"Akhirnya kalian datang juga. Ayo masuk, petugas polisi sudah menunggu kehadiranmu untuk menjelaskan kronologi sekaligus untuk keperluan laporan." Feri langsung menyambut kedatangan Shanum dan Zayn yang baru saja datang, bahkan masih bergandengan tangan.Pria itu mengabaikan sejenak perasaan pribadinya saat ini. Yang terpenting adalah Shanum segera masuk dan memberikan keterangannya, sebab Arya selalu tak mau membuka suara bahkan acap kali mengaku kalau dia tidak salah."Iya, di mana si breng*sek itu, Fer?" Zayn bertanya mewakili Shanum."Di dalam," sahutnya singkat sedikit tak suka.Zayn lantas menuntun langkah kaki Shanum untuk masuk ke dalam kantor polisi."Tenang, rileks. Jangan khawatir, Sha, aku pasti akan selalu di sisimu apa pun yang terjadi," ucap Zayn menenangkan kegugupan Shanum. Shanum tak membalas ucapan Zayn. Ia hanya mengangguk samar seraya mengulas senyuman tipis. Perasaan dilindungi oleh seseorang yang telah lama tak dirasakan oleh Shanum kini hadir kembali. Bagaiman
"Akhirnya Sus datang juga," ucap Feri seraya mengulas senyum lega di wajahnya. Wanita itu datang di saat yang tepat. "Ka–kamu …?" Arya semakin membulatkan kedua bola matanya ketika orang itu semakin mengikis jarak hingga membuat Arya tak percaya dengan penglihatannya sendiri. Ia bahkan mengucek matanya beberapa kali, namun orang itu adalah nyata dan bukanlah halusinasinya. "Ba–bagaimana kamu bisa berada di sini?" gumam Arya bertanya dengan nada tak percaya pada seseorang yang baru saja datang itu.Suster Mayang menarik sudut bibirnya ke atas. Lalu menatap Arya dengan tatapan yang ambigu."Bagaimana kabarmu, Tuan? Apakah anda tak menyangka kalau saya bisa berada di sini, di tempat yang sama dengan anda?" tanya Suster Mayang dengan nada pelan namun penuh penegasan dalam setiap kata-katanya."Nggak mungkin? Kamu sudah ….""Mati? Benar, Tuan. Anda lah yang berniat membunuh saya karena waktu itu saya tak sengaja melihat Anda menyuntikkan sesuatu di cairan infus Tuan Dhanu Mahendra. Lalu
"Deal ya, Bu," ucap Bu Desi pada sang pemilik kontrakan. Keduanya pun saling berjabatan tangan setelah sepakat tentang harga dan lain-lainnya. Sang pemilik kontrakan yang merupakan wanita paruh baya itu lantas meninggalkan Bu Desi dan Lila di sana. Membiarkan kedua wanita beda generasi itu membereskan barang mereka dan bermalam di tempat itu."Huaaa, kecoaaa!" teriak Lila begitu masuk ke dalam kamarnya yang sempit.Bu Desi secepat kilat menepuk keras kecoa itu dengan sandalnya. "Ck, timbang kecoa doang takut!" celetuknya kesal."Ibu beneran kita tinggal di sini malam ini? Apa nggak sebaiknya kita cari tempat lain?" Lila bertanya takut-takut, pasalnya dia sudah pasti akan disemprot oleh sang ibu."Halah, ngawur kamu ini, La! Ibu sudah deal tadi, secara harga dan tempat lumayan lah. Jangan manja deh, La. Atau nanti kita cari tempat yang lebih layak kalau sudah jual perhiasan-perhiasan si mantu kurang ajar itu," ucap Bu Desi tak mau ambil pusing keluhan yang dirasakan oleh Lila.Lila t
