Di lereng bukit yang sejuk dan sunyi, Ksatria Pengembara tegak berdiri sementara Ruhjelita enak saja membaringkan diri di tanah di atas rerumputan.
Matanya tak lepas-lepasnya menatap wajah Bintang sedang senyum terus bermain di bibirnya yang merah. Sikapnya benar-benar menantang dan mengundang.
“Kita sudah berada di lereng bukit Sekarang katakan apa yang hendak kau bicarakan?” bertanya Bintang.
Ruhjelita balikkan tubuhnya. Menelungkup di tanah sambil dua tangannya ditopangkan ke dagu. Dari tempatnya berdiri Bintang bisa melihat sosok tubuh bagian atas si gadis, putih dan kencang. Dalam hati Ksatria Pengembara berkata. “Aku banyak mendengar sifat aneh gadis ini dari Maithatarun. Aku harus berhati-hati...”
“Hai Bintang,” Ruhjelita berkata. “Kita hanya berdua di tempat ini. Ke manapun mata dilayangkan terbentang pemandangan indah. Mengapa harus buru-buru membicarakan segala urusan?”
Bintang tersenyum. &l
“Bunga mawar kuning. Bagus sekali. Belum pernah aku melihat bunga mawar seperti ini...” kata Bintang. Lalu dia membungkuk mengambil bunga itu. Seperti kebiasaan orang begitu bunga dipegang Bintang ini langsung dekatkan ke hidungnya lalu mengendus bunga itu. “Heiii... harum sekali,” kata Bintang pula. “Bunga sebagus ini dari mana datangnya?” Ksatria Pengembara memandang ke arah telaga. “Eh...!” Kening Bintang mengerenyit. Dikedip-kedipkannya matanya. Lalu diusapnya. “Aneh, apa yang teriadi dengan mataku. Pemandanganku mendadak kabur. Lebih aneh lagi, dadaku sesak. Kepalaku seperti pusing!” Bintang pandangi bunga yang dipegangnya. Sedekat itu sang bunga berada di depan matanya namun dia tak bisa melihat dengan jelas. “Ada yang tidak beres! Bunga mawar kuning yang barusan kucium. Jangan-jangan mengandung racun jahat! Celaka!”Bintang mulai huyung. “Seharusnya aku kebal segala macam racun. Tapi ra
“Anak muda! Terima kasih atas tuduhanmu! Tapi apa perlu aku membukai celanamu! Celana perempuan saja tak ingin aku bukai! Ha... ha... ha...!”“Di tempat ini tidak ada orang lain kecuali kau. Selain itu kau punya kesukaan jelek, tukang merorotkan celana orang!”“Waw... waw! Merorotkan celana orang apakah itu satu kejelekan? Aku sendiri pakai celana melorot seperti itu! Lihat saja!” Lalu si kakek putar tubuhnya memperlihatkan pantatnya yang memang tersingkap karena celananya sengaja dilorotkan di bagian belakang!“Anak muda, sebenarnya tadi aku tidak mau mengganggu kau lagi asyik bersama kekasihmu. Bercumbu rayu boleh-boleh saja. Tapi kalau sampai main gerayang-gerayangan ke dalam celana, walau ini tempat sunyi, kurasa sudah melewati batas! Pasti tadi kau keenakan ya diraba-raba seperti itu? Ha... ha... ha!”“Kek, jangan kau berkata yang bukan-bukan! Apa maksud ucapanmu. Siapa yang bercumbu rayu! Siapa y
“Mawar kuning berbisa itu hanya tumbuh di lapisan langit ke tujuh. Di alam kehidupan para Dewi...”Bintang terkejut. Dadanya bergetar dan mukanya berubah. “Kalau begitu ini adalah pekerjaan Dewi Awan Putih!”“Terima kasih kau pandai menuduh. Tapi jangan sekali-kali berprasangka buruk tanpa bukti!” mengingatkan Si Jin Sinting.“Saya berkata begitu karena Dewi Awan Putihlah satu-satunya Dewi yang saya temui sebelumnya... Saya harus menyelidiki hal ini! Saya harus mencari Dewi Awan Putih dan menanyainya!” Bintang kepalkan tangan kanannya penuh perasaan geram.“Sudahlah, aku tidak mau ikut campur urusanmu. Aku mau pergi. Apa kau mau ikut?”“Kau mau menyuruh saya memayungimu lagi, kau bernyanyi dan menari. Dan saya mengikuti ke mana kau pergi?”Si Jin Sinting tertawa bergelak. “Terima kasih kau menyatakan ketidaksenanganmu. Tapi sekali ini aku mengajakmu untuk berbuat p
