Share

Bab 11

last update Last Updated: 2022-09-01 14:57:25

"Sinta, nyampe kapan?" tanyaku saat ia sudah berdiri di samping kulkas, Sinta langsung tertawa lalu menaruh kantong plastik di tangannya ke atas kulkas.

"5 menit yang lalu," jawabnya tanpa melihatku.

"Anty, itu apa?" tanya Hana sambil menunjuk kantong plastik yang dibawa Sinta tadi.

"Ini apel, kamu mau?" lanjut Sinta yang dibalas anggukan oleh Hana, setelah memberikannya pada Hana. Sinta kembali mendekatiku yang sedang mengiris bawang sambil menahan perih.

"Nggak terasa ya Nin, udah tiga minggu aja setelah kamu cerai sama Arga," ucap Sinta membuatku langsung berhenti mengiris bawang lalu melihatnya.

"Iya Sin, tapi aku belum sempat juga ngurus surat perceraian kami. Aku nggak boleh boros dulu sekarang ini demi anak-anak," curhatku membuat Sinta langsung mangut-mangut.

"Iya udah sih, itu mah bisa belakang toh kamu juga belum mau nikah 'kan?" godanya membuatku langsung terkekeh.

"Nikah dari Hongkong, cukup melihat anak-anakku bahagia, itu udah lebih dari cukup buatku, Sin," lanjutku.

"Iya sih bener, rata-rata seorang ibu selalu mengutamakan anak-anaknya bukan nafsunya. O iya aku ke sini mau ngajak kamu jalan-jalan ke mall tau, udah lama banget aku nggak ke sana," ajak Sinta membuatku sejenak berfikir.

"Udah 'lah, jangan terlalu di pikirin. Sekalian kita belanja keperluan dapur, mumpung hari minggu, bawa Hana dan Dani keluar," lanjutnya, aku langsung mengangguk. 

Semenjak 3 minggu yang lalu mereka tidak kemana-mana, kecuali Ayah mertuaku datang ke sini, itu pun baru dua kali.

"Ya udah, aku dan anak-anak siap-siap dulu," ucapku yang dibalas anggukan oleh Sinta.

Setelah semuanya selesai kami langsung berangkat memakai mobil Sinta biar kami nggak misah-misah.

Begitu sampai di mall kami berlima langsung masuk dan mulai jalan-jalan sambil cuci mata. 

"Kita liat-liat baju yuk, udah lama nggak beli baju," ajak Sinta setelah semua keperluan rumah selesai kami beli.

Bagitu kami masuk ke deretan baju-baju branded, samar-samar aku melihat Mas Arga bersama Mita sedang memilih baju juga.

"Ayah!" teriak Hana membuatku dan Sinta langsung kaget, kulihat Mas Arga berbalik dan melihat ke arah kami.

"Han-" belum sempat aku memanggilnya ia sudah berlari ke arah Mas Arga, aku langsung melihat Sinta begitu juga sebaliknya.

"Hana sepertinya kangen sama Arga, Nin," terang Sinta membuatku langsung membuang nafas kasar.

Disisi lain, Mas Arga yang melihat Hana berlari ke arahnya langsung berjongkok lalu memeluk Hana.

"Hana ngapain, Nak?" tanya Mas Arga lalu mencium pipi Hana, ada rasa sesak di hatiku melihat pemandangan itu, tapi anehnya Dani tidak sedikit pun ingin menyusul Hana untuk bertemu Ayahnya.

"Kakak temenin bunda belanja," jawab Hana polos, kulihat matanya beralih ke arahku dan Dani yang sedang bermain di sampingku bersama Fandi, langsung ku alihkan pandanganku dari mereka.

"Kakak mau baju nggak? Ayah beliin," tawarnya kulihat Hana langsung mengangguk lalu ia menggendong Hana.

Aku sebenarnya tidak apa-apa jika Hana bersama Ayahnya, tapi yang membuatku emosi, saat tangan pelakor itu mengusap wajah putriku.

"Kamu liat sendiri 'kan Sin, aku benci jika pelakor itu menyentuh putriku," kesalku membuat Sinta langsung menoleh lalu merangkul pundakku.

"Udah biarin aja, kita tunggu sini aja," ucapnya menenangkanku lalu menarikku kembali untuk melihat-lihat baju.

Anehnya, selama Hana masih bersama Mas Arga, aku merasa was-was, aku takut anakku dibawa lari olehnya, mataku tidak hentinya melirik mereka.

