Suara tamparan menggema di ruangan itu. Lusi mendorong Mila hingga terjerembab. Tak dihiraukan jeritan wanita jalang itu, atau seruan dari polisi untuk berhenti.Terdengar Pak Bara juga berusaha memisahkan Lusi dan Mila. Dia menarik tangan Lusi untuk melepaskan jambakan di kepala Mila. Bahkan, masih terdengar isakan Maura yang meminta kakaknya untuk berhenti.Itu semua tidak dihiraukan. Sejauh ini, Lusi sudah menahan diri untuk tidak bermain fisik. Tetapi, wanita sundal itu malah memulainya dan itu tidak bisa dibiarkan.Dia sudah berani berbuat kasar padanya dan Lusi tidak bisa menerimanya. Mila sudah cukup menghempaskan kehidupan Lusi ke kubangan penderitaan, tapi sekarang tidak lagi.Lusi menarik rambutnya sekuat tenaga sampai Mila meringis kesakitan. Lalu, sebelah tangannya terus menampar pipinya berulang-ulang. Wanita jalang itu terdengar menangis dan mengucapkak kata sakit. Tetapi, tidak ada permohonan ampun atau maaf untuk Lusi.Jadi, Lusi teruskan saja menamparnya sampai dia te
"Dia pingsan, Lus. Bekas tamparannya sangat jelas. Kamu bisa dituntun karena melakukan penganiayaan."Pak Bara berkata seperti itu sembari msmeperlihatkan kondisi Mila yang sangat menyedihkan. Pipinya bengkak karena bekas tamparan Lusi, tidak lupa juga rambut yang sudah acak-acakan.Di dalam sana juga, Lusi melihat Maura tengah menangis meratapi kakaknya yang sedang terbaring lemah. Saat ini, Lusi seperti tertampar oleh fakta di depan mata.Kenapa dia melakukan ini semua? Pertanyaan itu muncul berulang-ulang di benaknya. Emosi dan amarah membuat akal sehat Lusi hilang.Sungguh, ini bukan hal yang dia inginkan. Sejauh ini, Lusi sudah bisa menahan diri untuk tidak bersikap kasar. Tetapi, karena Mila yang menyerang duluan, dia jadi tersulut api amarah. Hingga terjadilah perkelahian ini.Menyesal pun sudah tak ada gunanya lagi. Semua sudah terjadi dan Lusi harus bisa membela diri."Bapak tahu, kan, kalau aku melakukan itu semua karena dia yang memulai. Bisa dilihat di CCTV di sana. Kalau
"S-siapa laki-laki ini?" tanya Lusi dengan suara yang sedikit bergetar.Bukan hanya itu saja. Tangan itu pun ikut bergetar menunjuk foto yang ada di sana. Kerongkongannya terasa kering, hingga sulit sekali hanya untuk menelan saliva.Ya Tuhan, jantungnya terasa dipaksa loncat dari tempatnya saat melihat foto itu. Banyak dugaan-dugaan yang muncul sampai rasanya sesak dada Lusi."Ini ... dia almarhum ayahku, Mbak."Digigit bibir itu untuk menahan gemetar tubuh. Sungguh? Benarkah kalau sosok itu ayahnya. Kalau begitu Maura ini adalah ...."Aku dan Kak Mila itu satu Ibu beda Ayah, Mbak. Kata Ibu, dia dan ayahnya Kak Mila bercerai karena masalah ekonomi. Lalu, Ibu menikah lagi dengan ayahku dan lahirlah aku."Lusi terdiam sembari menahan napas. Mulut itu terasa kaku untuk digerakkan. Bukan hanya itu saja, otaknya seolah hanya terpusat pada Maura dan ucapannya. Tubuh itu dipaksa untuk mendengarkan sebuah fakta yang mungkin akan menyakitkan untuknya."Lalu, saat aku beranjak dewasa Ayah juga
