Share

Bab 2

last update Last Updated: 2022-08-19 22:21:34

"Sekarang aku sadar Mas ternyata Ayah dan Ibu mertua telah membuat perjanjian yang bisa menyelamatku dan menjadi titik kelemahanmu," lanjutku dengan nada sinis, tapi kuyakin seribu pertimbangan pasti di otaknya sekarang, biarkan saja rambutmu makin tipis, Mas.

Kulihat raut kekesalan di wajahnya, ia langsung pergi dari hadapanku dan mendekati anak-anak. Tapi, malangnya anak-anak malah lari ke belakangku dan memelukku, anakmu sendiri takut dengan sikapmu yang seperti ini, Ayah macam apa ini.

Aku kembali menyunggingkan senyum sambil geleng-geleng kepala. Kupegang tangan anak-anakku karena kutahu pasti sekarang mereka takut melihat Ayah mereka yang dalam sekejap berubah menjadi monster.

"Yuk, kita pergi ke tempat lain sayang, masih banyak tempat yang harus kita kunjungi," ajakku sambil riang lalu membawa kedua anak-anakku ke dalam mobil, kemudian aku masuk dan mengemudi mobil.

Kulihat ekspresinya masih bingung melihatku yang mengemudi mobil. Sebelum pergi kusempatkan mengklakson mobil di depannya dan Mita karena kulihat Mita mulai mendekatinya.

Jangan kamu pikir enteng Mas, karena selama ini aku hanya menumpang di mobilmu, bukan berarti aku nggak bisa bawa mobil. Jangankan mengemudi mobil, mengobrak-abrik hatimu saja aku bisa, Mas.

PoV Hanin

Aku adalah anak yatim-piatu yang di besarkan di panti asuhan hingga aku menyelesaikan masa belajar SMA, setelahnya aku memutuskan untuk bekerja untuk melanjutkan kuliah.

Tapi sebelumnya Pak Ihsan, yang sekarang sudah menjadi ayah mertuaku, beliau adalah sosok malaikat di kehidupanku selama aku di panti asuhan karena mendiang ayahku sangat akrab dengan Mertuaku sekarang.

Dulu memang Mertuaku ingin membawaku tinggal bersamanya, namun karena ia tahu istrinya tipe orang yang serba salah, jadi ia mengurungkan niatnya, maka dari itu Ayah mertuaku selalu mengunjungiku minimal sekali seminggu di panti asuhan hingga aku keluar dari panti asuhan bahkan biaya kulaihku pun sebagain di bantu sama beliau.

Setelah aku wisuda, aku langsung di terima ngajar di sekolah dasar dan itu sebuah anugerah yang besar dalam hidupku, setidaknya aku tidak luntang-lantung lagi walaupun aku yatim-piatu.

3 tahun aku ngajar, hingga pada suatu hari Pak Ihsan menjodohkanku dengan anaknya yang sekarang sudah sah menjadi suamiku Mas Arga, awalnya aku ingin menolak melihat sikap ibu mertuaku seolah-olah menolakku mentah-mentah.

Ternyata, Mas Arga malah menyukaiku di hari pertama kami dipertemukan oleh ayah Mertuaku, setalah lama aku mempertimbangkan matang-matang, akhirnya kuterima hitung-hitung balas Budi kepad Pak Ihsan.

Sehari setelah kami di nikahkan, ayah mertuaku membuat perjanjian di atas materai, dimana isinya jika Mas Arga berani kasar atau selingkuh maka semua warisannya di jatuhkan padaku jika kami belum memiliki anak, jika kami sudah punya anak maka akan jatuh atas nama anak kami.

Setelah menikah, Mas Arga menyuruhku berhenti bekerja karena takut kelelahan terlebih lagi aku sangat cepat hamil, baru 3 bulan kami menikah aku sudah positif hamil, hal inilah yang membuat Mas Arga memaksaku berhenti bekerja.

Awalnya aku merasa senang karena suamiku sangat peduli dan perhatian, tapi dibalik kesenanganku ada ibu mertua yang selalu menyiksaku dengan kata-kata pedas, ia bahkan memandangku lebih rendah dari sampah semenjak aku berhenti bekerja, tapi itu tidak masalah bagiku karena Mas Arga selalu membelaku.

Semenjak aku berhenti bekerja, aku memang sudah membuat tabungan masa depan, siapa tahu diperlukan suatu saat. Mas Arga tidak tahu tentang tabungan ini, karena ini sisa-sisa belanja bulanan.

7 tahun pernikahan kami langgeng dan romantis, jabatan suamiku juga dinaikkan di kantor otomatis gajinya juga bertambah. Semakin bertambah gaji suamiku, semakin pedas pula omongan ibu mertuaku.

"Taunya minta aja, kamu pikir anakku babumu apa? Cantik nggak, sok alim iya, gadis kampung yang nggak tau di untung," nyinyiran ini sudah makananku yang tidak bisa di lewatkan setiap hari. Karena merasa sudah tidak tahan akhirnya aku mengajak Mas Arga pindah, suamiku menuruti permintaanku dan kami akhirnya pindah.

Sadisnya ibu mertuaku, aku melahirkan sekalipun ia tidak mau mengurusnya sehari pun, tapi untung Mas Arga juga paham dengan sikap ibunya sehingga itu tidak menjadi masalah bagianya.

Hingga sekarang kami sudah di karuniai dua anak, namun akhir-akhir ini ada yang aneh dengan suamiku mulai dari pulangnya suka larut malam. 