Brakk!Lila refleks memukul etalase kaca yang ada di depannya. "Imitasi? Jangan ngawur deh, Mbak!" sentaknya tak percaya."Mbak pasti salah deh, coba periksa lagi. Perhiasan itu pasti emas asli karena itu milik menantu saya yang kaya raya jadi mana mungkin itu semua palsu!" timpal Bu Desi dengan menggebu-gebu."Maaf, Ibu. Tapi saya sudah cek kadar emasnya berkali-kali sehingga saya nggak mungkin salah. Semuanya ini palsu, bisa ibu cek sendiri dan lihat kalau di perhiasan yang ibu bawa nggak ada kode emasnya," ujar si karyawan toko perhiasan itu dengan nada tegas seraya memberikan semua perhiasan yang dibawa Bu Desi tadi.Bu Desi dan Lila tampak memutar bola matanya malas, dan tetap menganggap kalau si karyawan sedang berusaha membodohinya."Awas saja kalau kamu salah ya, Mbak. Saya tahu kamu mau bodoh-bodohi saya kan," tuding Bu Desi dengan tatapan sinisnya.Si karyawan memilih diam dan hanya mengulas senyum tipis, berusaha bersikap profesional dalam menghadapi pelanggan bar-bar seper
Di rumah sakit, Shanum dan Zayn sudah diperbolehkan pulang siang itu karena memang keduanya tidak mengalami luka serius yang berakibat fatal.Saat keduanya tengah bersiap untuk pulang, Feri tiba-tiba datang."Lho, kalian sudah dibolehin pulang?" tanyanya heran saat baru saja sampai di area rumah sakit dan langsung mencari ruangan Shanum dan Zayn."Iya nih, Fer. Dokter sudah bolehin kita pulang tadi, jadi buat apa juga lama-lama di sini, iya kan?" sahut Shanum ringan diiringi senyuman tipis yang membuat wajah cantiknya tampak makin mempesona. "Iya, lagian kamu malah baru jenguk kita sekarang. Telat, tau nggak," celetuk Zayn dengan nada bercanda. Feri merasa tidak baik-baik saja dengan candaan Zayn, akan tetapi dia menahan diri karena memang salahnya juga yang telah mengulur-ulur waktu menjenguk keduanya di rumah sakit. "Jadi gimana? Kalian mau pulang sekarang. Sha, biar aku saja yang antar kamu ke rumah ya," ucap
Season 2“Makasih ya, Pak. Uang kembaliannya buat Bapak aja,” ucap seorang gadis muda yang baru saja turun dari sebuah taksi senja kala itu. Pria yang duduk di balik kursi kemudi itu dengan senang hati menerima uang tersebut. “Wah, beneran ini, Non. Makasih banyak ya,” sahut sang sopir sembari turun dari mobil dan membawakan barang belanjaan gadis itu beserta wanita paruh baya yang pergi bersamanya itu. “Barangnya ditaruh di teras aja ya, Pak,” ucap wanita paruh baya yang berpenampilan necis itu. Dia tentu saja adalah Bu Desi.“Siap, Bu,” sahut sopir itu dengan senang hati. Pria paruh baya itu tentu saj senang karena mendapat uang tip yang cukup banyak dari Lila sehingga dia berinisiatif membawa barang belanjaannya.Bu Desi dan Lila tampak berjalan beberapa langkah di depan sang sopir dan menuntunnya agar menaruh barang mereka di teras. Keduanya berbincang ringan sambil menceritakan keseruan shopping hari ini. Mereka mengobrol tanpa beban bahkan setelah menghabiskan uang yang tak sed
"Mantul banget ya pizzanya, Bu. Apa memang karena kita lagi lapar?" Lila menyeletuk begitu potongan pizza yang pertama telah masuk dan mengisi perutnya."Dua-duanya kali, La. Ya laper, ya karena enak juga. Nih ambil lagi pizzanya," timpal Bu Desi setengah bercanda.Keduanya makan malam dengan menu pizza sambil sesekali diselingi obrolan ringan hingga suara dentuman keras terdengar dari arah luar.Braak! Braakk!Lila dan Bu Desi sontak terperanjat ketika suara itu terdengar memekakkan telinga. Bahkan setelahnya mereka mendengar bel rumah mereka dipencet dan berbunyi nyaring."Aduh, itu tadi suara apa ya, Bu. Terus siapa juga yang bertamu jam segini," ucap Lila di tengah rasa bingungnya."Mana ibu tahu, La. Yuk kita lihat aja siapa yang datang di luar," ajak Bu Desi sambil berdiri dari tempat duduknya, akan tetapi Lila seperti ogah-ogahan untuk mengikuti langkah sang ibu."Lho kenapa kamu malah duduk aja sih, ayo temenin ibu keluar!" ajak Bu Desi setengah protes pada putrinya. Lila men
