"Nggak! Itu sangat berbahaya, Sha!" tolak kedua pria itu usai Shanum menyampaikan gagasan tentang rencananya demi mendapatkan pengakuan dari Arya terkait kejahatannya terhadap Tuan Dhanu Mahendra.Zayn dan Feri saling bersitatap selama sepersekian detik, lalu kemudian saling melengoskan wajah ketika mereka sadar kalau mengucapkan kata-kata penolakan yang sama seakan sudah janjian sebelumnya."Kamu yakin mau jalanin rencana ini, Sha?" Feri masih tak percaya dengan rencana nekat yang baru saja terucap dari mulut sahabatnya."Aku yakin seratus persen, Fer. Aku akan melakukan apa pun supaya dia mengakui perbuatannya dan menjebloskannya ke penjara." Shanum berujar penuh keyakinan. Raut wajahnya tidak menunjukkan secuil pun keraguan."Tapi, kamu bisa saja dalam bahaya, Sha. Aku takut Arya akan macam-macam sama kamu." Zayn menyergah perdebatan Feri dan Shanum."Benar kata Zayn, Sha. Kamu tahu kan dia bisa saja berubah jahat dalam sekejap." Feri turut menimpali. Ia tetap tidak menyetujui renc
'Apakah yang kulakukan ini sudah benar?' gumam Arya dalam hatinya sambil menatap punggung Anara yang menghilang di balik pintu kamarnya.'Semoga saja dengan aku menalak Anara, masalahku dan Shanum akan segera usai. Ya, semoga,' harap Arya dalam hatinya.Arya meremas erat surat panggilan sidang miliknya, lalu membuang gumpalan kertas dari pengadilan itu. Ia menyugar kasar rambutnya. Dengan raut gelisah, pria itu kini tampak sedang berpikir tentang bagaimana caranya agar bisa mendapatkan hati Shanum lagi.Rasanya dia tidak rela dan tidak bisa jika harus bercerai dengan Shanum. Bu Desi yang masih berdiri di samping Arya itu pun seakan tahu kebimbangan yang sedang dirasakan anak sulungnya."Sudahlah, Arya. Biarin aja si Anara pergi, itu bagus buatmu jika ingin membujuk Shanum supaya mengurungkan niatnya bercerai denganmu," ucap Bu Desi terus meyakinkan jika keputusan anaknya menalak Anara adalah hal yang benar. "Aku tahu, Bu. Sekarang aku hanya sedang berpikir bagaimana caranya membujuk
Shanum membelalakan kedua bola mata, bulu kuduknya meremang. Ia bergidik ngeri. Wanita itu bahkan memundurkan langkahnya, menjauh dari Arya.Namun, satu langkah mundurnya dibalas dengan dua langkah maju oleh Arya."Kamu benar, akulah yang menyuntikkan sesuatu di selang infus papa. Sampai akhirnya aku bisa membuatnya lenyap dari muka bumi!" Arya mengurai tawa mengerikannya.Bagaikan disambar petir mendengar pengakuan langsung dari Arya, atas kejahatannya. Walaupun Shanum sudah tahu tentang hal itu, akan tetapi rasanya tetap saja mengejutkan dan masih tidak percaya jika Arya bisa melakukan hal sekeji itu pada papanya. "Kamu … membunuh papa?!" tuding Shanum dengan suara bergetar. Susah payah ia menahan air matanya. Ia tak ingin terlihat rapuh saat ini di hadapan Arya."Kamu benar, Sayang. Akulah pembunuhnya. Lalu, kamu mau apa? Memenjarakanku? Apakah kamu punya bukti?" ujar Arya berani seraya melayangkan tatapan remeh ke arah Arya. Jarak antara dirinya dan Shanum semakin dekat, wanita i
Beberapa menit sebelum baku hantam terjadi ….[Praanggg!]Zayn dan Feri yang tengah menunggu di mobil terkesiap saat penyadap suara yang terhubung dengan Shanum menangkap suara bising itu. Mereka seperti menangkap sinyal bahaya pada diri Shanum."Suara apa itu?!" pekik keduanya bersamaan. Tatapan mata mereka bahkan saling beradu."Entahlah. Yang jelas kita harus segera masuk dan menyelamatkan Shanum," ujar Zayn.Pria itu lantas bergegas keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah berusaha menyelamatkan Shanum. Sementara itu, Feri menelepon polisi agar pihak berwajib segera meringkus Arya.Feri memilih menetap di mobil untuk memantau situasi dari suara yang tertangkap dari penyadap itu. Ia bahkan terus mendengarkan alat penyadap itu dari dalam mobil, dan bisa mendengar bagaimana Shanum berada dalam situasi yang genting. Situasi di rumah Shanum tampak lengang. Zayn bertemu dengan Bi Nena yang tampak gelisah setelah mendengar benda yang jatuh ke lantai itu."Bi, di mana kamar Shanum?" t
