"Aneh," pikir Jin Tangan Seribu sambil terus mengikuti. "Kalau dia lari, seharusnya dia kembali ke tempat kediamanku. Memberi tahu bahwa dia gagal. Tapi mengapa Pamanyala malah lari ke jurusan lain? Aku harus menguntit terus. Aku harus tahu menuju kemana mahluk satu ini! Sebenarnya aku sudah lama bercuriga. Jangan-jangan dia sengaja memperhambakan diri padaku untuk satu maksud jahat!"
Ketika sang surya condong ke barat dan di depannya kelihatan gugusan batu-batu warna kelabu, Jin Tangan Seribu mulai menyadari kemana tujuan mahluk yang diikutinya. Dia kenal betul kawasan itu karena pernah mendatanginya sebelumnya.
"Di depan kawasan berbatu-batu sana ada sebuah bukit. Di bukit itu terletak Istana Surga Dunia, sarang Jin Muka Seribu. Agaknya kesanalah tujuan Pamanyala! Aneh, mengapa mahluk ini menuju Istana Surga Dunia? Apa hubungannya dengan Jin Muka Seribu? Ah! Bukan mustahil..."
Di depan sana Pamanyala menyelinap di antara batu-batu besar warna kelabu. Tak lama
KITA kembali pada Jin Terjungkir Langit alias Pasedayu dan Jin Selaksa Angin alias Ruhpingitan. Seperti dikisahkan dalam Episode sebelumnya ("Cincin Maharaja Jin") sepasang suami istri yang saling terpisah selama puluhan tahun itu akhirnya bertemu. Keduanya berpeluk bertangisan penuh gembira tapi juga penuh haru di dalam sebuah danau kecil."Peluk tubuhku erat-erat Ruhpingitan. Kalau tidak aku akan meluncur terbalik, kepala masuk ke dalam air, kaki mencuat di atas danau. Kau akan bingung memegangi tubuhku! Ha... ha... ha. ""Pasedayu suamiku, derita sengsaramu akan berakhir hari ini!" kata Ruhpingitan sambil memeluk erat Pasedayu dan membelai rambut putihnya yang basah kuyup. "Kau tahu, sendok sakti terbuat dari emas itu ada padaku.""Astaga! Apa katamu?!" Pasedayu terkejut seolah tak percaya akan pendengarannya."Sendok Pemasung Nasib ada padaku." Bisik Ruhpingitan."Keterangan pemuda asing bernama Bintang itu ternyata benar. Dia pernah mengatakan
DI DALAM danau, Bayu yang memang memiliki kepandaian luar biasa dalam hai berenang, bergerak cepat mengejar Jin Lintah Hitam yang merampas Sendok Pemasung Nasib. Bayu melihat jelas Jin Lintah Hitam memegang sendok emas sakti di tangan kanannya. Bayu sampai beberapa kali berusaha merampas kembali benda itu. Namun gerakan Jin Lintah Hitam selain gesit sekaligus licin. Padahal Bayu juga telah mengeluarkan ilmu melicinkan tubuh yang disebut Ilmu IKan Paus Putih. Tetap saja Bayu tidak mampu mengambil Sendok Pemasung Nasib itu.Setelah berenang meliuk-liuk aneh beberapa kali, Jin Lintah Hitam melesat ke arah kiri berusaha melarikan diri. Sebelum dia berhasil mencapai tepian danau sebelah tenggara, Bayu cepat mengejar dan sempat mencekal salah satu kakinya. Tak terduga mahluk yang sosoknya licin ini menarik kakinya sambil berbalik dan lancarkan tendangan dengan kakinya yang lain.Membuat gerakan menendang di dalam air bukan satu hal yang mudah. Bukan saja karena dua kaki tida
Bayu sendiri saat itu terduduk di tanah. Sambil mengusap-usap dadanya yang terasa sakit bekas tendangan Jin Lintah Hitam, Bayu memandang berkeliling. "Kalau saja Bintang ada di sini, mungkin kejadian seperti ini tidak akan terjadi. Dimana Bintang berada sekarang? Jangan-jangan keselamatannya juga terancam. Dewi Awan Putih, apa tujuanmu melarikan sahabatku itu?" Selagi merenung-renung seperti itu, selintas pikiran muncul di benak Bayu. Dia bangkit berdiri, memandang pada Jin Terjungkir Langit, lalu pada Ruhpingitan."Bayu, kau agaknya hendak mengatakan sesuatu!" ujar Ruhpingitan."Benar, Nek," jawab Bayu. "Aku ingat ucapan kalian. Jika betul Jin Lintah Hitam anak buah Jin Muka Seribu, maka menurutku besar kemungkinan yang melarikan mayatnya adalah Jin Muka Seribu sendiri atau orang-orang suruhannya. Sebabnya lain tidak karena Jin Muka Seribu ingin mendapatkan Sendok Pemasung Nasib yang telah ditelan mahluk itu!""Kalau dibelakang semua ini memang Jin Muka Seribu