"I–Ibu … jangan dengarkan wanita itu!" ucap Lila dengan terbata. Bagaimanapun dia masih takut dan tidak siap dalam menghadapi kemarahan Bu Desi."Lila, katakan sama Ibu! Siapa pria ini, hah! Pria tua yang seharusnya pantas menjadi ayahmu! Apa yang kamu lakukan dengannya, katakan semuanya!" cecar Bu Desi dengan suara bergetar. Beberapa lembar foto di tangannya bahkan diremas saking kesalnya. "Ayo, Jal*ang! Katakan pada ibumu itu. Ataukah kamu mau kalau aku yang menceritakan semua kebobrokanmu, hm?" tantang Indira sambil menatap remeh ke arah Lila.Lila berdiri, lalu hendak menampar mulut Indira. Namun, secepat kilat wanita itu menahan tangannya di udara."Hei, perempuan murahan! Beraninya kamu mau menamparku! Yang seharusnya melakukan itu adalah aku, karena aku korbannya di sini!" seru Indira tak gentar, bahkan sorot matanya pun menatap tajam ke arah Lila."Pergi kamu dari sini! Kenapa kamu mengusik hidupku!" teriak Lila kesal karena tak berhasil melayangkan tamparan ke wajah Indira.
"Kenapa Stella jelek-jelekin aku di depan Sena, ya? Dia punya masalah apa sama aku?" gumam Shanum tak mengerti dengan sikap buruk yang ia terima oleh orang yang bahkan tidak ia kenal.Zayn dan Shanum masih sibuk mengurus Sena yang sudah terlanjur membenci Shanum karena perkataan Stella. Zayn tak menyangka, masih ada banyak penghalang yang mengusik dirinya menuju hari bahagianya. "Kamu tenang aja, Sha. Aku nggak akan membiarkan Stella memberikan pengaruh buruk sama Sena," tegas Zayn. Pria itu harus segera menyelesaikan masalah ini secepat mungkin sebelum keadaan menjadi semakin keruh. Sudah susah payah Zayn meminta restu dari kedua orang tuanya. Zayn tidak akan membiarkan pernikahannya gagal karena Sena.Keduanya pun mulai memberikan pengertian pada Sena dan mencoba menghapus pemikiran buruk bocah itu mengenai Shanum. Pria itu harus bisa mengembalikan Sena seperti sedia kala."Sena sayang, Tante Shanum nggak seperti yang dibilang Tante Stella. Tante Shanum bukan tante jahat. Selama in
Pernikahan antara Shanum dan Zayn tinggal menghitung hari. Tidak lama lagi, pasangan kekasih itu akan menjadi pasangan sehidup semati. Zayn benar-benar tidak sabar ingin segera meresmikan hubungannya dengan Shanum. Namun berbeda dengan Zayn, Shanum justru merasakan kegelisahan yang tidak wajar menjelang hari pernikahannya.Satu minggu lagi, Zayn dan Shanum akan menggelar acara pernikahan sederhana. Shanum diterima dengan baik oleh keluarga Zayn, maupun oleh anak Zayn.Tapi entah kenapa, mendadak Shanum merasa resah tanpa alasan yang jelas. Padahal ia sudah mendapatkan restu dan Shanum juga bisa mengakrabkan diri dengan Sena. Menurut Zayn, tidak ada lagi masalah di antara mereka dan Zayn yakin pernikahan mereka akan berjalan lancar."Hari ini mau dijemput jam berapa?" tanya Zayn pada Shanum melalui sambungan telepon."Nanti aku kabari, Mas. Aku ada pekerjaan yang belum selesai.""Kamu nggak lupakan sama janji makan malam kita hari ini? Sena udah nungguin," ujar Zayn.Shanum mengulas se