Saat aku sedang berjongkok sambil menyocokkan baju untuk Dani, samar-samar aku mendengar panggilan Hana.

"Bunda," panggilnya dari belakang membuatku langsung berbalik, mataku hampir saja keluar ternyata Hana datang bersama Mas Arga, tapi untung pelakor itu tidak ikut, kulihat sekilas ia masih memilih baju.

"Ini ada sedikit uang untuk Hana dan Dani," ucapnya memulai percakapan sambil menyodorkan sebuah amplop ke depanku.

"Makasih," ujarku lalu mengambil amplop tersebut, entah kenapa rasanya sangat canggung untuk berbicara banyak, seperti ada tembok yang membatas kami.

"Dani Salim Ayah, Nak," suruhku pada Dani, untuk mengalihakan pembicaraan, awalnya Dani tidak mau, tapi langsung ku tuntun ia ke depan Mas Arga.

Mas Arga yang melihat itu langsung menyodorkan tangannya, perlahan tangan Dani meraih tangannya lalu menyalamnya. Kulihat mata Mas Arga memanas melihat Dani, entah mataku yang salah penglihatan aku tidak tahu.

Tanpa membuang waktu ia langsung menggendong anak kecil itu lalu mencium pipinya, kulihat air matanya jatuh. Apa itu? Mas Arga nangis? Langsung kualihakan pandanganku, aku tidak sanggup melihatnya.

"Dani sehat, sayang?" tanyanya dengan sangat lembut, kulirik Dani hanya mengangguk.

"Ini Ayah beliin kamu baju, coba Ayah cocokkan dulu," ucapnya lalu menurunkan Dani dari gendongannya, kulihat ia mencocokkan baju tersebut ke badan Dani dengan sangat teliti.

Entah kenapa mataku ikut memanas melihat pemandangan itu, tanpa membuang waktu aku langsung berbalik pura-pura memilih baju agar bisa menghapus air mataku, yang turun begitu saja.

Kenapa nggak dari dulu ia seperti itu? Kenapa harus sekarang setelah semua berakhir begitu saja? Aku tidak mengerti jalan pikiran Mas Arga.

Sinta yang mengerti dengan keadaanku langsung memegang pundakku membuatku langsung menoleh, kulihat ia mengangguk seolah-olah menguatkanku.

"Sayang udah belum, kita bayar yuk," tiba-tiba suara pelakor itu sangat dekat membuat rasa kasihanku langsung lenyap seketika, aku langsung berbalik melihat mereka dan menatap tidak suka ke arah pelakor tersebut.

"Nah, ini udah pas buat Dani," lanjut Mas Arga lalu memberikan baju tersebut ke tangan Dani sambil mengusap-usap kepala Dani, mungkin karena sudah hampir sebulan Dani tidak pernah mendengar suara Mas Arga makanya ia tidak takut lagi seperti sebelumnya.

"Udah selesai belanjanya?" tanya Mas Arga pada Mita yang dibalas anggukan oleh Mita membuatku langsung muak, kenapa harus di depanku.

"Ya udah kalo gitu Ayah pergi dulu ya, Nak," pamit Mas Arga lalu mengusap kepala Hana dan Dani secara bergantian.

"Tente pergi dulu ya, sayang," pamit pelakor itu dengan genitnya, aku tahu dia sengaja memanas-manasiku. Setelah mereka berjalan beberapa langkah dari kami. Aku langsung mengangkat semua belanjaan dan buru-buru berbalik hendak melangkah dan

Brug! 

Aku menabrak seseorang sehingga semua belanjaanku jatuh kembali ke lantai, mataku terbelalak melihat belanjaanku tercecer.

"Maaf-maaf Mbak, saya nggak sengaja," ucap orang yang ku tabrak sambil ia berjongkok mengambil semua barangku, kulirik sekilas ke arah kasir, kulihat Mas Arga tengah memperhatikanku.

"Ini belanjaannya," lanjutannya lalu ia berdiri membuatku langsung menoleh ke arahnya, detik kemudian pandangan kami bertemu.

"Hanin," ucapnya tidak percaya.

"Dimas," tebakku membuat Sinta yang sedang memilih baju langsung mendekatiku.

"Loh, Dimas!," pekik Sinta membuat Dimas langsung tertawa. Dimas adalah teman kuliahku dan Sinta, cuma kami beda jurusan.

Dimas dulu adalah laki-laki pertama yang berani mengatakannya cinta padaku di perpustakaan kampus. Namun, aku menolaknya karena sudah di jodohkan dengan Mas Arga, setalah aku menolaknya Dimas memilih pindah universitas.

