“Lagi pula, kapan aku sempat berbuat zina? Dulu, sepanjang pernikahan aku menjadi pembantu gratisan di rumah ini. Setiap detik ada saja yang Ibu teriakkan agar segera kukerjakan. Bahkan, Naya harus lahir prematur karena aku kelelahan. Jadi, kapan aku bisa keluar dan berselingkuh?” Arini menentang mata Ratna. Dia lelah dan ingin marah. Inilah saatnya meluapkan semua pada manusia-manusia tak berperasaan yang terus berkelindan dalam hidupnya.“Apakah Ibu tidak punya hati? Sedikit saja, Bu, sedikiiiiit saja. Sama seperti Ibu menyayangi Mas Yuda. Aku, wanita yang entah kenapa sangat Ibu benci ini, juga menyayangi kedua anakku dengan sepenuh hati.” Arini menarik napas panjang sambil menatap Ratna. “Aku tidak ada urusan dengan Ibu dan calon istri Mas Yuda. Aku hanya ingin menyelesaikan masalahku dengan Ayah dari anak-anakku.”Ratna bungkam. Dia kehabisan peluru. Arini mengulitinya hingga dia kehabisan kata. Mulai dari kebohongan tentang uang nafkah sampai dengan mengungkit semua perbuatan bu
ARINI KECELAKAAN Yuda membisu. Semua ucapan Arini tak dapat dia bantah. Lelaki itu menyugar rambutnya. Dia menengadah untuk menenangkan diri saat menyadari kebodohannya selama ini. Bukan sekali-dua kali ibunya menunjukkan sikap tak menyukai Arini dan anak mereka. Namun, dengan mudahnya Yuda tetap percaya pada Ratna.“Biarkan Rafa tetap bersama aku, Mas. Urusan kita selesai sampai disini. Mungkin aku tidak bisa memberi kehidupan yang berlebihan pada Rafa, tapi aku yakin bisa membesarkannya dengan baik. Biarkan kami hidup tenang. Setiap kali Mas datang, masalah seperti tak ada habisnya. Aku lelah.”Yuda menatap Arini lamat-lamat. Penampilan wanita di hadapannya sudah sangat berbeda jauh dengan Arini saat kuliah dulu. Namun, dari cara bicara, sikap, keberanian dan ketegasannya, Arini tak berubah sedikitpun. Itulah yang membuat perasaan Yuda tak pernah padam. Arini adalah wanita yang punya harga diri.“Boleh aku datang ke acara seratus hari Naya?” Suara Yuda bergetar. Lelaki itu mengepal
ARINI SADAR Kepala Arini nyeri saat dia mulai mendapatkan kesadarannya kembali. Telinganya sedikit berdenging dan membuatnya mengatupkan mata rapat-rapat. Ruangan serba putih yang menyapanya pertama kali membuat wanita itu segera mendudukkan tubuhnya. "Aduh!" ucapnya setelah merasakan ada yang salah dengan tubuhnya. Wanita itu mendapati lengannya yang sudah diperban. Dia mengingat-ingat kejadian terakhir yang membuatnya berada di tempatnya sekarang. "Anda sudah siuman?" Seorang wanita berparas ayu dengan kerudung lebar khas seorang perawat menyapanya. Dengan bantuan wanita itu pula Arini dapat menegakkan tubuhnya dengan sempurna. "Terima kasih," ucap Arini yang langsung dijawab dengan senyuman manis wanita bernama Sasi itu. "Sepertinya Anda sedang buru-buru dan melamun hingga tak sadar sebuah mobil melintas. Betul begitu?" Pertanyaan Sasi tak mendapat jawaban dari Arini. Dia pun masih mengumpulkan sisa-sisa ingatannya yang terakhir. "Astaghfirullah. Pasti anak saya mencari saya
