Mendengar pertanyaan Hendra itu, membuat gairah seksual Devi yang baru saja bangkit, menjadi kembali menurun. Padahal ia baru saja menikmati ketika Hendra mulai menciumi lehernya. Ia pun teringat untuk menguji keseriusan Hendra pada dirinya. Dan kemudian, "Emang kenapa kalo dia datang? Kamu ga mau memperjuangkanku di depannya?" sambil menatap mata Hendra yang tepat berada di depannya, Devi berusaha menanyakan dan menguji keseriusan Hendra.
Hendra yang menyadari tatapan tajam Devi menjadi terkekeh dibuatnya. Sambil sedikit tertawa ia pun menjawab "Haha... aku bisa aja memperjuangkan kamu. Tapi sekarang kembali ke dirimu sendiri dulu dong, seberapa besar perasaanmu sama dia? Masa iya aku memperjuangkan orang yang masih menyimpan perasaan sama orang lain dihatinya? Berjuang sendiri dong namanya..." Hendra terdengar menjawab pertanyaan Devi dengan kalimat yang membuat Devi berpikir.
Seketika itu Devi menjadi terdiam dibuatnya. 'Benar juga. Apakah aku sudah tidak memiliki p
“Hey..ini gimana caranya? Kok susah dibuka ya?” tanya Devi kepada Hendra yang terlihat kesulitan membuka pintu mobil Hendra. Ketika itu mereka baru saja sampai di parkiran basement apartemen Devi. Pengaruh 3 botol wine yang tadi diminumnya di café bersama Hendra, tampaknya lumayan mengurangi konsentrasi Devi ketika itu hanya untuk sekedar membuka pintu mobil. Hendra yang berada di kursi kemudi, kemudian mencoba membantu Devi membuka pintu itu dengan tangan kanannya sehingga membuat wajah mereka kini saling berhadapan. Dalam situasi seperti itu, wajah Devi makin memperlihatkan kecantikannya. Hendra memang sudah terpesona melihat kecantikan Devi sejak awal perjumpaan mereka di kafe tadi. Ditambah situasi lampu penerangan area parkir basement yang agak gelap membuat wajah Devi terlihat menggairahkan dari jarak yang lebih dekat sepert
Tarikan tangan Hendra seketika mengagetkan Devi dan membuatnya berbalik yang kala itu mereka baru saja memasuki unit apartemen Devi. Belum sempat Devi menaruh handbag yang masih melingkar di lengannya, tangan kiri Hendra sudah dengan sigap menarik pinggangnya sehingga kini mereka sudah berdiri dengan posisi saling berhadapan. Hendra sengaja melebarkan kedua kakinya sehingga Devi bisa masuk dengan sempurna ke dekapannya. Kedua tangan Hendra sudah melingkar di pinggang ramping Devi. Suara pintu apartemen yang terdengar tertutup dengan cukup keras ketika Hendra mendorong dengan kakinya seakan menjadi pertanda akan dimulainya permainan panas mereka. Wajah mereka kini kembali saling berhadapan. Wangi parfum mahal nan menggairahkan milik Devi dan aroma wine yang tadi tercium di mobil, kembali menggugah hasrat terpendamnya. Tatapan matanya seolah
Devi terdiam beberapa saat untuk mengatur nafasnya. Tubuhnya sekarang lemas tak berdaya akibat guncangan hebat puncak kenikmatan yang baru saja dialaminya. Ia berusaha menetralisir sekujur tubuhnya. Mukanya merah merona tersipu malu. Ia tidak menyangka, Hendra yang belum memulai permainan sesungguhnya tapi sudah berhasil membuat dirinya mencapai puncak kenikmatan hanya dengan foreplay! Hal yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Sensasi seperti apa yang bakal ia dapatkan ketika permainan yang sesungguhnya terjadi? Begitu gumamnya dalam hati.
“Ndra..cepetan masukin..aku uda ga tahan..” Devi terdengar memohon kepada Hendra dengan sedikit mendesah. Ia pun seketika membuka kedua kakinya dan memperlihatkan vaginanya yang memang terlihat sudah sangat basah. Hendra hanya bisa tersenyum mendengar desahan permohonan Devi itu. Batang kejantanannya yang sedari tadi sudah berdiri tegak maksimal, mulai diarahkannya ke vagina Devi. Digesekannya kepala batang kejantanannya pada bibir vagina dan clitoris Devi naik turun sehinnga membuat Devi menggelinjang menahan geli tak karuan. “Ssshhh..hhaahh..ssshhh..hhmmph” tarikan serta hembusan nafas Devi terdengar mengiringi permainan ujung batang kejantanan Hendra pada bibir vaginanya.. Bleeesss! seketika Hendra terlihat sukses memasukkan batang kejantanannya pada liang vagina Devi tanpa hambatan dikarenakan vagina itu sudah cukup basah sedari tadi.
