Kami semua makan bersama secara lahap. Tidak ada lagi pembicaraan-pembicaraan konyol setelah tahu jika setelah ini kita akan membahas masalah serius. Ibu terlihat selalu memperhatikanku dan mengusap punggungku. Sepertinya Ibu sudah feeling dan merasa Jika aku memang selama ini tidak baik-baik saja."Yang sabar ya cah ayu, hidup itu memang tempatnya cobaan," ucap Ibu."Iya Bu."Akhirnya Hal Yang dinanti tiba. Bang Hadi mulai menceritakan apa saja yang sudah mereka tunggu-tunggu dari tadi."Sebenarnya Abang ini nggak tega kalau mau membahas tentang masalah ini dengan kalian yang sibuk dan lelah bekerja. Tapi tolong jangan salah paham terlebih dahulu karena memang Apa yang Abang ucapkan kali ini sudah Abang ributkan dengan Ahmad dan juga Nina."Wajah kedua Abang abangku menahan emosi ketika Bang Hadi menceritakan semuanya. Aku juga mendengar suara tangisan ibu dan aku melihat ada Mbak Aminah yang langsung memeluk ibu. Bang Hadi memelukku dan mengangguk, mengisyaratkan agar aku benar-be
Setelah perdebatan dengan para abang-abangku itu akhirnya aku diputuskan untuk ikut bersama dengan bang Angga di Banyumas. Tepatnya daerah yang lebih dekat dengan tempat kuliahku. Dua hari aku bersama dengan ibu di kampung halaman setelah itu ikut berkemas menuju ke tempat Bang Angga."Nanti di sana jangan diulah ya Karena Abang kamu itu bakalan ngamuk kalau tingkah kamu nggak bener," ucap Bang Hadi."Iya, Bang. Memangnya kapan Nina pernah nggak bener?""Yang namanya manusia pasti ada salahnya. Abang Hanya mengingatkan supaya kamu nggak bablas kalau dekat-dekat sama Bang Angga yang kadang belok-belok," kekeh Bang Hadi."Ini uang saku selama di sana, nanti abang transfer untuk biaya minggu depan. Kalau kurang minta sama Angga," ucap Bang Cakra memberikan uang ratusan ribu kepadaku."Nina berasa jadi kayak anak TK yang mau pergi piknik," kekehku."Kamu memang selalu jadi anak TK di mata kami. Hati-hati di sana dan jaga kesehatan," ucap Bang Hadi sambil mengusap rambutku dan mengusap pi
.."Tadi Pak RT ya?""Iya. Setiap ada penghuni baru yang menginap pasti meminta identitas biar nggak dikira teroris atau orang berbahaya. Beruntung Abang masih simpan fotokopian yang dulu pernah Abang gunakan buat ngelamar kerja. Abang kopi banyak dan masih ada nama kamu di sana," ucap Bang Angga."Iya juga sih, kalau udah nggak ada nemeninnya pasti repot harus ke kantor polisi buat memastikan Aku adalah anaknya ibu.""Itulah gunanya kejujuran, jadi ketika kita berbicara tentang fakta Mereka pun tidak meragukan dan percaya saja.""Iya lah, si paling jujur," kekehku.Aku mandi terlebih dahulu sebelum menikmati makan malam dan aku diajak untuk masjid terdekat oleh Bang Angga."Abang Emang biasanya pergi ke masjid?" tanyaku."Memangnya tampang abangnya tampang preman atau gimana? Nggak percaya banget kalau abangnya ini orang yang baik dan soleh," ucap Bang Angga."Hehehe," kekehku.Bang Angga tampak menyapa beberapa orang yang datang ke masjid. Banyak mereka juga yang mempertanyakan aku
Hari-hariku kini sudah tertata dengan rapi. Setiap pagi bangun selalu menyiapkan sarapan untuk aku dan Bang Angga lalu bersiap untuk pergi kuliah. Saat ini aku pun mengambil kuliah pagi karena bang Angga tidak memperbolehkanku untuk pergi malam-malam. Lagian, aku juga sudah tidak bekerja lagi di rumah sakit setelah semua abangku melarang. Selain karena alasannya jauh dari tempat pengangkat tinggal, mereka juga takut aku kelelahan.Tentu perhatian dari semua abang-abang ku itu membuatku merasa terharu sekaligus. Meskipun kadang kasihan melihat Bang Angga yang kelelahan Ketika pulang bekerja."Tumben akhir akhir ini pulangnya jadi malam?" Tanyaku pada bang Angga yang sampai di rumah setelah waktu salat Isya."Tadi ada kerjaan tambahan di bengkel dan abang ambil lembur biar bisa tambahin uang jajan kamu. Nih!" Dia memberikan uang lembaran hijau biru dan merah kepada ku."Kok dikasihkan sama aku?" Tanyaku."Itu buat sangu besok kamu kuliah. Pasti kebutuhan kuliah bukan hanya cuman transpo
