Alia begitu bahagia saat tahu kalau dia akan diantarkan sekolah oleh Ayah dan ibunya, sama seperti dulu sebelum orang tuanya berpisah. Raka juga merasa kalau kebahagiaa akan segera menghampiri sebab perubahan Lusi memang sangat drastis.Awalnya dia dan Lusi akan berangkat jam 9 pagi, sesuai dengan kesepakatan awal. Tetapi, entah kenapa Bu Sinta tiba-tiba saja menyuruh Raka berangkat lebih awal meninggalkan rumah. Mengajak Lusi sarapan di luar sebelum pertemuan mereka dengan Mila.Raka tidak mau ambil pusing itu, yang penting semua rencana ibunya demi kebaikan dirinya.Di sela-sela sarapan mereka di sebuah restoran, Raka mulai berbicara dendan Lusi. Sang pria akan memberikan dokrin dan sebuah sugesti yang akan dipatuhi oleh Lusi.“Lus, aku sengaja mau ajak kamu keluar untuk bertemu Mila.”Tubuh Lusi menegang mendengarnya. Tetapi, wajahnya terlihat bingung dan khawatir. Tampaknya ajian yang masuk ke tubuh Lusi membuat wanita itu melupakan kisah tentang Mila.“Kenapa, Mas? Kamu memilih d
“Kenapa kamu tidak bilang kepadaku?!” tanya Devan, malah ikutan kesal pada Maura.Gadis itu mendelik, greget juga. Harusnya sang pria tahu kalau dirinya masih kesal perihal pemecatannya di restoran milik sang pria.“Buat apa? Mas Devan saja sudah memecatku, jadi untuk apa aku memberi informasi itu.”Devan menoleh dengan wajah tak percaya. Sang pria sampai tak bisa berkata-kata. Di saat seperti ini Maura malah membicarakan perihal pekerjaan.Padalah bagi sang gadis itu bukan hanya sekedar pekerjaan belaka, tapi sebuah usaha untuk mendekati pria yang disukainya.“Kalau masalah itu, kita bahas nanti. Sekarang, fokus ngurusi mereka dulu. Oke?”Maura hanya diam saja dan melihat ke depan. Sesekali melirik ke samping. Walaupun dalam keadaan seperti ini, tapi Maura sudah sangat senang.Kapan lagi bisa semobil dengan Devan? Berdua pula. Hatinya benar-benar merasa bahagia, berharap momen seperti ini terus terulang.Sementara itu selama dalam perjalanan, Raka terus mengobrol dengan Lusi. Bahkan
Mila membulatkan mata saat membaca isi surat tes DNA tersebut. Tangannya bergetar dengan mata berkaca-kaca. Melihat reaksi Mila, jantung Raka kembali berdetak dengan sangat kencang. Ada ketakutan yang begitu kentara di wajah sang pria.Sementara Lusi yang melihat itu kebingungan. Di sisi lain, Devan dan Maura menunggu dengan gelisah. Keduanya punya harapan berbeda. Sang pria mau Mila itu mengandung anak Raka. Dengan begitu Lusi tidak bisa kembali kepada Raka.Sementara, Maura berharap Mila tidak mengandung anak Raka. Agar Lusi dan Raka kembali bersama. Dengan begitu, Devan tidak akan bisa mendekati wanita itu lagi.“Apa hasilnya?” tanya Raka, karena sedari tadi Mila masih saja diam.Melihat wanita itu tidak juga bergerak, Raka dengan cepat merebut kertas itu. Mila sempat kaget dan tersadarkan. Sang wanita berusaha untuk meraih kertas itu lagi, tapi dihalangi oleh Raka.“Sinikan kertasnya, Mas!” seru Mila, berusaha menghalangi Raka agar tidak membaca isinya.Lusi hanya mundur beberapa
