Beberapa menit sebelum baku hantam terjadi ….[Praanggg!]Zayn dan Feri yang tengah menunggu di mobil terkesiap saat penyadap suara yang terhubung dengan Shanum menangkap suara bising itu. Mereka seperti menangkap sinyal bahaya pada diri Shanum."Suara apa itu?!" pekik keduanya bersamaan. Tatapan mata mereka bahkan saling beradu."Entahlah. Yang jelas kita harus segera masuk dan menyelamatkan Shanum," ujar Zayn.Pria itu lantas bergegas keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah berusaha menyelamatkan Shanum. Sementara itu, Feri menelepon polisi agar pihak berwajib segera meringkus Arya.Feri memilih menetap di mobil untuk memantau situasi dari suara yang tertangkap dari penyadap itu. Ia bahkan terus mendengarkan alat penyadap itu dari dalam mobil, dan bisa mendengar bagaimana Shanum berada dalam situasi yang genting. Situasi di rumah Shanum tampak lengang. Zayn bertemu dengan Bi Nena yang tampak gelisah setelah mendengar benda yang jatuh ke lantai itu."Bi, di mana kamar Shanum?" t
Tangan Bu Desi masih mengambang di udara. Teriakan Shanum barusan rupanya berhasil membuat nyalinya menciut.Ia lantas mundur beberapa langkah dan mensejajarkan posisi dengan Lila yang masih membeku di tempatnya. Bu Desi tampak berbisik-bisik di telinga putri bungsunya."La, Gimana ini? Masmu udah ditangkap polisi, kita diusir dari rumah mewah ini. Kita bakal jadi gembel kalau keluar dari rumah ini. Ibu nggak mau pokoknya," ucap Bu Desi setengah berbisik pada anak bungsunya yang berwajah tenang. Sangat jauh berbeda dengan Bu Desi yang menampilkan wajah piasnya usai dihardik begitu oleh Shanum.Lila tampak berpikir sejenak sebelum menjawab kegamangan Bu Desi. "Kita coba bujuk dia aja dulu, Bu. Kalau tetap nggak bisa mau nggak mau kita keluar dari rumah ini," ucap Lila berusaha setenang mungkin membisikkan jawabannya.Sementara Shanum hanya melihat mereka dengan mimik acuh. Sudah tidak ada alasan lagi baginya menampung mereka di sini lebih lama. Shanum pun tak peduli lagi bagaimana na
"Mbak Shanum kurang ajar!" umpat Lila setelah selesai membereskan barangnya."Bener banget itu, La. Lagian kenapa bisa sih Masmu itu ditangkap polisi. Sebenarnya apa kesalahan yang Arya buat," timpal Bu Desi. "Entahlah, yang jelas kita beneran harus pergi dari rumah ini ya, Bu?" Lila menatap langit-langit kamar yang beberapa hari ini telah menjadi tempat tinggal ternyamannya."Ya mau gimana lagi, La. Ayo, kamu udah beres kan? Jangan sampai Shanum meneriaki kita," ajak Bu Desi. "Ibu kok tenang-tenang aja sih?" tanya Lila heran. Bukan wajah tertekan atau putus asa yang ditunjukkan Bu Desi, justru sebaliknya. Wanita paruh baya itu seolah sudah siap jika harus angkat kaki dari rumah ini. "Eh, masa? Emang Ibu kelihatan tenang ya?" beo Bu Desi sambil menggerakkan wajahnya melihat ke arah cermin. "Iya lah. Kenapa, Bu? Apa ada hal yang nggak aku tahu?" tanya Lila dengan tatapan menyelidik."Sstt, itu nggak penting sekarang, La. Nanti pasti ibu jelaskan kenapa. Sekarang lebih baik kita se
"Akhirnya kalian datang juga. Ayo masuk, petugas polisi sudah menunggu kehadiranmu untuk menjelaskan kronologi sekaligus untuk keperluan laporan." Feri langsung menyambut kedatangan Shanum dan Zayn yang baru saja datang, bahkan masih bergandengan tangan.Pria itu mengabaikan sejenak perasaan pribadinya saat ini. Yang terpenting adalah Shanum segera masuk dan memberikan keterangannya, sebab Arya selalu tak mau membuka suara bahkan acap kali mengaku kalau dia tidak salah."Iya, di mana si breng*sek itu, Fer?" Zayn bertanya mewakili Shanum."Di dalam," sahutnya singkat sedikit tak suka.Zayn lantas menuntun langkah kaki Shanum untuk masuk ke dalam kantor polisi."Tenang, rileks. Jangan khawatir, Sha, aku pasti akan selalu di sisimu apa pun yang terjadi," ucap Zayn menenangkan kegugupan Shanum. Shanum tak membalas ucapan Zayn. Ia hanya mengangguk samar seraya mengulas senyuman tipis. Perasaan dilindungi oleh seseorang yang telah lama tak dirasakan oleh Shanum kini hadir kembali. Bagaiman