Awalnya aku selalu positif thinking kalo dia mungkin sibuk banget, tapi rasa curigaku muncul saat aku menemukan noda lipstik merah di kemejanya dan juga tisu basah.

Ku coba mencari tentang kebenarannya dengan melacak gps dan whatsappnya dan ternyata kecurigaanku benar selama ini.

Beberapa hari yang lalu sebelum aku menemukan noda lipstik itu, aku membawa kedua anak-anakku ke super market untuk membeli stok seminggu dan kebetulan di depan super market tersebut ada rumah makan mewah.

Mataku tidak sengaja menangkap Mas Arga sedang makan bersama dengan cewek, anak-anakku juga melihatnya.

"Bunda itu Ayah sedang makan, kita kesana yuk Bunda, kita ikut makan juga," ajak Hana dan Dani.

"Jangan sayang, Ayah kayaknya lagi rapat masalah pekerjaan di kantor," jawabku menolak permintaan anak-anak. Terlihat jelas raut kecewa dimuka mereka membuat hatiku ikut sedih.

"Gimana kalo kita beli ice cream aja, mau nggak?" tanyaku, mereka berdua langsung mendongak dan mengangguk-angguk gemas.

"Mau Bunda," jawab mereka riang. Segera kutarik tangan-tangan mungil itu masuk ke dalam lalu mencari ice cream untuk mereka.

Hari ini semuanya sudah terbukti, aku sudah melihat mereka langsung dengan mata kepalaku sendiri, ia bahkan berani membentakku di depan anak-anak dan yang lebih parahnya ingin menamparku, semua yang dilakukannya sudah melanggar perjanjian yang tangannya sendiri sudah menandatanganinya di atas materai lagi, tanggung resiko, Mas.

***

Disisi lain, Mas Arga masih bersama Mita. Tapi setelah kepergian Hanin, ia teringat sesuatu yang selama ini tidak pernah ia langgar.

"Kamu kenapa, Mas? Mikirin istri kucelmu itu?" tanya Mita dengan nada tidak suka di bantu dengan sorot mata antagonis dan bibir yang di manyun-manyunkan.

"Nggak, bukan gitu sayang, dulu aku punya perjanjian warisan dengan Ayah saat aku dan Hanin dinikahkan," jawab laki-laki itu jujur, Mita yang mendengar kata warisan matanya langsung berseri-seri.

"Terus-terus, gimana sayang belum dapat, ya?" tanya Mita mulai kepo dengan kekayaan yang dimiliki Arga.

"Belum dapat sayang, apalagi aku melanggar perjanjiannya nggak bakalan dapat," terang Mas Arga membuat Mita langsung menyergit.

"Perjanjian apa?" lanjut Mita semakin kepo, udah kayak penagih utang saja.

"Em … nggak kok sayang, kita pulang sekaramg ya, aku antrein kamu ke rumahmu," ajak Mas Arga lembut dan genit, Mita langsung mencebikkan bibirnya tanda tidak suka.

"Baru juga kita datang, belum sempat menikmati keindahan laut. Lebih lama waktumu melayani istri kucelmu itu, Mas," kesal Mita lalu menghentakkan kakinya ke pasir.

"Aku ngerti kok sekarang kamu pasti marah banget, tapi Aku juga harus memperjuangkan warisan kalo tidak nanti jatuh ke Hanin, kali ini tolong mengerti ya," bujuk Mas Arga. Cukup lama Mas Arga membujuk Mita akhirnya ia mau pulang.

***

Malam hari; Aku dan anak-anak sedang menonton televisi, aku yakin Mas Arga bakalan pulang cepat nggak seperti biasanya yang selalu beralasan lembur.

Benar saja, samar-samar aku mendengar pintu di ketuk. Aku bangkit dari sofa dan bergegas membuka pintu.

"Assalamualaikum," sapanya, aku langsung mengerutkan kening bukannya tadi siang dia marah berapi-api kepadaku dan sekarang apa ini, lembut sekali seolah-olah tidak ada yang terjadi.

"Walaikumsalam," jawabku lalu aku masuk meninggalkannya yang masih membuka sepatunya, tidak biasanya aku seperti ini. 

"Hana, Dani lihat Ayah bawa maninan buat kalian ada Barbie sama mobil-mobilan," ucapnya girang kepada anak-anak. Aku yang melihat itu dari dapur hanya melipat kedua tanganku.

Kulihat tidak ada sorakan riang dari anak-anak, bahkan mereka hanya melihat Mas Arga sekilas lalu kembali fokus menonton film kartun. Melihat tidak ada reaksi anak-anak, ia langsung melihatku yang sedang berdiri melihatnya juga.

Aku tersenyum miring, anak-anak saja mengerti mana yang menyayangi mereka dengan tulus. Ia berjalan mendekatiku, ku tunggu ia mendekat tanpa mengubah posisiku sedikitpun. Aku tahu sekarang pasti ia ingin menyalahkanku lagi, dasar suami egois bisanya cuma nyalahin istri tanpa mau koreksi kesalahannya sedikitpun. Tidak apa-apa Mas, permainan baru saja dimulai.

"Anak-anak kenapa?" pertanyaan bodoh itu akhirnya keluar dari mulutnya, aku langsung menaikkan alisku sebelah.

"Jangan berani mengancamku, Hanin," kali ini nada bicaranya sedikit turun.