"Sebaiknya kamu hubungi mereka. Aku ingin bertemu dengan orang tuamu," ucap Lusi pada Maura.Gadis itu terperanjat dan langsung menggeleng-gelengkan kepala. Wajahnya langsung pucat dengan sorot mata ketakutan. Kenapa reaksinya jadi seperti ini?"J-Jangan, Mbak. Nanti ... nanti saya pulang kalau Kak Mila sudah keluar dari penjara," ujarnya membuat Lusi keheranan. Ini aneh, menurut Lusi. Harusnya dia bereaksi biasa saja. Toh, yang bermasalah, kan, Mila. Bukan dirinya. Tetapi, reaksi Maura terlalu berlebihan menurut Lusi.Ah, kepalanya rasanya sangat sakit. Denyutan di pelipis membuat konsentrasi Mila mulai buyar. Dia terlalu banyak berpikir sampai akhirnya seperti ini."Mbak baik-baik saja?" tanya Maura, terlihat khawatir.Gadis itu tampak kaku. Dia seperti ingin mendekati Lusi, tapi juga terlihat sungkan. Sampai akhirnya, Maura memilih untuk kembali duduk.Lusi memejamkan mata, merasakan denyutan yang menyakitkan di kepala. Sepertinya dia harus istirahat. Akhirnya, Lusi menyuruh Maura
"Ada apa, Lus? Tumben kamu mau ketemu Bapak pagi sekali?" tanya Pak Bara saat Lusi menghampiri ke kantornya.Lusi hanya senyum ringan padanya. Dia mempersilakan duduk dan Lusi pun langsung mengubah ekspresi wajah itu."Pak, apa Bapak tahu sesuatu tentang Ayah?" tanya Lusi yang membuat dahi Pak Bara mengernyit.Laki-laki paruh baya itu diam dan terlihat kebingungan. Lusi tidak tahu, apakah dia benar-benar bingung atau sedang berpikir akan pertanyaannya tentang Ayah."Apa maksudmu, Lus?" Akhirnya, pertanyaan itu muncul dari mulutnya, sesuai dugaan Lusi.Lusi tak langsung menjawab, melainkan menyandarkan punggung sembari menyilangkan tangan di depan dada."Gadis bernama Maura itu menyodorkan sebuah foto yang ada gambar Ayah. Dia menyebutkan nama Darma Wijaya. Wajah dan nama yang sama. Katakan, Pak. Apa benar Ayah punya anak dari wanita lain?"Pak Bara terdiam, tapi Lusi melihat ketegangan pada aura wajahnya. Dia juga tidak bergerak sama sekali. Gelagatnya itu membuktikan kalau semua pert
"Karena apa, Pak?" Lusi bertanya dengan setengah mendesak. Rasanya dia ingin tahu tentang mereka secepat kilat. Tetapi, Pak Bara malah bercerita pelan dan santai, kan kesal.Dia malah menatap Lusi dan terlihat gurat keraguan di wajahnya. Jangan bilang Pak Bara batal menceritakan semuanya. Jangan sampai!"Katakan saja, Pak. Aku tidak akan berbuat aneh pada mereka. Justru, kalau Bapak tidak cerita, mungkin aku akan melakukan sesuatu yang tak terduga."Terdengar Pak Bara menghela napas panjang sembari mengangguk-anggukan kepala."Baiklah, Nak Lusi. Kalau itu maumu, Bapak akan ceritakan semua. Tapi, mohon untuk tidak melakukan hal yang gegabah," terangnya memperingatkan.Lusi langsung mengangguk cepat dan setelah itu Pak Bara pun melanjutkan ceritanya."Itu semua terjadi karena ibunya Mila jatuh cinta pada Darma, Lus."Lusi tercengang mendengar pernyataan dari Pak Bara. Tetapi, tidak sampai di sana saja. Ada yang lebih membuatnya kaget saat Pak Bara kembali bercerita."Secara terang-teran
"Pantas saja, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Keduanya sama-sama jalang. Ternyata, ibunya Mila juga sama jalangnya." Lusi berdecih sembari melipat tangan di depan dada.Fakta-fakta ini bukan hanya membuat Lusi kaget, tapi dia bisa menyimpulkan sendiri betapa rendahnya wanita itu. Lusi juga jadi meragukan pengakuan Maura. Jangan-jangan dia disuruh untuk membebaskan Mila oleh jalang satunya. Atau bisa saja, selama ini Mila disuruh oleh ibunya untuk balas dendam kepada Ayah melewati Lusi.Semua kemungkinan-kemungkinan itu bisa terjadi, hingga Lusi meragukan semua yang ada di sekelilingnya. Dia juga menatap Pak Bara dengan penuh selidik. Pria itu bisa juga menipu Lusi.Akh, kepala Lusi kembali berdenyut. Dia bisa gila karena semua ini. Benar-benar malang nasibnya ini."Pak, kenapa Bapak tidak cerita pada saya perihal ini?" tanya Lusi mulai menyelidik.Lusi tidak tahu siapa yang jujur atau berbohong. Karena saat ini, semua orang membuatnya ragu. Termasuk orang yang ada di depannya sek
