Share

Bab 10

last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-01 14:51:02

"Wah ... Pangeran sudah datang rupanya, silahkan bergelayut tuan putri selangkangan," ledekku saat melihat yang datang adalah Mas Arga, aku juga nggak ngerti kenapa mulutku benar-benar tajam sekarang ini.

Hanin! 

Bentak Mas Arga, tapi suaranya tidak setinggi tadi pas di dampingi ibunya.

Tidak ku hiraukan bentakannya, kakiku dengan tegas melangkah ke kamar menyusun pakaianku dan anak-anak. Tidak selang berapa lama Mas Arga menyusulku ke kamar saat aku mulai mengangkat satu per satu koper yang sudah ku isi penuh.

"Hanin," panggilnya lembut, ku tulikan telingaku, kuseret dua koper sekaligus saat hendak melewatinya, Mas Arga kembali memegang pergelangan tanganku membuatku kembali emosi.

"Apa, sih?!" bentakku lalu ku hempaskan tangannya dengan kasar.

"Kamu kok jadi kasar, sih?" bukannya menjawab ia malah balik memberi pertanyaan yang sangat bodoh.

"Kamu tanya aku kenapa kasar, tanya sendiri pada dirimu Arga, jawabannya ada pada dirimu," jawabku berusaha tenang sambil menunjuknya.

"Oke, aku tahu aku salah, tapi kita bisa bicara baik-baik," ucapnya mengalah, bukannya aku luluh, bibirku malah menunjukkan senyum mengejek.

"Boleh Mas, kamu wajib bicara baik-baik dengan pelakor itu ya kedepannya, oke, biar kalian nggak cerai juga," sambungku lalu kembali ke seret koper itu sampai ke mobil.

Setelah semuanya selesai aku langsung menutup mobil, tapi sebelumnya aku bergegas keluar pagar menuju ke rumah Pak RT untuk memberi tahu jika ada sepasang kekasih yang tinggal satu atap, tapi belum menikah.

Setelah selesai, aku kembali masuk ke halaman rumah, ternyata Mas Arga dan pelakor itu sudah berdiri di teras, aku hanya tersenyum licik padanya lalu masuk ke mobil dan pergi meninggalkan rumah yang sudah 7 tahun kutempati itu.

Sebelum meluncur ke rumah peninggalan orang tuaku, kusempatkan ke rumah Sinta untuk menjemputnya. 

"Assalamualaikum," ucapku saat berada di ambang pintu rumah Sinta, terlihat dari kejauhan Sinta bergegas menghampiriku.

"Walaikumsalam, gimana, Nin?" tanyanya penasaran.

"Dia sudah menalakku dan aku akan tinggal di rumah peninggalan kedua orang tuaku, sekarang kemasi pakaianmu dan Fandi, yuk nginap di rumahku," ajakku tanpa basa-basi membuat Sinta menyergit.

"Kok buru-buru Nin, istirahat dulu," tawarnya dengan ramah, aku langsung menggeleng.

"Nggak usah Sin. Hana dan Dani sedang bersama Ayah mertuaku, takut mereka sampai duluan ke rumah, kita belum sampai disana," tolakku, kulihat Sinta mangut-mangut.

"Oke bentar ya, ku ambil keperluan dulu," lanjutnya, aku langsung mengangguk.

Tidak berapa lama kemudian, Sinta dan Fandi sudah rapi. Tanpa membuang waktu kami langsung menempuh perjalanan ke rumah baruku.

Sekitar satu jam kami sudah sampai di rumah baruku itu. Begitu kami sampai, kulihat Hana dan Dani sudah di teras bersama Ayah mertuaku.

Aku langsung turun dan bergegas mengahmpiri mereka yang diikuti Sinta dan Fandi. Fandi langsung berlari menghampiri Hana dan dani yang sedang bermain, kulihat ada mainan baru di tangan mereka, mungkin ayah membelikannya.

"Ayah udah lama sampai?" tanyaku sambil menyalam tangan Ayah yang diikuti dengan Sinta.

"Belum, kami baru sampai, kamu udah makan?" tanya Ayah. Aku memang tidak merasakan kasih sayang Ayah kandungku, tapi kasih sayang Ayah mertuaku sudah lebih dari kasih sayang Ayah kandung.

"Udah Ayah," jawabku berbohong padahal aku belum makan dari pagi, demi menyelesaikan semua masalah ini.

