'Duuh … mamp*s aku! Gimana aku harus jawab pertanyaan Ibu. Mana mungkin aku bilang kalau habis anu sama Om David.' Lila meracau dalam hatinya, sembari memutar otak mencari jawaban yang tepat agar tak membuat sang ibu curiga."Lila, kenapa diam? Ayo jawab!" Bu Desi kembali melontarkan pertanyaan. Sementara Lila sempat terjingkat kaget ketika Bu Desi sudah berdiri di sampingnya. Entah sejak kapan ia berada di sana, yang jelas Lila tidak tahu kapan tepatnya sebab dia terlalu sibuk dengan pikirannya tadi."Oh, eh, anu Bu … kemarin aku habis jatuh dari tangga, kejadiannya di kampus sih. Terus karena rumah kontrakan temanku dekat, jadinya aku nginap aja di sana. Makanya aku gak pulang semalam, karena gak mau buat Ibu khawatir." Entah atas dorongan apa kebohongan itu sangat lancar Lila ucapkan.Bu Desi tampak memicingkan mata. Ia tak bisa percaya begitu saja atas pengakuan Lila. Dan lagi, dia bukan anak kemarin sore yang tidak mengerti tentang apa pun."Beneran? Kamu nggak bohong, Lila?" tan
'Ada apa ya Mas Zayn meneleponku begini? Apakah ada kaitannya sama proses perceraianku, bukankah pernah bilang kalau Mas Zayn yang jadi pengacaraku?' gumam Shanum sibuk dengan pikirannya sendiri."Halo, Sha? Apakah kamu masih mendengarku? Kalau kamu sedang sibuk aku akan telepon lagi nanti," ucap Zayn lagi karena tak kunjung mendapati jawaban dari Shanum."Ah, iya. Ma–maaf. Hm, sepertinya bisa. Di mana kita bertemu?" tanya Shanum usai menyadarkan diri dari lamunannya."Di resto yang gak jauh dari kantormu, aku yang akan ke sana. Ada hal yang harus kita bicarakan, terkait sidang perceraianmu dengan Arya," ungkap Zayn. Meskipun tak sepenuhnya salah, ini juga adalah upaya Zayn agar bisa bertemu dengan sosok yang masih selalu dirindukannya itu. "Oh, baiklah." Shanum menyahut canggung. Entah mengapa, jantungnya berdebar tak karuan jika mengingat dia akan bertemu lagi dengan Zayn. Zayn dapat menyadari sikap kaku Shanum, sebab mungkin wanita itu merasa kurang nyaman bertelepon dengannya se
Selesai makan siang, ketiga sahabat itu masih duduk sambil mengobrol ringan. Hingga suatu ketika, Zayn mengangkat topik tentang perceraian Shanum dan Arya."Hari ini, surat panggilan sidangmu yang pertama akan dikirim ke Arya," ujarnya mengawali pembicaraan.Raut wajah Shanum dan Feri yang semula santai, mendadak berubah serius."Benarkah? Syukurlah kalau gitu. Lalu, kapan kira-kira sidang pertama perceraianku, Pak Zayn?" Shanum masih saja canggung dan tetap memanggil Zayn dengan sebutan Pak, alih-alih Mas. Seperti yang dulu sering dia lakukan.Zayn terkekeh kecil kala menatap ekspresi Shanum yang terlihat menggemaskan ketika memanggilnya dengan sebutan 'Pak'."Astaga, Sha. Maaf, tapi bisakah kamu memanggilku seperti biasa? Setiap kali kamu memanggil Zayn dengan sebutan Pak, aku jadi pengen ketawa!" komentar Feri mewakili apa yang dirasakan oleh Zayn. "Benar itu, Sha. Bersikap biasalah, dan panggillah aku seperti biasa, plis," timpal Zayn."Eh? Bolehkah begitu? Kamu kan sedang menjad
