tersadar dari pikiran-pikiran negatif. Kami hanya berdua saja di dekat parkiran motor dan mobil para tamu undangan. Habil sudah digendong masuk oleh Mas Hendri. Diiringi para rombongan keluarga.

"Tadi Adi liat Eva, Mbak."

"Apa Eva? gak mungkin dia ke sini. Mana tahu dia alamat rumahku."

Betul juga ucapan Mbak Neli. Hampir satu tahun menikah, Eva tak pernah aku ajak berkunjung ke rumah Kakak apalagi saudaraku. Hanya tahu rumah ibu. Itupun sebelum kami menikah. Saat hari pemakaman Bapak. Setelah menikah, aku selalu ada di rumah Eva. Hanya keluar kota saat ada acara bisnis dan berkunjung ke rumah ibu. Sekalian bertemu Nayla. Karena dia sengaja tinggal bersama ibuku.

"Sudahlah,Di. Ayok kita masuk."

Mbak Neli menarik paksa. Aku hanya bisa pasrah dalam cengkeramannya. Entah kenapa, perasaanku tidak enak. Aku takut kedatangan perempuan misterius itu akan mendatangkan hal-hal yang tak diinginkan. Dia seperti mata-mata yang sengaja mengintai keluargaku. Apa ini Hanya perasaanku saja?

"Mas kenapa?" tanya Nayla dengan lembut sambil bergelayut manja.

"Enggak Nay. Mungkin suasananya terlalu rame, jadi bikin pusing."

"Oh gitu. Ya udah, Mas duduk aja."

Aku dan Nayla duduk bersama di halaman depan yang sudah dipasang tenda. Acara sunatan Habil sangat ramai. Hampir sama seperti hajatan pernikahan. Mbak Neli sengaja mengundang tetangga  dan teman kerja Mas Hendri. Ibu juga, mengajak ibu-ibu arisan yang biasa kumpul bersamanya. 

Habil dan orang tuanya duduk di tempat khusus yang sudah dihias bagai pelaminan. Ada tiga tempat duduk. Dihiasi tenda berenda cream, dengan balon-balon di sampingnya. Di tambah beberapa hiasan Bunga.

"Assalamualaikum."

Netraku menatap bingung. Segerombolan orang datang dengan kostum tertentu.  Mereka membawa kuda-kudaan dari kayu serta pecut. Musik hajatan tiba-tiba berhenti. Semua mata menatap heran.

"Mas, mereka mau ngapain?"

"Gak tahu, Nay. Apa Mbak Neli sengaja ngundang kuda lumping buat hiburan?"

"Aku gak tahu, Mas."

"Di, kamu yang ngundang mereka?" Tiba-tiba Mbak Neli menghampiriku. 

"Lah, aku kira Mbak yang ngundang."

"Dih, gak level aku ngundang hiburan kaya gini."

"Aneh. Mereka nampaknya mau menampilkan kesenian kuda lumping. Aku sering melihatnya di kampung Eva. Di sana biasa di sebut Ebeg."

"Ih, kenapa modelan kaya gini ada di Jakarta? hiburan kampungan. Malu-maluin aja."

"Mana Adi tahu, Mbak."

"Ya udah, biar Mbak usir saja."

"Jangan, Mbak. Nanti jadi heboh. Mbak gak malu?"

"Iya juga sih."

"Ya udah, kita liatin aja."

Mbak Neli hanya bisa menatap sinis ke arah para pemain kuda lumping. Sedangkan mereka, sedang mempersiapkan kesenian daerah tersebut. Musik khusus pengiring kuda lumping mulai dinyalakan. 

Tiga orang permain kuda lumping mulai menaiki kuda-kudaan. Berjoget ke sana ke mari. Bagai seorang kuda. Jujur, hawa mistis terasa saat melihat kesenian ini.  Karena biasanya, dalam acara kuda lumping selalu ada pemain yang kesurupan.

Bruk!

Seorang pemain menendang meja. Sehingga, membuat makananan dan piring-piring yang ada di atasnya jatuh berserakan. Menimbulkan suara yang nyaring. Hampir mengalahkan suara musik yang mengiringi.