Dari situlah, aku tidak pernah lagi mendengar kabarnya, tapi hari ini kami di pertemukan kembali di tempat yang sangat ramai ini.

"Kamu tahu Hanin, aku selalu berharap untuk tidak ketemu denganmu lagi, tapi lihat 'lah hari ini apa yang terjadi," lanjutnya membuatku langsung tersenyum.

"Sudah 'lah, itu 'kan masa lalu sekarang kamu pasti udah nikah dan istrimu jauh lebih cantik dari aku," ujarku membuatnya tertawa lalu menggeleng.

"Aku belum menemukan perempuan yang lebih cantik darimu, makanya sampe sekarang aku masih jomblo," ucapnya lebay membuat aku dan Sinta langsung tertawa.

"Dari dulu sudah gombal sekarang makin gombal," ledek Sinta, tiba-tiba Dani datang mengendus padaku membuatku langsung menunduk.

"Kenapa, Nak?" tanyaku, kulihat matanya sudah merah mungkin sudah mengantuk.

"Ini anakmu?" tanya Dimas membuatku kembali menoleh lalu mengangguk.

"Itu satu lagi," ucapku lalu menunjuk Hana yang sedang melihat bajunya yang dibelikan Mas Arga.

"Wah … aku udah jadi Om rupanya dan kamu Sinta?" tanyanya pada Sinta.

"Itu anakku," jawab Sinta sambil menunjuk Fandi.

"Bunda gendong," rengek Dani mulai rewel karena ngantuk.

"Bunda nggak bisa sayang, 'kan bunda bawa belanjaan, sabar ya Nak setelah ini kita pulang," bujukku tapi Dani malah makin merengek sambil menarik-narik gamisku.

"Ya udah sini Om gendong," tawar Dimas lalu berjongkok mensejajarkan posisinya pada Dani.

"Nggak usah Dimas, dia memang kayak gitu kalo mau tidur suka rewel," tolakku tapi tidak di hiraukan oleh Dimas, ia malah menggendong Dani seperti bayi.

Benar saja belum berapa menit di gendong Dani sudah memejamkan matanya, membuatku langsung merasa tidak enak.

"Kamu pulang sama siapa?" tanya Dimas.

"Sin, kita pulang ya, Dani udah tidur," ajakku.

"Yah Hanin, aku 'kan belum selesai belanja," jawab Sinta membuatku langsung bingung, anakku udah tidur di gendongan Dimas.

"Ya udah, gimana kalo aku antar pulang?" tanyanya membuatku langsung bingung lalu melihat Sinta.

"Nggak apa-apa Nin, kamu duluan aja, aku masih lama ini," ucap Sinta membuatku mau tidak mau langsung mengangguk.

"Ya udah yuk, mobilku dan parkirkan," ajaknya, tanpa sengaja mataku melihat ke arah Mas Arga, ia menatap tidak suka ke arahku, tapi tidak kuhiraukan kerena memang aku tidak bisa menggendong Dani.

"Yuk," lanjutku lalu ku genggam tangan Hana.

"Kami duluan ya Sin, maaf nggak bisa nemanin kamu," pamitku.

"Iya santai, hati-hati ya kalian," ucapnya yang dibalas anggukan oleh Dimas lalu kami melangkah keluar mall dan menuju parkiran.

Sampai di parkiran aku langsung memasukkan barangku terlebih dahulu ke kursi belakang lalu menaikkan Hana di kursi belakang.

"Sini, aku yang gendong Dani," ucapku mengambil alih Dani dari gendongan Dimas.

"Anakmu lucu ya, gemesin," pujinya lalu memberikan Dani ke gendonganku.

Tanpa kusadari ternyata Mas Arga memperhatikanku dari jauh, aku mengetahuinya saat hendak masuk ke dalam mobil, tidak sengaja mataku melihatnya yang tidak jauh dari kami, terlihat jelas ia sedang memperhatikan kami.

Apa dia sedang membuntuti kami? Tanpa membuang waktu, aku langsung masuk ke dalam mobil lalu Dimas membantu menutup pintu mobil karena melihatku kesusahan. Setelahnya baru ia berjalan ke ke samping dan masuk ke dalam mobil.

"Namamu siapa, Nak?" tanyanya lembut pada Hana yang asik memainkan boneka Barbie nya, mungkin Mas Arga membelikannya tadi.