"Jangan sungkan sama Ayah, Nak. Jika kamu merasa tidak nyaman dengan Ayah mertuamu karena Arga, maka Ayah tidak apa-apa. Anggap 'lah Ayah sebagai Ayah kandungmu bukan mertuamu," terang Ayah membuatku bungkam seribu bahasa, hati seperti apa yang dimiliki Ayah mertuaku.

"Ya udah kalo gitu Ayah pulang ya," pamit Ayah membuatku kaget.

"Bukannya Ayah baru sampe, masuk dulu Ayah," bujukku, Ayah langsung melihat jam tangannya.

"Tidak apa-apa Nak, Ayah takut kemalaman di jalan, sekarang udah jam 5.30. Lain waktu Ayah datang lagi ya kesini," ucap Ayah lalu berjalan ke arah mobilnya, membuat mataku kembali memanas. 

Aku memang sudah memutuskan hubungan dengan Mas Arga dan Ibu mertuaku, tapi tidak dengan Ayah, beliau akan tetap jadi Ayahku selamanya.

"Hanin," panggil Sinta pelan sambil memegang pundakku, membuatku langsung tersadar lalu menoleh.

"Yuk masuk, udah mau adzan," ajaknya, aku langsung mengangguk lalu masuk ke dalam.

"Loh, itu nasi kotak siapa? Kok banyak banget sampe 10 kotak?" tanyaku, mendengar itu Bik Sumi langsung menghampiriku.

"Itu Non, tadi si Bapak yang ngasih katanya buat makan malam," jawab Buk Sumi, lagi-lagi aku terharu pada Ayah.

"O iya, Bibik biasanya pulang atau tinggal disini?" tanyaku karena memang belum tahu, kulihat Bik Sumi terkekeh.

"Rumah saya di samping Non, kita tetanggaan," jawabnya membuatku dan Sinta ikut tertawa.

"Maaf ya Bik, saya nggak tahu," 

"Tidak apa-apa Non, kalo gitu saya pulang dulu ya Non, udah mau Magrib, biasanya saya di sini sampe jam 5 sore, tapi tadi karena ada Bapak saya nggak enak," tuturnya membuatku mangut-mangut.

"Ya udah, Bibik sekalian bawa 5 kotak nasi itu kerumah Bibik aja, soalnya kami cuma lima orang juga," lanjutku yang dibalas anggukan olehnya.

***

PoV Arga

Aku duduk di sofa dan kembali mengingat kejadian tadi pagi, dimana aku menjatuhkannya talak pada Hanin. Apa setelah ini aku tidak bisa lagi ketemu Hana dan Dani? Ah, otakku buntu sekarang.

"Sayang," panggil Mita tiba-tiba duduk di sampingku, kulihat jam sudah menunjukkan pukul 8 malam.

"Yuk aku antar pulang," ajakku, tapi Mita malah menggeleng.

"Kok pulang, sih? Kita di sini aja, sih," kesalnya lalu memanyunkan bibirnya membuatku langsung tertawa.

"Nggak bisa sayang tadi itu, aku lihat Hanin pergi ke arah rumah Pak RT, aku takut kalo kamu tidur disini kita akan di grebek," terangku membuatnya langsung kesal.

"Memang mantan istri kamu itu iblis ya, liat nih muka aku aja masih perih gara-gara tamparannya," tambah Mita membuatku langsung bungkam, aku juga bingung kenapa Hanin berubah 180°, padahal biasanya ia selalu mengalah dan tidak mau marah-marah.

"Iya udah, nggak usah di pikirin, yuk nanti kemalaman," lanjutku lalu menarik tangan Mita pelan.

Begitu kami keluar rumah, kulihat Pak RT hendak masuk ke pekarangan rumah.

"Sayang kamu masuk ya, ada Pak RT disana," suruhku, dengan segera Mita masuk ke dalam mobil. Lalu kulangkahkan kakiku menghampiri Pak RT.

"Assalamualaikum Pak Arga," sapa Pak RT ramah.

"Walaikumsalam Pak, ada yang bisa saya bantu," jawabku tidak kalah ramah.

"Em … begini Pak, bukan bermaksud mencampuri urusan keluarga Bapak, tadi Bu Hanin bilang ke saya kalo kalian sudah cerai dan Bu Hanin juga meminta untuk mengawasi rumah ini," terang Pak RT membuatku langsung kaget, Hanin memberi tahu tentang perceraian mereka.