KETEGARAN ARINI "Sela-mat siang, Bu." Arini mencoba tersenyum meski kekakuan terlihat sekali di wajahnya. Wanita berusia lanjut itu mendekat hingga membuat Widya segera menyingkir dari tempatnya duduk."Duduk saja, tidak masalah. Saya hanya ingin bertemu dan meminta maaf pada teman Anda." Widya mengangguk kikuk. Perlakuan halus wanita itu membuat Arini dan Widya merasa tak enak. Meskipun berada di pihak yang bersalah, Arini tak ingin membebaninya dengan rasa bersalah. Apalagi dia sudah cukup bertanggungjawab dengan apa yang menimpa Arini."Tadi memang saya yang menyuruh supir untuk buru-buru. Ada kepentingan yang amat mendesak hingga tak sengaja menabrak Anda yang hendak menyeberang. Saya benar-benar minta maaf." Wanita itu membungkukkan badannya. Sungguh Arini tak bisa diperlakukan seperti itu, apalagi oleh orang yang lebih layak dipanggilnya sebagai ibunya. "Terima kasih sudah membawa saya kemari, Bu. Saya juga bersalah. Kurang fokus saat berada di jalan tadi. Mohon maaf sudah
PERNIKAHAN YUDA Alunan suara dari salah satu Diva terbaik di dalam negeri mengalun merdu memenuhi ruangan. Indah. Suara yang terdengar sangat indah. Menggunakan kebaya tradisional modern, rambut dibiarkan terurai begitu saja, penampilan Diva itu sungguh sedap dipandang mata. Spontan tepuk tangan riuh memenuhi ruangan, saat Sang Diva mengakhiri setiap lagu yang dibawakannya.Para tamu terlihat sangat menikmati jalannya acara. Sambil bercakap-cakap ringan di kursi-kursi dan meja yang telah disusun sedemikian rupa, santai menyantap kudapan dan hidangan yang telah disediakan secara prasmanan.Di samping kursi pengantin, Ratna duduk rileks berdampingan dengan suaminya. Sesekali dia ikut bersenandung, saat kebetulan lagu yang dibawakan Sang Diva adalah lagu kesukaannya. Ratna menoleh pada besannya. Mereka saling mengangguk dan melempar senyum.Brokat keemasan dengan hijab senada menjadi seragam besan hari ini di pernikahan anak mereka. Serasi dengan dekorasi ruangan yang bertema merah, hi
HAMPA Mereka berjalan bersisian menuju tempat dansa yang sudah disiapkan. Senyum lebar terkembang di wajah Yuda dan Diandra. Begitu sampai di tengah lingkaran bunga, Yuda langsung merundukkan badan dengan bertumpu pada satu kaki. Aroma wangi dari bunga asli yang disusun mengelilingi mereka memenuhi penciuman.Tangan Yuda terulur, meminta tangan Diandra. Yuda terlihat sangat jantan. Diandra tersenyum sumringah melihat Yuda memperlakukannya sedemikian rupa. Hilang sudah kegundahannya tadi. Yuda mampu menempatkan diri sehingga tidak mencoreng wajah keluarga mereka.Lampu di ruangan besar itu meredup. Hanya tersisa lampu sorot yang menyala terang. Membentuk bulatan, menyinari kedua pasang mempelai. Musik romantis mulai terdengar dari alunan biola. Seorang violist terkenal diundang secara khusus untuk mengiringi momen istimewa ini.Yuda berdiri, satu tangannya memegang pinggang Diandra, menariknya agar lebih mendekat. Tangan yang lainnya tetap memegang tangan perempuan yang telah menjadi
TUDUHAN KEJIArini memijit betisnya. Rasa pegal dan panas akibat pekerjaannya hari ini yang cukup berat membuatnya tak langsung bersih-bersih diri selepas pulang bekerja. Peluh yang membasahi dahinya pun tak dihiraukan wanita itu. Bahkan Arini tak beranjak dari depan pintu kos-kosan miliknya. Semilir angin sore membuatnya betah berlama-lama duduk di depan pintu sambil memandangi halaman sempit tempat tinggalnya.Matanya mengabur mambayangkan Naya yang menyambutnya penuh sukacita saat dia pulang kerja. Anak perempuan itu bahkan tak mendengarkan nasihat kakaknya untuk tak minta gendong pada Arini yang tengah kelelahan. Dia tetap bersikeras Arini mengangkatnya dan mengendong dirinya beberapa saat lamanya. Arini menggunakan punggung tangan untuk mengeringkan air matanya. Sesekali rasa rindu itu membuat dirinya sedih bulan main. Dadanya sesak didera rasa sakit kehilangan yang tak berkesudahan. "Minum dulu, Mama." Rafa yang mengerti keadaan ibunya menghadiahkan segelas air putih di hadap