"Sekarang aku sadar Mas ternyata Ayah dan Ibu mertua telah membuat perjanjian yang bisa menyelamatku dan menjadi titik kelemahanmu," lanjutku dengan nada sinis, tapi kuyakin seribu pertimbangan pasti di otaknya sekarang, biarkan saja rambutmu makin tipis, Mas.

Kulihat raut kekesalan di wajahnya, ia langsung pergi dari hadapanku dan mendekati anak-anak. Tapi, malangnya anak-anak malah lari ke belakangku dan memelukku, anakmu sendiri takut dengan sikapmu yang seperti ini, Ayah macam apa ini.

Aku kembali menyunggingkan senyum sambil geleng-geleng kepala. Kupegang tangan anak-anakku karena kutahu pasti sekarang mereka takut melihat Ayah mereka yang dalam sekejap berubah menjadi monster.

"Yuk, kita pergi ke tempat lain sayang, masih banyak tempat yang harus kita kunjungi," ajakku sambil riang lalu membawa kedua anak-anakku ke dalam mobil, kemudian aku masuk dan mengemudi mobil.

Kulihat ekspresinya masih bingung melihatku yang mengemudi mobil. Sebelum pergi kusempatkan mengklakson mobil di depannya dan Mita karena kulihat Mita mulai mendekatinya.

Jangan kamu pikir enteng Mas, karena selama ini aku hanya menumpang di mobilmu, bukan berarti aku nggak bisa bawa mobil. Jangankan mengemudi mobil, mengobrak-abrik hatimu saja aku bisa, Mas.

PoV Hanin

Aku adalah anak yatim-piatu yang di besarkan di panti asuhan hingga aku menyelesaikan masa belajar SMA, setelahnya aku memutuskan untuk bekerja untuk melanjutkan kuliah.

Tapi sebelumnya Pak Ihsan, yang sekarang sudah menjadi ayah mertuaku, beliau adalah sosok malaikat di kehidupanku selama aku di panti asuhan karena mendiang ayahku sangat akrab dengan Mertuaku sekarang.

Dulu memang Mertuaku ingin membawaku tinggal bersamanya, namun karena ia tahu istrinya tipe orang yang serba salah, jadi ia mengurungkan niatnya, maka dari itu Ayah mertuaku selalu mengunjungiku minimal sekali seminggu di panti asuhan hingga aku keluar dari panti asuhan bahkan biaya kulaihku pun sebagain di bantu sama beliau.

Setelah aku wisuda, aku langsung di terima ngajar di sekolah dasar dan itu sebuah anugerah yang besar dalam hidupku, setidaknya aku tidak luntang-lantung lagi walaupun aku yatim-piatu.

3 tahun aku ngajar, hingga pada suatu hari Pak Ihsan menjodohkanku dengan anaknya yang sekarang sudah sah menjadi suamiku Mas Arga, awalnya aku ingin menolak melihat sikap ibu mertuaku seolah-olah menolakku mentah-mentah.

Ternyata, Mas Arga malah menyukaiku di hari pertama kami dipertemukan oleh ayah Mertuaku, setalah lama aku mempertimbangkan matang-matang, akhirnya kuterima hitung-hitung balas Budi kepad Pak Ihsan.

Sehari setelah kami di nikahkan, ayah mertuaku membuat perjanjian di atas materai, dimana isinya jika Mas Arga berani kasar atau selingkuh maka semua warisannya di jatuhkan padaku jika kami belum memiliki anak, jika kami sudah punya anak maka akan jatuh atas nama anak kami.

Setelah menikah, Mas Arga menyuruhku berhenti bekerja karena takut kelelahan terlebih lagi aku sangat cepat hamil, baru 3 bulan kami menikah aku sudah positif hamil, hal inilah yang membuat Mas Arga memaksaku berhenti bekerja.

Awalnya aku merasa senang karena suamiku sangat peduli dan perhatian, tapi dibalik kesenanganku ada ibu mertua yang selalu menyiksaku dengan kata-kata pedas, ia bahkan memandangku lebih rendah dari sampah semenjak aku berhenti bekerja, tapi itu tidak masalah bagiku karena Mas Arga selalu membelaku.

Semenjak aku berhenti bekerja, aku memang sudah membuat tabungan masa depan, siapa tahu diperlukan suatu saat. Mas Arga tidak tahu tentang tabungan ini, karena ini sisa-sisa belanja bulanan.

7 tahun pernikahan kami langgeng dan romantis, jabatan suamiku juga dinaikkan di kantor otomatis gajinya juga bertambah. Semakin bertambah gaji suamiku, semakin pedas pula omongan ibu mertuaku.

"Taunya minta aja, kamu pikir anakku babumu apa? Cantik nggak, sok alim iya, gadis kampung yang nggak tau di untung," nyinyiran ini sudah makananku yang tidak bisa di lewatkan setiap hari. Karena merasa sudah tidak tahan akhirnya aku mengajak Mas Arga pindah, suamiku menuruti permintaanku dan kami akhirnya pindah.

Sadisnya ibu mertuaku, aku melahirkan sekalipun ia tidak mau mengurusnya sehari pun, tapi untung Mas Arga juga paham dengan sikap ibunya sehingga itu tidak menjadi masalah bagianya.

Hingga sekarang kami sudah di karuniai dua anak, namun akhir-akhir ini ada yang aneh dengan suamiku mulai dari pulangnya suka larut malam. 