"Gini Pak, saya tidak melarang Bapak melakukan apapun yang Bapak mau, tapi kalo bisa jangan disini Pak, saya juga tidak ingin berselisih dengan bapak, karena sudah hampir 6 tahun kita tetanggaan," lanjut Pak RT, membuatku seperti di tangkap basah sekarang.

"Baik Pak, terima kasih sudah mengingatkan saya," jawabku tidak ingin memperpanjang masalah. Setelah Pak RT pergi, aku langsung masuk ke dalam mobil.

"Kenapa sayang? Kok pucat gitu?" tanya Mita sambil mengusap wajahku.

"Hanin memberi tahu Pak RT tentang kita dan tadi Pak RT ngasih peringatan," terangku membuat Mita langsung berhenti mengusap wajahku, terlihat aura kemarahan di wajahnya.

"Memang cewek ini nyari masalah terus," gumamnya, tapi sorot matanya lebih tajam.

"Udah sayang, nggak udah di pikirin," lanjutku menenangkannya supaya tidak semakin berapi-api.

Setelah mengantar Mita pulang, aku kembali ke rumah, malam ini aku ingin menenangkan diriku terlebih dahulu, tapi apa yang kudapat.

Begitu aku masuk ke rumah, aku seperti mendengar suara teriakan Dani dan Hana seolah-olah mereka sedang kejar-kejaran. Langsung ku gelengankan kepalaku untuk menghilangkan bayangan itu lalu mengunci pintu.

Lalu aku masuk ke kamar ingin mengistirahatkan tubuhku yang terasa remuk seharian ini menghadapi perceraian dan kemarahan Ayah dan Hanin.

Bagitu aku membuka pintu kamar, samar-samar aku melihat Hanin sedang menyusun pakaian ke lemari.

"Hanin," panggilku sambil melangkah mendekat, begitu tanganku hendak menyentuh pundaknya.

Tiba-tiba aku tidak melihat Hanin lagi, dan ternyata tanganku memegang pintu lemari. Aku langsung duduk di tepi ranjang, kenapa aku dihantui bayangan mereka bertiga.

Ku usap berkali-kali wajahku untuk memperjelas pengalihatanku, lalu ku rebahakan tubuhku ke ranjang, tanpa menunggu lama, aku langsung terjun ke alam mimpi.

***

Pagi hari aku menggeliat lalu tanganku meraba ke samping, karena merasa tidak ada orang aku langsung membuka mataku dan berusaha duduk.

"Hanin," panggilku, tapi anehnya tidak ada sahutan. Tanpa membuang waktu aku langsung keluar dari kamar.

"Hana, Dani," panggilku, namun hasilnya tetap nihil. Tidak sengaja mataku melihat masih ada beberapa pecahan vas bunga di sudut lantai.

Detik kemudian aku langsung sadar dan menepuk jidatku, Hanin dan anak-anak 'kan sudah pindah.

Ku pungut kaca yang kececer tersebut mungkin Mita tidak melihatnya makanya masih ada yang tertinggal, karena kemaren malam Mita yang membersihkan pecahan vas tersebut.

"Aku bisa gila, jika seperti ini terus," gumamku sambil membuang kaca tersebut ke tong sampah.

***

Hari-hari berlalu Hanin dan anak-anak terlihat bahagia walaupun tanpa Arga, karena biasanya juga Arga hanya numpang tidur di rumah, untuk mengajak anak-anak main-main, ia bahkan sangat jarang.

"Bunda," panggil Hana, saat melihatku sedang memasak di dapur. Aku langsung menoleh melihatnya.

"Kenapa sayang?" tanyaku lembut padanya.

"Bunda, Ayah kok nggak ikut ke sini?" 

Jleb!

Pertanyaan Hana membuatku langsung pusing harus menjawab apa. Ternyata Hana sangat mengingat Ayahnya, berbeda dengan Dani sekalipun ia tidak pernah menanyakan hal itu padaku.

"Ayahmu pergi kerja lama," jawab seseorang membuatku langsung menoleh begitu juga dengan Hana.