"Nggak! Itu sangat berbahaya, Sha!" tolak kedua pria itu usai Shanum menyampaikan gagasan tentang rencananya demi mendapatkan pengakuan dari Arya terkait kejahatannya terhadap Tuan Dhanu Mahendra.Zayn dan Feri saling bersitatap selama sepersekian detik, lalu kemudian saling melengoskan wajah ketika mereka sadar kalau mengucapkan kata-kata penolakan yang sama seakan sudah janjian sebelumnya."Kamu yakin mau jalanin rencana ini, Sha?" Feri masih tak percaya dengan rencana nekat yang baru saja terucap dari mulut sahabatnya."Aku yakin seratus persen, Fer. Aku akan melakukan apa pun supaya dia mengakui perbuatannya dan menjebloskannya ke penjara." Shanum berujar penuh keyakinan. Raut wajahnya tidak menunjukkan secuil pun keraguan."Tapi, kamu bisa saja dalam bahaya, Sha. Aku takut Arya akan macam-macam sama kamu." Zayn menyergah perdebatan Feri dan Shanum."Benar kata Zayn, Sha. Kamu tahu kan dia bisa saja berubah jahat dalam sekejap." Feri turut menimpali. Ia tetap tidak menyetujui renc
'Apakah yang kulakukan ini sudah benar?' gumam Arya dalam hatinya sambil menatap punggung Anara yang menghilang di balik pintu kamarnya.'Semoga saja dengan aku menalak Anara, masalahku dan Shanum akan segera usai. Ya, semoga,' harap Arya dalam hatinya.Arya meremas erat surat panggilan sidang miliknya, lalu membuang gumpalan kertas dari pengadilan itu. Ia menyugar kasar rambutnya. Dengan raut gelisah, pria itu kini tampak sedang berpikir tentang bagaimana caranya agar bisa mendapatkan hati Shanum lagi.Rasanya dia tidak rela dan tidak bisa jika harus bercerai dengan Shanum. Bu Desi yang masih berdiri di samping Arya itu pun seakan tahu kebimbangan yang sedang dirasakan anak sulungnya."Sudahlah, Arya. Biarin aja si Anara pergi, itu bagus buatmu jika ingin membujuk Shanum supaya mengurungkan niatnya bercerai denganmu," ucap Bu Desi terus meyakinkan jika keputusan anaknya menalak Anara adalah hal yang benar. "Aku tahu, Bu. Sekarang aku hanya sedang berpikir bagaimana caranya membujuk
Shanum membelalakan kedua bola mata, bulu kuduknya meremang. Ia bergidik ngeri. Wanita itu bahkan memundurkan langkahnya, menjauh dari Arya.Namun, satu langkah mundurnya dibalas dengan dua langkah maju oleh Arya."Kamu benar, akulah yang menyuntikkan sesuatu di selang infus papa. Sampai akhirnya aku bisa membuatnya lenyap dari muka bumi!" Arya mengurai tawa mengerikannya.Bagaikan disambar petir mendengar pengakuan langsung dari Arya, atas kejahatannya. Walaupun Shanum sudah tahu tentang hal itu, akan tetapi rasanya tetap saja mengejutkan dan masih tidak percaya jika Arya bisa melakukan hal sekeji itu pada papanya. "Kamu … membunuh papa?!" tuding Shanum dengan suara bergetar. Susah payah ia menahan air matanya. Ia tak ingin terlihat rapuh saat ini di hadapan Arya."Kamu benar, Sayang. Akulah pembunuhnya. Lalu, kamu mau apa? Memenjarakanku? Apakah kamu punya bukti?" ujar Arya berani seraya melayangkan tatapan remeh ke arah Arya. Jarak antara dirinya dan Shanum semakin dekat, wanita i
Beberapa menit sebelum baku hantam terjadi ….[Praanggg!]Zayn dan Feri yang tengah menunggu di mobil terkesiap saat penyadap suara yang terhubung dengan Shanum menangkap suara bising itu. Mereka seperti menangkap sinyal bahaya pada diri Shanum."Suara apa itu?!" pekik keduanya bersamaan. Tatapan mata mereka bahkan saling beradu."Entahlah. Yang jelas kita harus segera masuk dan menyelamatkan Shanum," ujar Zayn.Pria itu lantas bergegas keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah berusaha menyelamatkan Shanum. Sementara itu, Feri menelepon polisi agar pihak berwajib segera meringkus Arya.Feri memilih menetap di mobil untuk memantau situasi dari suara yang tertangkap dari penyadap itu. Ia bahkan terus mendengarkan alat penyadap itu dari dalam mobil, dan bisa mendengar bagaimana Shanum berada dalam situasi yang genting. Situasi di rumah Shanum tampak lengang. Zayn bertemu dengan Bi Nena yang tampak gelisah setelah mendengar benda yang jatuh ke lantai itu."Bi, di mana kamar Shanum?" t