Beberapa hari yang lalu sebelum aku menemukan noda lipstik itu, aku membawa kedua anak-anakku ke super market untuk membeli stok seminggu dan kebetulan di depan super market tersebut ada rumah makan mewah.

Mataku tidak sengaja menangkap Mas Arga sedang makan bersama dengan cewek, anak-anakku juga melihatnya.

"Bunda itu Ayah sedang makan, kita kesana yuk Bunda, kita ikut makan juga," ajak Hana dan Dani.

"Jangan sayang, Ayah kayaknya lagi rapat masalah pekerjaan di kantor," jawabku menolak permintaan anak-anak. Terlihat jelas raut kecewa dimuka mereka membuat hatiku ikut sedih.

"Gimana kalo kita beli ice cream aja, mau nggak?" tanyaku, mereka berdua langsung mendongak dan mengangguk-angguk gemas.

"Mau Bunda," jawab mereka riang. Segera kutarik tangan-tangan mungil itu masuk ke dalam lalu mencari ice cream untuk mereka.

Hari ini semuanya sudah terbukti, aku sudah melihat mereka langsung dengan mata kepalaku sendiri, ia bahkan berani membentakku di depan anak-anak dan yang lebih parahnya ingin menamparku, semua yang dilakukannya sudah melanggar perjanjian yang tangannya sendiri sudah menandatanganinya di atas materai lagi, tanggung resiko, Mas.

***

Disisi lain, Mas Arga masih bersama Mita. Tapi setelah kepergian Hanin, ia teringat sesuatu yang selama ini tidak pernah ia langgar.

"Kamu kenapa, Mas? Mikirin istri kucelmu itu?" tanya Mita dengan nada tidak suka di bantu dengan sorot mata antagonis dan bibir yang di manyun-manyunkan.

"Nggak, bukan gitu sayang, dulu aku punya perjanjian warisan dengan Ayah saat aku dan Hanin dinikahkan," jawab laki-laki itu jujur, Mita yang mendengar kata warisan matanya langsung berseri-seri.

"Terus-terus, gimana sayang belum dapat, ya?" tanya Mita mulai kepo dengan kekayaan yang dimiliki Arga.

"Belum dapat sayang, apalagi aku melanggar perjanjiannya nggak bakalan dapat," terang Mas Arga membuat Mita langsung menyergit.

"Perjanjian apa?" lanjut Mita semakin kepo, udah kayak penagih utang saja.

"Em … nggak kok sayang, kita pulang sekaramg ya, aku antrein kamu ke rumahmu," ajak Mas Arga lembut dan genit, Mita langsung mencebikkan bibirnya tanda tidak suka.

"Baru juga kita datang, belum sempat menikmati keindahan laut. Lebih lama waktumu melayani istri kucelmu itu, Mas," kesal Mita lalu menghentakkan kakinya ke pasir.

"Aku ngerti kok sekarang kamu pasti marah banget, tapi Aku juga harus memperjuangkan warisan kalo tidak nanti jatuh ke Hanin, kali ini tolong mengerti ya," bujuk Mas Arga. Cukup lama Mas Arga membujuk Mita akhirnya ia mau pulang.

***

Malam hari; Aku dan anak-anak sedang menonton televisi, aku yakin Mas Arga bakalan pulang cepat nggak seperti biasanya yang selalu beralasan lembur.

Benar saja, samar-samar aku mendengar pintu di ketuk. Aku bangkit dari sofa dan bergegas membuka pintu.

"Assalamualaikum," sapanya, aku langsung mengerutkan kening bukannya tadi siang dia marah berapi-api kepadaku dan sekarang apa ini, lembut sekali seolah-olah tidak ada yang terjadi.

"Walaikumsalam," jawabku lalu aku masuk meninggalkannya yang masih membuka sepatunya, tidak biasanya aku seperti ini. 

"Hana, Dani lihat Ayah bawa maninan buat kalian ada Barbie sama mobil-mobilan," ucapnya girang kepada anak-anak. Aku yang melihat itu dari dapur hanya melipat kedua tanganku.

Kulihat tidak ada sorakan riang dari anak-anak, bahkan mereka hanya melihat Mas Arga sekilas lalu kembali fokus menonton film kartun. Melihat tidak ada reaksi anak-anak, ia langsung melihatku yang sedang berdiri melihatnya juga.

Aku tersenyum miring, anak-anak saja mengerti mana yang menyayangi mereka dengan tulus. Ia berjalan mendekatiku, ku tunggu ia mendekat tanpa mengubah posisiku sedikitpun. Aku tahu sekarang pasti ia ingin menyalahkanku lagi, dasar suami egois bisanya cuma nyalahin istri tanpa mau koreksi kesalahannya sedikitpun. Tidak apa-apa Mas, permainan baru saja dimulai.

"Anak-anak kenapa?" pertanyaan bodoh itu akhirnya keluar dari mulutnya, aku langsung menaikkan alisku sebelah.