Hendra Sulistya, seorang calon pengusaha tampan berusia 26 tahun. Ia memiliki postur tubuh yang atletis. Dada yang bidang, perut yang rata serta lengan dan kaki yang padat berisi, membuat bentuk tubuhnya terlihat begitu ideal. Hendra merupakan anak tunggal seorang pengusaha sukses bidang perhotelan. Beberapa hotel besar nan mewah di kawasan pariwisata negara ini, berada di bawah perusahaan papanya. Hal inilah yng membuat Hendra memiliki nilai lebih di mata kaum hawa yang mengenalnya. Tampan dan berpostur tubuh atletis serta kaya raya, membuatnya seakan-akan menjadi calon suami idaman bagi para gadis, terlebih bagi mereka yang mengetahui latar belakang keluarganya.
Malam sebelum kejadian di apartemen Devi, ketika itu :‘Akhirnya selesai juga laporan ini...’ Hendra bergumam sendiri di ruang kerjanya. Ia baru saja menyelesaikan pekerjaannya hari itu. Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Hendra mulai bergegas merapikan ruang kerjanya. Malam itu ia berencana pergi ke kafe favoritnya yang memang sudah direncanakannya. Tempat dimana ia biasanya menghabiskan malam dan menikmati live music, melepas penat dari lelahnya bekerja. Terlebih hari ini adalah hari jumat, waktu yang tepat untuk menghabiskan malam me
"Tiinngg..tooonngg..." suara bel di apartemennya mengagetkan Devi siang itu. Badannya masih terasa lemas untuk sekedar bangkit membukakan pintu. Hari itu Devi tidak bekerja mengingat kondisi badannya yang tiba-tiba demam ketika bangun tadi pagi. Ia sudah menelpon ke hotel tempatnya bekerja untuk meminta ijin bahwa hari ini tidak dapat pergi bekerja dikarenakan sakit.'Tiiinngg..tooonngg...' suara bel itu kembali berbunyi. Kali ini Devi terpaksa untuk bangun membukakan pintu karena ia tinggal hanya seorang diri di apartemen itu. "Sebentar..." sahutnya sambil bergegas bangun dari tempat tidurnya di tengah kepalanya yang terasa sangat berat. Ia pun terlihat malas melangkahkan kakinya menuju ke pintu itu."Halooo sayang, gimana keadaanmu?" sapa seorang pria begitu pintu itu dibuka. Pria itu langsung masuk ke apartemennya. Setelah menutup pintu dan menaruh tas belanjaan yang dibawanya, pria itu langsung memeluk tubuh Devi dan memberinya kecupan di kening Devi."Kamu
Sore itu Andri menepati janjinya untuk mengantar Devi ke dokter. Sepulangnya kerja ia langsung menjemput Devi ke apartemennya. "Bagaimana keadaan mu sayang?" tanya Andri sambil mengecup kening Devi, kebiasaan yang memang selalu dilakukannya begitu ia memasuki apartemen Devi. "Udah mendingan kok.. cuma kepala aja yang masih pusing.." sahut Devi seperlunya. Ia tampak masih kesal karena pertanyaannya tadi siang mengenai kejelasan hubungan mereka tidak mendapat jawaban. Andri yang menyadari dinginnya sikap Devi, tidak terlalu menghiraukannya. Ia langsung menyuruh Devi untuk bergegas dan tak berapa lama, mereka pun sudah tampak keluar dari unit apartemen Devi untuk kemudian menuju ke mobil Andri yang berada di parkiran basement apartemen itu.Langit senja yang tampak kemerahan mengiringi laju mobil Andri menuju klinik yang biasa dikunjungi Devi ketika sakit. Jam pulang kerja seakan memberi peran akan padatnya lalu lintas yang mereka lalui. Untungnya klinik itu berjarak tidak terla