*Pagi aku sangat sibuk menyiapkan bekal untuk Bang Angga. Suara salam dari luar Bahkan tidak aku dengar dan aku pun menuju keluar setelah masakan selesai. Terlihat Bang Angga sedang berbincang dengan Kiara, wanita itu sedang menangis dan duduk di samping Bang Angga."Ya udah sih orang laki-laki nggak cuma dia aja kok. Sekiranya memang laki-laki itu nggak tulus sama kamu ya tinggalin aja! Kalian kan belum menikah jadi hal untuk putus nyambung itu sudah biasa. Lain kali carilah yang lebih dewasa biar nggak malah disakiti dan bikin aku jadi nggak tega lihatnya," ucap bang Angga yang terdengar seperti sedang menenangkan Kiara."Masalahnya aku udah …"Aku tidak ingin mendengarkan percakapan kedua orang di depan itu lebih lanjut dan memilih untuk mandi serta bersiap untuk kuliah. Daripada menguping pembicaraan orang dewasa lebih baik aku sibuk mempersiapkan diriku sendiri melakukan aktivitas hari ini. Sepertinya bang Angga memang ada hubungan dengan Kiara yang cukup serius entah itu sahaba
Fildan mengajar di kelasku cukup baik. Dia benar-benar profesional ketika bekerja dan tidak menyapaku seperti orang yang mengenal sebelumnya. Aku pun berusaha untuk tidak kenal apalagi mengaku-ngaku sebagai teman lama. Selepas pelajaran selesai aku pun berkemas dan bersiap untuk mengikuti materi kelas selanjutnya. Ada jeda 1 jam sebelum pelajaran dimulai dan aku memutuskan untuk pergi ke kantin terlebih dahulu."Nin," panggil seseorang dari arah belakang. Aku dan Siska menengok."Eh, Pak Dosen. Kok Nina saja yang dipanggil, saya tidak, Pak?" tanya Siska genit."Maaf, saya nggak hafal nama kamu. Saya hanya ada butuh dan perlu dengan Nina sebentar, bisa?" tanya Fildan."Oh, iya, Pak. Silahkan! Tapi, Saya ingin memperkenalkan ulang Nama saya. Saya Siska," ucap Siska dengan senyum-senyum yang dibuat-buat."Ya. Nin, ikut aku!"Fildan menarikku, membuat banyak pasang mata mengarah dan melirik arahku yang sedang ditarik oleh Fildan."Apasih?" tanyaku saat sudah sampai di ruang kelas yang ko
Pov AhmadAku benar-benar bingung Bagaimana menghadapi masalah ini. Dina memutuskan untuk pergi dari rumah dan tidak mau menungguku selesai dengan permasalahan keluarga yang benar-benar pelik. Ditambah saat ini keadaan Mbak Mita yang tidak stabil lantaran suaminya korupsi dan membawa uang kantor, juga berselingkuh dengan salah satu karyawan yang sama di tempat mereka bekerja. Bukan masalah yang selesai melainkan bertambah dengan masalah yang lain sehingga membuatku tidak bisa keluar dalam waktu yang cepat seperti waktu yang aku janjikan.Sore itu, keputusan untuk ke Banjarnegara dan menjemputnya agar menemaniku di rumah. Aku tidak bisa seperti ini terus dan aku merindukan istriku. Resikonya pasti akan dimarahi oleh Minah, tapi aku tetap harus mencari keadilan untuk istriku sendiri."Mau ke mana kamu?" tanya Ibu."Ahmad ingin menjemput Nina untuk pulang ke rumah.""Pulang ke rumah? “ tanya Ibu yang terlihat kaget.“Ahmad nggak bisa ingkar janji. Ahmad sudah janji akan menjemput Nina s
"Besok ikut Abang untuk menuju ke pengadilan agama dan menggugat cerai Ahmad. Perkataan dari lelaki yang tidak bisa dipegang ucapannya tidak usah kamu pedulikan lagi!" sungut Bang Angga.Aku baru saja di sidang di tengah-tengah keluargaku tentang ketidak kedatangan Mas Ahmad di rumah ini dan menjemputku untuk membawanya ke rumah ibu. Mas Ahmad mengabari bahwa dia tidak bisa pulang lagi untuk menyelesaikan ini dan dia meminta perpanjangan waktu tetapi langsung ditolak oleh Bang Hadi dan Abangku yang lain. Pernikahanku seperti dipermainkan dan kini barulah aku sadari bahwa cinta Mas Ahmad sudah luntur untukku dan dia sudah tidak lagi menyayangiku setelah pengorbanan yang aku berikan 5 tahun lamanya untuk bertahan bersamanya dengan segala kekurangan yang dimiliki.Sebenarnya kalau dari awal sudah menjelaskan tidak sanggup untuk mempertahankan Aku pun tidak akan menunggu sampai selama ini. Namun nyatanya Mas Ahmad terlihat sangat meyakinkan akan menyelesaikan permasalahannya dengan Minah