KEPUTUSAN BULAT MENGUSIR ARINI"Mbak Arini, siapa yang tahu isi hati kamu. Sebagai seorang janda, apapun bisa dilakukan. Apalagi dalam keadaan kesulitan ekonomi seperti ini. Ayolah, jangan munafik. Kau pasti selama ini sudah memanfaatkan kelemahan suami saya yang memang tidak tegaan. Kau pasti sudah merayunya hingga dia luluh dengan alasanmu tak membayar sewa tepat waktu. Sayangnya saya keburu tahu siasat licikmu ini dan tidak akan pernah memberimu kesempatan lagi untuk berkelit. Saya juga tidak bisa membiarkan istri-istri di lingkungan ini was-was karena keberadaanmu yang pasti membuat mereka risih!" "Bu! Perihal uang sewa yang menunggak berapa hari lalu Anda menuduh saya serendah itu? Apa yang Anda tuduhkan benar-benar tidak beralasan. Lagi pula saat Pak Burhan kemari saya tidak sendiri. Kebetulan ada Widya juga. Tak mungkin terjadi hal-hal yang Anda bayangkan, Bu!" Bu Risna tak mau kalah. Semakin Arini melawan, dia akan semakin gencar membuat wanita itu pergi dari tempat ini. W
“Mama, senyum! Lihat kemari!” ucap Rafa sambil melambaikan tangan ke arah ibunya. Sebuah buket raksasa berisi foto-foto ibunya dihadiahkan anak laki-laki itu pada Arini. Wanita itu pun memeluk buketnya meski sedikit kepayahan. Berbagai karangan bunga berisi ucapan selamat untuk para wisudawan menghiasi setiap sudut halaman auditorium yang digunakan untuk acara wisuda kali ini.Senyum Arini mengembang sempurna. Suaminya berhasil menegakkan kepala wanita yang sempat kehilangan seluruh kepercayaan dirinya. Yovan pun terlihat amat puas dengan hasil kerjanya membujuk wanita itu. Senyuman menawan laki-laki itu membuat Arini merasa begitu dicintai laki-laki pemilik hidung mancung itu.“Papa ambil posisi di sebelah Mama. Jangan lupa Mama dipeluk!”Arahan dari Rafa membuat Arini dan Yovan tertawa. Mereka takjub sekali dengan perubahan pada diri Rafa. Apalagi setelah dia diberitahu bahwa adiknya akan lahir dalam hitungan hari. Dia makin menunjukkan sikap protektifnya pada sang ibu.“Sekarang Pa
Tentang Bahagia Arini memperhatikan pantulan dirinya di depan cermin. Kebaya berwarna hijau sage dengan kain batik yang membelit tubuh bagian bawahnya tak membuat dirinya berpuas diri. Matanya berkaca-kaca saat berkali-kali memutar dirinya di depan cermin. Kehamilannya di usia sembilan bulan ini membuat berat tubuhnya melonjak drastis. Pipinya membulat sempurna, belum lagi dagu yang seolah berjumlah dua hingga membuat dia kesusahan mengenakan kerudung untuk menutupi mahkotanya.Arini menjatuhkan dirinya di atas tepian kasur. Acara wisuda yang akan dilaksanakan beberapa jam lagi tiba-tiba membuat dirinya meragu. Penampilannya yang dia nilai akan menjadi bahan tertawaan banyak orang membuat Arini hampir menyerah untuk mempersiapkan diri. Sebuah ketukan ringan dari arah pintu membuat kepalanya menoleh.“Loh, belum siap juga? Kita harus datang di gedung satu jam lagi. Kenapa toga pun belum kamu pakai?” Suara suaminya membuat Arini makin tak bisa menahan laju air matanya. Make up natural