Hening. Tak ada yang membuka suara di dalam mobil ini. Sesekali, Lusi melirik ke samping, tempat Maura berada.Gadis itu terlihat gugup dan mungkin ketakutan. Karena sedari tadi hanya diam, menunduk sembari memainkan jari jemarinya.Lusi sengaja membiarkannya seperti itu untuk kebaikannya sendiri. Saat ini, dia berusaha untuk menenangkan diri dan terus memberikan sugesti baik pada pikirannya agar tetap tenang dan tidak terpancing emosi.Sudah setengah jam berlalu sejak mereka berangkat dari rumah Lusi. Dia dan Pak Bara langsung pulang ke rumah dan menanyai gadis ini.Awalnya dia menolak mengantarkan Lusi bertemu dengan ibunya, karena beralasan kalau Maura tidak bisa pulang sebelum berhasil membawa Mila pulang.Namun, Lusi terus mendesaknya dan terpaksa mengancam Maura akan dilaporkan ke polisi atas tuduhan perbuatan tak menyenangkan. Sampai akhirnya, gadis itu pun menurut dan mengantarkan mereka untuk pergi ke tempat asalnya.Lusi berangkat bersama Pak Bara, sopir sewaan dan tentunya
Kali ini Raka cukup lama sekali diam dibandingkan dengan pertanyaan sebelumnya. Winda sudah mulai takut kalau apa yang ditanyakan itu membuat Raka murka. Dia tidak mau ada pertengkaran di hari bulan madunya, berharap kalau Raka bisa mengabulkan semua permintaannya. Termasuk pertanyaan yang diucapkan oleh Winda barusan. Sebab selama berhari-hari bulan madu dengan Raka, pria itu lebih banyak diam dan melamun. Ini membuat sang wanita merasa kalau bulan madunya ini hanya berjalan apa adanya. Tidak ada yang lebih baik kecuali mereka menghabiskan waktu bersama. Itupun Raka berkali-kali terus saja memikirkan Alia. Tetapi Winda hanya bisa mengerti dan bersabar, berharap kalau Raka punya inisiatif sendiri untuk memberikan kejutan di hari bulan madu.Namun, sampai detik ini pun tak ada yang lebih spesial kecuali pertanyaan ini dan berharap pria itu mau menjawab semuanya."Kamu diam artinya kamu tidak mau punya anak dariku," ucap Winda dengan nada kecewa. Raka tahu pasti, Winda menginginkan ha
Raka kembali menatap Winda dalam diam. Apakah wanita itu benar-benar ingin tahu apa yang sedang dipikirkan oleh dirinya? Lalu, untuk apa? Begitu pikir Raka. Tetapi kalau tidak dijawab juga Winda pasti akan terus bertanya dan itu akan diulang-ulang sampai wanita ini mendapatkan jawabannya entah kapan. Tetapi rasanya Raka akan kelas kalau terus ditanya hal yang serupa. "Apakah kamu sangat penasaran dengan jawabanku?" tanya Raka, tiba-tiba saja membuat Winda terkesiap. "Bukan begitu, Mas. Maksudku, kita kan sudah jadi suami istri. Memang aku sudah berjanji untuk tidak saling ikut campur antara aku dan urusan Mila. Tetapi apakah aku salah hanya bertanya? Aku tidak akan menyalahi semua keputusanmu. Aku hanya ingin bertanya. Anggaplah ini rasa penasaranku, karena kalau tidak dilakukan mungkin aku akan terus-terusan kepikiran dan hanya ingin tahu jawaban apa yang akan kamu berikan jika pertanyaan serupa kembali diucapkan," ungkap Winda, sesuai dengan pemikiran Raka sebelumnya. Pria itu me