Comments (3)
goodnovel comment avatar
Yanti Gunawan
kok d ulang kak, ada yg typo juga
goodnovel comment avatar
Siti choiriyah
kok diulang" sih.. ...
goodnovel comment avatar
Nurul Najwa Afiqah
huh.. asyik ulang2, bab yang sama.. frust btl
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 3

    *** "Kenapa bertanya padaku, Mas? Tanya sendiri 'lah sama orangnya," jawabku santai, kulihat matanya menatapku serius mungkin ia berharap aku takut, aku sama sekali tidak takut dengannya. "Kamu mempengaruhi mereka," tuduhan bodoh apalagi ini, tapi nada bicara Mas Arga sangat lembut, hantu mana yang di dalam tubuhnya sekarang. Aku langsung menurunkan tanganku dan menatap matanya serius, tapi anehnya matanya tidak mau berhadapan langsung dengan mataku, matanya merayap kemana-mana. Apa mata ini yang kamu gunakan untuk memilih pelakor yang pas untukmu? Seketika senyum mengejek terlukis di bibirku. "Sekarang aku tanya kenapa kamu nggak marah lagi seperti tadi meletup-letup di depan mukaku hingga anak-anak gemetaran melihatmu?" tanyaku tidak kalah lembut, kulihat matanya terbelalak mungkin ia tidak tahu kalo tadi kedua anakku gemetaran melihatnya. "Mereka gemetar?" bukannya menjawab ia malah balik bertanya, suami macam apa ini. Aku menggedikkan bahuku lalu menunjuk ke arah anak-anak ya

    Last Updated : 2022-08-20
  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 4

    *** Cukup lama kulihat Mas Arga mengamati aku dan anak-anakku yang sedang merengek padaku, tiba-tiba kakinya melangkah melewati kami dan menuju kamar. Ku biarkan ia di kamar sendiri, biasanya selalu ku susul untuk mengambil baju gantinya. Tapi kali ini kakiku terasa berat untuk berdiri ditambah lagi Dani yang sedang tiduran di pangkuanku. Dua jam kemudian setelah Mas Arga masuk kamar ia tak kunjung keluar, apa yang dilakukannya di dalam? Sedang menelepon pelakor itu 'kah? Atau tidur? Pertanyaan-pertanyaan mencurigakan akhir-akhir ini selalu muncul di otakku. Kulihat Dani sudah tertidur di pangkuanku dan Hana juga matanya mulai kedap-kedip menahan kantuk, bibirku tersenyum dan tanganku terulur membelai rambut Hana. Mata Hana kembali cerah lalu mendongak ke atas melihatku yang sedang tersenyum manis padanya. "Kenapa, Bunda?" pertanyaan polos itu keluar dari bibir mungilnya, aku langsung menggeleng. "Tidur di kamar yuk sayang, udah jam 9 lebih, Adek juga udah tidur ini," ajakku, Ha

    Last Updated : 2022-08-20
  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 5

    Kurogoh saku celanaku untuk melihat kemana dia pergi, aku memicingkan mata melihat jalan yang di tempuh Mas Arga, ku kira ia akan pergi ke rumah orang tuanya dan mengadu pada Ibunya seperti anak TK yang habis berantam. Aku tidak mempermasalahkan kemana dia malam ini karena nggak mungkin aku meninggalkan anak-anakku yang sedang tidur demi suami yang tidak tahu malu itu, sudah jelas-jelas salah masih saja keras kepala. *** Pagi hari; Aku sedang mempersiapkan Hana hendak berangkat sekolah tidak lupa denganku juga yang sudah berpakaian rapi untuk pergi melamar kerja. Sekarang kami bertiga sudah di teras, aku sedang menunggu Hana memakai sepatunya. Tiba-tiba saja mobil Mas Arga masuk ke halaman, aku yang melihat itu hanya jutek dan pura-pura tidak peduli dari mana dia semalaman. Kulihat ia turun dari mobil, kaki jenjangnya ia langkahkan mendekati kami bertiga. Entah kenapa Dani kembali memelukku saat Mas Arga sudah dekat. "Hana mau berangkat sekolah, Nak?" tanyanya lembut, Hana langsu

    Last Updated : 2022-08-20
  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 6

    Setelah menitipkan Dani di rumah Sinta, aku menuju SMP Nusa, selama perjalanan ku sepatkan menelpon Sinta. [Assalamualaikum, Hanin kamu dimana?] sapa Sinta dari seberang sana terdengar di sekiranya ribut sekali mungkin suara murid-muridnya. [Walaikumusalam, aku udah di angkot Sin, gimana berkasku diterima nggak?] tanyaku penuh harap, terdengar ia terkekeh mendengar pertanyaanku. [Ya diterima 'lah, Aku nelpon Bapakku minta tolong biar di bilangin sama kepala sekolah] jawabannya membuatku senang sekaligus kaget, ingin rasanya sekarang ke peluk Hana dan Dani berkat mereka aku semangat untuk melamar kerja. [Serius kamu, Sin? Emang kepala sekolah siapanya, Om?] tanyaku lagi semakin penasaran. [Temen kuliahnya, Bapak. Aku juga dulu masuk ke sini di bantu sam Bapak. Udah ah, sini cepat] lanjut Sinta mendesak, dia pikir aku yang nyupir angkot apa di suruh cepat-cepat segala. Sekitar 10 menit perjalanan akhirnya aku sampai di sekolah tersebut dan langsung di suruh ngajar, aku merasa seper

    Last Updated : 2022-09-01
  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 7