Tangan Bu Desi masih mengambang di udara. Teriakan Shanum barusan rupanya berhasil membuat nyalinya menciut.Ia lantas mundur beberapa langkah dan mensejajarkan posisi dengan Lila yang masih membeku di tempatnya. Bu Desi tampak berbisik-bisik di telinga putri bungsunya."La, Gimana ini? Masmu udah ditangkap polisi, kita diusir dari rumah mewah ini. Kita bakal jadi gembel kalau keluar dari rumah ini. Ibu nggak mau pokoknya," ucap Bu Desi setengah berbisik pada anak bungsunya yang berwajah tenang. Sangat jauh berbeda dengan Bu Desi yang menampilkan wajah piasnya usai dihardik begitu oleh Shanum.Lila tampak berpikir sejenak sebelum menjawab kegamangan Bu Desi. "Kita coba bujuk dia aja dulu, Bu. Kalau tetap nggak bisa mau nggak mau kita keluar dari rumah ini," ucap Lila berusaha setenang mungkin membisikkan jawabannya.Sementara Shanum hanya melihat mereka dengan mimik acuh. Sudah tidak ada alasan lagi baginya menampung mereka di sini lebih lama. Shanum pun tak peduli lagi bagaimana na
"Mbak Shanum kurang ajar!" umpat Lila setelah selesai membereskan barangnya."Bener banget itu, La. Lagian kenapa bisa sih Masmu itu ditangkap polisi. Sebenarnya apa kesalahan yang Arya buat," timpal Bu Desi. "Entahlah, yang jelas kita beneran harus pergi dari rumah ini ya, Bu?" Lila menatap langit-langit kamar yang beberapa hari ini telah menjadi tempat tinggal ternyamannya."Ya mau gimana lagi, La. Ayo, kamu udah beres kan? Jangan sampai Shanum meneriaki kita," ajak Bu Desi. "Ibu kok tenang-tenang aja sih?" tanya Lila heran. Bukan wajah tertekan atau putus asa yang ditunjukkan Bu Desi, justru sebaliknya. Wanita paruh baya itu seolah sudah siap jika harus angkat kaki dari rumah ini. "Eh, masa? Emang Ibu kelihatan tenang ya?" beo Bu Desi sambil menggerakkan wajahnya melihat ke arah cermin. "Iya lah. Kenapa, Bu? Apa ada hal yang nggak aku tahu?" tanya Lila dengan tatapan menyelidik."Sstt, itu nggak penting sekarang, La. Nanti pasti ibu jelaskan kenapa. Sekarang lebih baik kita se
"Akhirnya kalian datang juga. Ayo masuk, petugas polisi sudah menunggu kehadiranmu untuk menjelaskan kronologi sekaligus untuk keperluan laporan." Feri langsung menyambut kedatangan Shanum dan Zayn yang baru saja datang, bahkan masih bergandengan tangan.Pria itu mengabaikan sejenak perasaan pribadinya saat ini. Yang terpenting adalah Shanum segera masuk dan memberikan keterangannya, sebab Arya selalu tak mau membuka suara bahkan acap kali mengaku kalau dia tidak salah."Iya, di mana si breng*sek itu, Fer?" Zayn bertanya mewakili Shanum."Di dalam," sahutnya singkat sedikit tak suka.Zayn lantas menuntun langkah kaki Shanum untuk masuk ke dalam kantor polisi."Tenang, rileks. Jangan khawatir, Sha, aku pasti akan selalu di sisimu apa pun yang terjadi," ucap Zayn menenangkan kegugupan Shanum. Shanum tak membalas ucapan Zayn. Ia hanya mengangguk samar seraya mengulas senyuman tipis. Perasaan dilindungi oleh seseorang yang telah lama tak dirasakan oleh Shanum kini hadir kembali. Bagaiman
"Akhirnya Sus datang juga," ucap Feri seraya mengulas senyum lega di wajahnya. Wanita itu datang di saat yang tepat. "Ka–kamu …?" Arya semakin membulatkan kedua bola matanya ketika orang itu semakin mengikis jarak hingga membuat Arya tak percaya dengan penglihatannya sendiri. Ia bahkan mengucek matanya beberapa kali, namun orang itu adalah nyata dan bukanlah halusinasinya. "Ba–bagaimana kamu bisa berada di sini?" gumam Arya bertanya dengan nada tak percaya pada seseorang yang baru saja datang itu.Suster Mayang menarik sudut bibirnya ke atas. Lalu menatap Arya dengan tatapan yang ambigu."Bagaimana kabarmu, Tuan? Apakah anda tak menyangka kalau saya bisa berada di sini, di tempat yang sama dengan anda?" tanya Suster Mayang dengan nada pelan namun penuh penegasan dalam setiap kata-katanya."Nggak mungkin? Kamu sudah ….""Mati? Benar, Tuan. Anda lah yang berniat membunuh saya karena waktu itu saya tak sengaja melihat Anda menyuntikkan sesuatu di cairan infus Tuan Dhanu Mahendra. Lalu