"Halo, siapa ini?" tanya Raka dengan sangat hati-hati, takut jika orang tersebut pernah dikenal atau itu seseorang yang jahil atau mungkin juga membahayakan bagi Raka. "Ini aku, Maura," ucap suara di seberang sana. Ternyata yang menelepon adalah Maura. Saat ini Maura sedang berada di taman belakang rumah Lusi. Dia harus hati-hati berbicara dengan pria itu, takut jika ketahuan oleh Lusi. Gadis itu ingin memberitahu kalau rencananya mulai berhasil, karena Alia sudah terhasut dengan ucapannya sendiri. "Maura? Kamu gadis yang di taman itu, kan?" tanya Raka lagi, memastikan. "Iya, Mas. Siapa lagi?" "Ada apa kamu malam-malam nelepon?" tanya Raka kaheranan. Karena dia pikir kalau Maura akan menghubunginya nanti pagi atau mungkin saat mereka bertemu di rumah Lusi. "Begini, Mas. Aku sudah menjalankan misi pertama." "Misi pertama apa?" Raka kembali bertanya, kebingungan karena memang sebelumnya mereka belum membicarakan apa pun rencana selanjutnya.Maura hanya mengatakan kalau dirinya s
"Mbak Lusi, sejak kapan ada di sini?" tanya Maura dengan suara terbata-bata. Dia tidak mungkin berdiam diri saja, sementara Lusi juga malah bungkam. Lusi meneliti wajah Maura. Dia tahu ada yang disembunyikan oleh anak ini, tapi entah apa. Bahkan wanita itu dengan serius meneliti apa yang sebenarnya lakukan Maura di malam hari, di belakang rumah pula. Wanita itu melipat tangan di depan dada, masih tetap mengawasi ekspresi Maura. "Mbak, kenapa melihatku seperti itu?" tanya Maura semakin ketakutan dan juga risi sebab dari tadi Lusi malah mau memandangnya sedemikian rupa.Ini benar-benar tidak nyaman untuknya. Tatapan itu dia dapatkan saat dirinya kepergok kala Maura itu adalah adiknya Mila. Tatapan yang mengintimidasi dan sangat menguliti, sampai gadis itu meneguk saliva dengan susah payah, ketakutannya semakin mencuat bahkan tangannya juga semakin dingin. Dia merasa gemetar, apalagi dari tadi Lusi tidak pernah berpaling dari wajahnya. "Apa yang kamu sembunyikan dariku, Maura?" tanya
"Wah, rumah kamu besar banget, ya, Lus? Kamu benar-benar luar biasa," ucap Adiba membuat Lusi tersenyum kaku. "Nggak, kok. Ini semua peninggalan ayahku. Kalau aku, tidak punya ini semua. Mana mungkin aku bisa membeli ini semua. Ayahku memberikan jaminan agar aku tidak hidup sengsara di masa depan."Semuanya benar, karena semua ini adalah pemberian dari Ayah Lusi, kecuali perusahaan percetakan dan penerbitan. Dia sendiri yang merintisnya sebelum menikah dengan Raka. Adiba tersenyum, dia ingin sekali membicarakan masalah mantan suami Lusi, tetapi gadis itu berpikir dua kali. Takut menyinggung perasaan temannya yang memang sudah lama tidak bertemu. Akhirnya dia pun hanya mengobrol-ngobrol tentang pekerjaan Adiba dan kehidupan mereka berdua selama bertahun-tahun. Sementara itu Maura masih melihat dari kejauhan. Dia benar-benar tidak suka dengan kedekatan Adiba dan Lusi. Ini sangat mengganggu Maura. Dia takut kalau Adiba itu akan menjadi batu sandungan untuknya atau bisa-bisa penghancur