Bintang bersama Si Jin Sinting yang mendekam di balik sebuah batu memperhatikan bagaimana dua buah batu kelabu di depan batu yang ditumbuhi cendawan hitam tiba-tiba bergeser ke samping disertai suara berdesing halus. Di antara dua batu besar yang membuka itu kini kelihatan sebuah liang yang merupakan tangga turun setinggi tiga tombak. Jin Api Biru segera melompat ke dalam liang batu. Dua buah batu besar kembali keluarkan suara berdesing lalu merapat. Liang batu lenyap dari pemandangan. Si Jin Sinting melirik pada Bintang. Dia menunggu sesaat lalu tarik lengan pemuda itu dan melompat ke arah batu pembuka liang. Seperti yang dilakukan Jin Api Biru, Si Jin Sinting hunjamkan tumitnya tiga kali berturut-turut. Dua batu besar serta merta terkuak ke samping.“Cepat!” ujar Si Jin Sinting lalu menerobos masuk ke dalam liang batu.Bintang mengikuti dengan perasaan tegang. Ketika liang menutup kembali ternyata ruang di bawahnya tidak menjadi gelap. Si Jin Sinting samp
Si Jin Sinting tertawa mengekeh. “Aku memang tidak lagi memerlukan barang-barang busuk ini! Ambil saja kembali!” Dari atas sana Si Jin Sinting lalu lemparkan ke dalam lobang payung daun, tambur serta penabuhnya. Lalu sambil tertawa-tawa bersama Jin Api Biru dia tinggalkan tempat itu.“Sialan! Benar-benar sialan!” maki Bintang tidak habis-habisnya menyesali diri dalam kemarahan yang hampir tidak terbendung.“Tidak ada kesialan dalam hidup ini Hai anak muda. Yang ada ialah bahwa segala sesuatu yang terjadi atas diri kita sudah diatur oleh para Dewa penguasa alam...”Bintang hendak memaki tapi ketika sadar yang berucap itu adalah sosok yang melesak ke dinding batu dia segera palingkan kepala.“Kek, siapa kau adanya?! Bagaimana wajah dan bentuk tubuhmu sangat sama dengan manusia di atas sana yang tadi menyonggengkan pantatnya?” Bintang ajukan pertanyaan.“Terima kasih! Pertanyaanmu segera akan kujaw
BINTANG memandang berkeliling. Dua tangannya bergetar tanda dia kembali mengerahkan tenaga dalam menyiapkan pukulan. Maksudnya hendak menghantam salah satu sudut ruangan batu itu yang mungkin bisa dihancurkan agar dapat jalan keluar.“Anak muda, bagaimanapun hebatnya tenaga dalammu, apapun senjata yang kau miliki, jangan harap bisa menjebolkan dinding liang batu itu... ”Kata Pabudung alias Si Jin Sinting yang sebenarnya.Kesal dan geram Bintang melangkah mundar-mandir.“Anak muda... ”Tiba-tiba Jin Tangan Seribu berkata. Saat itu dia tengah memapah istrinya dan berusaha melangkah ke arah Bintang. ”Setahuku kau mempunyai ilmu mengerahkan hawa sakti yang bisa melihat ke arah kejauhan. Lekas kau pergunakan kepandaianmu itu untuk melihat siapa tahu ada jalan keluar. Aku yakin, pasti ada jalan rahasia jalan keluar dari tempat celaka ini...”Bintang gigit-gigit bibirnya. Dia berpaling pada Pabudung. Orang tua ini tertawa lebar
“Tuhan Maha Besar!” seru Ksatria Pengembara setengah berjingkrak. ”Kalian semua benar-benar hebat! Kami semua berterima kasih atas pertolongan kalian!” Bintang mengusap-usap Paelancip si landak betina dan Paeruncing si landak jantan lalu memeluk Jin Patilandak yang telah menganggapnya sebagai saudara dan tak lupa menjura hormat kepada Tringgiling Liang Batu.“Aku banyak mendengar, tapi baru kali ini melihat sendiri kalian semua Hai makhluk-makhluk gagah! Aku dan istri mengucapkan terima kasih atas usaha kalian menolong kami!” berkata Jin Tangan Seribu.“Kita harus bergerak cepat!” Tringgiling Liang Batu berkata. ”Sebelum menerobos masuk ke sini dari arah barat, kami melihat ada beberapa kelompok orang melakukan sesuatu. Kelihatannya mereka hendak meroboh atau menimbun tempat ini!”“Apa kataku!” Si Jin Sinting berkata. ”Jin Muka Seribu jahanam itu benar-benar makhluk Segala Keji! Lekas