"Keluarga setan!"

"Keluarga setan!"

Orang itu terus berteriak. Suaranya terdengar jelas meskipun bersandingan dengan musik. Dia Menghancurkan semua yang ada di hadapannya.

"Hei, apa-apa ini!"

Mbak Neli langsung berlari ke arah pemain kuda lumping. Dia menghampiri seorang pria paruh baya yang memakai blanko. Tepatnya seorang bapak tua yang sedang sibuk komat kamit sambil memegang wadah tempat membakar kemenyan.

"Berhenti!"

"Diam."

Aku merasakan firasat buruk. Segera mendekati Mbak Neli. Takut terjadi apa-apa.

"Mas, di sini aja. Nayla takut."

"Sebentar Nay."

"Wahai semua manusia di sini, jangan mau memakan makanan dari keluarga setan seperti mereka, hahaha."

Seorang pria yang tadi sudah mengamuk, sekarang terus mengeluarkan kata-kata aneh.

"Ih, serem banget. Jangan-jangan Si Neli nyewa pesugihan kali yah," ucap beberapa tetangga yang sampai di telingaku dan juga Mbak Neli.

"Hey, berhenti! saya tidak pernah mengundang kalian ke sini!" Kakakku terus berteriak histeris. 

Dia pasti merasa malu dan marah. Acara pesta sunatan anaknya jadi berantakan. Dua pemain kuda lumping lainnya masih berjoget-joget sambil menghancurkan  semua hiasan dan hidangan yang tersedia. Sedangkan satu orang, terus meracau tak karuan. Mengatakan hal-hal buruk tentang keluargaku.

"Tolong hentikan kekacauan ini, Pak. Saya bisa laporkan kalian ke polisi," ancamku pada seorang bapak tua, pemimpin pasukan kuda lumping.

"Kami hanya mempersembahkan hiburan.  Sesuai perintah."

Apa maksud perkataanya? siapa yang memerintahkan mereka? Apakah semua ini ulah Eva? tidak mungkin. Eva tak akan bisa bertindak segila ini. Atau semua ini ulah Gibran? 

"Wahai manusia jagat raya, lihat pria ini. Dia benalu, dan tidak tahu malu, hahaha."

"Apa maksudmu?" 

Rasa kesal mulai memuncak. Mereka sangat menguji kesabaran. Bukan hanya acara keponakanku yang dihancurkan, tapi orang asing itu terus berbicara macam-macam.

"Lanang kentir. Ora puas siji wadon."

(Pria gila. Tidak puas satu wanita)

"Ora eling. Wes due bojo."

(Gak sadar. Sudah punya istri)

"Si Adi selingkuh?" 

"Pantesan jarang balik. Punya istri dua kali, yah."

Saudaraku yang rata-rata campuran suku Jawa, sangat memahami arti perkataan orang tersebut. Pertanyaan dan dugaan mulai terlontar. Kepalaku rasanya pusing mendengar omongan negatif dari mereka.

"Arrgh!"

"Adi!" 

Sebuah pecutan tepat kena punggungku. Atraksi kuda lumping makin tak karuan. Mereka bukan mempersembahkan hiburan. Namun, bertindak anarkis.

"Cukup! berhenti!" 

Ibu berjalan tergopoh-gopoh dari arah dalam rumah bersama Mbak Ratna. Dia pasti kaget melihat pemandangan yang luar biasa.

"Hei, pergi kalian! siapa yang menyuruh kalian ke sini. Cepat pergi!"

Mbak Ratna ikut mengamuk. Dia menghempaskan wadah kemenyan dari tangan si Bapak Tua.

"Sembrono! sampean wes buang kemenyan Iki. Kesengsaraan akan menimpa kalian."

(ceroboh! kamu sudah membuang kemenyan ini. Kesengsaraan akan menimpa kalian.)

Bapak Tua mengungkapkan ketajaman ke arah keluargaku. Dia mengangkat tangan. Sebagai kode musik alunan. Tiga pemain yang kesurupan langsung jatuh pingsan.