"Akhirnya Sus datang juga," ucap Feri seraya mengulas senyum lega di wajahnya. Wanita itu datang di saat yang tepat. "Ka–kamu …?" Arya semakin membulatkan kedua bola matanya ketika orang itu semakin mengikis jarak hingga membuat Arya tak percaya dengan penglihatannya sendiri. Ia bahkan mengucek matanya beberapa kali, namun orang itu adalah nyata dan bukanlah halusinasinya. "Ba–bagaimana kamu bisa berada di sini?" gumam Arya bertanya dengan nada tak percaya pada seseorang yang baru saja datang itu.Suster Mayang menarik sudut bibirnya ke atas. Lalu menatap Arya dengan tatapan yang ambigu."Bagaimana kabarmu, Tuan? Apakah anda tak menyangka kalau saya bisa berada di sini, di tempat yang sama dengan anda?" tanya Suster Mayang dengan nada pelan namun penuh penegasan dalam setiap kata-katanya."Nggak mungkin? Kamu sudah ….""Mati? Benar, Tuan. Anda lah yang berniat membunuh saya karena waktu itu saya tak sengaja melihat Anda menyuntikkan sesuatu di cairan infus Tuan Dhanu Mahendra. Lalu
"Deal ya, Bu," ucap Bu Desi pada sang pemilik kontrakan. Keduanya pun saling berjabatan tangan setelah sepakat tentang harga dan lain-lainnya. Sang pemilik kontrakan yang merupakan wanita paruh baya itu lantas meninggalkan Bu Desi dan Lila di sana. Membiarkan kedua wanita beda generasi itu membereskan barang mereka dan bermalam di tempat itu."Huaaa, kecoaaa!" teriak Lila begitu masuk ke dalam kamarnya yang sempit.Bu Desi secepat kilat menepuk keras kecoa itu dengan sandalnya. "Ck, timbang kecoa doang takut!" celetuknya kesal."Ibu beneran kita tinggal di sini malam ini? Apa nggak sebaiknya kita cari tempat lain?" Lila bertanya takut-takut, pasalnya dia sudah pasti akan disemprot oleh sang ibu."Halah, ngawur kamu ini, La! Ibu sudah deal tadi, secara harga dan tempat lumayan lah. Jangan manja deh, La. Atau nanti kita cari tempat yang lebih layak kalau sudah jual perhiasan-perhiasan si mantu kurang ajar itu," ucap Bu Desi tak mau ambil pusing keluhan yang dirasakan oleh Lila.Lila t
Brakk!Lila refleks memukul etalase kaca yang ada di depannya. "Imitasi? Jangan ngawur deh, Mbak!" sentaknya tak percaya."Mbak pasti salah deh, coba periksa lagi. Perhiasan itu pasti emas asli karena itu milik menantu saya yang kaya raya jadi mana mungkin itu semua palsu!" timpal Bu Desi dengan menggebu-gebu."Maaf, Ibu. Tapi saya sudah cek kadar emasnya berkali-kali sehingga saya nggak mungkin salah. Semuanya ini palsu, bisa ibu cek sendiri dan lihat kalau di perhiasan yang ibu bawa nggak ada kode emasnya," ujar si karyawan toko perhiasan itu dengan nada tegas seraya memberikan semua perhiasan yang dibawa Bu Desi tadi.Bu Desi dan Lila tampak memutar bola matanya malas, dan tetap menganggap kalau si karyawan sedang berusaha membodohinya."Awas saja kalau kamu salah ya, Mbak. Saya tahu kamu mau bodoh-bodohi saya kan," tuding Bu Desi dengan tatapan sinisnya.Si karyawan memilih diam dan hanya mengulas senyum tipis, berusaha bersikap profesional dalam menghadapi pelanggan bar-bar seper
Di rumah sakit, Shanum dan Zayn sudah diperbolehkan pulang siang itu karena memang keduanya tidak mengalami luka serius yang berakibat fatal.Saat keduanya tengah bersiap untuk pulang, Feri tiba-tiba datang."Lho, kalian sudah dibolehin pulang?" tanyanya heran saat baru saja sampai di area rumah sakit dan langsung mencari ruangan Shanum dan Zayn."Iya nih, Fer. Dokter sudah bolehin kita pulang tadi, jadi buat apa juga lama-lama di sini, iya kan?" sahut Shanum ringan diiringi senyuman tipis yang membuat wajah cantiknya tampak makin mempesona. "Iya, lagian kamu malah baru jenguk kita sekarang. Telat, tau nggak," celetuk Zayn dengan nada bercanda. Feri merasa tidak baik-baik saja dengan candaan Zayn, akan tetapi dia menahan diri karena memang salahnya juga yang telah mengulur-ulur waktu menjenguk keduanya di rumah sakit. "Jadi gimana? Kalian mau pulang sekarang. Sha, biar aku saja yang antar kamu ke rumah ya," ucap