Bab 87
"Ada apa, Zea? Kau kelihatan gugup?" George bertanya.
"Hmm . Tidak! Tidak ada apa-apa. Hanya kesal. Sebab tadi ada seorang laki-laki yang mencoba untuk menggodaku. Iseng, kukatakan saja kalau aku sudah punya pasangan. Ketika kau datang, dia malah buru-buru pergi. Mungkin dia merasa segan padamu." Zea menggandeng tangan George.George menuruti langkah Zea menuju ke kursi bar, dimana mereka duduk sebelumnya. Raut mukanya tidak menunjukkan kecurigaan apapun.
The Exotic Bar, merupakan salah satu bar terbaik yang ada di kota tersebut. Sesuai dengan namanya, bar terseybit di bentuk dan didesain sedemikian rupa dengan suasana eksotik namun terkesan elegan.
Suasana cukup menghibur dengan suguhan-suguhan menu khas hiburan malam yang membuat para penggemarnya ketagihan untuk datang ke sana. Ditambah dengan pelayanan para bartender yang berwajah ayu nan rupawan, semakiBab 88"Laki-laki yang teramat aneh! Sok suci. Lihatlah kau, George! Akan kudatangi istri yang kau banggakan itu!" Zea melangkah geram. "Zea, mau kemana kamu?" Arza berteriak ketika melihat Zea melangkah cepat menujuj ke arah keluar bar. Zea semakin memprcepat langkah kakinya. Ia merasa malas jika pria itu mendekat. Sudah pasti lelaki itu akan melemparkan banyak pertanyaan soal pekerjaan Zea yang bisa di katakan tidak berhasil. Zea merasa kecewa pada dirinya sendiri. Merasa malu. Sebab ia sama sekali gagal untuk merayu George.Zea tetap tak peduli. "Zea! Tunggu!" Arza kembali berteriak. "Aku sedang ada urusan penting! Tidak ada waktu lagi untuk berbicara denganmu." tanpa menopleh lagi Zea berlalu.***Nadine sedang melangkah menuju ke salah satu butik miliknya yang sselama ini ia per
Bab 89 Namun Zea berpura-pura menyembunyikan keterkejutannya. Sama sekali ia tidak ingin harga dirinya jatuh di depan Nadine, wanita yang ia anggap sebagai saingan berat dalam misinya meraih cinta George "Oooh, kau bangga telah memiliki butik seperti ini? Padahal semua ini kau dapatkan dari uang George, bukan? Haha ... kau pikir aku tidak tahu apa." ucap Zea asal menebak. "Maaf, aku tak perlu menggunakan uang George jikalau hanya untuk sekedar memiliki butik seperti ini. Aku bukan wanita sepertimu yang hanya bisa bertumpu pada uang laki-laki. Meskipun itu pada suamiku sendiri. Apalagi kepada suami orang lain. Ah tidak, Zea! Asli, itu bukanlah sifatku." Nadine menyambung ucapan. Zea kembali merasa tersindir. "Tak perlu kau berkata seperti itu. Bagaimanapun kau bicara, aku bisa melihat, bahwa kamu bukanlah siapa-siapa. Bukan
Bab 90 Arza hanya diam tak banyak berekspresi ketika Zea sibuk membahas masalah George. Sepertinya lelaki itu sudah bosan dengan celotehan Zea. Ruangan kamar yang bernuansa gelap, yang merupakan kamar apartemen yang di sewa Arza sejak dua bulan lalu, seolah menjadi saksi atas pertengkaran Zea dan Arza yang kerap kali terjadi. "Aku sudah mengeluarkan banyak uang untukmu, Zea! Namun kau belum juga berhasil untuk menggoda laki-laki tersebut." ujar Arza mendengus. "Hal wajar jika kau mengeluarkan banyak uang. Aku juga sudah banyak membuang waktu dan ruang untuk menjalankan keinginanmu." balas Zea. "Tapi, kalau usahamu tidak membuahkan hasil, ya sama saja bohong!" potong Arza seperti berkeluh kesah, kecewa. Ia kecewa dengan cara kerja Zea. "Belum apa-apa kau sudah mengatakan kakau aku tidak berhas
Bab 91"Selamat siang, Pak George! Menikmati betul sepertinya." Seorang laki-laki menghampiri George yang tengah menikmati makan siang di resto perusahaan. Pikiran George yang sedang tertuju pada wajah Nadine istrinya, kurang begitu berkenaan dengan seseorang yang baru saja datang tersebut. Jelas, Ia yang tengah mengalami gejolak masalah dalam rumah tangganya merasa terganggu. Namun George tetap memaksakan diri untuk menoleh. Ia menghembuskan nafas panjang setelah melihat siapa yang datang. Rasa benci dan jijik menghampirinya. Akan tetapi, kebencian itu terkalahkan oleh rasa penasaran dengan apa lagi yang akan dilakukan oleh laki-laki yang baru saja datang tersebut, membuatnya berpura-pura untuk berlaku sebiasa mungkin. "Iya, Arza." jawab George datar.