"Siapa yang barusan bicara?! Mengapa tidak unjukkan diri?!" Orang bernama Pajohor membentak. Dia lalu saling membagi pandang dengan tiga temannya.Kembali menggema suara tawa mengekeh. Lalu dari kegelapan muncul sesuatu, mengapung di udara, bergerak ke arah ke empat orang itu. Begitu melihat siapa yang muncul terkejutlah orang-orang dari Istana Surga Dunia ini."Jin Terjungkir Langit!" Dua di antara mereka berseru. Yang dua lagi segera bersiap sedia, menggerakkan tangan ke pinggang masing-masing dimana terselip sebilah parang. Walau dalam kegelapan namun masih bisa terlihat bagaimana wajah ke empat orang ini jadi berubah begitu mengenali siapa adanya orang yang muncul."Suamiku tidak datang sendiri! aku menemaninya!" Tiba-tiba satu suara lain terdengar. Suara perempuan, disusul tawa cekikikan dan ditutup suara butt prett! Satu bayangan kuning berkelebat. Di samping Jin Terjungkir Langit kini tegak berdiri si nenek tukang kentut Jin Selaksa Angin."J
Betina Bercula melangkah mendekati Bayu dan sementara sambil senyum-senyum dan gosok-gosok telapak tangannya."Aku sudah menggeledah! Tapi Sendok Pematung Nasib itu tak ada pada mereka!" Betina Bercula memberi tahu."Lalu apa saja yang kau temukan?" tanya Bayu."Apa saja yang kau lakukan?" menyambung Arya."Yang kutemukan hanya dua pisang batu buruk rupa! Yang kulakukan cuma meremas. Masih untung tak kukupas kulitnya! Hik... hik... hik!" Betina Bercula tertawa cekikikan. Ketiga orang-orang itu lalu menemui Pasedayu dan Ruhpingitan. Mereka semua merasa heran. Keempat orang dari Istana Surga Dunia itu, dari pembicaraan mereka yang sempat didengar, sudah dapat dipastikan sebagai orang-orang Jin Muka Seribu yang disebar untuk mencari Sendok Pemasung Nasib. Tapi anehnya sendok emas sakti itu tidak ditemukan. Kalau masih berada di dalam perut Jin Lintah Hitam, lalu dimana mayat mahluk itu mereka sembunyikan?"Seharusnya kau menanyai dulu pada
Tak lama kemudian muncullah seseorang memanggul sosok yang mengenakan pakaian hitam lekat licin seolah menempel ke tubuhnya. Masih dengan memanggul sosok hitam licin itu, orang yang datang menjura memberi hormat pada Jin Muka Seribu yang saat itu tegak tak bergerak. Hanya sepasang matanya membeliak besar dan empat wajahnya yang tadi berupa wajah lelaki gagah separuh baya, kini membayangkan berubah menjadi empat wajah tua seorang kakek pucat pasi, pertanda Sang Junjungan berada dalam kaget besar."Pasedana!" seru Jin Muka Seribu menyebut nama lelaki yang memanggul sosok licin hitam. "Kau adalah salah seorang anggota rombongan yang kuperintahkan mencari Jin Berpipa Emas dan menyelidik Sendok Pemasung Nasib. Yang kau panggul itu adalah Jin Lintah Hitam. Mana Pajohor, pimpinan rombongan. Mana Patuding dan dua kawanmu lainnya?! Apa yang terjadi dengan Jin Lintah Hitam?!""Junjungan, izinkan saya meletakkan tubuh yang saya panggul ini di lantai ruangan," berucap Pasedana. "S
Jin Muka Seribu berpaling pada Pasedana. "Kita perlu menghadirkan putera Jin Lintah Hitam di tempat ini! Dia perlu mengetahui bahwa ayahnya telah berbuat satu jasa besar Harap kau segera memanggil orang itu!"Pasedana menjura lalu tinggalkan ruangan segi enam dengan cepat Tak selang berapa lama dia kembali bersama seorang pemuda bertubuh tegap tinggi, berwajah gagah tapi berkulit sangat hitam, berkilat dan licin, menyerupai Jin Lintah Hitam. Pemuda ini bernama Pakembangan dan adalah putera tunggal Jin Lintah Hitam.Sampai di hadapan Jin Muka Seribu Pakembangan segera hendak menjura. Namun pandangannya membentur sosok yang tergeletak di lantai ruangan. Pemuda ini tersurut ngeri. Tapi begitu menyadari bahwa orang itu adalah ayahnya, Pakembangan langsung menggerung dan jatuhkan diri."Apa yang terjadi dengan ayahku! Hai! Siapa berbuat sekejam ini?!" Berurai air mata tapi tubuh menggeletar dan dua tangan terkepal Pakembangan bangkit berdiri. Dia memandang tak berked
Ruhkinki memperhatikan bagaimana Jin Muka Seribu melangkah ke arah dinding ruangan sebelah kanan. Dinding itu merupakan petak-petak segi empat berjumlah tujuh menyamping tujuh ke bawah. Berarti ada empat puluh sembilan petak. Masing-masing petak diberi angka mulai dari angka 1 sampai 49.Jin Muka Seribu tekankan telapak tangan kirinya ke petak berangka 21. Secara aneh batu rata petak tersebut bergerak naik ke atas. Lalu terlihat sebuah ruangan empat persegi. Jin Muka Seribu masukkan Sendok Pemasung Nasib ke dalam ruangan itu. Batu petak yang tadi naik ke atas bergerak turun kembali.Di depan pintu ruangan Ruhkinki melihat jelas semua apa yang dilakukan Jin Muka Seribu. Dia mengingat-ingat nomor petak dimana tadi Jin Muka Seribu memasukkan sendok emas sakti, lalu cepat-cepat menarik ujung kipas dari celah pintu. Tanpa suara pintu batu itu bergerak perlahan lalu menutup rapat.Di dalam ruangan Jin Muka Seribu menyeringai. Dalam hati dia berkata. "Aku suka be