“Asyik sekali!” tiba-tiba Si Jin Sinting berseru.“Terima kasih kalian berempat memberi kesempatan lolos pada kami dari timbunan batu itu. Juga terima kasih kalian mau susah-susah mengadakan penyambutan atas kedatangan kami! Hanya sayang mana majikan besar kalian penguasa Istana Surga Dunia yang katanya adalah Raja Diraja Segala Jin di Negeri Jin?! Apa masih enak ngorok atau belum cebok dan belum mandi?! Ha... ha... ha!”“Tua bangka tolol! Nyawa hanya tinggal sekejapan mata malah bicara ngelantur!” Yang membalas ucapan Si Jin Sinting adalah makhluk aneh yang sekujur tubuhnya mulai dari kepala sampai ke kaki dikobari api warna biru.“Hai para sobatku, hari ini mari kita berbagi pahala!” kata Si Jin Sinting. ”Manusia-manusia kaki tangan Jin Muka Seribu pantas dibasmi. Aku biarlah menghadapi kakakku sendiri Si Jin Sinting palsu bernama Pabodong itu. Kecuali jika dia mau menyadari dosa-dos
Setelah melihat Jejaka Emas memahami maksud perkataannya, Bintang segera melangkah ke arah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal.Berjarak 3 tombak dari Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal, Bintang menghentikan langkahnya.“Tidak ada yang kalah juga tidak ada yang menang dalam sebuah peperangan. Lebih baik kita berdamai dan hidup berdampingan Ayah Mertua” ucap Bintang dengan menyebut Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal sebagai ayah mertuanya. Tentu saja kenyataan itu tak bisa Bintang pungkiri. Walau bagaimana, Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal adalah ayah mertua baginya.Tatapan Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal masih terlihat dingin kearahnya, dan terdengar suara beratnya. “Kenapa kau menolak untuk menjadi penguasa dunia, Bintang? Bukankah itu keinginan semua laki-laki didunia ini! Tahta dan Kekuasaan?!”Bintang menggeleng, lalu berkata, “Aku lebih suka kedamaian. Buat apa meraih kekuasaan, kalau hidup selalu tidak tenang” Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal terdiam saat mendengar kata-kata Bintang.Binta
Semua terdiam!Sunyi!Tak ada satu suarapun yang terdengar, kecuali desau angin!Sementara itu, keadaan semua orang yang tadinya terpaku, kini sudah bisa bergerak, masing-masing saling menatap satu sama lain, lalu mengedarkan pandangan mereka ke arah sekitar. Apa yang baru saja terjadi, berasa seperti mimpi.Sementara itu, Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal pun masih terpaku berdiri ditempatnya, memandangi jari manis tangan kanannya yang sudah kosong, tidak ada lagi Cincin Sulaiman yang biasa terpatri.Di pihak Jejaka Emas, Bintang lebih dulu tersadar dengan keadaan yang terjadi. Masih terlihat keringat dingin di sekujur tubuh Bintang. Rasa sakit yang baru saja dialami oleh Bintang bukan sekedar dalam angan-angan, tapi Bintang benar-benar dapat merasakan bagaimana tubuhnya terhempas dengan keras ke sebuah alam, dimana di alam itu, berbagai macam orang dengan segala macam siksaannya. Bintang benar-benar merasakan kesakitan yang amat sangat yang membuat tubuhnya seperti ditusuk oleh ribuan
