Yang satu, adalah lelaki dengan perawakan tinggi tapi tidak terlalu kurus, mengenakan pakaian serba berwarna putih, mengenakan ikat kepala putih dikepalanya, di atas kepalanya juga tampak sebuah mahkota perak. Raut wajahnya tampan. Dari penampilannya, Bintang dapat menduga kalau lelaki itu adalah seorang bangsawan. Sedangkan yang seorang lagi adalah seorang lelaki buta, hal ini Bintang ketahui dari tongkat yang ada ditangannya. Dia berjalan dengan mengetuk-ngetuk lantai. Wajahnya tidak terlalu tampan, tapi terkesan penuh kharismatik dan jantan. Jambang juga tampak sedikit memenuhi wajahnya. Dia tampak mengenakan pakaian yang sepertinya terbuat dari kulit ular. Begitu pula dengan ikat kepalanya. Walau penasaran, tapi Bintang tak menanyakan mengenai hal itu kepada Zhena, keduanya tetap berjalan menuju ke Aula Surga.Di Aula Surga, ada banyak orang yang tengah berkumpul, karena memang. Sang Maharaja di setiap harinya selalu mengadakan rapat untuk membahas penaklukan tiga dunia dalam wakt
AULA SURGA terasa begitu mencekam, semua orang yang ada ditempat itu terdiam ngeri melihat sikap amarah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal terhadap menantunya. Bintang. Sebagaimana telah dikisahkan dalam chapter sebelumnya. Sang maharaja meminta Bintang untuk menjadi panglima perangnya dalam menaklukkan tiga dunia. Tapi dengan tegas, Bintang menolaknya. Sebenarnya, memang saat-saat seperti inilah yang dinantikan oleh Bintang untuk memberikan pencerahan bagi sang maharaja, agar bangsa manusia dan bangsa jin bisa hidup berdampingan, tapi sepertinya tidak semua apa yang dipikirkan oleh Bintang sesuai dengan keinginannya, karena sang maharaja menolak keras idenya itu. Keputusan untuk menaklukkan tiga dunia dengan peperangan sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi.Sang putri, istri tercinta!Tampak wajahnya berubah pucat melihat amarah pada ayahanda rajanya, sebelum semuanya terlambat. Putri Zhena tiba-tiba saja bersujud dihadapan sang maharaja. Hal ini tentu saja mengejutkan semua orang yang ad
“M-Mustofa...” kata Bintang dengan setengah terkejut. Seketika itu juga, Bintang mencoba untuk bangkit. Walau masih sedikit lemah, sosok lelaki tua yang tengah memangku Bintang, ternyata adalah JIN MUSTOFA. Mustofa segera membantu Bintang untuk duduk. Bintang kini menyadari kalau dirinya tengah dikerumuni oleh ribuan orang yang ada ditempat itu. Bintang juga dapat melihat langit-langit yang terkungkung oleh kerangkeng kristal yang sangat besar. Kristal yang sama dengan membelenggu lehernya.Semua penghuni Penjara Langit, hampir semuanya adalah bangsa jin yang kini tampak duduk mengelilingi sosok Bintang dan Mustofa.“Akhirnya, aku bisa menemukanmu, Mustofa” kata Bintang tersenyum. Mustofa juga balas tersenyum agung.“Ya, akhirnya Tuan bisa sampai kemari. Tapi sayang, pertemuan ini sangat tidak sesuai keinginan kita tuan. Maafkan hamba yang telah menyeret Tuan hingga sampai kemari”“Tidak.. itu tidak apa-apa Mustofa. Semua ini memang keinginanku sendiri”“Bagaimana ceritanya, hingga ak
“Aku Jiu Long” katanya memperkenalkan diri.“Apa Tuan berasal dari dataran tengah?” tanya Bintang.“Benar, Tuan Bintang tahu tentang dataran tengah”“Ya, aku tahu. Kebetulan beberapa kali aku pernah kesana”“Wah, hebat sekali Tuan Bintang” kata Jiu Long.“Bagaimana kisanak bisa berada ditempat ini? Apakah kisanak juga diculik oleh pemuda bernama Surya?” tanya Jaka Samudra kepada Bintang.“Surya..?!” ulang Bintang dengan bingung.“Iya, katanya dia adalah utusan maharaja jin yang ditugaskan untuk merekrut pendekar-pendekar hebat untuk bersekutu dengan bangsa jin. Tapi saat itu aku menolak mentah-mentah tawarannya, kami bertarung dan aku kalah.. Saat aku tersadar, aku telah berada disini..” kata Jaka Samudra lagi.“Ya, aku juga sama seperti Tuan Jaka. Tapi yang datang kepadaku, adalah seorang wanita. Dia juga mengaku adalah utusan maharaja jin” sambung Jiu Long.“Siapa nama utusan maharaja jin itu, Tuan Jiu Long?” tanya Bintang penasaran.“Kalau tidak salah, namanya Una Lyn” lagi-lagi wa
“Paling tidak, arahnya benar. Jaka” kata Jiu Long tertawa ringan.“Iya, ya. Kau benar” sambung Jaka Samudra ikut terkekeh pula. Tawa keduanya memancing perhatian Bintang menoleh kearah keduanya. Bintang ikut tersenyum. “Di saat-saat seperti ini, mereka masih bisa tenang dan bisa tertawa” batin Bintang geleng-geleng kepala. Untuk sesaat Bintang teringat akan kedua sahabatnya (Bayu dan Arya). “Coba saja mereka berdua ada disini” membatin Bintang.Sejenak, Bintang mengalihkan pandangannya kearah depan. Di mana, beberapa tombak dari kerangkeng kristal yang menutupi Penjara Langit, terlihat dua mahluk yang tengah berdiri membelakanginya.“Mahluk apa itu, Mustofa?” tanya Bintang.“Anubis”“Anubis..?” ulang Bintang dengan kening berkerut. Bintang dapat melihat kedua mahluk itu tampak memiliki tubuh seperti manusia. Tapi kepalanya binatang. Binatang srigala.“Mahluk apa mereka, Mustofa?”“Mereka disebut Anubis, tuan. Mereka berbeda alam dengan kita. Mereka juga disebut sebagai Dewa Kematian.