"Hana Angraini, Om," jawab bibir mungil itu membuatku langsung tersenyum melihatnya dari spion. Begitu juga Dimas ia langsung tersenyum lalu mengacungkan jempolnya pada Hana.

"Anakmu pintar-pintar, Nin. Suamimu kok nggak ikut belanja?" tanyanya membuatku kembali melihat ke luar jendela, kulihat Mas Arga masih setia memperhatikan kami.

Related chapters

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 12

    "Em … jalan yuk, aku sambil cerita," ucapku yang dibalas anggukan oleh Dimas, perlahan ia mulai menjalankan mobil. "Sebenarnya, aku baru aja bercerai sekitar 3 minggu yang lalu," ucapku mulai menceritakan tentang keluarga kecilku, Dimas yang mendengar penuturan singkatku itu langsung menepikan mobil membuatku langsung bingung. "Kenapa? Bannya kempes 'kah?" tanyaku, tapi tidak di hiraukan oleh Dimas. "Katakan kenapa suamimu menceraikanmu, apa kesalahan mu?" cecarnya membuatku langsung tersenyum, ia sama sekali tidak berubah dari zaman kuliah sampe sekarang, masih suka kepo berlebihan kepadaku. "Aku minta cerai karena dia selingkuh terang-terangan di depanku," jawabku santai sambil mengusap-usap kepala Dani. Aku menoleh ke belakang mendapati Hana juga sudah tertidur sambil memeluk barbienya. "Ada yang bisa ku bantu," tawaranya membuatku langsung menyergit, perasaan aku tidak meminta pertolongan apapun. "Maksudnya?" tanyaku memperjelas tawarannya tersebut. Kulihat Dimas menari nafas

    Last Updated : 2022-09-01
  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 13

    "D--dimas," ucapku tidak percaya membuat Dimas langsung tersenyum. "Jadi yang tadi suamimu? Lumayan 'lah ya mukanya, tapi tidak dengan mulutnya," ledek Dimas membuatku langsung menggaruk alisku yang tidak gatal. "Kok kamu ke sini lagi dan kenapa pakaianmu berbeda?" tanyaku mulai penasaran, kulihat ia membuka topinya dan mengibaskan rambutnya seperti anak perempuan. "Hanin … Hanin, 'kan aku udah bilang, aku ini aktor beneran, masih nggak percaya aja," terangnya membuatku langsung mengernyitkan dahiku tidak percaya. "Bunda …," terdengar suara tangisan Dani dari kamar, sepertinya sudah bangun. "Duduk dulu, aku jemput Dani dulu ke kamar," tawarku sambil menunjuk sofa, kulihat ia mengangguk lalu berjalan ke arah sofa. Beberapa detik kemudian, aku kembali ke ruang tengah sambil menggendong Dani. Lalu aku duduk berseberangan dengan Dimas. "Ayo Dimas, jelasin kenapa kamu bisa ke sini lagi?" aku mengulang pertanyaan, kulihat ia menarik nafas terlebih dahulu. "Jadi tuh, aku kesini karena

    Last Updated : 2022-09-01
  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 14

    "Sehebat apa kamu sekarang benari bohong sama, Ayah?" tanya Ayah lagi, aku langsung panas dingin. Apa Ayah tahu aku dari rumah Hanin? Tok! Tok! Tok! "Masuk," suruh Ayah, tampak seorang perempuan yang berpakaian tidak terlalu seksi. "Maaf Pak, tamu dari perusahaan Dimas company sudah datang, Pak," ucap perempuan itu, sedangkan aku masih harus menahan sakit bekas tamparan Ayah. "Iya, 5 menit lagi saya ke ruangan rapat," jawab Ayah. Setelah perempuan itu pergi Ayah kembali menatap tajam ke arahku. "Jangan coba-coba usik Hanin lagi, karena bagaimanapun juga warisan tidak akan Ayah kasih ke kamu, walaupun Hanin sudah mengikhlaskannya," ancam Ayah membuatku langsung kaget. Se sayang itukah Ayah pada Hanin, padahal jelas-jelas akulah anak kandungnya. "Kok gitu Yah, 'kan Arga satu-satu pewaris, Ayah," sanggahku tidak terima dengan keputusan Ayah. "Ayah tidak akan pernah ikhlas sampai kapanpun, jika uang dari warisan ini kamu gunakan untuk keperluan selingkuhanmu. Dosa besar Ayah menafka

    Last Updated : 2022-09-01
  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 15