Raka kaget mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Winda. Bahkan pria itu sampai tidak berkedip, seolah apa yang dikatakan oleh Winda barusan itu sebuah bom yang hampir meledak. "Maksudnya hamil?""Ya, Mas. Aku mau tanya, kalau misalkan aku hamil kamu akan gimana?""Gimana apanya, Winda? Aku tidak paham dengan maksudmu." "Aku tahu kamu menikahi Mila karena dia sedang mengandung anakmu, kan? Tetapi kalau misalkan aku juga mengandung anakmu, bagaimana, Mas? Atau Seandainya Mila tidak mengandung anakmu, apakah kamu juga akan tetap bersamanya?" tanya Winda. Sebenarnya dia butuh validasi dari Raka. Apakah benar yang dikatakan Bu Sinta dan Maura tentang hubungan Mila dan Raka yang diikat hanya karena ada anak di antara mereka. Raka menatap Winda dalam, tapi wanita itu tidak bisa mengartikan semuanya. Lalu sang pria menoleh lurus ke depan. Ada sesuatu yang mengganjal di hati dan pikiran. Apakah dia harus mengatakan yang sebenarnya kepada Winda atau memilih untuk diam? Rasanya sudah se
Tempat pukul 12.00 siang akhirnya Maura istirahat. Ternyata di sana tidak disediakan makan siang dan membeli sendiri. Kalau tahu begini, harusnya wanita itu membawa saja makanan di rumah Mila. Tetapi sayangnya semua sudah terlambat. Dia pun akhirnya memilih untuk makan apa saja yang tersedia di sekitar supermarket, yang penting bisa mengenyangkan.Namun, lagi-lagi ada suasana yang tidak mengenakan sang wanita. Di mana para pegawai yang begitu antipati dan menjauh kepada Maura. Awalnya dia merasa kesal, tetapi lama-lama tidak mempermasalahkan. Lagipula dia sudah kenal dengan Winda. Kalau memang ada yang macam-macam, tinggal lapor saja kepada wanita itu.Maura memilih untuk membeli siomay saja, lebih murah tapi mengenyangkan. Dia pun duduk agak jauh dari teman-temannya, karena memang di sini yang baru hanya Maura saja, jadi dia tidak punya teman yang satu angkatan dan memilih untuk diam. Tidak ada inisiatif sama sekali untuk berbaur atau memperkenalkan diri.Lagi pula di sini niatnya u
Mila menyantap makanan yang dibeli lewat online. Imel pun sama, tetapi gadis itu tampak sekali berbeda dari biasanya. Seperti ada yang dipikirkan dan semua gerak-gerik dari Imel membuat Mila merasa tidak nyaman. Wanita hamil itu pun menghentikan makannya dan berusaha berbicara baik-baik kepada Imel. "Kamu kenapa sih, Mel? Kok diam saja?" tanya Mila tiba-tiba, membuat Imel terkesiap. Dia sedikit bingung, tapi ada juga rasa takut. Namun demikian sang gadis tetap menjawab pertanyaan dari majikannya, takut malah salah paham. "Enggak kok, Bu. Saya cuma berpikir aja, bisa nggak ya melaksanakan tugas dari Ibu? Mengatur semuanya," ungkap gadis itu sebab sebelumnya setelah Imel selesai membereskan isi kamar dia dan Mila sama-sama menyusun jobdesk apa saja yang akan Imel laksanakan di rumah ini, termasuk menyiapkan makanan untuk Mila. Itulah yang paling berat dilakukan oleh sang gadis. Bagaimana kalau Ibu hamil ini rewel dan dia harus mencari makanan susah? Bukankah itu adalah tugasnya seo
Di tempat lain, saat ini Raka dan Winda sedang bersiap-siap untuk pulang. Tetapi hanya packing saja, karena kepulangannya nanti malam Raka akan langsung pulang ke rumah Mila. Sementara Winda ke rumahnya sendiri. "Mas, hari ini kita mau ke mana dulu?" tanya Winda, memastikan karena dia ingin menghabiskan waktu yang sebentar ini. Sebab setelah 7 hari baru dia bisa bertemu dengan Raka lagi."Apa kamu sudah menemukan jejak Alia?" tanya Raka tiba-tiba saja membuat harapan Winda langsung putus. Dia lagi-lagi harus bisa sadar kalau dirinya hanya dimanfaatkan untuk mencari Alia. Tetapi wanita itu akan tetap bersabar dan menjalani semua ini dengan ikhlas. Sesuatu yang dijalani dengan tulus pasti akan berbuah manis. "Belum, Mas. Aku sudah coba tanya sama temen-temen di berbagai kota yang memang ada penyetok barang-barang di supermarket aku, katanya sih belum pernah lihat. Tapi kita coba aja lihat ya, Mas. Moga-moga saja minggu depan atau mungkin besok lusa ada kabar baik," ungkap Winda. Dia
