Disisi lain, Mas Arga yang sedang sibuk mengerjakan beberapa file langsung berhenti karena melihat ada pesan dari Mita.
Mataku tertuju pada sofa ternyata Hana sudah bangun, segera kuhampiri anak sulungku itu, lalu ku usap kepalanya.
"Udah bangun Nak, ini kenapa nggak di habiskan sayang makanannya?" tanyaku lembut karena mlihat ada beberapa makanan lagi yang berlum di buka.
"Ini buat Adek, Ayah," jawabnya membuatku langsung bungkam, tanpa membuang waktu aku langsung menggendongnya ke mobil.
***
Disisi lain, di dalam mobil aku hanya diam saja pikiranku berkecamuk sekarang, bukan masalah Mas Arga dengan pelakor itu, tapi aku takut Hana dipengaruhi oleh mereka berdua, jangan sampe Hana disuruh manggil bunda juga sama pelakor itu.
"Bunda beli es klim," ucap Dani membuyarkan konsentrasiku, aku langsung menoleh ke samping melihat anak kecil itu sedang memegangi sabuk pengamannya.
"Iya sayang, kita beli ice cream sekarang ya," jawabku, kulihat Dani menganggukkan kepalanya sambil matanya melihat kemana-kemana.
Kurang lebih satu jam kami dalam perjalanan akhirnya sampai juga di mall yang dikatakan pelakor itu, sebelum turun ku cek ponselku, apakah mereka sudah sampai atau belum.
Ternyata mereka sudah sampai, tanpa membuang waktu aku langsung turun kemudian menggendong Dani, kulangkahkan kakiku masuk ke dalam mall tersebut.
Benar saja, Mas Arga membawa Hana untuk menemani pelakor itu belanja, hatiku mulai terasa di campuri setan, ingin rasanya ku hajar dua orang tersebut di depan banyak orang ini.
"Bunda itu es klim," tunjuk Dani membuatku langsung mengikuti arah tangan Dani, aku langsung menemaninya membeli makanan kesukaannya tersebut.
Disisi lain, Mas Arga, Hana dan pelakor itu sedang sibuk memilih baju, tapi tidak dengan Hana, ia terlihat bosan mengikuti keduanya.
Saat Hana berbalik, melihat sekelilingnya, samar-samar ia melihatku dan Dani di tempat ice cream.
"Bunda …!" teriak Hana sambil berlari ke arah kami, aku langsung berbalik melihat Hana yang sedang menghampiri kami.
Begitu sampai ia langsung memelukku, kulihat Mas Arga dan juga pelakor itu melihat ke arah kami sekarang. Aku langsung berjongkok untuk mencium pipi Hana.
Sesekali mataku melirik ke arah mereka berdua, kulihat ekspresi Mas Arga kaget melihatku dan Dani ada di sini juga.
"Bunda beli apa?" tanya Hana dengan imut membuatku langsung gemas.
"Beli es klim" jawab Dani polos, membuatku langsung tersenyum melihat mereka berdua.
Aku langsung berdiri mengambil dua ice cream untuk mereka, kuberikan satu-satu ke tangan mereka.
"Kakak juga tadi udah makan es klim di kantor Ayah, Bunda," ujar Hana membuatku langsung menyergit, apa Mas Arga membelikannya ice cream, terserah lah.
Disisi lain, Mas Arga yang melihat aku dan anak-anakku langsung diam mematung mungkin ia kaget, melihatku kembali hadir diantara ia dan Pelakor itu.
"Sayang kamu pilih-pilih bajunya dulu ya, aku ke sana dulu sama anak-anak," ucap Mas Arga pada Mita.
"Ih Mas, kok aku ditinggal sih," kesal Mita sambil menghentakkan kakinya kulihat matanya tertuju padaku dengan tatapan yang sangat jelek seperti mukanya.
"Sebentar aja sayang, aku jadi bingung kenapa Hanin bisa di sini juga," bujuknya pada Mita, tidak berapa lama kemudian ia datang menghampiri kami.
"Dani ngapain, Nak?" tanyanya dari belakang Dani, begitu ia sampai lalu tangannya terulur mengusap kepala Dani, membuat anak kecil tersebut kaget lalu kembali memelukku membuatnya kembali kaget, aku langsung menyunggingkan senyum lalu mengusap kepala Dani.