Tangan Bu Desi masih mengambang di udara. Teriakan Shanum barusan rupanya berhasil membuat nyalinya menciut.Ia lantas mundur beberapa langkah dan mensejajarkan posisi dengan Lila yang masih membeku di tempatnya. Bu Desi tampak berbisik-bisik di telinga putri bungsunya."La, Gimana ini? Masmu udah ditangkap polisi, kita diusir dari rumah mewah ini. Kita bakal jadi gembel kalau keluar dari rumah ini. Ibu nggak mau pokoknya," ucap Bu Desi setengah berbisik pada anak bungsunya yang berwajah tenang. Sangat jauh berbeda dengan Bu Desi yang menampilkan wajah piasnya usai dihardik begitu oleh Shanum.Lila tampak berpikir sejenak sebelum menjawab kegamangan Bu Desi. "Kita coba bujuk dia aja dulu, Bu. Kalau tetap nggak bisa mau nggak mau kita keluar dari rumah ini," ucap Lila berusaha setenang mungkin membisikkan jawabannya.Sementara Shanum hanya melihat mereka dengan mimik acuh. Sudah tidak ada alasan lagi baginya menampung mereka di sini lebih lama. Shanum pun tak peduli lagi bagaimana na
"Kenapa Stella jelek-jelekin aku di depan Sena, ya? Dia punya masalah apa sama aku?" gumam Shanum tak mengerti dengan sikap buruk yang ia terima oleh orang yang bahkan tidak ia kenal.Zayn dan Shanum masih sibuk mengurus Sena yang sudah terlanjur membenci Shanum karena perkataan Stella. Zayn tak menyangka, masih ada banyak penghalang yang mengusik dirinya menuju hari bahagianya. "Kamu tenang aja, Sha. Aku nggak akan membiarkan Stella memberikan pengaruh buruk sama Sena," tegas Zayn. Pria itu harus segera menyelesaikan masalah ini secepat mungkin sebelum keadaan menjadi semakin keruh. Sudah susah payah Zayn meminta restu dari kedua orang tuanya. Zayn tidak akan membiarkan pernikahannya gagal karena Sena.Keduanya pun mulai memberikan pengertian pada Sena dan mencoba menghapus pemikiran buruk bocah itu mengenai Shanum. Pria itu harus bisa mengembalikan Sena seperti sedia kala."Sena sayang, Tante Shanum nggak seperti yang dibilang Tante Stella. Tante Shanum bukan tante jahat. Selama in
Pernikahan antara Shanum dan Zayn tinggal menghitung hari. Tidak lama lagi, pasangan kekasih itu akan menjadi pasangan sehidup semati. Zayn benar-benar tidak sabar ingin segera meresmikan hubungannya dengan Shanum. Namun berbeda dengan Zayn, Shanum justru merasakan kegelisahan yang tidak wajar menjelang hari pernikahannya.Satu minggu lagi, Zayn dan Shanum akan menggelar acara pernikahan sederhana. Shanum diterima dengan baik oleh keluarga Zayn, maupun oleh anak Zayn.Tapi entah kenapa, mendadak Shanum merasa resah tanpa alasan yang jelas. Padahal ia sudah mendapatkan restu dan Shanum juga bisa mengakrabkan diri dengan Sena. Menurut Zayn, tidak ada lagi masalah di antara mereka dan Zayn yakin pernikahan mereka akan berjalan lancar."Hari ini mau dijemput jam berapa?" tanya Zayn pada Shanum melalui sambungan telepon."Nanti aku kabari, Mas. Aku ada pekerjaan yang belum selesai.""Kamu nggak lupakan sama janji makan malam kita hari ini? Sena udah nungguin," ujar Zayn.Shanum mengulas se