    Disisi lain, Mas Arga yang sedang sibuk mengerjakan beberapa file langsung berhenti karena melihat ada pesan dari Mita. Mataku tertuju pada sofa ternyata Hana sudah bangun, segera kuhampiri anak sulungku itu, lalu ku usap kepalanya. "Udah bangun Nak, ini kenapa nggak di habiskan sayang makanannya?" tanyaku lembut karena mlihat ada beberapa makanan lagi yang berlum di buka. "Ini buat Adek, Ayah," jawabnya membuatku langsung bungkam, tanpa membuang waktu aku langsung menggendongnya ke mobil. *** Disisi lain, di dalam mobil aku hanya diam saja pikiranku berkecamuk sekarang, bukan masalah Mas Arga dengan pelakor itu, tapi aku takut Hana dipengaruhi oleh mereka berdua, jangan sampe Hana disuruh manggil bunda juga sama pelakor itu. "Bunda beli es klim," ucap Dani membuyarkan konsentrasiku, aku langsung menoleh ke samping melihat anak kecil itu sedang memegangi sabuk pengamannya. "Iya sayang, kita beli ice cream sekarang ya," jawabku, kulihat Dani menganggukkan kepalanya sambil matanya

    Last Updated : 2022-09-01
  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 8

    Prang! Vas bunga tersebut jatuh ke lantai menggema di seluruh ruangan, hancur berkeping-keping, tidak ada ubahnya seperti hatiku yang sekarang. Pov Arga Aku keget mendengar ada yang jatuh di dekat pintu, langsung kuhentikan aksiku dan memakai celana dan bajuku secepat kilat. Lalu kaki jenjangku melangkah keluar kamar, memeriksa apa yang pecah. Mataku langsung terbelalak melihat Hanin berdiri dengan melipat kedua tangannya memasang muka yang sangat marah, tapi terlihat jelas olehku matanya merah dan masih membendung sedikit air mata. "Hanin," panggilku. "What!" bentaknya membuatku langsung kaget, seumur-umur Hanin tidak pernah membentak, tapi kali ini suaranya sangat tinggi. "Aku bisa jelasin," lanjutku mencoba menenangkannya, bukannya menjawab malah mempertajam tatapannya. "Tidak ada yang perlu kau jelasin Arga Wijaya!" Hanin kembali membentakku, tapi kali ini ia mengucapkan nama lengkapku dengan lantang. "Sayang," panggil Mita, tiba-tiba sudah bergelayut manja di tanganku, k

    Last Updated : 2022-09-01
  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 9

    "Apa kesalahan Hanin dalam berumah tangga, sehingga kamu tega berbuat seperti ini," tanya Ayah, kulihat Mas Arga hanya menggeleng. "Jadi kenapa kamu selingkuh? Dibilang Hanin mandul, tidak, kalian bahkan punya dua anak. Dibilang Hanin tidak bisa memiliki keturunan laki-laki, tidak, kalian punya Dani. Dibilang Hanin nggak bisa mencari uang, tidak, dia sarjana, ngajar juga, bahkan dulu kamu yang membujuk-bujuknya untuk berhenti bekerja. Apa Hanin tidak memberi nafkah batin sehingga kamu putuskan untuk selingkuh?" Ayah mengungkap semuanya. Aku memang salut sama Ayah, ia tidak pernah menyalahkan satu sisi. Aku semakin bingung, lagi-lagi Mas Arga menggeleng, kenapa dia? Dan Ibu mertuaku tetap pada posisi antagonisnya, ia bahkan membuang pandangannya dari kami. "Kenapa kamu hanya menggeleng Arga? Jawab!" bentak Ayah membuatku langsung kaget, untunglah anak-anak berada di teras, kalo tidak mereka bisa ketakutan. "Hanin nggak salah apa-apa, Ayah," kata-kata itu keluar dari mulut Mas Arga,

    Last Updated : 2022-09-01
  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 10

    "Wah ... Pangeran sudah datang rupanya, silahkan bergelayut tuan putri selangkangan," ledekku saat melihat yang datang adalah Mas Arga, aku juga nggak ngerti kenapa mulutku benar-benar tajam sekarang ini. Hanin! Bentak Mas Arga, tapi suaranya tidak setinggi tadi pas di dampingi ibunya. Tidak ku hiraukan bentakannya, kakiku dengan tegas melangkah ke kamar menyusun pakaianku dan anak-anak. Tidak selang berapa lama Mas Arga menyusulku ke kamar saat aku mulai mengangkat satu per satu koper yang sudah ku isi penuh. "Hanin," panggilnya lembut, ku tulikan telingaku, kuseret dua koper sekaligus saat hendak melewatinya, Mas Arga kembali memegang pergelangan tanganku membuatku kembali emosi. "Apa, sih?!" bentakku lalu ku hempaskan tangannya dengan kasar. "Kamu kok jadi kasar, sih?" bukannya menjawab ia malah balik memberi pertanyaan yang sangat bodoh. "Kamu tanya aku kenapa kasar, tanya sendiri pada dirimu Arga, jawabannya ada pada dirimu," jawabku berusaha tenang sambil menunjuknya. "O

    Last Updated : 2022-09-01

Latest chapter

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Ending

    "I--ibu," ucap Hanin bingung, Ibu mendekati Hanin lalu memeluknya membuat Hanin kaget. "Maafin Ibu Nak, selama ini Ibu jahat sama kamu, selalu remehin kamu, fitnah kamu," ucap Ibu menyesali perbuatannya sedangkan Hanin yang mendengar itu langsung tersenyum. "Tidak Bu, Ibu nggak sepenuhnya salah, aku juga banyak salah sama Ibu," jawab Hanin. "Pokoknya besok kalian harus jadi pengantin lagi, Ibu nggak mau tahu gimanapun caranya Ibu akan usahain semuanya malam ini," lanjut Ibu, Hanin hanya tersenyum lalu mengangguk. Malam itu juga semua di persiapkan untuk tambahan, seperti pelaminan, baju pengantin dan yang lain-lainnya. Sedangkan Hanin masih tidak percaya apa yang terjadi malam ini, rasanya itu hal yang tidak mungkin. *** Keesokan harinya, Dimas dan Arga sudah siap, tapi Hanin dan Puspita masih di kamar. "Bunda cantik banget," puji Hana saat melihat Hanin baru saja selesai di rias. Hanin langsung menoleh lalu tersenyum kemudian ia mengangkat Hana ke pangkuannya. "Putri Bunda ini