"Bunda gendong," rengek Dani, tanpa membuang waktu langsung ku gendong anak kecil tersebut.
"Kamu ngapain ke sini?" nada bicara Mas Arga selalu jutek, saat ia ketahuan bersama pelakor itu, sifat egois apa yang kamu miliki, Mas?
"Pertanyaan yang bagus Mas, aku juga nggak mau bertele-tele. Aku ke sini mau menjemput putriku," jawabku santai tapi tegas, kulihat ia menatapku tidak suka.
"Kenapa? Aku 'kan bisa sendiri bawa Hana pulang? Kenapa kamu tahu kalo Hana ada di sini?" cecarnya, aku langsung membuang nafas kasar, dengan pertanyaan bodoh ini, jika sudah begini fix ia membela pelakor itu, tidak apa-apa Mas, aku nggak masalah.
"Dari mana aku tahu itu nggak penting Mas, tapi yang jelas jangan bawa-bawa Hana dalam hubungan gilamu ini, aku nggak rela anakku di hasut-hasut," jawabku penuh penekanan, karena ini mall orang banyak, makanya ku rem mulutku untuk tidak terlalu bar-bar.
"Ayah kenapa Tante itu nggak di ajak ke sini?" tanya Hana membuat Mas Arga langsung diam, mampus kau! Sedang aku langsung tersenyum puas.
"Ya udah, yuk Nak kita belanja mingguan dulu," ajakku pada Hana, ku pegang tangannya lalu kami pergi tempat jualan bahan-bahan dapur.
Setelah kami pergi, kulihat pelakor itu kembali menghampiri Mas Arga, aku tidak peduli yang jelas aku berhasil membuat mood Mas Arga hancur saat ia ingin kencan dengan pelakor itu.
Lama kami berbelanja, tidak terasa hari sudah mau magrib, tanpa membuang waktu aku langsung membayar semua ke kasir, sedangkan Mas Arga sesekali ia memperhatikan kami sambil menemani pelakor itu.
"Dani jalan dulu ya Nak, nanti Bunda nggak bisa bawa semua belanjaannya," bujukku, Dani langsung mengangguk, ku turunkan ia ke bawah.
Kulihat Mas Arga dan Pelakor itu keluar duluan dari mall, aku tidak perduli ku angkat semua belanjaan sambil ku suruh Hana dan Dani berjalan di depanku.
Sampai di mobil, langsung ku masukkan semuanya ke dalam bagasi mobil, dari kejauhan kulihat mobil Mas Arga belum juga jalan, apa yang mereka lakukan di dalam?
"Bunda, tas Kakak ketinggalan di mobil Ayah, temenin Kakak bunda," ajak Hana menarik-narik tanganku, ada rasa malas di hatiku, tapi aku tidak mungkin menolak ajakan Hana, aku hanya mengangguk lalu berjalan mengikutinya.
Sampai di samping mobil Mas Arga, Hana langsung mengetuk jendela mobil, Mas Arga kembali kaget melihat kami datang dan menyaksikannya dengan pelakor itu, aku tidak peduli, kuangkat Dani ke gendonganku.
Perlahan Mas Arga membuka pintu mobilnya, tapi kali ini ekspresinya tidak bisa di tebak antara malu dan takut, karena anaknya sendiri yang mengetuk mobilnya.
"Kenapa, sayang?" tanyanya pada Hana.
"Tas sama makanan Kakak ketinggalan di dalam Ayah, Kakak mau pulang sama Bunda," terang Hana membuatnya langsung mengangguk, tangannya dengan cepat mengambil tas Hana dan kantong plastik berisi makanan lalu memberikannya pada Hana.
"Pulang Naik apa, Nak? Mau ayah antar," tawarnya, aku muak mendengar perhatian pura-pura itu, dia kira aku bakal sudi satu mobil dengan pelakor itu, nggak akan!
"Bunda bawa mobil, Ayah," jawab Hana jujur, sekali lagi kulihat ekspresinya kembali kaget, tanpa membuang waktu kuraih tangan Hana.
"Yuk sayang kita pulang," ajakku sambil menarik tangan Hana, kubiarkan Mas Arga mematung di tempatnya sambil memperhatikan kami.