Bab terkait

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 11

    "Sinta, nyampe kapan?" tanyaku saat ia sudah berdiri di samping kulkas, Sinta langsung tertawa lalu menaruh kantong plastik di tangannya ke atas kulkas. "5 menit yang lalu," jawabnya tanpa melihatku. "Anty, itu apa?" tanya Hana sambil menunjuk kantong plastik yang dibawa Sinta tadi. "Ini apel, kamu mau?" lanjut Sinta yang dibalas anggukan oleh Hana, setelah memberikannya pada Hana. Sinta kembali mendekatiku yang sedang mengiris bawang sambil menahan perih. "Nggak terasa ya Nin, udah tiga minggu aja setelah kamu cerai sama Arga," ucap Sinta membuatku langsung berhenti mengiris bawang lalu melihatnya. "Iya Sin, tapi aku belum sempat juga ngurus surat perceraian kami. Aku nggak boleh boros dulu sekarang ini demi anak-anak," curhatku membuat Sinta langsung mangut-mangut. "Iya udah sih, itu mah bisa belakang toh kamu juga belum mau nikah 'kan?" godanya membuatku langsung terkekeh. "Nikah dari Hongkong, cukup melihat anak-anakku bahagia, itu udah lebih dari cukup buatku, Sin," lanjutk

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-01
  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 12

    "Em … jalan yuk, aku sambil cerita," ucapku yang dibalas anggukan oleh Dimas, perlahan ia mulai menjalankan mobil. "Sebenarnya, aku baru aja bercerai sekitar 3 minggu yang lalu," ucapku mulai menceritakan tentang keluarga kecilku, Dimas yang mendengar penuturan singkatku itu langsung menepikan mobil membuatku langsung bingung. "Kenapa? Bannya kempes 'kah?" tanyaku, tapi tidak di hiraukan oleh Dimas. "Katakan kenapa suamimu menceraikanmu, apa kesalahan mu?" cecarnya membuatku langsung tersenyum, ia sama sekali tidak berubah dari zaman kuliah sampe sekarang, masih suka kepo berlebihan kepadaku. "Aku minta cerai karena dia selingkuh terang-terangan di depanku," jawabku santai sambil mengusap-usap kepala Dani. Aku menoleh ke belakang mendapati Hana juga sudah tertidur sambil memeluk barbienya. "Ada yang bisa ku bantu," tawaranya membuatku langsung menyergit, perasaan aku tidak meminta pertolongan apapun. "Maksudnya?" tanyaku memperjelas tawarannya tersebut. Kulihat Dimas menari nafas

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-01
  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 13

    "D--dimas," ucapku tidak percaya membuat Dimas langsung tersenyum. "Jadi yang tadi suamimu? Lumayan 'lah ya mukanya, tapi tidak dengan mulutnya," ledek Dimas membuatku langsung menggaruk alisku yang tidak gatal. "Kok kamu ke sini lagi dan kenapa pakaianmu berbeda?" tanyaku mulai penasaran, kulihat ia membuka topinya dan mengibaskan rambutnya seperti anak perempuan. "Hanin … Hanin, 'kan aku udah bilang, aku ini aktor beneran, masih nggak percaya aja," terangnya membuatku langsung mengernyitkan dahiku tidak percaya. "Bunda …," terdengar suara tangisan Dani dari kamar, sepertinya sudah bangun. "Duduk dulu, aku jemput Dani dulu ke kamar," tawarku sambil menunjuk sofa, kulihat ia mengangguk lalu berjalan ke arah sofa. Beberapa detik kemudian, aku kembali ke ruang tengah sambil menggendong Dani. Lalu aku duduk berseberangan dengan Dimas. "Ayo Dimas, jelasin kenapa kamu bisa ke sini lagi?" aku mengulang pertanyaan, kulihat ia menarik nafas terlebih dahulu. "Jadi tuh, aku kesini karena

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-01
  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 14