"Kalian akan menemukan kesengsaraan, karena telah mengganggu kami untuk mengenang kesenian ini."

Bapak tua itu berbicara tepat di hadapanku. Bulu kuduk bergidik ngeri dengan ucapannya. Apa benar, akan ada penderitaan yang menerpaku dan keluarga karena kejadian ini?

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Isabella
membaca senyum senyum sendiri ini pasti ulah eva
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kukacaukan Acara Keluarga Suamiku   Eva Tiba-tiba Datang

    "Halah, jangan banyak omong. Pergi!"Mbak Neli meraung sambil menangis. Dia berada dalam pelukan ibu. Aku tahu perasaannya. Pasti kacau karena kejadian ini."Bangunkan mereka," perintah Bapak tua.Salah seorang anak buahnya mencipratkan air. Orang-orang yang tadi kesurupan dan pingsan, mulai sadarkan diri. Mereka bergegas keluar dari tenda hajatan."Dasar gila!"Mbak Ratna melempar Aqua gelas yang berserakan di tanah. Meluapkan emosi yang membuncah. Dia memang paling bar bar. Tak akan terima jika adiknya disakiti."Mending kita bubar aja, guys. Serem di sini. Pasti mereka banyak duitnya gak wajar. Mangkanya diganggu makhluk halus."Celetuk seorang perempuan tukang gosip. Dia menggiring opini buruk kepada para tamu yang hadir. Satu persatu, para tamu membubarkan diri."Maria, apa benar si Adi punya istri lain? atau salah satu anakmu nyewa jasa pesugihan?" tanya salah satu saudara kepada ibuku."Heh, Uwa Erna jangan bicara yang sembarangan. Istri Adi hanya satu, Nayla. Terus yah, kelu

    Last Updated : 2022-08-01
  • Kukacaukan Acara Keluarga Suamiku   Nayla Dianggap Pembantu

    [Mas aku di rumah Mbak Ratna. Nanti sore mau nginep di rumah ibumu. Kamu pulang ke sini aja. Biar kita bisa nginep dulu beberapa hari.]Mataku melotot menatap pesan dari Eva. Kekacauan apalagi yang akan terjadi? bagaimana jadinya jika aku, Eva dan Nayla berada dalam satu atap?"Hallo, Dek?"Ribuan pertanyaan berkecamuk di hati. Segera aku hubungi Eva melalui telpon. Ada apa dengannya, sampai dia mendadak ada di rumah ibu?"Iya, Mas kenapa?""Kenapa kamu baru bilang kalau mau berkunjung ke rumah ibu?""Emang kenapa, gak boleh aku main ke rumah mertua sendiri?""Bu-bukan gitu. Maksud Mas, kenapa gak bilang sebelum Mas pergi ke Lampung. Kita 'kan bisa bareng.""Gak papa Mas. Sendiri juga aku bisa.""Ya sudah, nanti Mas nyusul ke situ yah.""Iya."Eva langsung memutuskan panggilan dariku. Dia tidak seperti biasanya. Sikapnya jadi cuek. Aku harus bagaimana kalau sudah begini?Kepalaku rasanya mau meledak bagai gas Elpiji. Takut terjadi perang dunia ketiga, jika Eva dipertemukan dengan Nayl

    Last Updated : 2022-08-01
  • Kukacaukan Acara Keluarga Suamiku   Sertifikat Tanah