Bab 92Ruangan di resto tidak terlalu ramai pengunjung. Ditambah dengan jam istirahat siang yang masih begitu panjang, membuat Arza bisa lebih banyak menghabiskan waktu untukmengobrol bersama Georga siang itu. "Pak, maaf jika perkataanku lancang dan kurang berkenan." tutur arza.George meneguk minuman beraroma jeruk yang terhidang di hadapannya. "Tidak, Arza! Kau tidak lancang sama sekali." Arza bisa bernafas lega. Setidaknya Arza tidak terlalu sungkan untuk bicara lebih lanjut. "Aku juga senang bisa mengajakmu bicara. karena dalam pandanganku kau cukup bijak dalam hal ini." George menyambung ucapannya. Ucapan George semakin meyakinkan hati Arza untuk berbicara panjang lebar. Arza merasa peluangnya untuk memprovokasi George sungguh terbuka lebar. "Aku tidak bermaksud berlebihan. Ha
Bab 93 Arza kembali memutar otak. Kali ini ia sadar harus bertindak lebih berhati-hati dari sebelumnya. "Maaf, Pak. Sekarang zaman telah begitu canggih. Orang-orang bisa menggunakan berbagai cara untuk mengibuli kita. Selama ini memang Nadine selalu bepergian bersama Pak George. Tapi apakah Pak George bisa memastikan kalau ia selalu melakukan hal baik? Kurasa tidak. kedua mata kita tidak mungkin dua puluh empat jam tidak lepas dari orang-orang yang kita sayang. Termasuk ketika Papak pergi keluar kota mengemban tugas perusahaan misalnya." ucap Arza berhati-hati. George nampak berpikir. Entah apa yang ia pikirkan, Arza tak tahu itu. Yang Arza tahu adalah harapan agar Tuhan berkenan membuat George percaya dengan kata-kata yang ia ucapkan. Harapannya terlalu besar untuk itu. Dendam kesumat Arza yang terlalu besar untuk George membuatnya nekat. Meskipu
Bab 94Zea tersenyum puas memandang lelaki yang tengah berbaring di tempat tidurnya.Tiba-tiba saja sebuah panggilan masuk dari seseorang dengan nama Alea muncul di layar ponsel milik George. Dengan sengaja, Zea mematikan panggilan tersebut. Clink! Sebuah notifikasi pesan masuk ke ponsel George. Dengan mudahnya Zea bisa membuka pesan itu. Sebab sebelumnya, ia telah mengetahui jika ponsel George harus di buka dengan metode sidik jari George. Berita ini Zea dapatkan dari Arza. [Pa, mengapa telepon Alea nggak di angkat?Ini hari udah malam, kenapa masih belum pulang juga? Alea jadi khawatir.] "Oooh pesan dari putri bungsunya." Zea menyeringai tipis. Dengan cepat Zea menuliskan pesan balasan untuk Alea. [Nak, nggak usah nungguin Papa pulang, y
Bab 95 "Lepaskan aku Zea? Tidak etis apabila aku harus memperlakukanmu dengan kasar!" George berkata. "Terserah Mas ingin memperlakukan aku dengan kasar atau bagaimana. Yang aku tahu, aku mencintaimu, Mas! Mengapa Mas sungguh tidak mengerti perasaanku? Aku tidak menuntut Mas untuk menjadikan aku satu-satunya. Setidaknya jadikan aku yang kedua, Mas!" ucapan Zea semakin ngelantur kemana-mana. "Mengertilah akan perasaanku, Mas!" ulang Zea seraya menangis. "Kau menuntutku untuk mengerti perasaanmu. Tapi kau sungguh tidak bisa mengerti perasaan Nadine dan anak-anakku. Aku tidak bisa menuruti kehendak konyolmu, Zea. Sadarlah jika cara berpikirmu ini tidak benar!" ucap George. "Apa masalahnya, Mas? Mengapa untuk sekedar menjadikan aku yang kedua saja Mas keberatan. Kurasa uang dan hartamu bahkan lebih dari cukup untuk menafkahi sepulu