    "Sehebat apa kamu sekarang benari bohong sama, Ayah?" tanya Ayah lagi, aku langsung panas dingin. Apa Ayah tahu aku dari rumah Hanin? Tok! Tok! Tok! "Masuk," suruh Ayah, tampak seorang perempuan yang berpakaian tidak terlalu seksi. "Maaf Pak, tamu dari perusahaan Dimas company sudah datang, Pak," ucap perempuan itu, sedangkan aku masih harus menahan sakit bekas tamparan Ayah. "Iya, 5 menit lagi saya ke ruangan rapat," jawab Ayah. Setelah perempuan itu pergi Ayah kembali menatap tajam ke arahku. "Jangan coba-coba usik Hanin lagi, karena bagaimanapun juga warisan tidak akan Ayah kasih ke kamu, walaupun Hanin sudah mengikhlaskannya," ancam Ayah membuatku langsung kaget. Se sayang itukah Ayah pada Hanin, padahal jelas-jelas akulah anak kandungnya. "Kok gitu Yah, 'kan Arga satu-satu pewaris, Ayah," sanggahku tidak terima dengan keputusan Ayah. "Ayah tidak akan pernah ikhlas sampai kapanpun, jika uang dari warisan ini kamu gunakan untuk keperluan selingkuhanmu. Dosa besar Ayah menafka

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-01
  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 15

    "Em … terserah kamu aja, tapi Hana dan Dani suka ayam kecap ya," lanjutku, kulihat Dimas mengangguk. "Oke, aku pesan dulu ya," ucapnya lalu berdiri untuk memesan makanan. Mita yang melihat Dimas pergi memesan makanan langsung mencari alasan pada Mas Arga. "Sayang, aku pesan minum lagi," ucapnya tiba-tiba membuatku langsung tersenyum miring. Dasar murahan! Kulihat Mas Arga mengangguk lalu pelakor itu mulai mendekati Dimas, aku yang merasa risih terus di lihat sama Mas Arga langsung mencari akal. "Sayang, Bunda mau ke toilet bentar ya, jangan kemana-mana, bentar lagi Om Dimas datang," ucapku pada Hana dan Dani dengan niat biar mereka bisa berkomunikasi dengan Ayahnya. Saat aku masuk ke toilet, tiba-tiba ada yang menutup dan mengunci pintu toilet membuatku langsung berbalik melihatnya. Mataku langsung terbelalak melihat Mas Arga mengikutiku ke toilet wanita. "Mas, kamu ngapain ke sini? Ini toilet wanita," tanyaku hati-hati disertai rasa takut karena Mas Arga terus mendekatiku. Aku

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-01
  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 16

    Sebenarnya aku ingin masuk ke dalam toilet tersebut ingin memastikan Arga, tapi karena Hanin menarik tanganku mau tidak mau aku harus menurutnya. Satu hal yang menjadi pertanyaan besar bagiku mulai dari restoran hingga sampai di rumah. Kenapa Hanin menangis? Apa Arga menuduhnya lagi? Kenapa Arga memegangi kelaminnya di toilet wanita? Apa Hanin yang melakukannya karena kesal dengan Arga? Keesokan harinya, aku sangat semangat bekerja karena akan bertemu lagi dengan Arga, aku akan membuatnya menyesal telah mencearaikan Hanin demi wanita murahan itu. Aku baru saja sampai di depan kantor Arga, belum sempat aku masuk. Samar-samar kulihat Mita sedang sendirian di parkiran seperti sedang menunggu seseorang. Tanpa membuang waktu, aku langsung mengurungkan niatku masuk ke kantor, karena menurutku ini sedikit lebih menyenangkan. "Hay," sapaku dari belakangnya, detik kemudian ia langsung berbalik menghadapku lalu tiba-tiba mulutnya sedikit menganga mungkin ia tidak percaya aku menyapanya. "H

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-01
  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 17

    "Kamu ngapain di sini?" tanya Arga, kulihat dia berusaha sedatar mungkin agar tidak terjadi keributan. "Em … itu tadi aku kebetulan lewat, kamu sendiri ngapain?" tanyanya balik pada Arga. Pandai sekali kamu berbohong Mita! Udah kayak tukang sulap. "Aku mau bahas projec lah sama Dimas, terus kamu tadi ngapain megang perutnya juga?" tanya Arga lagi, kulirik ekspresi Mita sangat gugup, tapi ia tetap dengan senyumannya. "Eh … itu tadi ada nyamuk di bajunya makanya aku mau nepuk tadi mau bunuh nyamuknya, eh kamu keburu datang," jawab Mita, pandai sekali ia memilih alasan yang bagus di situasi mendesak. Mita langsung berdiri dari sampingku lalu menggeser kursinya ke dekat Arga, aku hanya diam tidak ingin memperkeruh suasana. Ku lihat Mita terus bergelayut manja di tangan Arga, tapi kakinya terus ia colek-colekkan ke kakiku di bawah meja. Benar-benar perempuan murahan. Selama kami membahas projec, Mita tidak henti-hentinya mengganggu kakiku hingga akhirnya tangan Aga tidak sengaja menjat