    "Masa sih? aku gak percaya. Pembantu ko sikapnya kaya majikan.""Saya bukan pem-"Mbak Ratna langsung membekap mulut Nayla. "Ratna, bawa Nayla ke kamar.""Oke, Bu.""Ayok, Nay.""Tapi, Mbak, Bu ...." "Masuk!" bentak Ibu geram.Tak ada yang bisa membantah ucapan Ibu. Nayla yang awalnya nampak ingin membongkar pernikahan kami, tiba-tiba tak bisa berkutik. Mbak Ratna, dengan sigap menariknya masuk ke kamar. Sedangkan aku, hanya bisa mematung bagai seorang sapi yang dicucuk hidungnya. "Ibu pasti kesal juga yah, sama kelakuan pembantunya? sabar yah, Bu. Pembantu kadang suka gitu," ucap Eva dengan enteng.Dia malah duduk sambil meminum air putih. Sikapnya berubah. Dia tidak seperti Eva yang biasa aku kenal. Ada apa sebenarnya?"Istirahatlah, Eva. Kamu pasti capek. Soal Nayla, biar ibu yang urus."Aku yakin Ibu sebenarnya marah pada Eva. Namun tak ada yang berani melawan. Ibu maupun Mbak Ratna, selalu bersikap manis pada Eva. Meskipun, kenyataannya Eva hanya dimanfaatkan saja. Demi harta

    Last Updated : 2022-08-01
  • Kukacaukan Acara Keluarga Suamiku   POV Eva

    POV Eva Bagaimana rasanya jika sebagai istri, tapi tak pernah diakui. Keberdaanku bagai bangkai yang harus ditutupi. Padahal, jika di depanku, mereka memperlakukanku bak putri raja. Aku, Eva Puspita Ningsih, pernah beranggapan bahwa diriku mempunyai suami yang hampir sempurna. Hidup kami sangat bahagia meskipun belum dikarunia seorang anak. Aku juga mempunyai mertua, kakak ipar dan adik ipar yang sangat menyayangiku. Meskipun, secara perekonomian hampir 80% kebutuhan ibu mertua aku yang menanggung. Bahkan, kakak iparku sering sekali meminjam uang tanpa ingat mengembalikanny. Sengaja tak pernah aku tagih. Anggap saja, sebagai rasa hormat kepada saudara. Menurutku, uang bisa dicari. Sedangkan saudara serta cinta adalah hal yang susah dicari dan tak bisa dibeli. Namun, ternyata aku salah menilai mereka. Tak ada kasih sayang untukku. Mereka munafik. Hanya baik di depan, tapi busuk dibelakang. Aku hanya menantu sekaligus adik ipar yang ditemui saat mereka butuh. Sedangkan, jika tak b

    Last Updated : 2022-08-26
  • Kukacaukan Acara Keluarga Suamiku   Cepat Katakan

    POV Eva (cepat Bu, katakanlah!) "Gila. Mereka benar-benar gila." Gibran menggeleng tak percaya. Sama halnya denganku. "Lilik tidak sengaja mendengar percakapan mereka tentang sertifikat itu. Awalnya, Lilik tak berani memberitahu kamu, Ndok. Mbak Maria selalu mengancamku. Dia itu bagai ular berbisa. Kamu harus hati-hati dengan mertuamu itu." "Terus aku harus apa Lik? tanah perkebunan kopi itu sangat luas. Hampir 250 hektar. Apa kita lapor polisi?" "Jangan. Kita tidak punya bukti kuat. Lebih baik, kita selidiki dulu. Tapi kamu tidak pernah tanda tangan apapun 'kan?" "Ti-tidak. Tepatnya aku tidak tahu. Bahkan, surat itu sudah berpindah tangan pun, aku baru tahu sekarang." "Parah. Kamu terlalu percaya sama suamimu yang gila itu." Gibran memandang sinis. Pasti dia mengangapku bodoh. Aku mengakui itu. Cinta palsu mereka, telah menipuku. Namun, tidak lagi. Sampai kapanpun, akan aku perjuangkan hakku. Kebun kopi dan pabrik peninggalan Bapak. Bukan sekedar nominalnya, tapi keberadaan p

    Last Updated : 2022-08-26
  • Kukacaukan Acara Keluarga Suamiku   Pelajaran Untuk Nayla