***
Sekitar setengah jam perjalanan akhirnya kami sampai di rumah, aku langsung mengangkat semua belanjaan dan ku taro ke kulkas, sedangkan Dani dan Hana mereka asyik menikmati ice cream mereka.
'Apa aku nginap di rumah Sinta aja ya malam ini, aku butuh sharing untuk sekarang ini,' batinku tanpa membuang waktu ku susun baju yang kami perlukan besok mulai dari baju sekolah Hana, baju kerjaku sama baju Dani.
"Hana, Dani ganti bajunya Nak, kita nginap di rumah anty Sinta malam ini," suruhku yang dituruti mereka berdua, sekitar setelah jam kami bersiap, akhirnya selesai.
Sekarang kami berada dalam mobil sebelum menjalankan mobil, ku sempatkan mengetikkan pesan untuk Mas Arga, setelah itu kami berangkat.
***
Disisi lain, aku dan Mita sedang makan di restoran, kurasakan ponselku bergetar tanda ada pesan masuk, tanganku langsung merogoh saku celanaku lalu membaca pesan dari Hanin.
[Malam ini kami nginap di rumah, Sinta] tulisnya singkat, membuatku langsung menyergit, tumben dia nginap di sana.
Aku tidak membalas pesannya, tapi tetapanku berakih ke Mita yang sedang berdandan di hadapanku setelah selesai makan.
"Sayang," panggilku membuat Mita langsung berhenti mengoleskan bedaknya lalu beralih padaku.
"Kita tidur di rumahku aja ya malam ini, Hanin membawa anak-anak nginap di rumah temannya," saranku, Mita yang mendengar itu langsung mengangguk.
Tanpa membuang waktu kami langsung menuju rumahku dengan senyum yang tidak pudar di bibir.
***
Disisi lain, hari sudah menunjukkan pukul 22.00, tapi Dani belum bisa tidur karena aku lupa membawa dot nya dan lap top ku juga tertinggal.
"Bunda ambil dot nya ke rumah dulu, sayang," ucapku sambil mengusap kepala Dani, ia langsung mendongak melihatku lalu mengangguk.
"Dani nonton aja ya Nak, jangan ganggu Fandi yang udah tidur," lanjutku.
"Iya, Bunda," jawab bibir mungil itu, aku langsung tersenyum lalu mencium pipinya sekilas, kemudian aku langsung keluar rumah.
Di dalam mobil perasaanku tidak enak, aku juga tidak mengerti dengan hatiku sekarang, lama aku di perjalanan akhirnya sampai juga. Setelah memarkirkan mobil di luar pagar, aku langsung turun, sengaja aku parkiran di luar biar nggak susah untuk keluarnya.
Aku membuka pagar kulihat mobil Mas Arga sudah di garasi, mungkin dia ada di dalam, sampai di depan pintu, entah kenapa aku malas untuk memanggilnya.
Aku langsung mengeluarkan kunci cadangan, kami memang punya kunci masing-masing. Begitu aku masuk, kulihat semuanya gelap, tapi aku tidak peduli mungkin ia sudah tidur.
Aku langsung ke kamar anak-anak mengambil dot Dani dan lap topku, saat aku ingin keluar ada suara aneh yang berasal dari kamar kami.
Rasa penasaranku mulai muncul, aku langsung mendekati pintu kamar kami, begitu sampai di depan pintu terdengar jelas olehku itu suara desahan perempuan.
Aku nggak mungkin salah pendengaran, dadaku mulai terasa sesak, kuberanikan diri untuk membuka pintu kamar itu sedikit, mataku langsung terbelalak dengan cepat aku membungkam mulutku karena air mataku sudah terjun bebas, beraninya kamu Mas melakukan ini di kamar kita sendiri.
Langsung kuambil ponselku dari saku gamisku lalu ku mulai merekam adegan menjijikkan ini, setelah ini fix aku akan minta cerai, aku tidak perduli lagi tentang Ayah mertuaku, rasa sakit di hatiku lebih dalam sekarang.