“Bangunlah kalian berdua!” kembali suara lembut tapi tegas itu terdengar menyapa keduanya, hampir bersamaan Bintang dan Jejaka Emas memalingkan wajah mereka kearah depan. Wajah keduanya berubah. Berjarak hanya beberapa tombak dihadapan mereka, terlihat sosok seorang laki-laki tua berwajah agung dan teduh. Mengenakan pakaian putih disekujur tubuhnya. Senyumnya terlihat begitu agung dan teduh. Bintang dan Jejaka Emas terkejut, karena tadi, tidak ada seorangpun yang ada ditempat itu selain mereka berdua.Lelaki tua berparas agung itu terlihat duduk diatas sebuah batu putih yang bila diperhatikan dengan seksama. Batu itu tidaklah menyentuh tanah, alias mengapung diudara.“Kemari!” Terdengar suara lembut dan tegas kembali menyapa Bintang dan Jejaka Emas. Walau keduanya tak melihat bibir lelaki tua itu bergerak, tapi Bintang dan Jejaka Emas yakin, kalau lelaki tua itulah yang menyuruh mereka.Lagi-lagi Bintang dan Jejaka Emas diliputi keheranan, karena tubuh mereka tiba-tiba saja bangkit be
Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal terlihat geram saat melihat tak satupun dari pihak lawan yang mau bersikap setia kepadanya. “Kalian semua rupanya benar-benar ingin mati, jangan katakan kalau aku tidak memberikan kalian kesempatan...” ucap Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal. Lalu Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal berpaling kearah seluruh pasukannya yang ada dibelakangnya.“Bunuh mereka semua!”Satu perintah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal sudah cukup untuk membuat pasukannya bergerak kedepan dengan senjata terhunus. Siap untuk membunuh lawan-lawan mereka yang sudah tak berdaya ditempatnya.Mendengar perintah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal, membuat pucat wajah-wajah dari pihak lawannya. Sebagian mengeluarkan keringat dingin membayangkan kematian yang akan segera mendatangi mereka, sementara sebagian lagi tampak mampu bersikap tenang dan sudah siap menerima nasib, karena memang sejak awal pertempuran, mereka sudah siap untuk mati. Ada satu hal yang setidaknya membuat mereka mati dengan tenan
Sementara itu dipihak Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal juga ikut bingung melihat kejadian itu, Bintang yang kini tampak tengah diperebutkan oleh ke-4 wanita cantik. Di benak mereka terbersit pikiran, ‘Apa mereka tidak menyadari kalau saat ini tengah berperang’. Hal ini membuat semua orang geleng-geleng kepala melihatnya.Sementara itu, Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal terlihat menatap ke arah Bintang dengan tatapan dingin. Lalu Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal maju beberapa langkah kedepan. Seketika keadaan riuh ditempat itu langsung berhenti. Hening. Bahkan keributan kecil diantara Bintang dengan ke-4 gadisnya juga ikut terhenti dan kini mereka ikut menatap kearah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal.Tak ada yang bersuara, semua perhatian tertuju langsung ke arah Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal.Tiba-tiba saja dari pihak seberang, sesosok tubuh melangkah kehadapan Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal. Dia adalah Jejaka Emas. Jejaka Emas memang sangat kesal melihat keberuntungan Bintang yang dike