    "Kapan ibu mengambil surat itu? di mana ibu menyembunyikannya?" "Surat itu ...." Mas Adi, Ibu, Mbak Ratna dan Nayla sedang berkumpul di kamar. Mereka sedang membahasa perihal serrifikat tanah milikku. Suasana malam yang sunyi, membuatku bisa mendengar jelas percakapan mereka. Semoga saja, ibu memberitahu keberadaan surat berharga itu. Cepat Bu, katakanlah! "Surat itu, ibu simpan di ...." "Dor, lagi ngapain Kakak ipar." "Arrgh! demit!" "Hahaha, sembarangan aku dibilang setan." "Ya Allah Wi, ngagetin aja." Jantungku hampir copot karena lelucon Tiwi. Dia datang bagai jalangkung. Tiba-tiba muncul di detik-detik penting. Hampir aku mendapatkan titik terang. Tiwi malah menggagalkannya. "Eva?" tanya Ibu mertua. Mereka keluar kamar. Menatap heran ke arahku. Lebih tepatnya, menampilkan raut tegang. Pasti mereka takut aku mendengar percakapan mereka. "Dek, sejak kapan kamu di sini?" "Baru lewat." "Bohong. Orang Mbak Eva ngintip ke kamar dari tadi, hahaha." "Apa benar, Eva?" "Tidak

    Last Updated : 2022-08-26
  • Kukacaukan Acara Keluarga Suamiku   Berlian Palsu

    "Si*l, dimana ibu menyimpan sertifikat milikku." Aku berkacak pinggang sambil memutar otak. Kira-kira tempat mana lagi yang belum aku geledah? Suara ngorok membuat mataku tertuju ke arah Ibu mertua. Menatap ke arah kasur. "Aha, kolong kasur." Aku tengkurap. Mata menyoroti bawah kasur. Menyalakan senter handphone agar terlihat jelas. Tak ada apa-apa di sana. Hanya debu yang yang tak terjamah sapu. Tak kehabisan akal, aku angkat spring bed. Meraba-rabanya, meski agak kesulitan karena tubuh ibu cukup berat. Nampaknya tak ada juga. Aku beralih ke bantal yang ibu tiduri. Menarik bantal dari kepalanya. Mengecek di bawah bantal, maupun sarung bantal. Tetap tidak ada. Aku menyerah. Sepertinya, lebih baik coba cara yang diusulkan Gibran. "Hallo, Gibran?" Aku hubungi Gibran diam-diam di kamar mandi. "Iya, Eva. Bagaimana, apa kamu sudah menemukannya?" "Belum, Ran. Aku tidak menemukan apapun di sini." "Aneh, padahal aku curiga surat itu ada di kamar Uwa Maria. Soalnya, setiap dia pergi

    Last Updated : 2022-08-26
  • Kukacaukan Acara Keluarga Suamiku   Sertifikat

    Senyum merekah di wajah mereka. Seakan lega atas keputusanku. Mereka tidak tahu, semua ini bagian dari rencanaku. Rumah ini harus kosong, agar Gibran leluasa menjalankan rencana kami. Biarkan Nayla ikut. Di mana pun tempatnya, dia akan tetap aku perlakukan sebagai pembantu. "Wih, Asik banget kita bakal jalan-jalan sekeluarga. Bisa makan di restoran mewah. Pulangnya mampir ke mal. Iya Gak Va? nanti kamu Mbak ajak ke tempat barang-barang brended, biar makin modis." "Boleh, Mbak." "Makasih ya, Dek." Mas Adi mulai melembut kembali. Dia tersenyum bahagia. Sambil mengusap lembut tanganku. Tentunya dia gembira, karena aku mengajak semua keluarga bahkan gundiknya untuk jalan-jalan. Pasti mereka berpikir, aku rela menghamburkan uang untuk membiayai gengsi mereka. Dulu mungkin demikian. Sekarang, tentu tidak. Aku akan memberikan pelajaran berharga untuk semua keluarga Mas Adi. Agar mereka sadar, bahwa selama ini, hartaku ikut andil memberikan kebahagian kepada mereka. Jam menunjukan puk