Sambil merekam dan mendengarkan desahan menjijikkan itu, air mataku tak henti-hentinya berjatuhan, setalah merasa cukup aku langsung menyimpan video tersebut dan buru-buru berdiri.
karena terlalu buru-buru aku tidak sengaja menepis vas bunga di sampingku dan alhasil.
antai menggemaar berkeing, tidak
Prang! Vas bunga tersebut jatuh ke lantai menggema di seluruh ruangan, hancur berkeping-keping, tidak ada ubahnya seperti hatiku yang sekarang. Pov Arga Aku keget mendengar ada yang jatuh di dekat pintu, langsung kuhentikan aksiku dan memakai celana dan bajuku secepat kilat. Lalu kaki jenjangku melangkah keluar kamar, memeriksa apa yang pecah. Mataku langsung terbelalak melihat Hanin berdiri dengan melipat kedua tangannya memasang muka yang sangat marah, tapi terlihat jelas olehku matanya merah dan masih membendung sedikit air mata. "Hanin," panggilku. "What!" bentaknya membuatku langsung kaget, seumur-umur Hanin tidak pernah membentak, tapi kali ini suaranya sangat tinggi. "Aku bisa jelasin," lanjutku mencoba menenangkannya, bukannya menjawab malah mempertajam tatapannya. "Tidak ada yang perlu kau jelasin Arga Wijaya!" Hanin kembali membentakku, tapi kali ini ia mengucapkan nama lengkapku dengan lantang. "Sayang," panggil Mita, tiba-tiba sudah bergelayut manja di tanganku, k
"Apa kesalahan Hanin dalam berumah tangga, sehingga kamu tega berbuat seperti ini," tanya Ayah, kulihat Mas Arga hanya menggeleng. "Jadi kenapa kamu selingkuh? Dibilang Hanin mandul, tidak, kalian bahkan punya dua anak. Dibilang Hanin tidak bisa memiliki keturunan laki-laki, tidak, kalian punya Dani. Dibilang Hanin nggak bisa mencari uang, tidak, dia sarjana, ngajar juga, bahkan dulu kamu yang membujuk-bujuknya untuk berhenti bekerja. Apa Hanin tidak memberi nafkah batin sehingga kamu putuskan untuk selingkuh?" Ayah mengungkap semuanya. Aku memang salut sama Ayah, ia tidak pernah menyalahkan satu sisi. Aku semakin bingung, lagi-lagi Mas Arga menggeleng, kenapa dia? Dan Ibu mertuaku tetap pada posisi antagonisnya, ia bahkan membuang pandangannya dari kami. "Kenapa kamu hanya menggeleng Arga? Jawab!" bentak Ayah membuatku langsung kaget, untunglah anak-anak berada di teras, kalo tidak mereka bisa ketakutan. "Hanin nggak salah apa-apa, Ayah," kata-kata itu keluar dari mulut Mas Arga,
"Wah ... Pangeran sudah datang rupanya, silahkan bergelayut tuan putri selangkangan," ledekku saat melihat yang datang adalah Mas Arga, aku juga nggak ngerti kenapa mulutku benar-benar tajam sekarang ini. Hanin! Bentak Mas Arga, tapi suaranya tidak setinggi tadi pas di dampingi ibunya. Tidak ku hiraukan bentakannya, kakiku dengan tegas melangkah ke kamar menyusun pakaianku dan anak-anak. Tidak selang berapa lama Mas Arga menyusulku ke kamar saat aku mulai mengangkat satu per satu koper yang sudah ku isi penuh. "Hanin," panggilnya lembut, ku tulikan telingaku, kuseret dua koper sekaligus saat hendak melewatinya, Mas Arga kembali memegang pergelangan tanganku membuatku kembali emosi. "Apa, sih?!" bentakku lalu ku hempaskan tangannya dengan kasar. "Kamu kok jadi kasar, sih?" bukannya menjawab ia malah balik memberi pertanyaan yang sangat bodoh. "Kamu tanya aku kenapa kasar, tanya sendiri pada dirimu Arga, jawabannya ada pada dirimu," jawabku berusaha tenang sambil menunjuknya. "O