Acara kunjungan di rumah tahanan pun berakhir. Arya harus segera kembali ke sel, sementara Lila dan Bu Desi harus segera pergi meninggalkan rutan."Hati-hati di jalan, ya. Jaga diri kalian baik-baik," ucap Arya sebelum berpisah dari ibu dan juga adiknya."Mas juga hati-hati di sini. Jaga kesehatan!" sahut Lila."Ibu pergi ya, Arya? Sehat-sehat di sini, ya? Nanti Ibu jengukin kamu lagi," ungkap Bu Desi berpamitan pada putranya dengan manik mata berkaca-kaca.Arya dan Lila saling beradu pandang. Setelah Lila mengajak Bu Desi pergi nanti, mungkin Bu Desi tidak akan bisa sering-sering menjenguk Arya di dalam penjara."Ibu nggak perlu terlalu sering datang ke sini. Arya akan baik-baik saja di sini, Bu. Ibu sama Lila juga harus hidup dengan baik selama Arya nggak ada, ya?" cetus Arya.Perpisahan antara ibu dan anak itu pun kembali diwarnai dengan tangisan. Bu Desi dan Lila pun keluar dari rutan, dan bergegas pulang ke kontrakan. "Untung aja masih ada ongkos buat pulang," gumam Lila."Kamu
Suasana rumah tahanan itu pun mulai penuh dengan tangis haru. Arya benar-benar senang dan bersyukur, akhirnya keluarganya datang mengunjungi dirinya setelah beberapa bulan pria itu berada di penjara. Mereka bertiga menangis, meluapkan kerinduan yang sudah lama terpendam."Maafkan Ibu, Arya. Ibu udah lama nggak jenguk kamu. Ibu minta maaf baru bisa datang sekarang," ucap Bu Desi pada sang putra. Tidak hanya Bu Desi saja yang mengucapkan kata maaf, Lila juga ikut merasa bersalah karena sudah mengabaikan sang kakak. "Lila juga minta maaf, Mas. Selama ini Lila nggak pernah jengukin Mas," sahut Lila.Arya menghela napas. Sebenarnya pria itu sangat kecewa pada ibu dan juga adiknya. D i saat dirinya tengah menghadapi kesulitan, Arya justru ditinggalkan oleh keluarganya. Pria itu menderita seorang diri di dalam jeruji besi."Maafkan kami ya, Arya? Ke depannya, Ibu sama Lila akan sering-sering jengukin kamu di sini," ujar Bu Desi.Arya hanya diam. Ini kesempatan pria itu untuk mengeluarkan un
Mata Lila tampak berkabut. Rasanya tak kuasa jika harus mengatakan apa yang baru saja menimpanya pada sang ibu.Namun, gadis itu tetap memutuskan untuk membangunkan sang ibu, agar wanita yang melahirkannya itu tak perlu merasakan linu ketika bangun di pagi hari esok. Usai menyeka air mata serta jejak kesedihan di wajahnya, kini Lila yang terlihat jauh lebih tegar daripada saat pertama masuk ke rumah pun mulai memanggil sang ibu untuk membangunkannya. "Ibu." Lila berbisik pelan seraya menepuk lengan Bu Desi.Wanita itu menggeliat ketika mendapat tepukan tiba-tiba yang mengganggu tidurnya yang baru setengah jalan itu."Kenapa kamu pulang semalam ini, hm? Ke mana saja kamu? Apa kamu membuat masalah baru lagi setelah terlibat dengan suami orang itu," cecar Bu Desi membuat Lila seketika menganga, tak percaya jika rentetan pertanyaan itu keluar dari mulut Bu Desi. "Astaga, Bu. Apa nggak bisa nanyanya satu-satu dan pelan? Dan lagi, apa ibu bisa nggak berburuk sangka ke aku, hm?" Lila mena