Devan melihat kepergian mobil Lusi dari kejauhan. Wajah pria itu sudah tak karuan. Berbagai rasa bercampur aduk jadi satu. Devan merasa sangat hancur, ini lebih menyakitkan dari kehilangan istrinya sendiri.Mungkin karena Devan menyimpan perasaan pada Lusi sudah sejak lama. Jadi, rasa kecewanya sangat terasa. Melihat itu Maura juga merasa kasihan, sekaligus senang. Di saat seseorang sedang terpuruk seperti ini, pasti mudah untuk dihasut.Sang gadis mengusap pundak sang pria dengan pelan. “Mas, kita harus pergi. Tidak mungkin kan kita di sini terus?”Devan menoleh pada gadis itu dengan wajah frustrasi. “Kita harus mengikuti mereka,” ujar Devan, dengan suara bergetar.Kalau saja tidak malu, mungkin pria itu akan menangis. Tetapi, Devan tidak mau kehilangan jejak sang wanita.“Tidak perlu, Mas. Mereka pasti pergi ke kantor.”“Bagaimana kamu tahu?”“Ya, kan Mbak Lusi banyak kerjaan sampai dibawa ke rumah. Pasti ke kantor. Sebaiknya Mas juga berangkat ke restoran.”Jangankan kerja, Devan
Selang beberapa menit kemudian mereka pun sudah sampai di rumah Devan. Maura membayar argo dari uang yang sebelumnya diberikan oleh Devan.“Pak, tolong bantu saya.”Devan yang masih saja meracau dipapah oleh sopir itu. Untunglah gerbang rumah Devan tidak dikunci, jadi bisa masuk dengan mudah. Sang gadis sempat tercengang melihat halaman rumah Devan yang luas dan indah.“Ini mau dibawa ke mana, Non?”Maura terkesiap. Hampir saja lupa sebab melihat keindahan rumah Devan.“Bawa masuk saja, Pak. Ayo!”Maura menemukan kunci rumah Devan dari saku jas dalam pria itu. Sang gadis tidak boleh terlihat mencurigakan di depan sopir, bisa-bisa dia dicurigai.Setelah berhasil masuk rumah, Maura meminta agar Devan dibiarkan di sofa.“Terima kasih, ya, Pak.”“Sama-sama, Non. Kasihan Mas nya, jaga baik-baik kakaknya, Non.”Maura hanya bisa menganggukkan kepala saja. Setelah kepergian sopir taksi, Maura malah melihat ke sekeliling rumah Devan yang mewah dan estetik.“Wah, ini sih lebih bagus dari rumah
“Maura?!” tanya Devan, sedikit menaikkan nada bicara.Sebab sedari tadi Maura hanya diam saja. Malah terlihat berpikir dan gelisah.“A-aku takut, Mas,” ucap Maura, tergagap dan gugup.Devan mengusap kasar wajahnya, entah untuk kesekian kalinya. Kalau Maura tidak menceritakan semuanya, bagaimana bisa dia tahu semua kejadian itu.Sang pria melihat jam di nakas dekat ranjang. Sudah jam 2 siang. Hari ini dia belum ke restoran. Sang pria melihat ponsel di dekat jas tergeletak di sofa, pinggir Maura berada.Ada banyak panggilan, salah satunya dari Arya dan Amanda. Pasti semua orang sedang mencarinya. Tetapi, dia tidak bisa keluar rumah tanpa mendengar keterangan dari Maura.Sang pria kembali menatap Maura dengan wajah tenang, meskipun hati dan pikirannya sedang benar-benar kacau.“Kamu jangan takut. Aku tidak akan melakukan apa-apa kepadamu. Aku hanya ingin tahu, bagaimana semua ini bisa terjadi, ya?”Maura tidak langsung menjawab, tetapi memberikan tatapan memelas dan sedih. Setelahnya, sa
“Lalu, aku bagaimana, Mas? Siapa yang akan menerimaku, jika keadaanku sudah tidak virgin lagi?”Wajah wanita itu tampak frustasi. Dia memikirkan nasib ke depannya.“Aku juga butuh status dan seorang pendamping hidup, Mas. Aku tidak mau sendiri. Percuma kalau kamu memberiku materi berlimpah, tapi tanpa status. Apa bedanya aku sama simpanan, Mas.”Devan sudah benar-benar bingung. Kalau Maura sudah bersikukuh seperti ini, sang pria harus mencari cara lain agar wanita itu mau mengerti kondisinya.“Ra, kalau kamu menikah denganku juga percuma. Kita tidak akan bahagia, tidak ada perasaan dalam hubungan itu.”Maura berdecak. Selalu saja ada alasan, intinya pria itu tidak mau menerimanya.“Kamu juga masih di bawah umur, aku tidak bisa menikahimu.”Maura sudah lelah berdebat dengan Devan. Sang wanita pun memilih untuk memungut pakaian yang berserakan dan membersihkan diri di kamar mandi.Melihat tingkah Maura yang diam saja, membuat Devan bingung. Dia belum mendapat jawaban dari sang wanita. B