"Sinta, nyampe kapan?" tanyaku saat ia sudah berdiri di samping kulkas, Sinta langsung tertawa lalu menaruh kantong plastik di tangannya ke atas kulkas. "5 menit yang lalu," jawabnya tanpa melihatku. "Anty, itu apa?" tanya Hana sambil menunjuk kantong plastik yang dibawa Sinta tadi. "Ini apel, kamu mau?" lanjut Sinta yang dibalas anggukan oleh Hana, setelah memberikannya pada Hana. Sinta kembali mendekatiku yang sedang mengiris bawang sambil menahan perih. "Nggak terasa ya Nin, udah tiga minggu aja setelah kamu cerai sama Arga," ucap Sinta membuatku langsung berhenti mengiris bawang lalu melihatnya. "Iya Sin, tapi aku belum sempat juga ngurus surat perceraian kami. Aku nggak boleh boros dulu sekarang ini demi anak-anak," curhatku membuat Sinta langsung mangut-mangut. "Iya udah sih, itu mah bisa belakang toh kamu juga belum mau nikah 'kan?" godanya membuatku langsung terkekeh. "Nikah dari Hongkong, cukup melihat anak-anakku bahagia, itu udah lebih dari cukup buatku, Sin," lanjutk
"Em … jalan yuk, aku sambil cerita," ucapku yang dibalas anggukan oleh Dimas, perlahan ia mulai menjalankan mobil. "Sebenarnya, aku baru aja bercerai sekitar 3 minggu yang lalu," ucapku mulai menceritakan tentang keluarga kecilku, Dimas yang mendengar penuturan singkatku itu langsung menepikan mobil membuatku langsung bingung. "Kenapa? Bannya kempes 'kah?" tanyaku, tapi tidak di hiraukan oleh Dimas. "Katakan kenapa suamimu menceraikanmu, apa kesalahan mu?" cecarnya membuatku langsung tersenyum, ia sama sekali tidak berubah dari zaman kuliah sampe sekarang, masih suka kepo berlebihan kepadaku. "Aku minta cerai karena dia selingkuh terang-terangan di depanku," jawabku santai sambil mengusap-usap kepala Dani. Aku menoleh ke belakang mendapati Hana juga sudah tertidur sambil memeluk barbienya. "Ada yang bisa ku bantu," tawaranya membuatku langsung menyergit, perasaan aku tidak meminta pertolongan apapun. "Maksudnya?" tanyaku memperjelas tawarannya tersebut. Kulihat Dimas menari nafas
"D--dimas," ucapku tidak percaya membuat Dimas langsung tersenyum. "Jadi yang tadi suamimu? Lumayan 'lah ya mukanya, tapi tidak dengan mulutnya," ledek Dimas membuatku langsung menggaruk alisku yang tidak gatal. "Kok kamu ke sini lagi dan kenapa pakaianmu berbeda?" tanyaku mulai penasaran, kulihat ia membuka topinya dan mengibaskan rambutnya seperti anak perempuan. "Hanin … Hanin, 'kan aku udah bilang, aku ini aktor beneran, masih nggak percaya aja," terangnya membuatku langsung mengernyitkan dahiku tidak percaya. "Bunda …," terdengar suara tangisan Dani dari kamar, sepertinya sudah bangun. "Duduk dulu, aku jemput Dani dulu ke kamar," tawarku sambil menunjuk sofa, kulihat ia mengangguk lalu berjalan ke arah sofa. Beberapa detik kemudian, aku kembali ke ruang tengah sambil menggendong Dani. Lalu aku duduk berseberangan dengan Dimas. "Ayo Dimas, jelasin kenapa kamu bisa ke sini lagi?" aku mengulang pertanyaan, kulihat ia menarik nafas terlebih dahulu. "Jadi tuh, aku kesini karena
"Sehebat apa kamu sekarang benari bohong sama, Ayah?" tanya Ayah lagi, aku langsung panas dingin. Apa Ayah tahu aku dari rumah Hanin? Tok! Tok! Tok! "Masuk," suruh Ayah, tampak seorang perempuan yang berpakaian tidak terlalu seksi. "Maaf Pak, tamu dari perusahaan Dimas company sudah datang, Pak," ucap perempuan itu, sedangkan aku masih harus menahan sakit bekas tamparan Ayah. "Iya, 5 menit lagi saya ke ruangan rapat," jawab Ayah. Setelah perempuan itu pergi Ayah kembali menatap tajam ke arahku. "Jangan coba-coba usik Hanin lagi, karena bagaimanapun juga warisan tidak akan Ayah kasih ke kamu, walaupun Hanin sudah mengikhlaskannya," ancam Ayah membuatku langsung kaget. Se sayang itukah Ayah pada Hanin, padahal jelas-jelas akulah anak kandungnya. "Kok gitu Yah, 'kan Arga satu-satu pewaris, Ayah," sanggahku tidak terima dengan keputusan Ayah. "Ayah tidak akan pernah ikhlas sampai kapanpun, jika uang dari warisan ini kamu gunakan untuk keperluan selingkuhanmu. Dosa besar Ayah menafka