Lila tidak menyadari bahwa setelah ditimpa sebuah musibah sebagai bentuk karmanya merebut suami orang pasca rumahnya dihancurkan oleh istri sah dari mantan istri David, kini Lila akan segera terjerembab dalam masalah baru yang jauh lebih kompleks.Dirinya sama sekali tidak mengetahui segala hal berkaitan utang-piutang yang dimiliki sang kakak, Arya, dari mulai kepada siapa dan seberapa besar nominal tersebut. Sekarang, Rendy tiba-tiba datang mendatanginya dan mengajaknya menaiki sebuah mobil hitam metalik.Senyum Rendy mengembang begitu puas. Terutama saat Lila menuruti saja saat Rendy mengajaknya ke salah satu hotel di kota mereka. Lila masih mencoba berpikir positif mengingat bagaimanapun Rendy adalah salah satu rekan kerja Arya dulu yang kebetulan pernah ditemuinya sebanyak dua kali.“Ayo, masuk,” tukas Rendy masih mempertahankan senyum miliknya kemudian melirik ke tas Lila. “Oh, ya. Kamu pasti capek kan abis kuliah? Udah sini, tasnya aku
“Tante cantik kok diam aja?” tanya Sena dengan nada khas anak-anaknya, saat melihat Shanum tiba-tiba terdiam saat bermain rumah-rumahan.Shanum yang sebenarnya sedari tadi mencemaskan reaksi orang tua Zayn terhadap rencana pernikahan mereka itu, pun dibuyarkan lamunannya oleh suara imut Sena yang sempat dihiraukannya itu.“Maaf ya, Sena, Tante sedang gak fokus,” sahut Shanum sambil tersenyum.Menatap Shanum sambil memiringkan kepalanya, Sena pun bertanya dengan polos, “Fokus itu apa, Tante?”Shanum hampir saja tidak bisa menahan tawanya saat mendapati hal tersebut. Ia merasa konyol karena membicarakan isi pikirannya pada anak kecil berusia 3 tahun itu.“Fokus itu ….”Saat hendak menjawab pertanyaan Sena, tiba-tiba saja Zayn sudah bergabung dengan mereka. Seperti apa yang dikatakannya sebelum ini, laki-laki itu keluar membawa serta tas berisi perlengkapan Sena seperti baju ganti, susu, dan beberapa ha
Tak terasa telah tiga hari telah berlalu. Usai kejadian nahas yang menimpa Shanum itu, rangkaian permasalahan silih berganti menyambanginya sebagai buntut dari peristiwa tersebut.Kendati demikian, peristiwa mengerikan itu tak hanya membawa rentetan malapetaka saja. Adapun berkah yang dibawa olehnya yakni kedekatan yang semakin terasa antara Zayn dan Shanum sendiri.Ya, usai kejadian penculikan Shanum tempo hari, Zayn yang senantiasa menjaga dan merawat Shanum di sampingnya itu, membuat hati Shanum yang semula ragu untuk terbuka kepadanya, pun akhirnya berhasil sepenuhnya menerima kembali kehadiran laki-laki tersebut.Seperti sekarang, Zayn sendirilah yang senantiasa menemani Shanum yang masih trauma itu keluar masuk kantor polisi dan pengadilan. Dalam kondisi yang masih sedikit syok, wanita itu tetap harus memberikan kesaksian agar memperoleh keadilan seperti yang telah dijanjikan oleh undang-undang itu sendiri.“Mas, sebenarn
“Apaan? Kalian mau nyulik gue? Gue nggak kenal kalian!” Lila masih mengomel penuh rasa kesal, sayangnya mereka tidak mengenal kata menyerah sebab langsung menyeret tangan Lila.Bersamaan dengan kericuhan itu semua, tiba-tiba terdengar suara bariton seorang pria yang rasanya begitu familiar dan tak asing di telinga Lila.“Hai, Lila,” panggil seorang pria muda dengan berbaju rapi muncul dari belakang dua orang berbadan kekar tadi. Lila terkejut mendengar sapaan tersebut, mengingat sebentar, kemudian langsung merespons.“Kak Rendy!” teriak Lila cepat setelah berhasil memicingkan netra bermaksud untuk lebih mengenali sang pria muda tersebut. Pria itu langsung tersenyum penuh arti dan mengangguk seolah memberikan kode.“Iya, ini aku, Lila.” Rendy kemudian meminta para dua orang tadi untuk menyingkir sebentar untuk berbincang dengan Lila. “Udah lama nggak ketemu, ya. Ternyata kabarmu masih baik.”Rani dan Rena kebingung