Sesudah zuhur berkumandang, Lusi pun segera bersiap. David memang dari tadi sedang menunggu wanita itu, mencoba untuk mengikutinya. Dia akan mengajak Lusi untuk sama-sama berangkat kerja. Sementara itu Adiba saat ini bekerja di rumah. Dia bisa mengerjakan projectnya dan tidak perlu ke kantor. Jadi, gadis itu bisa menjaga Alia. Lusi sudah semangat untuk pergi bekerja. Ini hari pertama dan harus menjadi momen yang paling berharga. David yang melihat wanita itu keluar pun berusaha untuk mengejarnya. "Hai, mau berangkat kerja, ya?" tanya David, tiba-tiba saja membuat Lusi terkesiap. Dia langsung menoleh kepada pria itu."Oh, hai. Kamu juga mau berangkat kerja?""Iya." "Shif siang?" tanya Lusi, memastikan."Iya," jawab David sembari tersenyum. Lusi hanya tersenyum kikuk, merasa perkataan Adiba tempo hari ada benarnya. Mungkin saja pria ini punya maksud buruk, karena semuanya itu serba mendadak. Tetapi melihat bagaimana pria ini tidak melakukan hal yang di luar batas membuat Lusi mas
Di kamar yang sudah disediakan oleh Mila, Imel hanya termenung menatap lurus. Dia sama sekali tidak merasa antusias untuk melihat kamar yang akan ditempatinya. Meskipun ukurannya sama seperti kontrakan yang sebelumnya dia tinggali, tetapi kali ini pikirannya benar-benar kacau. Apa yang harus dia lakukan mendengar berita-berita itu? Apakah Imel harus menelepon orang yang memasang iklan memberitahukan alamat Mila yang sebenarnya? Gadis itu akan mendapatkan uang yang banyak, bisa membuka usaha atau membeli kios untuknya. Terlepas dari status sebagai buruh. Tetapi, bagaimana kalau Mila tahu dan malah balas dendam kepadanya? Gadis itu tidak tahu bagaimana sifat Mila yang sebenarnya, jadi harus hati-hati dengan segala perlakuan Mila. Ini benar-benar membingungkan juga syok. Dia tidak tahu harus melakukan apa sekarang.Tiba-tiba saja suara Mila terdengar menyerukan nama Imel. Gadis itu langsung terkesiap dan memilih untuk menghampiri bosnya."Iya, Bu. Bagaimana?""Kamu sudah beres-beresnya
Setelah membereskan barang-barang di kontrakan yang dahulu, Imel berpamitan dan langsung pergi menggunakan angkot. Sebelumnya dia memang ingin menggunakan taksi, tetapi tarifnya pasti mahal. Tidak masalah kalau menggunakan angkot. Lagi pula barang bawaannya hanya sedikit.Saat di dalam angkutan umum, dia mendengar pembicaraan kalau ada iklan yang memberikan hadiah besar bagi yang bisa menemukan dan memberi informasi tentang Mila. "Oh, aku tahu! Ini yang dulu sempat viral kan gara-gara dia selingkuh dan digrebek sama istrinya? Benar-benar enggak tahu diri, ya!" "Kayaknya ini orang juga membuat masalah sampai dicari sama yang pasang iklan," timpal seseorang membuat Imel langsung menoleh. Dia kaget sebab yang disebutkan oleh penumpang angkot lainnya itu Mila. Imel terperanjat sebab dikatakan kalau Mila ini adalah orang yang dulu sempat digerebek karena perselingkuhan, ini sama persis yang seperti yang dikatakan oleh Maura tempo hari, saat mereka masih ada di rumah sakit.Kalau benar b