Selamat sejahtera untuk semua pembaca Novel KKBS (Kubiarkan Kau Bersama Selingkuhanmu) 🤚🤚🤚 Author mau kasih info terbaru nih buat teman-teman pembaca semua. Author kasih tahu kalau sekarang udah update sekuel novel KKBS ya. Dengan judul : Ketika Istriku Mulai Membangkang Pembaca boleh kepoin novelnya sekarang ya, hehee. Othor usahain akan update rutin setiap hari. Jadi para pembaca semua tidak usah khawatir kalo nanti Author jarang update, jarang nongol, apalagi sampai novelnya nggak tamat. Oh iya, Author boleh minta dukungannya ya, dukung Author dengan rate bintang lima, terus tambahkan novelnya ke pustaka. Hehee ... Makaciih semua pembacaku... Semoga novel "Ketika Istriku Mulai Membangkang" ini bisa menghibur para pembaca semua. Amiiin Suksesnya seorang Author tak lepas dari dukungan para pembaca setianya. peluk jauh dari Author....😘😘😘😘😘
Bab 162 "Aduuuh!" Zea menengadahkan kepala. Menahan sakit. Sekarang sakit itu kian naik ke ubun-ubun. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Di tengah malam sepi ini ia sendiri berbaring di ranjang rumah sakit. "Ya Tuhan tolong aku!" dalam kegelisahannya, Zea mengadu dan memohon kepada Tuhan. Karena kesakitan yang ia rasakan, sejenak ia melupakan derita masalah ekonomi yang tengah ia hadapi. Ya, malam ini adalah malam terakhir Zea dirawat di rumah sakit ini. Sebenarnya masih panjang riwayat perawatan yang harus ia kalani, namun karena semua biaya yang mengalir benar-benar telah menguras kering semua isi tabungan. sekaligus kendaraan dan apapun yang dimiliki telah hangus terjual tanpa tersisa. Tidak ada lagi yang bisa ia gunakan untuk menjalani prosedur kesehatan. Untuk selan
Bab 161 "Ibu!" Arza tergagap. Arza kembali mencoba menyentuh telapak tangan sang Bunda. Lagi lagi hanya dingin terasa. Mendadak Arza jatuh lunglai. "Ibu ...!" gumamnya lirih. Air matanya menetes. Namun sebanyak apapun tetesan air mata yang meleleh di pipinya, semua itu tidak akan pernah mengembalikan nyawa ke raga sang ibu yang kini telah terbaring dingin dan kaku. Arza menangis sendiri. Memperhatikan keadaan orang tuanya yang terbaring sendirian sejak malam menjelang. Arza menyesal. Setelah menemui ibunya yang telah terbujur dengan kaku. Sepertinya nyawa telah lama melayang meninggalkan raga si ibu. Sedangkan Arza baru saja menyadari bahwa ibunya telah tiada sejak semalam.***  
Bab 160 "Silakan kamu bayar dulu uang tunggakan kontrakan selama 2 bulan belakangan ini Arza!" suara Bu Dian terdengar kasar. Muka Arza memerah menahan rasa malu sebab suara Bu Dian menggema dan didengar oleh orang-orang yang menguping pertengkaran mereka. "Tuh orang kaya, bayar dulu kontrakanmu! Katanya kaya, tapi kontrakan nunggak, mana selama dua bulan lagi. Aduh, kaya dari mana? Aku saja yang merasa orang miskin tidak pernah Tunggak menunggak. Nggak malu tuh ngaku-ngaku sebagai orang kaya?" suara laki-laki yang tadi bertengkar dengannya membuat kuping Arza memanas. Dengan bergegas ArzaMelangkah mendekati Bu Dian. "Iya Bu, saya pasti bayar kok tapi tolong bicaranya jangan terlalu keras. Bisa malu saya kalau didengar sama tetangga." Arza berusaha untuk merayu. "Kalau mau
Bab 159"Kau pasti sudah dengar kalau aku bilang apa?" pria tua tersebut memandang tajam. "Jangan pernah kau merendahkan aku seperti tadi, Pria tua busuk!" sergah Arza. "Nah jika kau tidak ingin dibilangi tak baik, seharusnya kau juga jangan keterlaluan bicara kotor dan menyinggung perasaan lawan bicaramu. Bagaimana kau sakit hati mendengar ucapan buruk orang terhadapmu, maka begitu juga perasaan orang lain ketika menerima ucapanmu!" Arza menghela nafas panjang. Kekesalan nampak jelas pada raut wajahnya. Arza sungguh tidak terima akan ucapan laki-laki tersebut. "Tapi kau tidak bisa balik mengatakan aku seperti itu" Arza menunjuk muka lelaki itu."Mengapa tidak? Nukankah aku juga bisa bicara, Arza?" "Tapi aku tidak bisa terima kau bilang aku miskin." sergah Arza. "Lhoo, kenapa nggak bi
