"Mungkin Mbak Mila punya dendam pribadi pada Mbak Lusi?" tanya seseorang saat Lusi menyelesaikan klarifikasi.Dendam? Dia rasa tidak. Karena selama bertahun-tahun menjalin pertemanan dengan Mila, mereka hampir tak pernah bertengkar. Lusi bahkan selalu mendukungnya.Dari dulu, Mila-lah yang lihai berpacaran. Sementara Lusi hanya dekat dengan Devan. Dia pun tak tahu alasan jelas kenapa Mila mengkhianatinya seperti ini.Namun, Lusi sedikit menaksirkan kalau Mila iri padanya karena sudah berkeluarga dan berbahagia dengan suami dan juga seorang anak. Sementara dia? Selalu pilih-pilih pasangan sampai akhirnya malah merebut milik teman sendiri."Saya tidak tahu lebih jelasnya. Tetapi, selama ini kita jarang berselisih paham. Mungkin, Mila iri karena saya sudah hidup bahagia dengan suami dan anak saya. Sementara dia belum juga menikah sampai saat ini."Penanya itu mengangguk-anggukan kepala mendengar jawaban Lusi. Selanjutnya, banyak lagi pertanyaan-pertanyaan terkait Raka dan Mila. Dia menja
"Saya tidak akan percaya kalau bukan Mila yang yang bilang sendiri. Tapi, tunggu! Kenapa kamu bisa tahu nama saya?" tanya Lusi pada gadis itu.Ditaksir dia baru berusia 17 atau 18 tahun. Masih terlalu kecil kalau untuk menipu. Bisa saja dia tahu nama Lusi karena melihat klarifikasi tadi. Namun, bagaiman bisa dia kenal Mila dan malah meminta membebaskan jalang itu? Mila tidak mungkin menyuruh orang lain melakukan hal seperti ini, sementara dia di penjara dan tak ada akses untuk berhubungan dengan orang luar.Gadis itu menunduk dan jari jemarinya saling bertautan. Dia sepertinya tengah gugup atas pertanyaan Lusi itu. Dia jadi curiga."Katakan, kamu tahu nama saya dari mana?" Lusi bertanya ulang padanya, jangan sampai ini penipuan yang mungkin saja bisa merugikan Lusi."S-Saya tahu karena kami memang mengenal Mbak Lusi sudah dari lama."Lusi terperangah dan ini kembali membuatnya kaget bukan main. Bagaimana bisa? Lusi bahkan tidak mengenal dia atau orang tua yang disebutkan oleh gadis i
"Kamu terlalu sempurna, punya segalanya dan sialnya kamu adalah orang baik. Semua orang memujimu. Aku juga tidak suka, Lus. Harusnya, kamu jahat saja padaku, membullyku. Dengan begitu, sebagian orang akan memberikan simpati padaku, bukan membandingkan atau memperolokku!"Mila masih mengeluarkan keluh kesahnya. Dia bahkan mengatakan itu semua dengan serius. Ada kilatan amarah yang menggebu di sorot mata Mila.Lusi benar-benar dibuat kaget dengan pernyataan ini. Jadi, semua ini hanya karena dia tidak suka jika dibandingkan dengan Lusi, dan kesal saat semua orang malah mengasihaninya dan mencap Mila sebagai benalu.Lusi kira Mila tidak menganggap serius perkataan mereka. Toh, orang-orang hanya bisa berkomentar tanpa tahu kehidupan yang dijalani Mila. Tetapi, sepertinya Mila tidak begitu.Dari dulu, Mila memang selalu mengedepankan gengsi. Jadi, dia akan lalukan apa pun demi terpenuhinya gengsi. Lusi selalu membantunya dalam memenuhi gengsi itu, karena dia pikir memang Mila ingin menyenan
"Sudah puas?" tanya Lusi pada Mila yang tengah menahan amarah dengan napas terengah-engah.Wanita sundal itu mendelik pada Lusi. Ya, dia memang benar-benar benci. Terlepas dari alasannya itu, Lusi tetap menganggap Mila adalah orang yang tidak tahu diri.Sudah cukup drama mengamuknya, sekarang giliran Lusi yang membuat wanita itu tak berdaya. Dia memanggil Pak Bara untuk masuk ke ruang besuk ini.Kekagetan terlihat di wajah Mila dan Lusi tersenyum untuk hal itu. Dia akan buat perhitungan yang sangat malah untuk Mila."Nah, Pak Bara. Tolong dengarkan baik-baik perkataan saya. Bila perlu, tulis saja."Laki-laki paruh baya itu mengangguk paham. Dia mengeluarkan secarik kertas beserta bolpoinnya. Kekagetan Mila berubah menjadi wajah penasaran.Lagi-lagi Lusi tersenyum melihat ekspresi wanita sialan itu. Wah, ternyata balas dendam itu memang memuaskan seperti ini. Sayangnya, semua ini akan kembali dibalas oleh Mila dengan dalih balas dendam pula.Namun, Lusi tidak peduli akan hal itu. Toh,