“Ah, tidak apa-apa. Maksudnya, ide untuk membawa Lusi ke rumah sakit itu benar. Jadi, si Mila harus mau menerima kenyataan ini.”Raka hanya ber-oh ria saja. Yang terpenting baginya, sekarang Lusi sudah mau dengan sang pria.“Ya sudah, Bu. Aku harus kembali kerja.”Panggilan itu pun diakhiri. Bu Sinta tersenyum sinis, penuh arti. Dia merasa puas sekali.“Untunglah aku cepat-cepat ke rumah sakit pagi itu. Jadi, masih sempat untuk mengganti surat tes DNA.”Ternyata sebelumnya saat pagi hari Bu Sinta pergi, wanita paruh baya itu pergi ke rumah sakit untuk menyogok petugas yang berjaga agar mengganti hasil tes DNA. Kebetulan, pagi itu dokter yang bertugas di sana belum datang.Awalnya sulit, tapi setelah menaikkan harga menjadi 2x lipat, akhirnya berhasil juga. Sebagai timbal baliknya, Bu Sinta harus kehilangan uang simpanannya. Untuk mengganti itu semua, lagi-lagi sang wanita paruh baya harus melerakan barang branded-nya.“Gak apa-apa lah, yang penting anakku kembali sama Lusi. Nanti juga
Kali ini Raka cukup lama sekali diam dibandingkan dengan pertanyaan sebelumnya. Winda sudah mulai takut kalau apa yang ditanyakan itu membuat Raka murka. Dia tidak mau ada pertengkaran di hari bulan madunya, berharap kalau Raka bisa mengabulkan semua permintaannya. Termasuk pertanyaan yang diucapkan oleh Winda barusan. Sebab selama berhari-hari bulan madu dengan Raka, pria itu lebih banyak diam dan melamun. Ini membuat sang wanita merasa kalau bulan madunya ini hanya berjalan apa adanya. Tidak ada yang lebih baik kecuali mereka menghabiskan waktu bersama. Itupun Raka berkali-kali terus saja memikirkan Alia. Tetapi Winda hanya bisa mengerti dan bersabar, berharap kalau Raka punya inisiatif sendiri untuk memberikan kejutan di hari bulan madu.Namun, sampai detik ini pun tak ada yang lebih spesial kecuali pertanyaan ini dan berharap pria itu mau menjawab semuanya."Kamu diam artinya kamu tidak mau punya anak dariku," ucap Winda dengan nada kecewa. Raka tahu pasti, Winda menginginkan ha
Raka kembali menatap Winda dalam diam. Apakah wanita itu benar-benar ingin tahu apa yang sedang dipikirkan oleh dirinya? Lalu, untuk apa? Begitu pikir Raka. Tetapi kalau tidak dijawab juga Winda pasti akan terus bertanya dan itu akan diulang-ulang sampai wanita ini mendapatkan jawabannya entah kapan. Tetapi rasanya Raka akan kelas kalau terus ditanya hal yang serupa. "Apakah kamu sangat penasaran dengan jawabanku?" tanya Raka, tiba-tiba saja membuat Winda terkesiap. "Bukan begitu, Mas. Maksudku, kita kan sudah jadi suami istri. Memang aku sudah berjanji untuk tidak saling ikut campur antara aku dan urusan Mila. Tetapi apakah aku salah hanya bertanya? Aku tidak akan menyalahi semua keputusanmu. Aku hanya ingin bertanya. Anggaplah ini rasa penasaranku, karena kalau tidak dilakukan mungkin aku akan terus-terusan kepikiran dan hanya ingin tahu jawaban apa yang akan kamu berikan jika pertanyaan serupa kembali diucapkan," ungkap Winda, sesuai dengan pemikiran Raka sebelumnya. Pria itu me