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-01
  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 18

    "Ya udah sekarang kita ke bagian administrasi, yuk," ajaknya, aku hanya melihat Dimas sekilas lalu mengekorinya dari belakang. "Berapa semua biaya atas nama Hana Anggraini yang berada di kamar nomor 87?" tanya Dimas pada petugas administrasi. "Sebentar ya, Pak," ucap perempuan berbaju biru dan berkerudung putih tersebut. "Sudah lunas Pak, totalnya 3 juta sudah semuanya," lanjut perempuan tersebut membuat Dimas langsung melihatku begitu juga denganku, aku langsung melihatnya sekilas lalu melihat perempuan itu lagi. "Siapa yang bayar, Mbak?" tanya Hanin membuka suara. "Disini tertulis, Arga Wijaya," jawabnya aku langsung mengangguk. "Baguslah dia udah membayarnya, toh Hana juga anaknya," lanjut Dimas lalu kami kembali ke ruangan Hana. Bagitu kami masuk, Mas Arga langsung berdiri lalu menghampiriku, kulihat Dimas meninggalkan kami lalu ia pergi ke dekat Hana. "Aku mau sholat dulu," ucap Mas Arga, aku yang sedari tadi tidak ingin melihat wajahnya hanya acuh tanpa menjawab apapun.

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-01

Bab terbaru

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Ending

    "I--ibu," ucap Hanin bingung, Ibu mendekati Hanin lalu memeluknya membuat Hanin kaget. "Maafin Ibu Nak, selama ini Ibu jahat sama kamu, selalu remehin kamu, fitnah kamu," ucap Ibu menyesali perbuatannya sedangkan Hanin yang mendengar itu langsung tersenyum. "Tidak Bu, Ibu nggak sepenuhnya salah, aku juga banyak salah sama Ibu," jawab Hanin. "Pokoknya besok kalian harus jadi pengantin lagi, Ibu nggak mau tahu gimanapun caranya Ibu akan usahain semuanya malam ini," lanjut Ibu, Hanin hanya tersenyum lalu mengangguk. Malam itu juga semua di persiapkan untuk tambahan, seperti pelaminan, baju pengantin dan yang lain-lainnya. Sedangkan Hanin masih tidak percaya apa yang terjadi malam ini, rasanya itu hal yang tidak mungkin. *** Keesokan harinya, Dimas dan Arga sudah siap, tapi Hanin dan Puspita masih di kamar. "Bunda cantik banget," puji Hana saat melihat Hanin baru saja selesai di rias. Hanin langsung menoleh lalu tersenyum kemudian ia mengangkat Hana ke pangkuannya. "Putri Bunda ini

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 42

    "turut mengundang teman-teman, sahabat dan keluarga menyaksikan pengesahan kisah cinta kami yang begitu indah dalam resepsi pernikahan kamu Dimas angg dengan Puspita Hanin Damayanti-" Arga menghentikan bacaannya lalu ia menatap Hanin bingung "Puspita hanin? kamu ganti nama? setau aku nama kamu Hanindira Anggraini," tanya Arga bingung, sedangkan Hanin malah terkekeh lalu menutup mulutnya dengan tangann "itu bukan Hanin aku lah, Mas," jawab hanin membuat Arga mematung mulutnya juga ikut menganga tidak percaya "ja--jadi yang nikah sama Dimas-" ucapan Arga terpotong kala hanin mengangguk "Orang lain mas yang namanya juga Hanin," lanjut Hanin, seketika air mata Arga lolos begitu saja bibirnya juga mulai melengkung "Ka--kamu nggak nikah?" tanya Arga lagi, hanin hanya menggeleng sambil tersenyum membuat Arga langsung mengusap wajahnya sambil mengucap hamdalah flashback Setelah menemani Arga ruqyah, Dimas pamit pulang, ia bukan pulang ke rumahnya melainkan ke rumah Hanin. Disisi lai