"Em … terserah kamu aja, tapi Hana dan Dani suka ayam kecap ya," lanjutku, kulihat Dimas mengangguk. "Oke, aku pesan dulu ya," ucapnya lalu berdiri untuk memesan makanan. Mita yang melihat Dimas pergi memesan makanan langsung mencari alasan pada Mas Arga. "Sayang, aku pesan minum lagi," ucapnya tiba-tiba membuatku langsung tersenyum miring. Dasar murahan! Kulihat Mas Arga mengangguk lalu pelakor itu mulai mendekati Dimas, aku yang merasa risih terus di lihat sama Mas Arga langsung mencari akal. "Sayang, Bunda mau ke toilet bentar ya, jangan kemana-mana, bentar lagi Om Dimas datang," ucapku pada Hana dan Dani dengan niat biar mereka bisa berkomunikasi dengan Ayahnya. Saat aku masuk ke toilet, tiba-tiba ada yang menutup dan mengunci pintu toilet membuatku langsung berbalik melihatnya. Mataku langsung terbelalak melihat Mas Arga mengikutiku ke toilet wanita. "Mas, kamu ngapain ke sini? Ini toilet wanita," tanyaku hati-hati disertai rasa takut karena Mas Arga terus mendekatiku. Aku
"I--ibu," ucap Hanin bingung, Ibu mendekati Hanin lalu memeluknya membuat Hanin kaget. "Maafin Ibu Nak, selama ini Ibu jahat sama kamu, selalu remehin kamu, fitnah kamu," ucap Ibu menyesali perbuatannya sedangkan Hanin yang mendengar itu langsung tersenyum. "Tidak Bu, Ibu nggak sepenuhnya salah, aku juga banyak salah sama Ibu," jawab Hanin. "Pokoknya besok kalian harus jadi pengantin lagi, Ibu nggak mau tahu gimanapun caranya Ibu akan usahain semuanya malam ini," lanjut Ibu, Hanin hanya tersenyum lalu mengangguk. Malam itu juga semua di persiapkan untuk tambahan, seperti pelaminan, baju pengantin dan yang lain-lainnya. Sedangkan Hanin masih tidak percaya apa yang terjadi malam ini, rasanya itu hal yang tidak mungkin. *** Keesokan harinya, Dimas dan Arga sudah siap, tapi Hanin dan Puspita masih di kamar. "Bunda cantik banget," puji Hana saat melihat Hanin baru saja selesai di rias. Hanin langsung menoleh lalu tersenyum kemudian ia mengangkat Hana ke pangkuannya. "Putri Bunda ini
"turut mengundang teman-teman, sahabat dan keluarga menyaksikan pengesahan kisah cinta kami yang begitu indah dalam resepsi pernikahan kamu Dimas angg dengan Puspita Hanin Damayanti-" Arga menghentikan bacaannya lalu ia menatap Hanin bingung "Puspita hanin? kamu ganti nama? setau aku nama kamu Hanindira Anggraini," tanya Arga bingung, sedangkan Hanin malah terkekeh lalu menutup mulutnya dengan tangann "itu bukan Hanin aku lah, Mas," jawab hanin membuat Arga mematung mulutnya juga ikut menganga tidak percaya "ja--jadi yang nikah sama Dimas-" ucapan Arga terpotong kala hanin mengangguk "Orang lain mas yang namanya juga Hanin," lanjut Hanin, seketika air mata Arga lolos begitu saja bibirnya juga mulai melengkung "Ka--kamu nggak nikah?" tanya Arga lagi, hanin hanya menggeleng sambil tersenyum membuat Arga langsung mengusap wajahnya sambil mengucap hamdalah flashback Setelah menemani Arga ruqyah, Dimas pamit pulang, ia bukan pulang ke rumahnya melainkan ke rumah Hanin. Disisi lai