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 42

    "turut mengundang teman-teman, sahabat dan keluarga menyaksikan pengesahan kisah cinta kami yang begitu indah dalam resepsi pernikahan kamu Dimas angg dengan Puspita Hanin Damayanti-" Arga menghentikan bacaannya lalu ia menatap Hanin bingung "Puspita hanin? kamu ganti nama? setau aku nama kamu Hanindira Anggraini," tanya Arga bingung, sedangkan Hanin malah terkekeh lalu menutup mulutnya dengan tangann "itu bukan Hanin aku lah, Mas," jawab hanin membuat Arga mematung mulutnya juga ikut menganga tidak percaya "ja--jadi yang nikah sama Dimas-" ucapan Arga terpotong kala hanin mengangguk "Orang lain mas yang namanya juga Hanin," lanjut Hanin, seketika air mata Arga lolos begitu saja bibirnya juga mulai melengkung "Ka--kamu nggak nikah?" tanya Arga lagi, hanin hanya menggeleng sambil tersenyum membuat Arga langsung mengusap wajahnya sambil mengucap hamdalah flashback Setelah menemani Arga ruqyah, Dimas pamit pulang, ia bukan pulang ke rumahnya melainkan ke rumah Hanin. Disisi lai

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 41

    Arga membaca undangan tersebut, ia melihat nama Dimas dan Hanin terpampang di depan. Hatinya terasa seperti di iris sekarang melihat nama Hanin dan Dimas, Arga menelan salivanya dengan susah payah lalu detik kemudian ia tersenyum."Selamat ya, insyaallah aku akan datang menghadiri undangannya," ucapnya dengan berat hati pada Hanin, sedangkan Hanin hanya mengangguk sekilas."Aku juga punya sesuatu untuk kalian, tunggu sebentar," ujar Arga lalu ia tergesa-gesa mengambil sesuatu ke kamar.Beberapa menit kemudian ia keluar dari kamar, dengan beberapa kertas di tangannya."Ini," ucap Arga sambil menyodorkan semua kertas itu pada Hanin."Apa ini?" tanya Hanin bingung."Bacalah," jawab Arga, tanpa membuang waktu Hanin langsung membaca satu persatu lembaran tersebut, matanya langsung membola."M--mas, i--ini apa? Kenapa semua warisan atas namaku dan anak-anak?" tanya Hanin bingung, Arga hanya tersenyum."Cuma kalian yang berhak mendapatkannya bahkan akupun nggak layak untuk mewarisi itu, aku

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 40

    PoV authorTiga hari setelah Arga berobat, ia merasa sudah sangat sehat sekarang di tambah lagi Dimas selalu menemaninya.Sekarang mereka dalam perjalanan menuju kantor Ayahnya untuk memberi tahu semuanya. Begitu sampai Arga langsung masuk, tapi Arga kaget melihatku Ibunya ada di dalam juga."Arga, kamu dari mana aja sih? Kasian Mita sudah hampir seminggu kamu tinggal," omel Ibu membuat Arga langsung menggaruk alisnya sekilas."Ibu kasihan sama anak orang, tapi Ibu nggak kasihan sama Arga yang setengah mati melawan penyakit," gumam Arga yang terdengar jelas oleh Ibunya."Penyakit? Penyakit apa?" tanya Ibunya lagi, tapi Arga malah berjalan mendekati Ayahnya."Yah, Arga mau ngomong sesuatu sama Ayah, penting," ucap Arga tanpa basa-basi membuat Ayah langsung mengangguk."Ngomonglah atau mau di luar," tawar Ayah."Di luar aja, Yah," ajak Arga lalu mereka berdua keluar.Sedangkan Dimas tetap di dalam menemani Ibu Arga supaya tidak menguping."Ada apa dengan Arga? Kasih tau saya," tanya Ibu

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 39

    "Mita menginginkan Arga, Om. Dia tetat kekeh supaya Arga menikahinya," jawab Dimas membuat Ayah Arga mangut-mangut."Benar, apa yang kamu bilang. Tapi, walau gimanapun Om nggak setuju punya menantu kayak dia," lanjut Ayah Arga.PoV hanin.Hari ini adalah hari pertamaku ngajar setelah sakit selama tiga hari, pagi-pagi sekali aku berangkat karena masih harus mengantar Hana ke sekolah dan mengantar Dani ke rumah Sinta, aku takut jika Dani di rumah sama Mbok Sumi, Ibu mertuaku bakal datang mengambilnya."Hana nanti kalo ada yang jemput Hana ke sekolah jangan mau ya Nak, tunggu Bunda sampai datang. Kalo kamu di paksa, lari aja ke kantor ngadu sama guru di situ ya," nasehatku pada Hana di dalam mobil."Iya Bunda. Tapi kalo Ayah yang jemput?" tanyanya membuatku langsung bingung."Izin dulu sama wali kelasmu, bilang di jemput Ayah biar Bunda nggak kecarian," lanjutku, Hana langsung mengangguk.Setelah mengantarkan mereka berdua, aku langsung bergegas menuju sekolah. Hampir setengah jam aku me