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 41

    Arga membaca undangan tersebut, ia melihat nama Dimas dan Hanin terpampang di depan. Hatinya terasa seperti di iris sekarang melihat nama Hanin dan Dimas, Arga menelan salivanya dengan susah payah lalu detik kemudian ia tersenyum."Selamat ya, insyaallah aku akan datang menghadiri undangannya," ucapnya dengan berat hati pada Hanin, sedangkan Hanin hanya mengangguk sekilas."Aku juga punya sesuatu untuk kalian, tunggu sebentar," ujar Arga lalu ia tergesa-gesa mengambil sesuatu ke kamar.Beberapa menit kemudian ia keluar dari kamar, dengan beberapa kertas di tangannya."Ini," ucap Arga sambil menyodorkan semua kertas itu pada Hanin."Apa ini?" tanya Hanin bingung."Bacalah," jawab Arga, tanpa membuang waktu Hanin langsung membaca satu persatu lembaran tersebut, matanya langsung membola."M--mas, i--ini apa? Kenapa semua warisan atas namaku dan anak-anak?" tanya Hanin bingung, Arga hanya tersenyum."Cuma kalian yang berhak mendapatkannya bahkan akupun nggak layak untuk mewarisi itu, aku

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 40

    PoV authorTiga hari setelah Arga berobat, ia merasa sudah sangat sehat sekarang di tambah lagi Dimas selalu menemaninya.Sekarang mereka dalam perjalanan menuju kantor Ayahnya untuk memberi tahu semuanya. Begitu sampai Arga langsung masuk, tapi Arga kaget melihatku Ibunya ada di dalam juga."Arga, kamu dari mana aja sih? Kasian Mita sudah hampir seminggu kamu tinggal," omel Ibu membuat Arga langsung menggaruk alisnya sekilas."Ibu kasihan sama anak orang, tapi Ibu nggak kasihan sama Arga yang setengah mati melawan penyakit," gumam Arga yang terdengar jelas oleh Ibunya."Penyakit? Penyakit apa?" tanya Ibunya lagi, tapi Arga malah berjalan mendekati Ayahnya."Yah, Arga mau ngomong sesuatu sama Ayah, penting," ucap Arga tanpa basa-basi membuat Ayah langsung mengangguk."Ngomonglah atau mau di luar," tawar Ayah."Di luar aja, Yah," ajak Arga lalu mereka berdua keluar.Sedangkan Dimas tetap di dalam menemani Ibu Arga supaya tidak menguping."Ada apa dengan Arga? Kasih tau saya," tanya Ibu

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 39

    "Mita menginginkan Arga, Om. Dia tetat kekeh supaya Arga menikahinya," jawab Dimas membuat Ayah Arga mangut-mangut."Benar, apa yang kamu bilang. Tapi, walau gimanapun Om nggak setuju punya menantu kayak dia," lanjut Ayah Arga.PoV hanin.Hari ini adalah hari pertamaku ngajar setelah sakit selama tiga hari, pagi-pagi sekali aku berangkat karena masih harus mengantar Hana ke sekolah dan mengantar Dani ke rumah Sinta, aku takut jika Dani di rumah sama Mbok Sumi, Ibu mertuaku bakal datang mengambilnya."Hana nanti kalo ada yang jemput Hana ke sekolah jangan mau ya Nak, tunggu Bunda sampai datang. Kalo kamu di paksa, lari aja ke kantor ngadu sama guru di situ ya," nasehatku pada Hana di dalam mobil."Iya Bunda. Tapi kalo Ayah yang jemput?" tanyanya membuatku langsung bingung."Izin dulu sama wali kelasmu, bilang di jemput Ayah biar Bunda nggak kecarian," lanjutku, Hana langsung mengangguk.Setelah mengantarkan mereka berdua, aku langsung bergegas menuju sekolah. Hampir setengah jam aku me

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 38

    *PoV Author*Tiga hari kemudian, Mita sudah di perbolehkan pulang dari rumah sakit. Dimas dan Arga mengantarkan Mita ke rumah orang tua Arga.Selama perjalanan hanya ada keheningan, Arga dan Dimas di depan sedangkan Mita dan bayinya di kursi belakang."Mas, kamu bakal nginap di rumah Ibu, 'kan," tebak Mita, Arga melihat Mita sekilas dari spion."Nggak, aku punya rumah," jawab Arga datar membuat Mita langsung mendengus kesal."Kamu ngapain sih Mas, sendirian tau di rumahmu itu atau nggak aku sama baby Aydan ikut kesana," tawar Mita, Dimas yang mendengar itu hanya bisa menggaruk alisnya sekilas."Mita kamu masih masih waras apa gimana sih? Apa kata orang kita satu rumah yang belum menikah, aku udah bilang kita tunggu hasil tes DNA, titik. Nggak ada perdebatan," tegas Arga tanpa melihat Mita membuat Mita langsung menatap tajam ke arah Arga.Sampai di rumah orangtuanya, Arga langsung menurunkan semua barang Mita. Ibunya dengan semangat menyambut Mita dan bayi itu. "Menantu sama cucu Ibu