“Hai! Utusan Dewa. Kami akan menghentikan peperangan ini bila Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal sudah terkalahkan, tapi bila tidak. Bahkan Sang Hyang Guru Dewa sendiripun tak akan bisa berbuat apa-apa!” Raja Munaliq Dari Timur memberikan jawaban diiringi anggukan oleh kedua raja jin lainnya, juga para prajurit yang berada dibawah kendali mereka.Apa yang dikatakan oleh Raja Munaliq Dari Timur memang tidak salah. Selama Maharaja Jin Thathamghi Yam Yal tidak bisa dikalahkan, maka kemenangan akan selalu menjadi milik mereka. Bahkan Sang Hyang Guru Dewa sendiripun tak akan bisa berbuat apa-apa.Kini balik Una Lyn yang terlihat terdiam ditempatnya. Jejaka Emas yang melihat hal itu, segera beranjak maju untuk memberikan tanggapannya.Bleegaarrr!Sebuah suara keras ledakan terdengar keras membahana di tempat itu, begitu kerasnya sampai membuat tempat itu bergetar laksana digoncang gempa skala sedang. Ada yang jatuh terduduk karena tak kuat menahan getaran yang terjadi, tapi masih banyak pula y
Una Lyn sendiri terlihat melakukan salto beberapa kali diudara hingga akhirnya berhasil mendarat dengan mulus ditanah, sedangkan Ifrit juga mampu mendaratkan kedua kakinya ditanah, setelah terseret cukup jauh kebelakang. Darah terlihat merembes dimulut keduanya, sebagai tanda luka dalam yang mereka derita.Seakan tak ingin membuat waktu percuma, Una Lyn terlihat langsung mengangkat tangannya yang tengah memegang pedang naga emas keatas.Wusshh..!Bayangan seekor naga emas melesat keluar dari hulu pedang ditangan Una Lyn. Sementara itu di ujung sana, Ifrit pun terlihat tak ingin tinggla diam.Dugghh!Tongkat ditangannya dihentakkan ke tanah.Wusshh..! Wusshh..! Wusshh..!Banyak sosok bayangan hitam yang keluar dari kepala tongkat dan sosok-sosok bayangan hitam itu tampak membentuk wujud-wujud jin yang tak terhitung jumlahnya yang hampir memenuhi langit. Di tempatnya, Una Lyn cukup terkejut melihat pamer kesaktian yang diperlihatkan oleh Ifrit. Ternyata Ifrit mampu mengeluarkan banyak j
Dughh! Seiring dengan itu Ifrit menghentakkan tongkat ditangannya ke bawah.Werrrr...! gelombang energi terpancar keluar dari tubuh Ifrit yang langsung menyapu seluruh tempat itu. Terjadi keanehan! Pemandangan mencengangkan terjadi. Waktu seolah berhenti, bangsa jin yang tengah bertempur satu sama lain, terdiam seperti patung. Semuanya berhenti bergerak, bukan saja yang ada di tanah, tapi juga yang ada diudara ikut berhenti bergerak.Baik bangsa manusia, bangsa jin, maupun para dewa-dewi, bahkan Jejaka Emas pun ikut berdiri mematung ditempatnya berada. Terlihat perubahan diwajah semua orang, termasuk Jejaka Emas yang berusaha sekuat tenaga untuk melepaskan dirinya agar bisa kembali bergerak, tapi sejauh ini hanya gerakan yang sangat lamban yang terlihat. Tak ada yang mampu menggerakan tubuh mereka. Sementara itu, di pihak Ifrit, mereka semua tahu, kalau ini adalah salah satu kemampuan Ifrit yang bisa menghentikan waktu.Di depan sana, terlihat Ifrit tersenyum sinis melihat ke arah Jej
Jejaka Emas tak memberi kesempatan sedikitpun bagi Ifrit untuk menghela nafas. Serangan gelang dewanya terus menghantam sosok Ifrit.Sosok Ifrit yang melayang diatas tanah, terus terdesak mundur. Entah sudah belasan ataupun berpuluh-puluh kali serangan gelang dewa menghantam sosoknya, tapi walaupun terdesak. Ifrit sedikitpun tidak terlihat terluka.Jejaka Emas yang melihat hal itu, harus mengakui kekuatan dan kekebalan tubuh Ifrit, tapi anehnya seraya terus melesatkan serangan gelang-gelang dewanya, Jejaka Emas justru tertawa-tawa. Hal ini dikarenakan sosok Ifrit yang terkena serangan beruntun gelang dewanya dari berbagai arah, membuat tubuh Ifrit yang melayang diudara itu tampak terdorong ke kanan, ke kiri, ke belakang dan kedepan, Ifrit seperti tengah berjoget atau bergoyang dangdut. Hal ini pula yang membuat Jejaka Emas kemudian tertawa tergelak-gelak. Bangsa Jin yang ada ditempat itupun bingung dan heran, kenapa Jejaka Emas bertarung sambil tergelak-gelak sendiri.Ifrit terus dig