Lusi diam sejenak. Dia sama sekali tidak mengatakan apa yang ingin diutarakan. Sepertinya wanita itu terlalu terburu-buru mengambil kesimpulan, membuat Adiba keheranan sendiri, karena temannya malah diam. "Loh, kok malah diam? Katanya mau minta bantuan? Apa? Sebut aja, kalau aku bisa bantu kamu pasti aku bantu, kok," ucap Adiba.Wanita itu tersenyum kikuk, kemudian menggelengkan kepala. "Nanti saja aku bicaranya, sebaiknya kamu istirahat aja." "Loh, kok gitu? Nggak apa-apa. Lagian, aku juga dari tadi kan di taksi, terus ketiduran. Untung saja Bapak sopirnya baik. Aku hanya menyebutkan alamatmu dan dia langsung mengantarkannya ke sini," ujar Adiba, karena memang sebelumnya seperti itu. Dia sempat ketiduran di taksi dari bandara. Untunglah sopir yang mengendarai taksi itu sangat baik, sampai dia membangunkan di tempat tujuan. Padahal zaman sekarang itu sudah sekali mendapatkan orang yang baik seperti tadi. Kebaikan sedang menghampiri Adiba. Jadi, dia pun ingin melakukan kebaikan lagi
Pukul 10 malam, Maura terbangun karena rasa haus yang mendera. Biasanya gadis itu akan menyiapkan minuman di pinggir nakas kasur, tapi mungkin karena hari ini ada kedatangan tamu dan perasaan yang tidak karuan sebab diintrogasi oleh Lusi tadi, akhirnya gadis itu lupa untuk mengisi air minum. Dia pun memilih untuk segera pergi ke dapur, karena yakin kalau jam 10 malam rumah akan kosong. Di saat terduduk, dia jadi teringat kenapa tidak malam saja dia menelepon Raka? Saat orang-orang sudah terlelap. Jadi, sudah dipastikan tidak ada yang bisa mengganggunya atau dicurigai oleh Lusi.Dia menyimpan dulu ide itu dan harus secepatnya mengambil air minum. Saat sampai di dapur, betapa terkejutnya Maura saat melihat ada seorang perempuan yang sedang duduk di meja makan sembari memakan camilan. Dia sampai berdiri di ambang pintu dan hampir saja memecahkan gelas yang ada di tangan. Maura pun langsung menghampiri dan bertanya. Takut jika yang dilihatnya itu hantu atau mungkin hanya bayangan saja.
"Mbak, ngomong apa, sih? Kenapa tiba-tiba saja menyerang saya seperti itu?! Kita kan baru saja kenal. Harusnya Mbak tidak boleh bertanya hal yang sensitif seperti tadi," ucap Maura berusaha untuk mengelak dari apa pun yang dituduhkan oleh Adiba. Sementara itu Adiba hanya tersenyum miring. Dia mendesah kasar sembari menggeleng-gelengkan kepala, tak lupa menyadarkan punggung ke sandaran kursi yang ada di sana. Setelahnya gadis itu mengetuk-ngetukkan jari sembari tetap menatap Maura sedemikian rupa, sehingga Maura tidak tahu apa yang sebenarnya sedang dipikirkan Adiba saat ini. "Bagus sekali, Maura. Ternyata sifat aslimu seperti ini, ya? Apakah Lusi tahu kalau kamu manipulatif seperti sekarang, hah?!"Maura terdiam. Untuk pertama kalinya ada yang menyerangnya sebagai seorang manipulatif. Padahal selama ini dia itu hanya terdiam, menerima segala siksaan dari kedua orang tuanya. Lalu tiba-tiba saja kalau dirinya melawan dan tidak suka atas apa yang dilakukan orang lain kepadanya. Apakah
Di seberang sana wanita yang sedang memegang ponsel Raka, melihat nomor yang tertera. Maura namanya. Ternyata yang sekarang sedang memegang ponsel Raka adalah tetangga dari Bu Sinta. Dia datang ke sana untuk memberikan makanan di sebuah rantang yang dia masak sendiri, namanya Winda. Dia adalah seorang janda tanpa anak yang kebetulan rumahnya bertetangga dengan Bu Sinta. Dari segi ekonomi, Winda ini termasuk orang yang berada. Karena punya banyak sawah dari peninggalan suaminya. Kebetulan suaminya itu punya penyakit diabetes dan meninggal tanpa memberikan anak kepada Winda. Sebenarnya, orang tua Winda itu tidak setuju dengan gelagat sang wanita yang sepertinya suka kepada Raka, karena mereka tahu kalau Raka itu sudah booming tentang kelakuannya yang sudah berselingkuh dan juga mertua yang mata duitan. Tetapi sepertinya Winda tidak memedulikan itu. Sebab Raka memang begitu tampan, apalagi seorang duda. Tentu saja Winda punya kesempatan yang bagus untuk mendekati sang pria.Pasalnya, m