    "Em … terserah kamu aja, tapi Hana dan Dani suka ayam kecap ya," lanjutku, kulihat Dimas mengangguk. "Oke, aku pesan dulu ya," ucapnya lalu berdiri untuk memesan makanan. Mita yang melihat Dimas pergi memesan makanan langsung mencari alasan pada Mas Arga. "Sayang, aku pesan minum lagi," ucapnya tiba-tiba membuatku langsung tersenyum miring. Dasar murahan! Kulihat Mas Arga mengangguk lalu pelakor itu mulai mendekati Dimas, aku yang merasa risih terus di lihat sama Mas Arga langsung mencari akal. "Sayang, Bunda mau ke toilet bentar ya, jangan kemana-mana, bentar lagi Om Dimas datang," ucapku pada Hana dan Dani dengan niat biar mereka bisa berkomunikasi dengan Ayahnya. Saat aku masuk ke toilet, tiba-tiba ada yang menutup dan mengunci pintu toilet membuatku langsung berbalik melihatnya. Mataku langsung terbelalak melihat Mas Arga mengikutiku ke toilet wanita. "Mas, kamu ngapain ke sini? Ini toilet wanita," tanyaku hati-hati disertai rasa takut karena Mas Arga terus mendekatiku. Aku

    Last Updated : 2022-09-01
  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 16

    Sebenarnya aku ingin masuk ke dalam toilet tersebut ingin memastikan Arga, tapi karena Hanin menarik tanganku mau tidak mau aku harus menurutnya. Satu hal yang menjadi pertanyaan besar bagiku mulai dari restoran hingga sampai di rumah. Kenapa Hanin menangis? Apa Arga menuduhnya lagi? Kenapa Arga memegangi kelaminnya di toilet wanita? Apa Hanin yang melakukannya karena kesal dengan Arga? Keesokan harinya, aku sangat semangat bekerja karena akan bertemu lagi dengan Arga, aku akan membuatnya menyesal telah mencearaikan Hanin demi wanita murahan itu. Aku baru saja sampai di depan kantor Arga, belum sempat aku masuk. Samar-samar kulihat Mita sedang sendirian di parkiran seperti sedang menunggu seseorang. Tanpa membuang waktu, aku langsung mengurungkan niatku masuk ke kantor, karena menurutku ini sedikit lebih menyenangkan. "Hay," sapaku dari belakangnya, detik kemudian ia langsung berbalik menghadapku lalu tiba-tiba mulutnya sedikit menganga mungkin ia tidak percaya aku menyapanya. "H

    Last Updated : 2022-09-01
  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 17

    "Kamu ngapain di sini?" tanya Arga, kulihat dia berusaha sedatar mungkin agar tidak terjadi keributan. "Em … itu tadi aku kebetulan lewat, kamu sendiri ngapain?" tanyanya balik pada Arga. Pandai sekali kamu berbohong Mita! Udah kayak tukang sulap. "Aku mau bahas projec lah sama Dimas, terus kamu tadi ngapain megang perutnya juga?" tanya Arga lagi, kulirik ekspresi Mita sangat gugup, tapi ia tetap dengan senyumannya. "Eh … itu tadi ada nyamuk di bajunya makanya aku mau nepuk tadi mau bunuh nyamuknya, eh kamu keburu datang," jawab Mita, pandai sekali ia memilih alasan yang bagus di situasi mendesak. Mita langsung berdiri dari sampingku lalu menggeser kursinya ke dekat Arga, aku hanya diam tidak ingin memperkeruh suasana. Ku lihat Mita terus bergelayut manja di tangan Arga, tapi kakinya terus ia colek-colekkan ke kakiku di bawah meja. Benar-benar perempuan murahan. Selama kami membahas projec, Mita tidak henti-hentinya mengganggu kakiku hingga akhirnya tangan Aga tidak sengaja menjat

    Last Updated : 2022-09-01
  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 18

    "Ya udah sekarang kita ke bagian administrasi, yuk," ajaknya, aku hanya melihat Dimas sekilas lalu mengekorinya dari belakang. "Berapa semua biaya atas nama Hana Anggraini yang berada di kamar nomor 87?" tanya Dimas pada petugas administrasi. "Sebentar ya, Pak," ucap perempuan berbaju biru dan berkerudung putih tersebut. "Sudah lunas Pak, totalnya 3 juta sudah semuanya," lanjut perempuan tersebut membuat Dimas langsung melihatku begitu juga denganku, aku langsung melihatnya sekilas lalu melihat perempuan itu lagi. "Siapa yang bayar, Mbak?" tanya Hanin membuka suara. "Disini tertulis, Arga Wijaya," jawabnya aku langsung mengangguk. "Baguslah dia udah membayarnya, toh Hana juga anaknya," lanjut Dimas lalu kami kembali ke ruangan Hana. Bagitu kami masuk, Mas Arga langsung berdiri lalu menghampiriku, kulihat Dimas meninggalkan kami lalu ia pergi ke dekat Hana. "Aku mau sholat dulu," ucap Mas Arga, aku yang sedari tadi tidak ingin melihat wajahnya hanya acuh tanpa menjawab apapun.