Raka kaget mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Winda. Bahkan pria itu sampai tidak berkedip, seolah apa yang dikatakan oleh Winda barusan itu sebuah bom yang hampir meledak. "Maksudnya hamil?""Ya, Mas. Aku mau tanya, kalau misalkan aku hamil kamu akan gimana?""Gimana apanya, Winda? Aku tidak paham dengan maksudmu." "Aku tahu kamu menikahi Mila karena dia sedang mengandung anakmu, kan? Tetapi kalau misalkan aku juga mengandung anakmu, bagaimana, Mas? Atau Seandainya Mila tidak mengandung anakmu, apakah kamu juga akan tetap bersamanya?" tanya Winda. Sebenarnya dia butuh validasi dari Raka. Apakah benar yang dikatakan Bu Sinta dan Maura tentang hubungan Mila dan Raka yang diikat hanya karena ada anak di antara mereka. Raka menatap Winda dalam, tapi wanita itu tidak bisa mengartikan semuanya. Lalu sang pria menoleh lurus ke depan. Ada sesuatu yang mengganjal di hati dan pikiran. Apakah dia harus mengatakan yang sebenarnya kepada Winda atau memilih untuk diam? Rasanya sudah se
Tempat pukul 12.00 siang akhirnya Maura istirahat. Ternyata di sana tidak disediakan makan siang dan membeli sendiri. Kalau tahu begini, harusnya wanita itu membawa saja makanan di rumah Mila. Tetapi sayangnya semua sudah terlambat. Dia pun akhirnya memilih untuk makan apa saja yang tersedia di sekitar supermarket, yang penting bisa mengenyangkan.Namun, lagi-lagi ada suasana yang tidak mengenakan sang wanita. Di mana para pegawai yang begitu antipati dan menjauh kepada Maura. Awalnya dia merasa kesal, tetapi lama-lama tidak mempermasalahkan. Lagipula dia sudah kenal dengan Winda. Kalau memang ada yang macam-macam, tinggal lapor saja kepada wanita itu.Maura memilih untuk membeli siomay saja, lebih murah tapi mengenyangkan. Dia pun duduk agak jauh dari teman-temannya, karena memang di sini yang baru hanya Maura saja, jadi dia tidak punya teman yang satu angkatan dan memilih untuk diam. Tidak ada inisiatif sama sekali untuk berbaur atau memperkenalkan diri.Lagi pula di sini niatnya u
Mila menyantap makanan yang dibeli lewat online. Imel pun sama, tetapi gadis itu tampak sekali berbeda dari biasanya. Seperti ada yang dipikirkan dan semua gerak-gerik dari Imel membuat Mila merasa tidak nyaman. Wanita hamil itu pun menghentikan makannya dan berusaha berbicara baik-baik kepada Imel. "Kamu kenapa sih, Mel? Kok diam saja?" tanya Mila tiba-tiba, membuat Imel terkesiap. Dia sedikit bingung, tapi ada juga rasa takut. Namun demikian sang gadis tetap menjawab pertanyaan dari majikannya, takut malah salah paham. "Enggak kok, Bu. Saya cuma berpikir aja, bisa nggak ya melaksanakan tugas dari Ibu? Mengatur semuanya," ungkap gadis itu sebab sebelumnya setelah Imel selesai membereskan isi kamar dia dan Mila sama-sama menyusun jobdesk apa saja yang akan Imel laksanakan di rumah ini, termasuk menyiapkan makanan untuk Mila. Itulah yang paling berat dilakukan oleh sang gadis. Bagaimana kalau Ibu hamil ini rewel dan dia harus mencari makanan susah? Bukankah itu adalah tugasnya seo
Di tempat lain, saat ini Raka dan Winda sedang bersiap-siap untuk pulang. Tetapi hanya packing saja, karena kepulangannya nanti malam Raka akan langsung pulang ke rumah Mila. Sementara Winda ke rumahnya sendiri. "Mas, hari ini kita mau ke mana dulu?" tanya Winda, memastikan karena dia ingin menghabiskan waktu yang sebentar ini. Sebab setelah 7 hari baru dia bisa bertemu dengan Raka lagi."Apa kamu sudah menemukan jejak Alia?" tanya Raka tiba-tiba saja membuat harapan Winda langsung putus. Dia lagi-lagi harus bisa sadar kalau dirinya hanya dimanfaatkan untuk mencari Alia. Tetapi wanita itu akan tetap bersabar dan menjalani semua ini dengan ikhlas. Sesuatu yang dijalani dengan tulus pasti akan berbuah manis. "Belum, Mas. Aku sudah coba tanya sama temen-temen di berbagai kota yang memang ada penyetok barang-barang di supermarket aku, katanya sih belum pernah lihat. Tapi kita coba aja lihat ya, Mas. Moga-moga saja minggu depan atau mungkin besok lusa ada kabar baik," ungkap Winda. Dia