Keesokannya pagi-pagi sekali Raka sudah bersiap-siap. Dia bahkan sengaja tidak sarapan dulu agar bisa bertemu dengan Lusi. Karena seperti yang dikatakan oleh Maura, Alia ingin bertemu dengannya. Jadi, dia harus menggunakan kesempatan ini untuk kembali mendapatkan perhatian dari sang anak. Saat Raka hendak pergi, tiba-tiba saja Bu Sinta keluar dari kamarnya. Dia kaget melihat anaknya sudah rapi."Loh, kamu mau berangkat sekarang? Ini kan masih jam 6," tanya Bu Sinta sembari melihat jam di dinding. "Ya, Bu. Aku harus bertemu dengan Alia. Kata Maura, Alia sempat menanyakan aku.""Benarkah?" Wajah Bu Sinta tampak sembringan mendengarnya. "Iya, aku yakin. Maura tidak akan bohong, karena ini berkaitan dengan Alia," ucap Raka. Dia juga tampak senang.Ini kesempatan yang bagus untuk memulai segalanya, jangan sampai dia menyia-nyiakan waktu yang sudah ada. "Baguslah kalau begitu. Kamu jangan sampai kehilangan kesempatan ini. Ingat! Kuncinya adalah Alia. Kalau Alia mau kembali kepadamu, ma
Kali ini Raka cukup lama sekali diam dibandingkan dengan pertanyaan sebelumnya. Winda sudah mulai takut kalau apa yang ditanyakan itu membuat Raka murka. Dia tidak mau ada pertengkaran di hari bulan madunya, berharap kalau Raka bisa mengabulkan semua permintaannya. Termasuk pertanyaan yang diucapkan oleh Winda barusan. Sebab selama berhari-hari bulan madu dengan Raka, pria itu lebih banyak diam dan melamun. Ini membuat sang wanita merasa kalau bulan madunya ini hanya berjalan apa adanya. Tidak ada yang lebih baik kecuali mereka menghabiskan waktu bersama. Itupun Raka berkali-kali terus saja memikirkan Alia. Tetapi Winda hanya bisa mengerti dan bersabar, berharap kalau Raka punya inisiatif sendiri untuk memberikan kejutan di hari bulan madu.Namun, sampai detik ini pun tak ada yang lebih spesial kecuali pertanyaan ini dan berharap pria itu mau menjawab semuanya."Kamu diam artinya kamu tidak mau punya anak dariku," ucap Winda dengan nada kecewa. Raka tahu pasti, Winda menginginkan ha
Raka kembali menatap Winda dalam diam. Apakah wanita itu benar-benar ingin tahu apa yang sedang dipikirkan oleh dirinya? Lalu, untuk apa? Begitu pikir Raka. Tetapi kalau tidak dijawab juga Winda pasti akan terus bertanya dan itu akan diulang-ulang sampai wanita ini mendapatkan jawabannya entah kapan. Tetapi rasanya Raka akan kelas kalau terus ditanya hal yang serupa. "Apakah kamu sangat penasaran dengan jawabanku?" tanya Raka, tiba-tiba saja membuat Winda terkesiap. "Bukan begitu, Mas. Maksudku, kita kan sudah jadi suami istri. Memang aku sudah berjanji untuk tidak saling ikut campur antara aku dan urusan Mila. Tetapi apakah aku salah hanya bertanya? Aku tidak akan menyalahi semua keputusanmu. Aku hanya ingin bertanya. Anggaplah ini rasa penasaranku, karena kalau tidak dilakukan mungkin aku akan terus-terusan kepikiran dan hanya ingin tahu jawaban apa yang akan kamu berikan jika pertanyaan serupa kembali diucapkan," ungkap Winda, sesuai dengan pemikiran Raka sebelumnya. Pria itu me