“Diminum, Bu.” Arini meletakkan es jeruk dan setoples kue kering. Wanita itu langsung duduk di sofa yang kosong. Dia tersenyum tipis saat melihat sejak tadi tangan Ratna terus-terusan memegang tanga Rafa.“Terima kasih.” Ratna mengambil gelas dan meminumnya beberapa tegukan. Rasa asam, manis dan segar memenuhi mulut Ratna. Minuman itu cocok sekali dinikmati saat hari cerah seperti siang ini. “Sudah berapa bulan?” Ratna memperhatikan perut Arini yang mulai menyembul.“Masuk lima.” Arini refleks mengelus perut. “Apa yang mau dibicarakan, Bu? Tidak biasanya Ibu pergi sendirian. Jarak rumah kesini lumayan jauh.” Arini memperhatikan wajah Ratna yang sejak tadi tampak mendung. Mata wanita tua itu dipenuhi kabut seakan menyimpan kesedihan yang tak berujung.“Ibu mau minta maaf ….” Ucapan Ratna terpotong karena tangis. Mantan mertua Arini mendadak terisak kencang. Dia tidak bisa mengendalikan air mata saat mengingat perlakuan buruknya pada Arini dulu. “Ibu mau minta maaf atas semua kesalahan
“Jadi, nanti perut Mama akan membesar ya, Ma? Terus Adik bayinya keluar dari mana?”Arini menarik napas panjang. Rafa memang banyak bertanya setelah mengetahui kalau di perutnya ada bayi. Anak lelaki itu sangat senang sekaligus juga penasaran. Berbagai pertanyaan dia lontarkan. Pertanyaan yang kadang membuat Arini harus memutar otak dengan keras agar bisa menjawab sesuai dengan umur dan pemahaman anaknya.“Manusia akan melalui tiga alam selama hidup. Pertama, alam dunia, tempat kita saat ini. Kedua, alam barzah, tempat kita menanti hari kiamat tiba. Ketiga, alam akhirat, tempat kita mempertanggungjawabkan semua perbuatan.” Arini menjawab setelah cukup lama terdiam. “Sudah dapat pelajaran di sekolah ‘kan tentang alam-alam ini?” Arini mengelus kepala Rafa pelan.Rafa mengangguk pelan. Anak itu ingat kata guru agamanya, kalau anak nakal, nanti dia akan mendapat balasan di akhirat. Kalau mencuri tangannya akan dipotong berkali-kali. Sebaliknya, kalau dia menjadi anak rajin dan senang memb
IRI “Mas, sudah kubilang percuma kita kemari. Memang Tuhan itu belum ngasih karena dia lihat Mas Yuda belum mampu menafkahi anak kita nantinya, jadi dia lebih milih buat nunda. Kok kamu jadi maksa-maksa gini? Buang-buang waktu tahu nggak?”Diandra mendekap kedua tangannya. Baru saja dia dan Yuda sampai di sebuah klinik kandungan yang direkomendasikan salah seorang temannya. Klinik yang saat Diandra melihat list harga konsultasi dan tindakan yang dilakukan cukup membuat matanya melotot tak percaya. Rasanya sayang sekali uang sebesar itu digunakan untuk hal tidak penting seperti ini.“Mas. Mending uangnya buat liburan atau memanjakan diri di spa seharian. Paling tidak untuk senang-senang dari pada ngendon di rumah seharian. Bukan nggak mungkin gara-gara stress di rumah yang membuatku susah hamil begini!”Yuda hampir membentak istrinya jika tak menyadari posisi mereka saat ini. Rasanya telinganya gatal mendengar istrinya berbicara kasar seolah ibunyalah penyebab dia belum juga diberi ke
KECEMASAN ARINI Arini meremas tangan suaminya. Laki-laki itu tersenyum. Setelah perdebatan panjang akhirnya Arini bersedia ke klinik yang sudah direkomendasikan dokter Wisnu saat Yovan menanyakan dokter kandungan yang bagus untuk istrinya. Sebenarnya bisa saja dia membawa Arini ke klinik yang dulu selalu dia datangi bersama Raline saat istri pertamanya itu hamil.Tetapi dia mengurungkan hal tersebut demi menjaga perasaan istrinya. Pasti Arini akan merasa tak nyaman karena menganggap Yovan sengaja membawa dirinya ke tempat dimana kenangannya bersama Raline sebagian besar terekam di sana. “Mas?”“Ya?” Senyum di bibir Yovan belum juga pudar. Bayangan tentang detik-detik pertama istrinya memberikan benda yang dia angsurkan sebelumnya membuat laki-laki itu tak bisa kehilangan kebahagiannya. Arini menunjukkan trip dua pada benda yang dibeli suaminya melalui layanan aplikasi belanja online itu. Yovan yang sebelumnya berdiri menyederkan tubuhnya di tembok depan itu hampir melompat kegiranga