    Last Updated : 2022-08-26

Latest chapter

  • Kukacaukan Acara Keluarga Suamiku   TAMAT

    "Ya Allah.""Tenang, Sayang. Kita cek saja ke kantor polisi."Kami mengangguk setuju atas usulan Gilang. Lalu, masuk ke mobil masing-masing. Awalnya Mas Gibran melarang. Takut aku mual dan merasakan gejala kehamilan lainnya. Namun, aku yakinkan dia, bahwa kondisi tubuh ini baik-baik saja. Apalagi jarak ke kantor polisi hanya satu jam. "Sayang, kamu gak ada yang dirasa?" tanya Mas Gibran di tengah perjalanan."Aku baik-baik saja, Sayang. Mas fokus nyetir, yah.""Siap, sayang. Kalau pusing, atau mual, atau lapar, bilang aja yah.""Siap suamiku."Mas Gibran mencium tangan. Sementara matanya fokus menyetir mobil. Sepanjang jalan, suamiku sangat memperhatikanku. Dia memang sedikit berlebihan. Maklum, sudah lama kami menunggu kehadiran sang buah hati. Wajar, kalau suamiku begitu menjaganya. Ditambah lagi, dia sangat mencintaiku. "Mas, kasihan sekali Salwa.""Iya, Sayang. Ko, bisa dia malah masuk rumah sakit jiwa.""Mungkin, obsesi dia terlalu tinggi. Sampai meracuni pikiran. Ya, jadi gitu

  • Kukacaukan Acara Keluarga Suamiku   Hamil

    "Garis dua. Ini benar-benar garis dua. Tapi garisnya tidak terlalu keliatan."Mataku melebar. Deru jantung tak karuan. Angin segar seakan berhembus kencang. Antara percaya dan tidak. Aku ngin ambruk. Badanku terduduk di kasur. Air mata berjatuhan. Bibir tersenyum. "Assalamualaikum.""Eva!"Teriakseseorang dari pintu depan, membuatku sadar. Aku hapus air mataku. Bergegas menuju pintu depan."Rani, kamu ada di sini?""Iya, Eva. Maaf aku gak ngabarin. Sekalian ada urusan bisnisnya Mas Gilang di daerah sini. Jadi, aku sengaja mampir ke sini.""Gilangnya mana?""Aduh, maaf, Va, kerjaan dia numpuk banget. Katanya nanti nyusul. Aku saja sampe dicuekin. Jadi, sengaja ke sini deh, biar gak gabut di hotel.""Owalah, ya sudah, ayok masuk."Rani aku suruh duduk di sofa. Sementara aku membawakan satu cangkir teh hangat. Udara di sini terasa dingin, meski sudah mau beranjak siang hari. Badanku sedikit lemas. Masih terbayang-bayang dua garis merah tadi. Namun, aku harus bersikap biasa di depan Ra

  • Kukacaukan Acara Keluarga Suamiku   Rani Siuman

    "Tidak, Di. Kamu beruntung sekali sudah punya bayi kecil yang lucu," jawab Mas Gibran dengan senyum sendu. Sambil menepuk pundak Mas Adi. "Sabar, Ran. Kamu orang baik. Pasti, banyak jalan biar kalian bisa dihadirkan apa yang kalian inginkan.""Aamiin."Aku menggandeng Mas Gibran dengan erat. Kami saling bertatapan. Kata-kata Mas Adi memberi semangat tersendiri untuk kami.Percaya, bahwa banyak jalan menemukan kebahagiaan. Masih banyak pejuang garis dua yang sudah berjuang hampir puluhan tahun. Maka, bagi kami yang belum lama berjuang, tak ada alasan untuk mencoba, apalagi menyerah.Semuanya butuh proses. Asal terus berusaha dan berdoa. Insyallah, hasil tidak akan menghianati. Pasrahkan diri, dan terus memohon. Semesta pasti memberi jalan."Kalian hebat, bisa bangkit lagi secepat ini."“Alhamdulilah, Mas. Semoga bisnis ini bisa terus berjalan lancar. Biar bisa terus membuka peluang usaha untuk orang lain.”"Aamiin. Tentu, dong. Termasuk membuka peluang usaha buatku. Aku yakin, dalam b