Bab 158Arza duduk dan menikmati secangkir kopi di teras kontrakan. menyeruput kopi hangat sambil memperhatikan gadis-gadis remaja berlalu lalang di depan kontrakan. Mereka sedang berjalan menuju ke sekolah terdekat. Sesekali nampak bibir Aeza tersenyum nakal.Deretan kontrakan tersebut memang terlihat kumuh. Di tambah dengan ketersediaan air bersih yang kurang memadai. keadaan itu membuat sebagian besar penduduk pergi kesungai yang tidak bisa di bilang bersih untuk mencuci pakaian dan sebagainya. Untuk minum, mereka menggantungkan kebutuhan air minum pada saluran pdam yang kecil dan hanya tersedia di siang hari saja. Itupun terkadang tidak menentu. Oleh sebab itulah mereka terpaksa menggantungkan kebutuhan selain untuk minun pada air sungai yang jauh dari standar kesehatan. Karena nampak jelas jika aliran sungai tersebut menghitam dan bau. namun karena keterpaksaan, mereka terpaksa melakukan itu. Apalagi pada cuaca panas kala ini.
Bab 157 "Pak Arza, saya punya kabar besar buat Bapak." Farid datang tergopoh-gopoh menghampiri Arza yang tengah duduk beristirahat. "Kabar apa?" Arza tak terlalu mempedulikan pria yang baru saja datang padanya. Sebenarnya ia tak terlalu suka terhadap sosok Farid yang beberapa waktu lalu Arza anggap taelah merendahkan harga diri Arza. "Pak, ini kabar sangaat penting. Apa Bapak ingin dengar?" Farid memainkam sebelah mata "Jangan bertele-tele. Katakan saja terus terang." sergah Arza. "Pak Arza ... tidak bisa asal memberitahu doang, dong. Kita perlu ini .." Farid terkekeh seraya mengisyaratkan jarinya. Bermaksud mengatakan jika Arza harus membayar. "Kau ingin meminta bayaran hanya untuk sebuah berita yang kau bawa?" "Tentu saja!" Pak Farid tersenyum. &n
Bab 156 "Ada apa ini, Pak? Apa-apaan ini?" Zea bertanya kaget.Tentu saja ua kaget melihat orang-orang itu datang secara tiba-tiba. "Kami membawa surat perintah penangkapan terhadap Ibu Zea Marlinda. Atas dugaan tersangka kasus percobaan pembunuhan." Seorang lelaki menyodorkan selembar kertas surat perintah. Zea menyipitkan mata. Merasa aneh dan bingung.Dalam kebingungannya, Zea memperhatikan durat perintah itu dengan seksama. Mata Zea menelisik huruf demi huruf, poin demi poin yang tertera di sana. Tak terasa air mata Zea meleleh. "Apaaa?" Zea terkesiap melihat data dirinya memang tertera dengan jelas di sana. "Ini tidak mungkin." Zea menggelengkan kepala. "Ini semua sudah berdasarkan fakta se
Bab 155 Zea duduk di sisi sofa menghadap televisi yang tengah menyala. Namun perhatian perempuan itu bukanlah tertuju pada layar televisi. Melainkan kembali teringat pada ucapan-ucapan dokter spesialis yang ia datangi tadi siang. "Aku akan ikuti semua saran dokter. Tak peduli jika aku harus mengeringkan isi rekening." Zea bertekad dalam hati. Untuk melakukan semua prosedur pengobatan, Zea sadar jika ia harus menguras banyak uang.Sekarang, yang menjadi masalahnya adalah, ia mempertanyakan apakah seluruh isi rekeningnya cukup untuk melakukan seluruh biaya pengobatan tersebut Atau tidak?Zea sadar, ia harus segera mencari bantuan. sebab uang di rekening yang telah jauh menipis akibat hidup foya-foyayang ia lakukan sebelumnya.Untuk mencoba mencari jalan keluar buat menghadapi kemungkinan tersebut, Zea menghubungi beberapa teman seperjuangan yang ia mili