Arga membaca undangan tersebut, ia melihat nama Dimas dan Hanin terpampang di depan. Hatinya terasa seperti di iris sekarang melihat nama Hanin dan Dimas, Arga menelan salivanya dengan susah payah lalu detik kemudian ia tersenyum."Selamat ya, insyaallah aku akan datang menghadiri undangannya," ucapnya dengan berat hati pada Hanin, sedangkan Hanin hanya mengangguk sekilas."Aku juga punya sesuatu untuk kalian, tunggu sebentar," ujar Arga lalu ia tergesa-gesa mengambil sesuatu ke kamar.Beberapa menit kemudian ia keluar dari kamar, dengan beberapa kertas di tangannya."Ini," ucap Arga sambil menyodorkan semua kertas itu pada Hanin."Apa ini?" tanya Hanin bingung."Bacalah," jawab Arga, tanpa membuang waktu Hanin langsung membaca satu persatu lembaran tersebut, matanya langsung membola."M--mas, i--ini apa? Kenapa semua warisan atas namaku dan anak-anak?" tanya Hanin bingung, Arga hanya tersenyum."Cuma kalian yang berhak mendapatkannya bahkan akupun nggak layak untuk mewarisi itu, aku
PoV authorTiga hari setelah Arga berobat, ia merasa sudah sangat sehat sekarang di tambah lagi Dimas selalu menemaninya.Sekarang mereka dalam perjalanan menuju kantor Ayahnya untuk memberi tahu semuanya. Begitu sampai Arga langsung masuk, tapi Arga kaget melihatku Ibunya ada di dalam juga."Arga, kamu dari mana aja sih? Kasian Mita sudah hampir seminggu kamu tinggal," omel Ibu membuat Arga langsung menggaruk alisnya sekilas."Ibu kasihan sama anak orang, tapi Ibu nggak kasihan sama Arga yang setengah mati melawan penyakit," gumam Arga yang terdengar jelas oleh Ibunya."Penyakit? Penyakit apa?" tanya Ibunya lagi, tapi Arga malah berjalan mendekati Ayahnya."Yah, Arga mau ngomong sesuatu sama Ayah, penting," ucap Arga tanpa basa-basi membuat Ayah langsung mengangguk."Ngomonglah atau mau di luar," tawar Ayah."Di luar aja, Yah," ajak Arga lalu mereka berdua keluar.Sedangkan Dimas tetap di dalam menemani Ibu Arga supaya tidak menguping."Ada apa dengan Arga? Kasih tau saya," tanya Ibu
"Mita menginginkan Arga, Om. Dia tetat kekeh supaya Arga menikahinya," jawab Dimas membuat Ayah Arga mangut-mangut."Benar, apa yang kamu bilang. Tapi, walau gimanapun Om nggak setuju punya menantu kayak dia," lanjut Ayah Arga.PoV hanin.Hari ini adalah hari pertamaku ngajar setelah sakit selama tiga hari, pagi-pagi sekali aku berangkat karena masih harus mengantar Hana ke sekolah dan mengantar Dani ke rumah Sinta, aku takut jika Dani di rumah sama Mbok Sumi, Ibu mertuaku bakal datang mengambilnya."Hana nanti kalo ada yang jemput Hana ke sekolah jangan mau ya Nak, tunggu Bunda sampai datang. Kalo kamu di paksa, lari aja ke kantor ngadu sama guru di situ ya," nasehatku pada Hana di dalam mobil."Iya Bunda. Tapi kalo Ayah yang jemput?" tanyanya membuatku langsung bingung."Izin dulu sama wali kelasmu, bilang di jemput Ayah biar Bunda nggak kecarian," lanjutku, Hana langsung mengangguk.Setelah mengantarkan mereka berdua, aku langsung bergegas menuju sekolah. Hampir setengah jam aku me
*PoV Author*Tiga hari kemudian, Mita sudah di perbolehkan pulang dari rumah sakit. Dimas dan Arga mengantarkan Mita ke rumah orang tua Arga.Selama perjalanan hanya ada keheningan, Arga dan Dimas di depan sedangkan Mita dan bayinya di kursi belakang."Mas, kamu bakal nginap di rumah Ibu, 'kan," tebak Mita, Arga melihat Mita sekilas dari spion."Nggak, aku punya rumah," jawab Arga datar membuat Mita langsung mendengus kesal."Kamu ngapain sih Mas, sendirian tau di rumahmu itu atau nggak aku sama baby Aydan ikut kesana," tawar Mita, Dimas yang mendengar itu hanya bisa menggaruk alisnya sekilas."Mita kamu masih masih waras apa gimana sih? Apa kata orang kita satu rumah yang belum menikah, aku udah bilang kita tunggu hasil tes DNA, titik. Nggak ada perdebatan," tegas Arga tanpa melihat Mita membuat Mita langsung menatap tajam ke arah Arga.Sampai di rumah orangtuanya, Arga langsung menurunkan semua barang Mita. Ibunya dengan semangat menyambut Mita dan bayi itu. "Menantu sama cucu Ibu