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 37

    Selama tes berlangsung, Dimas terus menemaniku gantian untuk menggendong bayi Mita.Setelah selesai, kami pun keluar, ada rasa lega dihatiku akhirnya tes DNA yang selalu ku inginkan akhirnya terlaksana, sekarang tinggal menunggu hasilnya.Sampai di ruangan Mita, aku langsung memberikan bayi itu pada Mita."Kamu mau kemana, Mas?" tanya Mita saat melihatku melangkah menuju pintu."Pulang," jawabku singkat."Arga, masa Mita baru melahirkan kamu tinggal, gimana sih," omel Ibu membuatku langsung memutar mata malas. Ntah pelet macam apa yang di kasih Mita ke Ibu, sehingga Ibu menjadi sangat penurut sama Mita."Em ... Ayah, Arga mau ngobrol bentar sama Ayah di luar," ajakku pada Ayah, Ayah langsung melangkah mendekatiku lalu kami keluar dari ruangan."Kenapa?" tanya Ayah begitu kami sudah di luar."Aku mau jaga Mita, asal Ibu jangan disini karena kalo nggak pasti akan terus memaksaku untuk menikahi Mita, sedangkan hasil tes DNA keluar dua minggu lagi," jawabku panjang lebar memberikan penger

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 36

    "Kenapa kamu berikan semua warisan sama perempuan murahan itu, kenapa?!" teriak Ibu seperti orang frustasi."Minta maaf lah Bu, bersihkan nama, Hanin," ujar Arga sambil menahan pukulan Ibunya."Nggak, sampai kapanpun Ibu tidak akan pernah minta maaf!" Ibu terus berteriak.Arga melepaskan cengkeramannya Ibunya pada bajunya lalu ia berbalik hendak pergi, aku juga mengikutinya, belum sempat kami melangkah."Akh!" ringis Mita membuatku dan Arga kembali berbalik."Kamu kenapa, Nak?" tanya Ibu panik melihat Mita memegangi perutnya."Bu, perutku sakit ba--banget," ucap Mita menahan sakit, seketika aku dan Arga saling melempar pandangan."Yuk Ga, bantu dia ke rumah sakit biar kamu tahu kepastian bayi itu," ajakku yang dibalas anggukan oleh Arga, ia langsung mendekati Mita lalu menggendongnya, sedangkan aku langsung menuju mobil.Selama perjalanan Mita terus menangis meringis kesakitan, aku sesekali melihatnya dari spion.Sampai di rumah sakit, Mita langsung di larikan ke ruang bersalin. Hampi

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 35

    "Kamu sakit Ga?" tanyaku karena melihat wajah Arga pucat dan kelihatan tidak bertenaga."Nggak kok," jawabnya singkat, tapi aku tidak yakin melihat ekspresinya."Aku nggak percaya Ga, berobat yuk," ajakku, Arga malah menggeleng."Nggak kok aku nggak apa-apa cuma kangen anak-anak aja," ujarnya membuatku menyergitkan kening."Ya udah ketemu lah, pergi ke rumah, Hanin," saranku."Iya, nunggu Mita lahiran aja dulu aku benar-benar malu sama Hanin setelah undangan pernikahan kemaren," lanjutnya, aku hanya mangut-mangut.***Keesokan harinya aku menunggu Sinta di sekolah karena aku tidak tahu dimana alamatnya. Sekarang aku sedang duduk di kursi panjang dekat pagar."Si Hanin udah kayak kuping batu ya, nggak ada malunya walaupun udah di hina semua guru-guru," ucap seseorang yang sedang duduk di sampingku."Iya ih, andai aja itu CEO tahu kalo Hanin itu cuma janda yang kesepian, pasti dia juga bakal jijik lihat, Hanin," sambung temannya, aku yang mendengar kata CEO langsung penasaran, siapa yan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status