    Last Updated : 2022-09-01
  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 19

    "Kamu nggak usah sok ngajari orang tua, bocah kemaren aja songong. Saya lebih tahu Hanin seperti apa dari pada kamu," Ibu mertua terus mencermahi Dimas, ditengah-tengah perdebatan mereka, samae aku mendengar suara yang sangat pelan dan kecil. "Bunda," lirih Hana hampir tak terdengar, aku langsung berlari mendekatinya begitu juga Ayah mertua langsung menoleh ke arah Hana. "Hana udah sadar, Nak. Bunda di sini, sayang," ucapku lembut sambil menggenggam tangannya dan mencium pipinya. Kulihat putriku sangat lemas, mungkin karena banyak keluar darah dari kepalanya. "Ada yang sakit, Nak?" tanyaku lembut di telinganya. "Kepala Kakak pusing, Bunda," adunya membuat air mataku kembali membendung. "Sabar ya sayang, nanti juga pusingnya hilang asal Kakak jangan banyak gerak dulu ya," nasehatku padanya. "Alhamdulillah, cucu Kakek udah bangun, nanti kalo Hana sembuh Kakek beliin boneka beruang yang gede ya, tapi Hana janji harus sembuh ya" ucap Ayah mertua sambil mengusap pipi Hana, kulihat Han

    Last Updated : 2022-09-01

Latest chapter

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Ending

    "I--ibu," ucap Hanin bingung, Ibu mendekati Hanin lalu memeluknya membuat Hanin kaget. "Maafin Ibu Nak, selama ini Ibu jahat sama kamu, selalu remehin kamu, fitnah kamu," ucap Ibu menyesali perbuatannya sedangkan Hanin yang mendengar itu langsung tersenyum. "Tidak Bu, Ibu nggak sepenuhnya salah, aku juga banyak salah sama Ibu," jawab Hanin. "Pokoknya besok kalian harus jadi pengantin lagi, Ibu nggak mau tahu gimanapun caranya Ibu akan usahain semuanya malam ini," lanjut Ibu, Hanin hanya tersenyum lalu mengangguk. Malam itu juga semua di persiapkan untuk tambahan, seperti pelaminan, baju pengantin dan yang lain-lainnya. Sedangkan Hanin masih tidak percaya apa yang terjadi malam ini, rasanya itu hal yang tidak mungkin. *** Keesokan harinya, Dimas dan Arga sudah siap, tapi Hanin dan Puspita masih di kamar. "Bunda cantik banget," puji Hana saat melihat Hanin baru saja selesai di rias. Hanin langsung menoleh lalu tersenyum kemudian ia mengangkat Hana ke pangkuannya. "Putri Bunda ini

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 42

    "turut mengundang teman-teman, sahabat dan keluarga menyaksikan pengesahan kisah cinta kami yang begitu indah dalam resepsi pernikahan kamu Dimas angg dengan Puspita Hanin Damayanti-" Arga menghentikan bacaannya lalu ia menatap Hanin bingung "Puspita hanin? kamu ganti nama? setau aku nama kamu Hanindira Anggraini," tanya Arga bingung, sedangkan Hanin malah terkekeh lalu menutup mulutnya dengan tangann "itu bukan Hanin aku lah, Mas," jawab hanin membuat Arga mematung mulutnya juga ikut menganga tidak percaya "ja--jadi yang nikah sama Dimas-" ucapan Arga terpotong kala hanin mengangguk "Orang lain mas yang namanya juga Hanin," lanjut Hanin, seketika air mata Arga lolos begitu saja bibirnya juga mulai melengkung "Ka--kamu nggak nikah?" tanya Arga lagi, hanin hanya menggeleng sambil tersenyum membuat Arga langsung mengusap wajahnya sambil mengucap hamdalah flashback Setelah menemani Arga ruqyah, Dimas pamit pulang, ia bukan pulang ke rumahnya melainkan ke rumah Hanin. Disisi lai