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 38

    *PoV Author*Tiga hari kemudian, Mita sudah di perbolehkan pulang dari rumah sakit. Dimas dan Arga mengantarkan Mita ke rumah orang tua Arga.Selama perjalanan hanya ada keheningan, Arga dan Dimas di depan sedangkan Mita dan bayinya di kursi belakang."Mas, kamu bakal nginap di rumah Ibu, 'kan," tebak Mita, Arga melihat Mita sekilas dari spion."Nggak, aku punya rumah," jawab Arga datar membuat Mita langsung mendengus kesal."Kamu ngapain sih Mas, sendirian tau di rumahmu itu atau nggak aku sama baby Aydan ikut kesana," tawar Mita, Dimas yang mendengar itu hanya bisa menggaruk alisnya sekilas."Mita kamu masih masih waras apa gimana sih? Apa kata orang kita satu rumah yang belum menikah, aku udah bilang kita tunggu hasil tes DNA, titik. Nggak ada perdebatan," tegas Arga tanpa melihat Mita membuat Mita langsung menatap tajam ke arah Arga.Sampai di rumah orangtuanya, Arga langsung menurunkan semua barang Mita. Ibunya dengan semangat menyambut Mita dan bayi itu. "Menantu sama cucu Ibu

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 37

    Selama tes berlangsung, Dimas terus menemaniku gantian untuk menggendong bayi Mita.Setelah selesai, kami pun keluar, ada rasa lega dihatiku akhirnya tes DNA yang selalu ku inginkan akhirnya terlaksana, sekarang tinggal menunggu hasilnya.Sampai di ruangan Mita, aku langsung memberikan bayi itu pada Mita."Kamu mau kemana, Mas?" tanya Mita saat melihatku melangkah menuju pintu."Pulang," jawabku singkat."Arga, masa Mita baru melahirkan kamu tinggal, gimana sih," omel Ibu membuatku langsung memutar mata malas. Ntah pelet macam apa yang di kasih Mita ke Ibu, sehingga Ibu menjadi sangat penurut sama Mita."Em ... Ayah, Arga mau ngobrol bentar sama Ayah di luar," ajakku pada Ayah, Ayah langsung melangkah mendekatiku lalu kami keluar dari ruangan."Kenapa?" tanya Ayah begitu kami sudah di luar."Aku mau jaga Mita, asal Ibu jangan disini karena kalo nggak pasti akan terus memaksaku untuk menikahi Mita, sedangkan hasil tes DNA keluar dua minggu lagi," jawabku panjang lebar memberikan penger

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 36

    "Kenapa kamu berikan semua warisan sama perempuan murahan itu, kenapa?!" teriak Ibu seperti orang frustasi."Minta maaf lah Bu, bersihkan nama, Hanin," ujar Arga sambil menahan pukulan Ibunya."Nggak, sampai kapanpun Ibu tidak akan pernah minta maaf!" Ibu terus berteriak.Arga melepaskan cengkeramannya Ibunya pada bajunya lalu ia berbalik hendak pergi, aku juga mengikutinya, belum sempat kami melangkah."Akh!" ringis Mita membuatku dan Arga kembali berbalik."Kamu kenapa, Nak?" tanya Ibu panik melihat Mita memegangi perutnya."Bu, perutku sakit ba--banget," ucap Mita menahan sakit, seketika aku dan Arga saling melempar pandangan."Yuk Ga, bantu dia ke rumah sakit biar kamu tahu kepastian bayi itu," ajakku yang dibalas anggukan oleh Arga, ia langsung mendekati Mita lalu menggendongnya, sedangkan aku langsung menuju mobil.Selama perjalanan Mita terus menangis meringis kesakitan, aku sesekali melihatnya dari spion.Sampai di rumah sakit, Mita langsung di larikan ke ruang bersalin. Hampi

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 35

    "Kamu sakit Ga?" tanyaku karena melihat wajah Arga pucat dan kelihatan tidak bertenaga."Nggak kok," jawabnya singkat, tapi aku tidak yakin melihat ekspresinya."Aku nggak percaya Ga, berobat yuk," ajakku, Arga malah menggeleng."Nggak kok aku nggak apa-apa cuma kangen anak-anak aja," ujarnya membuatku menyergitkan kening."Ya udah ketemu lah, pergi ke rumah, Hanin," saranku."Iya, nunggu Mita lahiran aja dulu aku benar-benar malu sama Hanin setelah undangan pernikahan kemaren," lanjutnya, aku hanya mangut-mangut.***Keesokan harinya aku menunggu Sinta di sekolah karena aku tidak tahu dimana alamatnya. Sekarang aku sedang duduk di kursi panjang dekat pagar."Si Hanin udah kayak kuping batu ya, nggak ada malunya walaupun udah di hina semua guru-guru," ucap seseorang yang sedang duduk di sampingku."Iya ih, andai aja itu CEO tahu kalo Hanin itu cuma janda yang kesepian, pasti dia juga bakal jijik lihat, Hanin," sambung temannya, aku yang mendengar kata CEO langsung penasaran, siapa yan

DMCA.com Protection Status