  • Kukacaukan Acara Keluarga Suamiku   Cinta Penuh Haru

    "Panggil Dokter, cepat!" perintah Pak Hakim.Gilang bergegas keluar ruangan. Sementara Mas Gibran malah memeluk pinggangku. Kami bagaikan penonton yang sedang menyaksikan adegan penuh haru. Saksi cinta seorang ayah kepada anaknya yang mampu memberi kekuatan tersendiri. Sehingga, Rani bisa berjuang keras melawan kondisinya yang sedang tidak baik-baik saja. "Sayang, bertahanlah. Ayah mohon."Suasana makin tidak karuan. Harapan dan kecemasan jadi satu. Apalagi saat melihat dokter tampak tegang memeriksa Rani, karena mendadak dia kejang. "Rani, bangunlah. Ayah menunggumu, Nak.""Dokter bagaimana kondisi istri saya?""Iya, Dok. Bagaimana kondisi anak saya. Kenapa dia tidak bangun, padahal tadi tangannya bergerak.""Maaf, Pak. Saya belum bisa memastikan secara pasti kapan Ibu Rani akan siuman. Namun, gerakannya tadi bisa menjadi pertanda baik. Dia merespon perkataan kalian. Maka, kita harus terus berdoa. Semoga secepatnya Ibu Rani bisa siuman.""Ya Allah, Rani. Bangun, Nak.""Sabar, Pak.

  • Kukacaukan Acara Keluarga Suamiku   Bertemu Ayah

    "Aku izin menghubungi Mas Adi dulu, Mas.""Iya sayang. Semoga Pak Hakim bisa ke sini.""Aamiin. Semoga kehadiran Pak Hakim bisa membuat Rani cepat sembuh."Aku bergegas menelepon Mas Adi. Sengaja menggunakan fitur pengeras suara, agar Mas Gibran ikut mendengar percakapan di antara kami. "Halo, Mas.""Iya, Eva. Bagaimana kondisi di sana.""Tidak baik-baik saja, Mas." Aku ceritakan kondisi yang terjadi di sini. Mas Adi ikut perihatin. Dia juga merasa was-was dengan keadaan kami di sini."Mas, tolong bilang pada Dokter Pak Hakim, beliau diajak ke sini. Agar bisa bertemu dengan anaknya.""Baiklah, Eva. Aku akan menanyakannya dulu. Kamu dan Gibran tenanglah di sana. Mas akan berusaha membantu kalian semaksimal mungkin.""Terima kasih, Di.""Sama-sama, Gibran. Kalian harus waspada. Takutnya perempuan gila itu melarikan diri.""Iya, Mas. Semoga saja tidak.""Ya sudah, aku langsung ke rumah sakit lagi. Semoga diizinkan. Aku yakin bisa, karena kondisi Pak Hakim tampak lebih baik.""Aamiin.

  • Kukacaukan Acara Keluarga Suamiku   Akad Nikah Gagal

    “Mbak Rani, Mas Gilang?” Salwa kaget dengan kehadiran kakaknya. Tentu semua ini di luar perkiraannya. Aku sudah memasang kamera tersembunyi di kamarnya. Agar bisa mengambil langkah lebih dulu dibandingkan Salwa.Mas Adi juga sudah berhasil mengamankan keberadaan Pak Hakim. Pria paruh baya itu sedang dirawat di rumah sakit dekat rumah Mas Adi. Sementara Rani dan gilang, aku perintahkan hadir ke sini, untum menjadi saksi di kantor polisi. Sekaligus membongkar kejahatan-kejahatan adiknya."Ke-kenapa ada Mbak Rani dan Mas Gilang. Aku sudah bilang, jangan mengundang mereka," ucap Salwa naik pitam.Wajahnya berubah seram. dia mulai menyadari kejahatannya akan terbongkar. Aku sudah siap siaga. Sebenarnya tamu yang hadir merupakan para polisi yang sedang menyamar. Area rumah ini juga sudah dijaga beberapa karyawan pria Mas Gibran. Agar bisa mengantisipasi kalau Salwa berani kabur."Ini hadiah dariku Salwa. Aku ingin dihari bahagi ini, disaksikan kakamu tercinta.""Tidak. Kamu sudah melanggar