“Jadi, Sarira ini bisa digunakan untuk mengabulkan permohonan“ kata Jiu Long cepat. Mustofa mengangguk pasti.“Apakah bisa mengabulkan semua permintaan Tuan jin ?” tanya Jiu Long cepat.“Insyaallah bisa”“Kalau begitu mudah saja, aku akan meminta kekuatan yang bisa mengalahkan mahluk bernama Anubis itu!” kata Jaka Samudra dengan penuh semangat.“Maaf Tuan Jaka, sepertinya permintaan seperti itu. Tidak akan bisa”“Loh, tadi katanya bisa semua permintaan”“Yah, tapi tidak seperti itu juga Tuan Jaka, Sarira hanya bisa mengabulkan permohonan yang tidak melebihi kekuatan Sarira itu sendiri”Jaka Samudra mendengus kesal dan kecewa mendengar tanggapan Jin Mustofa. Jin Mustofa tampak mengalihkan pandangannya kearah Bintang. “Bagaimana, Tuan ?” tanyanya kearah Bintang.Bintang masih terdiam seperti tengah memikirkan apa yang akan dimintanya pada Jin Mustofa.“Mintalah sesuatu yang ada hubungannya dengan kesaktian bukan dengan kekuatan” kata Jin Mustofa lagi. Kali ini wajah Bintang tampak berub
“Hidup dan mati seseorang, hanya gusti Allah yang menentukan. Bila sudah tiba masanya ajal akan datang menjemput, mau bersembunyi dilobang semutpun, niscaya ajal itu akan datang dengan sendirinya, tapi bila ajal belum tiba saatnya untuk datang. Biarpun langit akan runtuh sekalipun. Kematian itu tidak akan datang menghampiri” kata Bintang dengan penuh makna. Jaka Samudra kemudian menggenggam pundak Bintang dengan tersenyum. Jiu Long pun ikut melakukan hal sama. Mereka setuju dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Bintang. Bintang membalas senyuman keduanya, walaupun Bintang tahu, Jaka Samudra saat ini tidak melihat senyumannya.“Pergilah menjauh sedikit” kata Bintang pelan. Jaka Samudra dan Jiu Long tak mengerti apa maksud ucapan Bintang. Tapi saat Bintang mengeluarkan kembali kotak kayu kecil dari balik pakaiannya, keduanya segera mengerti. Mustofa dan bangsa jin yang juga melihat hal itu segera ikut menjauh. Sementara di luar Penjara Langit, Surya dan Una Lyn bingung melihat Binta
“Aku, merindukanmu Bintang” ucap Una Lyn pelan ditelinga Bintang. Bintang hanya diam tanpa membalas pelukan Una Lyn, karena ada banyak orang yang berada ditempat itu. Tentu Bintang merasa tak nyaman untuk membalas pelukan itu, walaupun sebenarnya Bintangpun sangat tergoda untuk melakukan hal itu. Sementara bagi Una Lyn sendiri, tak perduli dengan begitu banyaknya orang yang melihat kearah mereka. Selama beberapa hari tidak bertemu Bintang, apalagi saat Bintang menikahi sang putri, Una Lyn merasa harapannya untuk bertemu Bintang pupus sudah. Makanya saat mendengar Bintang ditawan di Penjara Langit, Una Lyn langsung menyetujui perintah sang maharaja untuk menyampaikan titah eksekusi mati bagi para penghianat, Una Lyn tak perduli. Asalkan bisa bertemu dengan Bintang untuk yang terakhir kalinya. Una Lyn tak memperdulikan semua yang akan terjadi di masa depan. Bintang adalah cinta sejatinya, cinta yang akan dibawanya sampai mati. Bahkan saat ini, Una Lyn siap bila harus ikut mati bersama B