Mendengar pertanyaan Hendra itu, membuat gairah seksual Devi yang baru saja bangkit, menjadi kembali menurun. Padahal ia baru saja menikmati ketika Hendra mulai menciumi lehernya. Ia pun teringat untuk menguji keseriusan Hendra pada dirinya. Dan kemudian, "Emang kenapa kalo dia datang? Kamu ga mau memperjuangkanku di depannya?" sambil menatap mata Hendra yang tepat berada di depannya, Devi berusaha menanyakan dan menguji keseriusan Hendra.Hendra yang menyadari tatapan tajam Devi menjadi terkekeh dibuatnya. Sambil sedikit tertawa ia pun menjawab "Haha... aku bisa aja memperjuangkan kamu. Tapi sekarang kembali ke dirimu sendiri dulu dong, seberapa besar perasaanmu sama dia? Masa iya aku memperjuangkan orang yang masih menyimpan perasaan sama orang lain dihatinya? Berjuang sendiri dong namanya..." Hendra terdengar menjawab pertanyaan Devi dengan kalimat yang membuat Devi berpikir.Seketika itu Devi menjadi terdiam dibuatnya. 'Benar juga. Apakah aku sudah tidak memiliki p
'Gadis simpanan?' seakan tak percaya, Hendra terlihat masih terdiam dan bertanya sendiri dalam hati. Perkataan Devi yang baru saja didengarnya masih belum benar-benar bisa dicerna dengan akal sehatnya. 'Bagaimana mungkin, gadis secantik dan semenarik Devi bisa menjadi simpanan dari seorang pria beristri? Apakah dia tidak bisa mendapatkan lelaki lajang untuk dijadikannya sebagai kekasih?' Hendra masih berkutat dengan pikirannya sendiri manakala suara Devi mengagetkan lamunannya."Kenapa kamu diam setelah mendengarnya? Apa sekarang kamu beneran jadiilfil sama aku?" pertanyaan Devi itu seakan memecah keheningan di atas tempat tidur Devi. Keheningan yang terjadi sesaat ketika ia mulai menceritakan tentang siapa dirinya. Kini Devi pun menunggu reaksi Hendra sembari berharap apa yang ditakutkannya tidak menjadi kenyataan. Ia yang sedari tadi masih membelakangi Hendra dengan tubuhnya seketika berbalik dan memeluk Hendra seakan tak ingin kehilangan. Kepalanya pun kemba
Setelah selesai mandi, kini mereka sudah terlihat berbaring di atas tempat tidur Devi. Dengan posisi tidur berdampingan, kepala Devi bersandar manja di atas dada bidang milik Hendra yang membuat rambut halusnya menjadi obyek belaian tangan Hendra. Iringan musik romantis yang sengaja diputar Devi di handphonenya, mengiringi kemesraan mereka di atas tempat tidurnya. Hendra terlihat mulai yakin untuk menceritakan latar belakang keluarganya kepada Devi, yang entah kenapa setelah sekian kali bercinta, Hendra menilai Devi bukanlah sosok gadis seperti kebanyakan lawan jenis yang selama ini dikenalnya, yang begitu mengetahui latar belakang keluarganya, hanya menginginkan kekayaannya saja. Ia pun jadi semakin yakin bahwa Devi adalah sosok yang tepat menggantikan Gina, gadis di masa lalunya yang masih membayanginya hingga kini.Hendra pun mulai menceritakan kehidupannya kepada Devi, dari mulai latar belakang keluarganya, usaha papanya yang nantinya akan diwariskan kepadanya, hingga ken
Hendra mendudukkan tubuhnya di sofa ruang tamu apartemen Devi. Kemaluan mereka masih menyatu. Bibir mereka masih terlihat saling melumat. Diremasnya pantat Devi yang padat dan kenyal itu seakan menyuruhnya untuk bergoyang di atas pangkuannya. Devi pun mengerti akan kemauan Hendra. Seakan ingin membalas melayani kemauan Hendra, Devi pun mulai bergerak diatas pangkuan Hendra mempertontonkan goyangan erotisnya. Dengan posisi seperti itu, ia merasa leluasa menggerakkan pinggulnya. Kepala Hendra ditenggelamkannya diantara payudaranya. Hendra pun mencium dan menjilatinya puting payudara Devi secara bergantian, kiri dan kanan. Devi terlihat mendongakkan kepalanya menahan kegelian pada kedua payudaranya yang lagi-lagi menjadi obyek permainan lidah Hendra. Ia pun semakin dibuat agresif untuk menggoyang batang kejantanan Hendra.