Selama tes berlangsung, Dimas terus menemaniku gantian untuk menggendong bayi Mita.Setelah selesai, kami pun keluar, ada rasa lega dihatiku akhirnya tes DNA yang selalu ku inginkan akhirnya terlaksana, sekarang tinggal menunggu hasilnya.Sampai di ruangan Mita, aku langsung memberikan bayi itu pada Mita."Kamu mau kemana, Mas?" tanya Mita saat melihatku melangkah menuju pintu."Pulang," jawabku singkat."Arga, masa Mita baru melahirkan kamu tinggal, gimana sih," omel Ibu membuatku langsung memutar mata malas. Ntah pelet macam apa yang di kasih Mita ke Ibu, sehingga Ibu menjadi sangat penurut sama Mita."Em ... Ayah, Arga mau ngobrol bentar sama Ayah di luar," ajakku pada Ayah, Ayah langsung melangkah mendekatiku lalu kami keluar dari ruangan."Kenapa?" tanya Ayah begitu kami sudah di luar."Aku mau jaga Mita, asal Ibu jangan disini karena kalo nggak pasti akan terus memaksaku untuk menikahi Mita, sedangkan hasil tes DNA keluar dua minggu lagi," jawabku panjang lebar memberikan penger
"Kenapa kamu berikan semua warisan sama perempuan murahan itu, kenapa?!" teriak Ibu seperti orang frustasi."Minta maaf lah Bu, bersihkan nama, Hanin," ujar Arga sambil menahan pukulan Ibunya."Nggak, sampai kapanpun Ibu tidak akan pernah minta maaf!" Ibu terus berteriak.Arga melepaskan cengkeramannya Ibunya pada bajunya lalu ia berbalik hendak pergi, aku juga mengikutinya, belum sempat kami melangkah."Akh!" ringis Mita membuatku dan Arga kembali berbalik."Kamu kenapa, Nak?" tanya Ibu panik melihat Mita memegangi perutnya."Bu, perutku sakit ba--banget," ucap Mita menahan sakit, seketika aku dan Arga saling melempar pandangan."Yuk Ga, bantu dia ke rumah sakit biar kamu tahu kepastian bayi itu," ajakku yang dibalas anggukan oleh Arga, ia langsung mendekati Mita lalu menggendongnya, sedangkan aku langsung menuju mobil.Selama perjalanan Mita terus menangis meringis kesakitan, aku sesekali melihatnya dari spion.Sampai di rumah sakit, Mita langsung di larikan ke ruang bersalin. Hampi
"Kamu sakit Ga?" tanyaku karena melihat wajah Arga pucat dan kelihatan tidak bertenaga."Nggak kok," jawabnya singkat, tapi aku tidak yakin melihat ekspresinya."Aku nggak percaya Ga, berobat yuk," ajakku, Arga malah menggeleng."Nggak kok aku nggak apa-apa cuma kangen anak-anak aja," ujarnya membuatku menyergitkan kening."Ya udah ketemu lah, pergi ke rumah, Hanin," saranku."Iya, nunggu Mita lahiran aja dulu aku benar-benar malu sama Hanin setelah undangan pernikahan kemaren," lanjutnya, aku hanya mangut-mangut.***Keesokan harinya aku menunggu Sinta di sekolah karena aku tidak tahu dimana alamatnya. Sekarang aku sedang duduk di kursi panjang dekat pagar."Si Hanin udah kayak kuping batu ya, nggak ada malunya walaupun udah di hina semua guru-guru," ucap seseorang yang sedang duduk di sampingku."Iya ih, andai aja itu CEO tahu kalo Hanin itu cuma janda yang kesepian, pasti dia juga bakal jijik lihat, Hanin," sambung temannya, aku yang mendengar kata CEO langsung penasaran, siapa yan