Lusi tidak menjawab pertanyaan Pak Bara dan memilih untuk langsung melangkah ke pelataran rumah milik Ibu Sinta. Wanita itu terdiam sejenak. Dia memandangi pintu rumah yang tampak kecil.Sebelumnya Lusi menghela napas panjang dan mengeluarkannya secara perlahan. Apa pun yang terjadi dia harus mencoba untuk memancing Bu Sinta keluar, karena semua rencananya itu tidak bisa berjalan kalau Bu Sinta tidak ada di rumah. Wanita itu pun langsung mengetuk pintu. Bu Sinta dan suaminya yang ada di dalam terkesiap, mereka saling pandang. Tampak raut ketakutan yang amat kentara, tentu saja takut jika rentenir tadi datang lagi. "Pak, jangan-jangan itu si tua bangka tadi?"Ucapan sang istri membuat suaminya terdiam, pria paruh baya itu tampak berpikir. Ternyata dikejar-kejar orang itu tidak enak. Dia harus tetap terus bersembunyi, ditambah mencari alasan lain yang kira-kira masuk akal untuk diberikan kepada si penagih, karena sebelumnya Bu Sinta sudah menjanjikan kedua anak mereka."Tidak mungkin.
"Loh, Nak Lusi? Kirain siapa," ucap Bu Sinta berbasa-basi. Wajahnya juga tampak ramah, berbeda sekali saat berhadapan dengan sang rentenir. Sementara suami dia pun tersenyum semringah mendapati anak tiri Bu Sinta itu sudah berdiri di depan pintu. Lusi tersenyum sebaik mungkin. Padahal hatinya merasa kesal, tetapi juga puas karena apa yang direncanakannya pun berjalan dengan baik, sesuai dugaan kedua orang itu pasti akan langsung keluar jika dia menyebutkan namanya. "Iya, Bu. Ini saya. Apakah saya mengganggu kalian?" tanya Lusi berbicara seperti biasanya, karena permainannya belum dimulai. Dia akan berbasa-basi dulu dengan kedua orang itu, ingin tahu saja sejauh mana mereka berpura-pura akrab kepada Lusi dan juga sejauh mana mereka bicarakan perihal Maura. Setelah semua itu terjadi, barulah Lusi akan mempermainkan triknya. Sementara Pak Bara sesuai dengan permintaan Lusi, sudah mulai merekam apa yang dibicarakan oleh ketiga orang itu. Dia memegangi ponsel seolah tidak sedang mel
"Apa maksud, Nak Lusi?" tanya suami Bu Sinta. Wajahnya tiba-tiba saja berubah. Sebelumnya dia sangat semringah dan begitu jumawa. Tetapi mendengar perkataan Lusi barusan, membuat pria itu langsung terdiam. Bahkan dia kebingungan sendiri. Bu Sinta yang ada di pinggirnya pun tampak diam. Dia menoleh kepada suaminya, ingin meminta bantuan bagaimana berbicara dengan Lusi. Karena semua yang diperkirakan itu sangat melenceng sekali. "Maksud saya jelas, tidak mau memberikan uang kepada kalian. Kalau memang Maura kabur ke satu tempat yang kalian tahu, saya akan antar dengan senang hati. Jadi, tidak perlu mengeluarkan uang, kan?""Tapi, Nak Lusi--""Pak, saya datang ke sini untuk menemui Adik saya. Bagaimanapun dia satu darah dengan saya, walaupun berbeda ibu. Lalu kalau memang Maura kabur, saya juga ingin tahu alasannya seperti apa. Saya tidak mau kalian mencari Maura dengan uang, lalu mengambilnya kembali ke tempat ini untuk dijadikan sebagai sapi perah."Dua orang itu kaget dengan perka
"Nak Lusi, tidak bisa seperti itu. Maura kan anak saya, jadi harusnya diasuh oleh kami berdua," ujar Bu Sinta langsung menolak. Dia benar-benar tidak bisa membiarkan Maura di bawah asuhan Lusi. Dengan begitu anaknya tidak bisa dijadikan lagi alat untuk membayar hutang-hutangnya. Bagaimana perjanjiannya dengan si wanita tua itu? Bisa-bisa dia benar-benar kehilangan rumah ini, lalu dia harus tinggal di mana? Begitu pikir Bu Sinta. Kalau memang Lusi mau memberinya rumah, itu tidak masalah. Tetapi kalau misalkan sekarang dia meminta rumah, Lusi akan menolak juga. Meminta uang untuk mencari Maura saja Lusi sudah menolak mentah-mentah, bagaimana mungkin dia meminta rumah kepada anak tiri di depannya ini? Tampaknya Bu Sinta juga paham kalau Lusi baru tahu jika dirinya ini adalah mantan Ibu tiri Lusi. Dari gelagat wanita itu, tampaknya tidak suka dengan Bu Sinta. Walaupun memang terlihat ramah-tamah, tetapi dari setiap sikap dan pembicaraan Lusi mencerminkan kalau wanita itu memang tidak m