Raka kaget mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Winda. Bahkan pria itu sampai tidak berkedip, seolah apa yang dikatakan oleh Winda barusan itu sebuah bom yang hampir meledak. "Maksudnya hamil?""Ya, Mas. Aku mau tanya, kalau misalkan aku hamil kamu akan gimana?""Gimana apanya, Winda? Aku tidak paham dengan maksudmu." "Aku tahu kamu menikahi Mila karena dia sedang mengandung anakmu, kan? Tetapi kalau misalkan aku juga mengandung anakmu, bagaimana, Mas? Atau Seandainya Mila tidak mengandung anakmu, apakah kamu juga akan tetap bersamanya?" tanya Winda. Sebenarnya dia butuh validasi dari Raka. Apakah benar yang dikatakan Bu Sinta dan Maura tentang hubungan Mila dan Raka yang diikat hanya karena ada anak di antara mereka. Raka menatap Winda dalam, tapi wanita itu tidak bisa mengartikan semuanya. Lalu sang pria menoleh lurus ke depan. Ada sesuatu yang mengganjal di hati dan pikiran. Apakah dia harus mengatakan yang sebenarnya kepada Winda atau memilih untuk diam? Rasanya sudah se
Tempat pukul 12.00 siang akhirnya Maura istirahat. Ternyata di sana tidak disediakan makan siang dan membeli sendiri. Kalau tahu begini, harusnya wanita itu membawa saja makanan di rumah Mila. Tetapi sayangnya semua sudah terlambat. Dia pun akhirnya memilih untuk makan apa saja yang tersedia di sekitar supermarket, yang penting bisa mengenyangkan.Namun, lagi-lagi ada suasana yang tidak mengenakan sang wanita. Di mana para pegawai yang begitu antipati dan menjauh kepada Maura. Awalnya dia merasa kesal, tetapi lama-lama tidak mempermasalahkan. Lagipula dia sudah kenal dengan Winda. Kalau memang ada yang macam-macam, tinggal lapor saja kepada wanita itu.Maura memilih untuk membeli siomay saja, lebih murah tapi mengenyangkan. Dia pun duduk agak jauh dari teman-temannya, karena memang di sini yang baru hanya Maura saja, jadi dia tidak punya teman yang satu angkatan dan memilih untuk diam. Tidak ada inisiatif sama sekali untuk berbaur atau memperkenalkan diri.Lagi pula di sini niatnya u
Mila menyantap makanan yang dibeli lewat online. Imel pun sama, tetapi gadis itu tampak sekali berbeda dari biasanya. Seperti ada yang dipikirkan dan semua gerak-gerik dari Imel membuat Mila merasa tidak nyaman. Wanita hamil itu pun menghentikan makannya dan berusaha berbicara baik-baik kepada Imel. "Kamu kenapa sih, Mel? Kok diam saja?" tanya Mila tiba-tiba, membuat Imel terkesiap. Dia sedikit bingung, tapi ada juga rasa takut. Namun demikian sang gadis tetap menjawab pertanyaan dari majikannya, takut malah salah paham. "Enggak kok, Bu. Saya cuma berpikir aja, bisa nggak ya melaksanakan tugas dari Ibu? Mengatur semuanya," ungkap gadis itu sebab sebelumnya setelah Imel selesai membereskan isi kamar dia dan Mila sama-sama menyusun jobdesk apa saja yang akan Imel laksanakan di rumah ini, termasuk menyiapkan makanan untuk Mila. Itulah yang paling berat dilakukan oleh sang gadis. Bagaimana kalau Ibu hamil ini rewel dan dia harus mencari makanan susah? Bukankah itu adalah tugasnya seo
Di tempat lain, saat ini Raka dan Winda sedang bersiap-siap untuk pulang. Tetapi hanya packing saja, karena kepulangannya nanti malam Raka akan langsung pulang ke rumah Mila. Sementara Winda ke rumahnya sendiri. "Mas, hari ini kita mau ke mana dulu?" tanya Winda, memastikan karena dia ingin menghabiskan waktu yang sebentar ini. Sebab setelah 7 hari baru dia bisa bertemu dengan Raka lagi."Apa kamu sudah menemukan jejak Alia?" tanya Raka tiba-tiba saja membuat harapan Winda langsung putus. Dia lagi-lagi harus bisa sadar kalau dirinya hanya dimanfaatkan untuk mencari Alia. Tetapi wanita itu akan tetap bersabar dan menjalani semua ini dengan ikhlas. Sesuatu yang dijalani dengan tulus pasti akan berbuah manis. "Belum, Mas. Aku sudah coba tanya sama temen-temen di berbagai kota yang memang ada penyetok barang-barang di supermarket aku, katanya sih belum pernah lihat. Tapi kita coba aja lihat ya, Mas. Moga-moga saja minggu depan atau mungkin besok lusa ada kabar baik," ungkap Winda. Dia