TEST PACKMata Yovan kembali menyipit. Dia tak tahu apa yang terjadi dengan istrinya saat ini. Yang dia lakukan langsung beranjak ke kamar mereka di lantai dua. Dia kehilangan daya saat melihat istrinya bermuram hingga tak berani sama sekali dia mendebatnya. Laki-laki itu pun merasa mati langkah saat hari liburnya justru bertepatan dengan jadwal Rafa di rumah Yuda.Laki-laki itu bahkan ingin sekali melarang anaknya pergi ke rumah ayah kandungnya jika tak ingat hal itu akan membuat suasana sejuk yang tercipta dengan laki-laki itu akan kembali memanas dan tentu akan berdampak pada hubungan mereka. Apalagi Yuda sudah menjanjikan anaknya melakukan kegiatan yang sama lagi seperti saat itu. Memancing di danau dan membakar ikan di tepian yang membuat bibir mungil Rafa tak henti-hentinya bercerita aktivitas yang menyenangkan itu.Baru saja hendak memakai kaos berwarna merah miliknya, Arini yang tiba-tiba masuk mencegah laki-laki itu.“Jangan yang itu, Mas. Warna itu merusak pandangan mataku.
SIKAP ANEH ARINIArini duduk di atas sofa ruang belakang. Tatapannya tertuju ke arah luar jendela dimana pohon palem yang berderet rapi di halaman terlihat meliuk-liuk diterpa angin. Hujan yang turun membuat pepohonan di luar sana tampak segar. Aroma petrikor yang berasal dari tanah kering yang tersiram air hujan terasa sekali di indra penciuman Arini.Tetapi kali ini reaksi yang dirasakan Arini terasa lain. Tidak seperti biasanya saat hatinya bersorak menikmati aroma khas yang keluar saat awal-awal hujan turun. Arini bahkan beranjak dari posisi duduknya saat ini demi menutup jendela berharap bau khas itu segera menghilang secepatnya.“Kucari-cari kenapa justru di sini?”Suara suaminya membuat Arini tersentak. Beberapa saat kemudian dia membetulkan anak rambut yang berkeliaran bebas di dahinya. Keheningan rumah itu membuat mood Arini mudah sekali memburuk. Suaminya itu langsung mengambil posisi berhimpitan dengannya. Aneh, seketika Arini menggeser tubuhnya hingga menambah jarak di ant
“Mama!” Rafa berteriak senang saat mobil Yovan memasuki halaman. Bocah laki-laki itu langsung berlari saat Arini keluar dari mobil. “Kangen.” Rafa tertawa-tawa saat Arini memeluknya erat-erat. Dia semakin terkekeh geli saat Arini menciumi wajahnya bertubi-tubi.“Papa.” Rafa langsung menyalami Yovan setelah berhasil lepas dari pelukan Arini. Dia mengangguk senang saat Yovan dengan mudah mengangkat tubuhnya.Disini, Yuda mengeluh pelan melihat keharmonisan keluarga di hadapannya. Rafa tampak sangat senang digendong Yovan. Sementara Arini menggandeng tangan Yovan dengan sebelah tangan menenteng paper bag biru. Keluarga kecil yang terlihat sangat harmonis. Siapapun pasti akan mengira kalau Rafa adalah anak Arini dan Yovan.“Assalamualaikum, Mas.”“Waalaikumussalam.” Lamunan Yuda terhenti mendengar salam Arini. Dia langsung berdiri dan membalas jabat tangan Arini dan Yovan. “Masuk dulu. Mama dan Diandra sedang keluar. Mama mertua mau mengadakan hajatan jadi mereka bantu-bantu.”“Kami dilua