  • Kukacaukan Acara Keluarga Suamiku   Kekacauan Di Acara Pernikahan

    "Apa?""Maaf, Bos. Tiba-tiba semua orang di rumah ini pingsan, lalu saat kami memeriksa kamar bapak, kamarnya kosong.""Bodoh. Kenapa kalian sangat ceroboh!" sentakku emosi. Sialan. Siapa yang sudah menculik ayah. Berani-beraninya bermain-main denganku. Aku bingung harus bagaimana. Tak mungkin pulang. Besok acara akad nikah. Namun, jika tidak bisa ditemukan, Mas Gibran bisa curiga. "Tangkap Rani, dan Gilang. Kalau ini semua ulah mereka, sakiti saja mereka. Kalau tidak, cepat cari di mana pun keberadaan ayah. Kalau tidak, kamu tahu akibat.""Ba-baiklah, Bos."Sambungan telepon aku matikan dengan emosi membuncah. Aku banting ponsel ke kasur. Tidak jadi istirahat. Aku harus memikirkan cara untuk mengatasi kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi. Sampai jam menunjukan waktu dini hari, aku belum bisa tidur. Masih menunggu kabar tentang ayah. Para anak buah tak bisa diandalkan. Hanya menangkap Rani dan Mas Gilang saja butuh waktu berjam-jam. Tak mau terus dihantui rasa kesal, dan

  • Kukacaukan Acara Keluarga Suamiku   Persiapan Pernikahan

    POV Salwa"Mas, aku mau gaun pernikahan yang cantik, dan bunga melati asli," ujarku sangat bahagia saat ada di dalam mobil. Semakin hari, sikap Mas Gibran semakin manis saja. Dia mengajakku mencari keperluan untuk pernikahan. Sering-sering saja Mas Gibran dan Mbak Eva ribut. Agar aku punya kesempatan mendapatkan hati Mas Gibran sepenuhnya. "Iya, kamu pilih saja yang kamu mau.""Aku juga pengen kita tetap mengundang warga sekitar. Biar aku tetap diakui sebagai istrimu.""Soal itu tentu, Sal. Aku pasti mengundang warga sekitar sebagai saksi.""Bagus, Mas."Bibirku merekah bagai bunga mawar. Tak menyangka bisa ada di posisi ini. Aku pikir, dekat lagi dengan Mas Gibran hanya mimpi. Nyatanya, dia akan menjadi suamiku. Kami akan hidup bahagia. Memiliki anak-anak yang lucu. Lalu, Mbak Eva tinggal didepak sesuka hati.“Mas, aku mau makan di restoran terenak di daerah sini.”“Baiklah.”Setelah berkeliling mencari kebaya dan MUA yang bagus, aku ajak Mas Gibra. Ternyata cukup melelahkan juga m

  • Kukacaukan Acara Keluarga Suamiku   Eva Beraksi

    POV Eva "Aduh, kenapa perempuan itu sadar keberadaan cctv yang baru aku pasang kemarin?" tanya pada diri sendiri. Tadi, sekilas aku mendengar pembicaraan Mas Gibran dengan Salwa. Semua yang terjadi, merupakan hasil rekayasa antara aku dan Mas Gibran. Aku sengaja menyuruhnya pergi ke kota. Agar aku bisa memasang cctv dengan leluasa di rumah ini. Terutama di kamar Salwa, dan depan pintu kamarku. Video-video itu akan menjadi bukti akal bulus perempuan kegatelan itu. Semalam, aku pura-pura ribut dengan Mas Gibran. Sengaja, agar mempermudah mencari alasan untuk mempercepat acara pernikahan pura-pura antara Mas Gibran dan Salwa. "Aku mengajak Salwa keluar dulu, Sayang. Agar dia tidak curiga soal cctv di rumah ini.""Iya, Mas. Hati-hati. Buat dia terlena dengan rayanmu. Agar aku bisa dengan bebas menemukan banyak bukti untuk membongkar kejahatannya.""Siap, Sayang.""Oh, iya, barang bukti yang kamu temukan di pabrik, apa sudah diperiksa polisi?""Dalam proses penyelidikan Mas. Jepitan d

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status