Baru kali ini Devi menemukan sosok seperti Hendra. Andri pria beristri yang menjadikan Devi selingkuhan, bahkan bukanlah merupakan sosok sepanas dan selihai Hendra dalam bercinta. Selain materi yang didapatnya melalui Andri, sebagai seorang wanita yang memiliki libido tinggi, bathinnya juga mendambakan kehidupan seksual yang menyenangkan. Hal ini kini dirasanya sudah terpenuhi oleh keberadaan Hendra yang benar-benar mampu memberikan kebutuhan birahinya. Seperti yang sekarang sedang mereka lakukan. Meja dapur yang berisikan peralatan memasak yang masih berantakan pun dijadikan tempat bercinta oleh Hendra yang memang benar-benar pandai dalam membangkitkan hasrat seksual Devi yang ketika itu masih sibuk mencuci piring.Tanpa berpikir panjang, Hendra mengangkat tubuh Devi yang sudah berdiri di hadapannya. Tubuh yang bagian depannya sudah setengah terbuka itu, didudukkannya di meja dapur permanen di samping tempat cuci piring. Devi terlihat pasrah dengan perlakuan Hendra yang mula
Mereka masih terlihat asyik menikmati kopi dan teh masing-masing setelah selesai memakanomelette buatan Devi. Sambil meminum tehnya, Devi terdengar memberanikan diri untuk bertanya "Tadi pagi, siapa yang nelpon? Pacarmu?" tanya Devi sambil meminum tehnya. Hendra yang mendengar pertanyaan dari Devi itu seketika terkekeh. "Ciieee.. yang nguping pembicaraan" goda Hendra menanggapi pertanyaan Devi itu. Ia tak menyangka, pembicaraannya tadi pagi di telpon diketahui oleh Devi yang dikiranya masih tertidur. Devi pun kemudian menyanggah tuduhan Hendra. "Lho..kamu nelpon di sampingku, masa iya aku ga denger suaramu? Tapi mataku masih terlalu ngantuk untuk menguping pembicaraan kalian.." sahut Devi mencoba membela diri. Kali ini Hendra hanya bisa tersenyum mendengar jawaban Devi itu."Itu tadi pagi mamaku yang telpon. kenapa.. kamu cemburu sama mamaku?" Hendra kembali menggoda Devi dan membuatnya menjadi salah tingkah untuk kesekian kalinya. "Oh..mama mu. Ga lah..ngapain
Devi terbangun dan mengusap matanya. Terlihat tubuh indahnya hanya tertutupi selimut. Dipandangnya jam yang tergantung di dinding kamar apartemennya. Saat itu, jam sudah menunjukkan pukul 12.48! Pantas saja ia terbangun. Perutnya kini terasa lapar. Setelah semalam dan pagi tadi ia mencapai puncak kenikmatan beberapa kali, kini tubuhnya terasa benar-benar lemas, seakan meminta asupan makanan. Ditambah sebelum itu ia memang merasa kurang sehat. Namun semua keletihan yang dirasakan pada tubuhnya seakan sirna ketika ia melihat Hendra yang masih terlelap di sampingnya. Pelukan Hendra seakan tidak ingin untuk dilepas ketika ia berusaha memindahkan tangan Hendra dari tubuhnya. Devi pun hanya tersenyum melihat kelakuan Hendra itu.Sesaat kemudian ia sudah berhasil bangkit dari tempat tidurnya untuk menuju kamar mandi. Diputarnya keran shower untuk langsung membilas tubuhnya yang memang sudah telanjang ketika tertidur tadi. Kedua tangannya yang berisi sabun cair mulai mengusap sekujur
Hendra masih larut dalam lamunannya pagi itu di atas tempat tidur apartemen Devi.Baru saja ia tersenyum sendiri memngingat awal mula pertemuannya dengan Devi semalam. Terlihat Devi yang berada di samping kirinya masih tertidur nyenyak dan kini membelakanginya. Lingerie hitam yang semalam digunakannya sebelum tidur terlihat tersingkap, memperlihatkan paha dan pantat Devi yang putih mulus itu. Gairah Hendra tiba-tiba bangkit melihat pemandangan indah yang terpampang jelas di depannya. Disingkapnya rambut Devi untuk kemudian mencium dan menjilati telinga Devi yang masih tertidur itu. Tangan kanan Hendra mulai meraba paha kanan Devi yang terlihat benar-benar menggairahkan dengan kulitnya yang putih mulus. Ketika tangan Hendra sampai di lutut Devi, ia kemudian mencoba mengangkatnya hingga kini selangkangan Devi terlihat jelas memperlihatkan vaginanya yang masih ditutupi
Semilir angin pantai yang berhembus di sore hari yang cerah itu seakan menyambut kedatangan Devi dan Andri di sebuah restoran pinggir pantai. D atas lantai kayu, tampak sebuah meja dengan dekorasi khusus sudah disiapkan untuk mereka. Sekeliling meja ditaburi serpihan bunga mawar merah berbentuk hati. Meja yang terletak hanya beberapa meter dari bibir pantai itu tampak begitu romantis. Kedatangan mereka pun disambut pelayan yang memang sudah menunggu di dekat meja tersebut dengan seikat rangkaian bunga di tangannya.Terlihat senyuman manis pada wajah Devi begitu ia menerima rangkaian bunga itu. Kartu kecil yang bertuliskan "for someone special" semakin membuat Devi terlihat bahagia. "Makasi ya Mas.." sahutnya seraya memeluk tubuh Andri yang juga terlihat ikut senang melihat selingkuhannya kini tersenyum bahagia. Setelah dipersilahkan duduk, mereka pun tampak menikmati welcome drinkyang disajikan.Andi memang begitu lihai dalam menyusun rencananya