Acara kunjungan di rumah tahanan pun berakhir. Arya harus segera kembali ke sel, sementara Lila dan Bu Desi harus segera pergi meninggalkan rutan."Hati-hati di jalan, ya. Jaga diri kalian baik-baik," ucap Arya sebelum berpisah dari ibu dan juga adiknya."Mas juga hati-hati di sini. Jaga kesehatan!" sahut Lila."Ibu pergi ya, Arya? Sehat-sehat di sini, ya? Nanti Ibu jengukin kamu lagi," ungkap Bu Desi berpamitan pada putranya dengan manik mata berkaca-kaca.Arya dan Lila saling beradu pandang. Setelah Lila mengajak Bu Desi pergi nanti, mungkin Bu Desi tidak akan bisa sering-sering menjenguk Arya di dalam penjara."Ibu nggak perlu terlalu sering datang ke sini. Arya akan baik-baik saja di sini, Bu. Ibu sama Lila juga harus hidup dengan baik selama Arya nggak ada, ya?" cetus Arya.Perpisahan antara ibu dan anak itu pun kembali diwarnai dengan tangisan. Bu Desi dan Lila pun keluar dari rutan, dan bergegas pulang ke kontrakan. "Untung aja masih ada ongkos buat pulang," gumam Lila."Kamu
Suasana rumah tahanan itu pun mulai penuh dengan tangis haru. Arya benar-benar senang dan bersyukur, akhirnya keluarganya datang mengunjungi dirinya setelah beberapa bulan pria itu berada di penjara. Mereka bertiga menangis, meluapkan kerinduan yang sudah lama terpendam."Maafkan Ibu, Arya. Ibu udah lama nggak jenguk kamu. Ibu minta maaf baru bisa datang sekarang," ucap Bu Desi pada sang putra. Tidak hanya Bu Desi saja yang mengucapkan kata maaf, Lila juga ikut merasa bersalah karena sudah mengabaikan sang kakak. "Lila juga minta maaf, Mas. Selama ini Lila nggak pernah jengukin Mas," sahut Lila.Arya menghela napas. Sebenarnya pria itu sangat kecewa pada ibu dan juga adiknya. D i saat dirinya tengah menghadapi kesulitan, Arya justru ditinggalkan oleh keluarganya. Pria itu menderita seorang diri di dalam jeruji besi."Maafkan kami ya, Arya? Ke depannya, Ibu sama Lila akan sering-sering jengukin kamu di sini," ujar Bu Desi.Arya hanya diam. Ini kesempatan pria itu untuk mengeluarkan un
Mata Lila tampak berkabut. Rasanya tak kuasa jika harus mengatakan apa yang baru saja menimpanya pada sang ibu.Namun, gadis itu tetap memutuskan untuk membangunkan sang ibu, agar wanita yang melahirkannya itu tak perlu merasakan linu ketika bangun di pagi hari esok. Usai menyeka air mata serta jejak kesedihan di wajahnya, kini Lila yang terlihat jauh lebih tegar daripada saat pertama masuk ke rumah pun mulai memanggil sang ibu untuk membangunkannya. "Ibu." Lila berbisik pelan seraya menepuk lengan Bu Desi.Wanita itu menggeliat ketika mendapat tepukan tiba-tiba yang mengganggu tidurnya yang baru setengah jalan itu."Kenapa kamu pulang semalam ini, hm? Ke mana saja kamu? Apa kamu membuat masalah baru lagi setelah terlibat dengan suami orang itu," cecar Bu Desi membuat Lila seketika menganga, tak percaya jika rentetan pertanyaan itu keluar dari mulut Bu Desi. "Astaga, Bu. Apa nggak bisa nanyanya satu-satu dan pelan? Dan lagi, apa ibu bisa nggak berburuk sangka ke aku, hm?" Lila mena