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 41

    Arga membaca undangan tersebut, ia melihat nama Dimas dan Hanin terpampang di depan. Hatinya terasa seperti di iris sekarang melihat nama Hanin dan Dimas, Arga menelan salivanya dengan susah payah lalu detik kemudian ia tersenyum."Selamat ya, insyaallah aku akan datang menghadiri undangannya," ucapnya dengan berat hati pada Hanin, sedangkan Hanin hanya mengangguk sekilas."Aku juga punya sesuatu untuk kalian, tunggu sebentar," ujar Arga lalu ia tergesa-gesa mengambil sesuatu ke kamar.Beberapa menit kemudian ia keluar dari kamar, dengan beberapa kertas di tangannya."Ini," ucap Arga sambil menyodorkan semua kertas itu pada Hanin."Apa ini?" tanya Hanin bingung."Bacalah," jawab Arga, tanpa membuang waktu Hanin langsung membaca satu persatu lembaran tersebut, matanya langsung membola."M--mas, i--ini apa? Kenapa semua warisan atas namaku dan anak-anak?" tanya Hanin bingung, Arga hanya tersenyum."Cuma kalian yang berhak mendapatkannya bahkan akupun nggak layak untuk mewarisi itu, aku

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 40

    PoV authorTiga hari setelah Arga berobat, ia merasa sudah sangat sehat sekarang di tambah lagi Dimas selalu menemaninya.Sekarang mereka dalam perjalanan menuju kantor Ayahnya untuk memberi tahu semuanya. Begitu sampai Arga langsung masuk, tapi Arga kaget melihatku Ibunya ada di dalam juga."Arga, kamu dari mana aja sih? Kasian Mita sudah hampir seminggu kamu tinggal," omel Ibu membuat Arga langsung menggaruk alisnya sekilas."Ibu kasihan sama anak orang, tapi Ibu nggak kasihan sama Arga yang setengah mati melawan penyakit," gumam Arga yang terdengar jelas oleh Ibunya."Penyakit? Penyakit apa?" tanya Ibunya lagi, tapi Arga malah berjalan mendekati Ayahnya."Yah, Arga mau ngomong sesuatu sama Ayah, penting," ucap Arga tanpa basa-basi membuat Ayah langsung mengangguk."Ngomonglah atau mau di luar," tawar Ayah."Di luar aja, Yah," ajak Arga lalu mereka berdua keluar.Sedangkan Dimas tetap di dalam menemani Ibu Arga supaya tidak menguping."Ada apa dengan Arga? Kasih tau saya," tanya Ibu

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 39

    "Mita menginginkan Arga, Om. Dia tetat kekeh supaya Arga menikahinya," jawab Dimas membuat Ayah Arga mangut-mangut."Benar, apa yang kamu bilang. Tapi, walau gimanapun Om nggak setuju punya menantu kayak dia," lanjut Ayah Arga.PoV hanin.Hari ini adalah hari pertamaku ngajar setelah sakit selama tiga hari, pagi-pagi sekali aku berangkat karena masih harus mengantar Hana ke sekolah dan mengantar Dani ke rumah Sinta, aku takut jika Dani di rumah sama Mbok Sumi, Ibu mertuaku bakal datang mengambilnya."Hana nanti kalo ada yang jemput Hana ke sekolah jangan mau ya Nak, tunggu Bunda sampai datang. Kalo kamu di paksa, lari aja ke kantor ngadu sama guru di situ ya," nasehatku pada Hana di dalam mobil."Iya Bunda. Tapi kalo Ayah yang jemput?" tanyanya membuatku langsung bingung."Izin dulu sama wali kelasmu, bilang di jemput Ayah biar Bunda nggak kecarian," lanjutku, Hana langsung mengangguk.Setelah mengantarkan mereka berdua, aku langsung bergegas menuju sekolah. Hampir setengah jam aku me

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 38

    *PoV Author*Tiga hari kemudian, Mita sudah di perbolehkan pulang dari rumah sakit. Dimas dan Arga mengantarkan Mita ke rumah orang tua Arga.Selama perjalanan hanya ada keheningan, Arga dan Dimas di depan sedangkan Mita dan bayinya di kursi belakang."Mas, kamu bakal nginap di rumah Ibu, 'kan," tebak Mita, Arga melihat Mita sekilas dari spion."Nggak, aku punya rumah," jawab Arga datar membuat Mita langsung mendengus kesal."Kamu ngapain sih Mas, sendirian tau di rumahmu itu atau nggak aku sama baby Aydan ikut kesana," tawar Mita, Dimas yang mendengar itu hanya bisa menggaruk alisnya sekilas."Mita kamu masih masih waras apa gimana sih? Apa kata orang kita satu rumah yang belum menikah, aku udah bilang kita tunggu hasil tes DNA, titik. Nggak ada perdebatan," tegas Arga tanpa melihat Mita membuat Mita langsung menatap tajam ke arah Arga.Sampai di rumah orangtuanya, Arga langsung menurunkan semua barang Mita. Ibunya dengan semangat menyambut Mita dan bayi itu. "Menantu sama cucu Ibu