Sesudah zuhur berkumandang, Lusi pun segera bersiap. David memang dari tadi sedang menunggu wanita itu, mencoba untuk mengikutinya. Dia akan mengajak Lusi untuk sama-sama berangkat kerja. Sementara itu Adiba saat ini bekerja di rumah. Dia bisa mengerjakan projectnya dan tidak perlu ke kantor. Jadi, gadis itu bisa menjaga Alia. Lusi sudah semangat untuk pergi bekerja. Ini hari pertama dan harus menjadi momen yang paling berharga. David yang melihat wanita itu keluar pun berusaha untuk mengejarnya. "Hai, mau berangkat kerja, ya?" tanya David, tiba-tiba saja membuat Lusi terkesiap. Dia langsung menoleh kepada pria itu."Oh, hai. Kamu juga mau berangkat kerja?""Iya." "Shif siang?" tanya Lusi, memastikan."Iya," jawab David sembari tersenyum. Lusi hanya tersenyum kikuk, merasa perkataan Adiba tempo hari ada benarnya. Mungkin saja pria ini punya maksud buruk, karena semuanya itu serba mendadak. Tetapi melihat bagaimana pria ini tidak melakukan hal yang di luar batas membuat Lusi mas
Di kamar yang sudah disediakan oleh Mila, Imel hanya termenung menatap lurus. Dia sama sekali tidak merasa antusias untuk melihat kamar yang akan ditempatinya. Meskipun ukurannya sama seperti kontrakan yang sebelumnya dia tinggali, tetapi kali ini pikirannya benar-benar kacau. Apa yang harus dia lakukan mendengar berita-berita itu? Apakah Imel harus menelepon orang yang memasang iklan memberitahukan alamat Mila yang sebenarnya? Gadis itu akan mendapatkan uang yang banyak, bisa membuka usaha atau membeli kios untuknya. Terlepas dari status sebagai buruh. Tetapi, bagaimana kalau Mila tahu dan malah balas dendam kepadanya? Gadis itu tidak tahu bagaimana sifat Mila yang sebenarnya, jadi harus hati-hati dengan segala perlakuan Mila. Ini benar-benar membingungkan juga syok. Dia tidak tahu harus melakukan apa sekarang.Tiba-tiba saja suara Mila terdengar menyerukan nama Imel. Gadis itu langsung terkesiap dan memilih untuk menghampiri bosnya."Iya, Bu. Bagaimana?""Kamu sudah beres-beresnya
Setelah membereskan barang-barang di kontrakan yang dahulu, Imel berpamitan dan langsung pergi menggunakan angkot. Sebelumnya dia memang ingin menggunakan taksi, tetapi tarifnya pasti mahal. Tidak masalah kalau menggunakan angkot. Lagi pula barang bawaannya hanya sedikit.Saat di dalam angkutan umum, dia mendengar pembicaraan kalau ada iklan yang memberikan hadiah besar bagi yang bisa menemukan dan memberi informasi tentang Mila. "Oh, aku tahu! Ini yang dulu sempat viral kan gara-gara dia selingkuh dan digrebek sama istrinya? Benar-benar enggak tahu diri, ya!" "Kayaknya ini orang juga membuat masalah sampai dicari sama yang pasang iklan," timpal seseorang membuat Imel langsung menoleh. Dia kaget sebab yang disebutkan oleh penumpang angkot lainnya itu Mila. Imel terperanjat sebab dikatakan kalau Mila ini adalah orang yang dulu sempat digerebek karena perselingkuhan, ini sama persis yang seperti yang dikatakan oleh Maura tempo hari, saat mereka masih ada di rumah sakit.Kalau benar b