Lusi menaikkan sebelah alisnya mendengar pertanyaan dari suaminya Bu Sinta. Tampaknya pria paruh baya ini belum tahu apa-apa tentang Mila. Ini akan semakin menarik untuk Lusi. Dia bisa membuat keduanya semakin jera dan pria paruh baya itu tidak akan bisa berkutik jika tahu anak kesayangannya itu telah berbuat jahat kepada Lusi. "Loh, Bapak tidak tahu anak Bapak itu dipenjara? Sudah hampir seminggu Mila dipenjara," ucap Lusi dengan enteng, membuat sang wanita paruh baya itu tampak ketakutan dan bingung. Bu Sinta berusaha untuk menjelaskan kepada suaminya, tetapi sayangnya pria itu langsung marah. "Apa yang kamu sembunyikan dariku? Kenapa kamu tidak bilang apa-apa? Jadi, kamu sudah tahu kalau Mila dipenjara? Katakan!" seru sang pria membuat Bu Sinta ketakutan. Melihat itu Lusi langsung menoleh kepada Pak Bara. Dia memberikan isyarat kalau dia sangat puas dengan kejadian ini. Rekaman itu pun masih tetap berputar, ini akan menjadi bukti lagi jika terjadi sesuatu kepada Bu Sinta dan Lu
Saat ini Lusi dan Pak Bara sedang dalam perjalanan pulang. Beberapa menit berlalu mereka semua tetap saling diam, wanita itu memilih melihat ke luar jendela. Kejadian tadi sebenarnya sangat mengkhawatirkan hati Lusi karena dia takut terjadi sesuatu yang buruk kepadanya. Tetapi karena ada Pak Bara dan rekaman itu, sekarang dia sudah tenang. Jika satu saat nanti Bu Sinta atau suaminya berbuat macam-macam, maka dia akan menjadikan rekaman tadi sebagai barang bukti. "Nak Lusi, apakah tetap akan mengambil hak asuh untuk Maura?" tanya Pak Bara memastikan, karena dia tidak mau sampai pertemuan ini tidak membawakan hasil apa pun. Lusi menoleh dan tersenyum. "Tentu saja, Pak. Ini harus berhasil. Saya sudah berusaha yang untuk meminta izin secara baik-baik kepada mereka, tapi mereka tidak punya itikad baik juga untuk merawat Maura dengan benar. Saya yakin, kalau misalkan Maura kembali ke sana, pasti dia akan dijadikan sapi perah lagi dan lebih parahnya lagi Maura akan dijual kepada rentenir
Sesampainya di rumah, Lusi melihat Maura sedang bermain dengan Alia. Wanita itu tidak mengatakan apa pun perihal kedatangannya ke rumah orang tua Maura, tidak mau sampai gadis itu berpikiran macam-macam atau malah menjadi beban untuk Maura. Jadi, Lusi memutuskan menyembunyikan kedatangan dia saat berkunjung ke rumah orang tua Maura. Biarlah Maura hidup dan beradaptasi di sini, sebelum dia memulai sekolah. Rencananya setelah Lusi mendapatkan hak asuh Maura, dia akan langsung mendaftarkan adiknya itu ke sekolah yang baik, tentu saja ternama dan terjamin kualitas pendidikannya. Lusi pun memilih untuk istirahat dulu, mengunci diri di kamar dan memikirkan apa saja yang harus dia lakukan selanjutnya. Sekarang pasti akan menghabiskan banyak waktu di tempat kerja, bersama Alia pun akan sedikit. Dia berpikiran untuk menyewa pengasuh bagi Alia. Tetapi dia takut jika salah memilih pengasuh. Sepertinya Lusi harus membicarakan semua ini dengan Pak Bara, karena saat ini tidak ada satu pun orang y
"Hah! Devan? Ibu yakin nama pria yang mencari saya itu Devan?" tanya Lusi sangat syok dan dia benar-benar tidak percaya mendengar kalau Bu Murni menyebutkan nama itu."Iya, Ibu yakin. Nama pria yang mencari Nak Lusi itu Devan." Wanita itu terdiam. Dia bingung harus bersikap apa mendengar kabar ini, tetapi satu yang pasti, Lusi penasaran kenapa Devan mencarinya. Padahal sudah tahu kalau dirinya berumah tangga, bahkan pria itu juga sempat bilang kalau dia berusaha untuk membuka lembaran baru setelah istri dan calon anaknya meninggal. Tetapi kenapa sekarang tiba-tiba saja mencarinya apalagi menurut bu Murni, dia pun datang saat video viral itu diposting oleh Lusi di media sosial. Mungkinkah ini pertanda kalau Devan itu begitu peduli kepada Lusi? Sang wanita langsung menggeleng-gelengkan kepala, dia berusaha untuk menghalau segala pemikiran, tidak mau mengambil kesimpulan sendiri. Saat ini dia tidak mau berurusan dengan orang-orang yang membuatnya pusing termasuk dengan pria bernama De