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 37

    Selama tes berlangsung, Dimas terus menemaniku gantian untuk menggendong bayi Mita.Setelah selesai, kami pun keluar, ada rasa lega dihatiku akhirnya tes DNA yang selalu ku inginkan akhirnya terlaksana, sekarang tinggal menunggu hasilnya.Sampai di ruangan Mita, aku langsung memberikan bayi itu pada Mita."Kamu mau kemana, Mas?" tanya Mita saat melihatku melangkah menuju pintu."Pulang," jawabku singkat."Arga, masa Mita baru melahirkan kamu tinggal, gimana sih," omel Ibu membuatku langsung memutar mata malas. Ntah pelet macam apa yang di kasih Mita ke Ibu, sehingga Ibu menjadi sangat penurut sama Mita."Em ... Ayah, Arga mau ngobrol bentar sama Ayah di luar," ajakku pada Ayah, Ayah langsung melangkah mendekatiku lalu kami keluar dari ruangan."Kenapa?" tanya Ayah begitu kami sudah di luar."Aku mau jaga Mita, asal Ibu jangan disini karena kalo nggak pasti akan terus memaksaku untuk menikahi Mita, sedangkan hasil tes DNA keluar dua minggu lagi," jawabku panjang lebar memberikan penger

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 36

    "Kenapa kamu berikan semua warisan sama perempuan murahan itu, kenapa?!" teriak Ibu seperti orang frustasi."Minta maaf lah Bu, bersihkan nama, Hanin," ujar Arga sambil menahan pukulan Ibunya."Nggak, sampai kapanpun Ibu tidak akan pernah minta maaf!" Ibu terus berteriak.Arga melepaskan cengkeramannya Ibunya pada bajunya lalu ia berbalik hendak pergi, aku juga mengikutinya, belum sempat kami melangkah."Akh!" ringis Mita membuatku dan Arga kembali berbalik."Kamu kenapa, Nak?" tanya Ibu panik melihat Mita memegangi perutnya."Bu, perutku sakit ba--banget," ucap Mita menahan sakit, seketika aku dan Arga saling melempar pandangan."Yuk Ga, bantu dia ke rumah sakit biar kamu tahu kepastian bayi itu," ajakku yang dibalas anggukan oleh Arga, ia langsung mendekati Mita lalu menggendongnya, sedangkan aku langsung menuju mobil.Selama perjalanan Mita terus menangis meringis kesakitan, aku sesekali melihatnya dari spion.Sampai di rumah sakit, Mita langsung di larikan ke ruang bersalin. Hampi

  • Kuikuti suamiku dengan GPS   Bab 35

    "Kamu sakit Ga?" tanyaku karena melihat wajah Arga pucat dan kelihatan tidak bertenaga."Nggak kok," jawabnya singkat, tapi aku tidak yakin melihat ekspresinya."Aku nggak percaya Ga, berobat yuk," ajakku, Arga malah menggeleng."Nggak kok aku nggak apa-apa cuma kangen anak-anak aja," ujarnya membuatku menyergitkan kening."Ya udah ketemu lah, pergi ke rumah, Hanin," saranku."Iya, nunggu Mita lahiran aja dulu aku benar-benar malu sama Hanin setelah undangan pernikahan kemaren," lanjutnya, aku hanya mangut-mangut.***Keesokan harinya aku menunggu Sinta di sekolah karena aku tidak tahu dimana alamatnya. Sekarang aku sedang duduk di kursi panjang dekat pagar."Si Hanin udah kayak kuping batu ya, nggak ada malunya walaupun udah di hina semua guru-guru," ucap seseorang yang sedang duduk di sampingku."Iya ih, andai aja itu CEO tahu kalo Hanin itu cuma janda yang kesepian, pasti dia juga bakal jijik lihat, Hanin," sambung temannya, aku yang mendengar kata CEO langsung penasaran, siapa yan

DMCA.com Protection Status