"Kak, ini aku," ucap gadis itu dengan wajah sendu. Terlihat ada genangan air mata yang siap jatuh.Mila masih memalingkan wajah, sementara Lusi dan Pak Bara sengaja diam menyaksikan mereka. Ah, sepertinya akan ada drama baru di sini."Kenapa Kakak seperti ini? Ibu dan Ayah merindukan Kakak. Ayo kita pulang, Kak!" seru gadis bernama Maura itu sembari menyentuh lengan Mila.Wanita jalang itu langsung menepisnya dan mengibas-ngibas bekas sentuhan Maura. Dia menoleh dengan tatapan nyalang. Lusi melihat, banyak kebencian yang tergambar di sorot mata Mila.Wah, sepertinya seru juga. Apakah Mila akan mengakui adiknya? Atau malah mengusir adiknya dengan segudang caci-maki? Duh, Lusi seperti tengah menonton drama sinetron."Jangan sentuh aku! Lagian, siapa kamu?! Aku tidak punya adik. Aku anak tunggal dan seorang yatim piatu!" serunya dengan suara yang sangat lantang.Saking lantangnya, petugas di sana memberikan peringatan agar Mila mengecilkan suara. Memang wanita yang memalukan.Sekarang, d
Suara tamparan menggema di ruangan itu. Lusi mendorong Mila hingga terjerembab. Tak dihiraukan jeritan wanita jalang itu, atau seruan dari polisi untuk berhenti.Terdengar Pak Bara juga berusaha memisahkan Lusi dan Mila. Dia menarik tangan Lusi untuk melepaskan jambakan di kepala Mila. Bahkan, masih terdengar isakan Maura yang meminta kakaknya untuk berhenti.Itu semua tidak dihiraukan. Sejauh ini, Lusi sudah menahan diri untuk tidak bermain fisik. Tetapi, wanita sundal itu malah memulainya dan itu tidak bisa dibiarkan.Dia sudah berani berbuat kasar padanya dan Lusi tidak bisa menerimanya. Mila sudah cukup menghempaskan kehidupan Lusi ke kubangan penderitaan, tapi sekarang tidak lagi.Lusi menarik rambutnya sekuat tenaga sampai Mila meringis kesakitan. Lalu, sebelah tangannya terus menampar pipinya berulang-ulang. Wanita jalang itu terdengar menangis dan mengucapkak kata sakit. Tetapi, tidak ada permohonan ampun atau maaf untuk Lusi.Jadi, Lusi teruskan saja menamparnya sampai dia te
"Dia pingsan, Lus. Bekas tamparannya sangat jelas. Kamu bisa dituntun karena melakukan penganiayaan."Pak Bara berkata seperti itu sembari msmeperlihatkan kondisi Mila yang sangat menyedihkan. Pipinya bengkak karena bekas tamparan Lusi, tidak lupa juga rambut yang sudah acak-acakan.Di dalam sana juga, Lusi melihat Maura tengah menangis meratapi kakaknya yang sedang terbaring lemah. Saat ini, Lusi seperti tertampar oleh fakta di depan mata.Kenapa dia melakukan ini semua? Pertanyaan itu muncul berulang-ulang di benaknya. Emosi dan amarah membuat akal sehat Lusi hilang.Sungguh, ini bukan hal yang dia inginkan. Sejauh ini, Lusi sudah bisa menahan diri untuk tidak bersikap kasar. Tetapi, karena Mila yang menyerang duluan, dia jadi tersulut api amarah. Hingga terjadilah perkelahian ini.Menyesal pun sudah tak ada gunanya lagi. Semua sudah terjadi dan Lusi harus bisa membela diri."Bapak tahu, kan, kalau aku melakukan itu semua karena dia yang memulai. Bisa dilihat di CCTV di sana. Kalau
"S-siapa laki-laki ini?" tanya Lusi dengan suara yang sedikit bergetar.Bukan hanya itu saja. Tangan itu pun ikut bergetar menunjuk foto yang ada di sana. Kerongkongannya terasa kering, hingga sulit sekali hanya untuk menelan saliva.Ya Tuhan, jantungnya terasa dipaksa loncat dari tempatnya saat melihat foto itu. Banyak dugaan-dugaan yang muncul sampai rasanya sesak dada Lusi."Ini ... dia almarhum ayahku, Mbak."Digigit bibir itu untuk menahan gemetar tubuh. Sungguh? Benarkah kalau sosok itu ayahnya. Kalau begitu Maura ini adalah ...."Aku dan Kak Mila itu satu Ibu beda Ayah, Mbak. Kata Ibu, dia dan ayahnya Kak Mila bercerai karena masalah ekonomi. Lalu, Ibu menikah lagi dengan ayahku dan lahirlah aku."Lusi terdiam sembari menahan napas. Mulut itu terasa kaku untuk digerakkan. Bukan hanya itu saja, otaknya seolah hanya terpusat pada Maura dan ucapannya. Tubuh itu dipaksa untuk mendengarkan sebuah fakta yang mungkin akan menyakitkan untuknya."Lalu, saat aku beranjak dewasa Ayah juga