Sesudah zuhur berkumandang, Lusi pun segera bersiap. David memang dari tadi sedang menunggu wanita itu, mencoba untuk mengikutinya. Dia akan mengajak Lusi untuk sama-sama berangkat kerja. Sementara itu Adiba saat ini bekerja di rumah. Dia bisa mengerjakan projectnya dan tidak perlu ke kantor. Jadi, gadis itu bisa menjaga Alia. Lusi sudah semangat untuk pergi bekerja. Ini hari pertama dan harus menjadi momen yang paling berharga. David yang melihat wanita itu keluar pun berusaha untuk mengejarnya. "Hai, mau berangkat kerja, ya?" tanya David, tiba-tiba saja membuat Lusi terkesiap. Dia langsung menoleh kepada pria itu."Oh, hai. Kamu juga mau berangkat kerja?""Iya." "Shif siang?" tanya Lusi, memastikan."Iya," jawab David sembari tersenyum. Lusi hanya tersenyum kikuk, merasa perkataan Adiba tempo hari ada benarnya. Mungkin saja pria ini punya maksud buruk, karena semuanya itu serba mendadak. Tetapi melihat bagaimana pria ini tidak melakukan hal yang di luar batas membuat Lusi mas
Di kamar yang sudah disediakan oleh Mila, Imel hanya termenung menatap lurus. Dia sama sekali tidak merasa antusias untuk melihat kamar yang akan ditempatinya. Meskipun ukurannya sama seperti kontrakan yang sebelumnya dia tinggali, tetapi kali ini pikirannya benar-benar kacau. Apa yang harus dia lakukan mendengar berita-berita itu? Apakah Imel harus menelepon orang yang memasang iklan memberitahukan alamat Mila yang sebenarnya? Gadis itu akan mendapatkan uang yang banyak, bisa membuka usaha atau membeli kios untuknya. Terlepas dari status sebagai buruh. Tetapi, bagaimana kalau Mila tahu dan malah balas dendam kepadanya? Gadis itu tidak tahu bagaimana sifat Mila yang sebenarnya, jadi harus hati-hati dengan segala perlakuan Mila. Ini benar-benar membingungkan juga syok. Dia tidak tahu harus melakukan apa sekarang.Tiba-tiba saja suara Mila terdengar menyerukan nama Imel. Gadis itu langsung terkesiap dan memilih untuk menghampiri bosnya."Iya, Bu. Bagaimana?""Kamu sudah beres-beresnya
Setelah membereskan barang-barang di kontrakan yang dahulu, Imel berpamitan dan langsung pergi menggunakan angkot. Sebelumnya dia memang ingin menggunakan taksi, tetapi tarifnya pasti mahal. Tidak masalah kalau menggunakan angkot. Lagi pula barang bawaannya hanya sedikit.Saat di dalam angkutan umum, dia mendengar pembicaraan kalau ada iklan yang memberikan hadiah besar bagi yang bisa menemukan dan memberi informasi tentang Mila. "Oh, aku tahu! Ini yang dulu sempat viral kan gara-gara dia selingkuh dan digrebek sama istrinya? Benar-benar enggak tahu diri, ya!" "Kayaknya ini orang juga membuat masalah sampai dicari sama yang pasang iklan," timpal seseorang membuat Imel langsung menoleh. Dia kaget sebab yang disebutkan oleh penumpang angkot lainnya itu Mila. Imel terperanjat sebab dikatakan kalau Mila ini adalah orang yang dulu sempat digerebek karena perselingkuhan, ini sama persis yang seperti yang dikatakan oleh Maura tempo hari, saat mereka masih ada di rumah sakit.Kalau benar b