Lila tidak menyadari bahwa setelah ditimpa sebuah musibah sebagai bentuk karmanya merebut suami orang pasca rumahnya dihancurkan oleh istri sah dari mantan istri David, kini Lila akan segera terjerembab dalam masalah baru yang jauh lebih kompleks.Dirinya sama sekali tidak mengetahui segala hal berkaitan utang-piutang yang dimiliki sang kakak, Arya, dari mulai kepada siapa dan seberapa besar nominal tersebut. Sekarang, Rendy tiba-tiba datang mendatanginya dan mengajaknya menaiki sebuah mobil hitam metalik.Senyum Rendy mengembang begitu puas. Terutama saat Lila menuruti saja saat Rendy mengajaknya ke salah satu hotel di kota mereka. Lila masih mencoba berpikir positif mengingat bagaimanapun Rendy adalah salah satu rekan kerja Arya dulu yang kebetulan pernah ditemuinya sebanyak dua kali.“Ayo, masuk,” tukas Rendy masih mempertahankan senyum miliknya kemudian melirik ke tas Lila. “Oh, ya. Kamu pasti capek kan abis kuliah? Udah sini, tasnya aku
“Tante cantik kok diam aja?” tanya Sena dengan nada khas anak-anaknya, saat melihat Shanum tiba-tiba terdiam saat bermain rumah-rumahan.Shanum yang sebenarnya sedari tadi mencemaskan reaksi orang tua Zayn terhadap rencana pernikahan mereka itu, pun dibuyarkan lamunannya oleh suara imut Sena yang sempat dihiraukannya itu.“Maaf ya, Sena, Tante sedang gak fokus,” sahut Shanum sambil tersenyum.Menatap Shanum sambil memiringkan kepalanya, Sena pun bertanya dengan polos, “Fokus itu apa, Tante?”Shanum hampir saja tidak bisa menahan tawanya saat mendapati hal tersebut. Ia merasa konyol karena membicarakan isi pikirannya pada anak kecil berusia 3 tahun itu.“Fokus itu ….”Saat hendak menjawab pertanyaan Sena, tiba-tiba saja Zayn sudah bergabung dengan mereka. Seperti apa yang dikatakannya sebelum ini, laki-laki itu keluar membawa serta tas berisi perlengkapan Sena seperti baju ganti, susu, dan beberapa ha
Tak terasa telah tiga hari telah berlalu. Usai kejadian nahas yang menimpa Shanum itu, rangkaian permasalahan silih berganti menyambanginya sebagai buntut dari peristiwa tersebut.Kendati demikian, peristiwa mengerikan itu tak hanya membawa rentetan malapetaka saja. Adapun berkah yang dibawa olehnya yakni kedekatan yang semakin terasa antara Zayn dan Shanum sendiri.Ya, usai kejadian penculikan Shanum tempo hari, Zayn yang senantiasa menjaga dan merawat Shanum di sampingnya itu, membuat hati Shanum yang semula ragu untuk terbuka kepadanya, pun akhirnya berhasil sepenuhnya menerima kembali kehadiran laki-laki tersebut.Seperti sekarang, Zayn sendirilah yang senantiasa menemani Shanum yang masih trauma itu keluar masuk kantor polisi dan pengadilan. Dalam kondisi yang masih sedikit syok, wanita itu tetap harus memberikan kesaksian agar memperoleh keadilan seperti yang telah dijanjikan oleh undang-undang itu sendiri.“Mas, sebenarn
“Apaan? Kalian mau nyulik gue? Gue nggak kenal kalian!” Lila masih mengomel penuh rasa kesal, sayangnya mereka tidak mengenal kata menyerah sebab langsung menyeret tangan Lila.Bersamaan dengan kericuhan itu semua, tiba-tiba terdengar suara bariton seorang pria yang rasanya begitu familiar dan tak asing di telinga Lila.“Hai, Lila,” panggil seorang pria muda dengan berbaju rapi muncul dari belakang dua orang berbadan kekar tadi. Lila terkejut mendengar sapaan tersebut, mengingat sebentar, kemudian langsung merespons.“Kak Rendy!” teriak Lila cepat setelah berhasil memicingkan netra bermaksud untuk lebih mengenali sang pria muda tersebut. Pria itu langsung tersenyum penuh arti dan mengangguk seolah memberikan kode.“Iya, ini aku, Lila.” Rendy kemudian meminta para dua orang tadi untuk menyingkir sebentar untuk berbincang dengan Lila. “Udah lama nggak ketemu, ya. Ternyata kabarmu masih baik.”Rani dan Rena kebingung