Sosok bagian atas Jin Kepompong terbanting ke tanah. Bagian sebelah bawah menggeliat-geliat beberapa lama lalu diam tak berkutik lagi. Maithatarun tidak menunggu lebih lama. Dibarengi dengan teriakan garang kaki kanannya dihantamkan ke kepala Jin Kepompong.
“Praaakkk!”
Kepala ulat raksasa itu hancur begitu Bola Bola Neraka menghantam telak. Seolah keluar dari langit, satu teriakan dahsyat terdengar menukik bumi! Sosok ulat coklat perlahan-lahan berubah. Yang terlihat kini adalah tubuh Zalanbur, hancur putus di bagian perut dan remuk mengerikan di bagian kepala.
Maithatarun tegak terhuyung-huyung sambil pegang lehernya yang luka. Dia memandang berkeliling ke arah orang-orang yang tegak di seputar tanah lapang.
“Maithatarun! Kami ingin kau kembali menjadi Kepala Kota Jin!” seseorang berteriak.
“Maithatarun Kepala Kota Jin!”
“Maithatarun! Maithatarun!”
“Yang jahat Zalanbur! B
"Hai! Nenek Jin Santet Laknat. Aku Patandai siap menerima ilmu apapun yang akan kau berikan padaku!"Si nenek tertawa melengking. "Ilmu ‘Bara Neraka’ akan segera kau dapatkan! Begitu ilmu itu menjadi milikmu, maka otakmu ada dalam otakku. Kau menjadi milikku. Artinya kau berada di bawah kekuasaanku. Kau harus melakukan semua apa yang aku kata dan perintahkan. Sekali kau berani membangkang maka ilmu ‘Bara Neraka’ akan menghancurkan dirimu sendiri! Kau mengerti dan paham Patandai?!""Aku mengerti. Aku paham Nenek Jin Santet Laknat!"Si nenek tertawa panjang. Di timur langit semakin terang. "Berdiri lurus-lurus Patandai! Kepalkan dua tanganmu dan letakkan di samping!"Lelaki bernama Patandai lakukan apa yang di- katakan si nenek. Tubuhnya tegak lurus-lurus di atas batu merah panas. Dua tangan ditempelkan rapat-rapat ke sisi kiri kanan."Kau sudah siap Patandai?!" "Aku sudah siap Nek!""Sungguh?!"
Si nenek potong ucapan Patandai dengan tawa bergelak lalu berkata. "Kau sudah kuberikan ilmu ‘Bara Neraka’ Sekarang mari kita mengatur perjanjian dan perintah! Harap kau dengar baik-baik Hai! Jin Bara Neraka! Setiap aku memberi perintah aku bisa langsung muncul di hadapanmu atau hanya mengirimkan dari kejauhan melalui angin dengan ilmu yang disebut Ilmu Menyadap Suara Angin. Sekarang aku mulai dengan perintah-perintahku Patandai! Setiap perintah harus kau lakukan tanpa pernyataan karena otakmu ada dalam otakku! Kau berada dalam kekuasaanku! Pertama kau harus mencari seorang manusia bernama Maithatarun Aku tak perlu me- nerangkan siapa adanya manusia itu. Kau kenal dia karena dia dulunya adalah Kepala Negeri Kota Jin.""Aku tahu dan aku kenal Maithatarun. Perintah akan kujalankan Nenek Jin Santet Laknat!" kata Patandai yang kini telah diberi nama Jin Bara Neraka!"Perintah kedua! Kau harus membunuh Ruhsantini Istrimu sendiri...”
Belalang raksasa tundukkan kepala ke bawah lalu menggeleng pertanda dia mengerti dan menjawab ucapan tuan penunggangnya."Kau sahabatku yang setia Paehijau. Mudah-mudahan Para Dewa dan Dewi menolong kita hingga kita bisa selamat sampai ke puncak Patimerapi...”Baru saja perempuan ini selesai berucap tiba-tiba terdengar suara tangisan bayi. Astaga. Ternyata dalam bungkusan yang didukungnya di tangan kiri, ada sosok seorang orok yang masih merah karena baru berusia 40 hari. Perempuan ini cepat menimang-nimang bayi daam bedungan."Anakku Ramatahati, berhentilah menangis. Sebentar lagl kau akan bertemu dengan bapakmu. Sebentar lagi kau akan menjadi anak yang syah. Punya Ibu dan punya ayah!" Perempuan itu terus menimang-nimang si bayi hingga akhirnya berhenti menangis. Sesaat dia mendongak ke atas, berusaha menembus tebaran kabut yang menutupi pemandangan. Jauh di atas sana men- julang tinggi puncak Gunung Patimerapi yang dari kawahnya selalu mengepul asap pana
Di atas batu Patandai merasakan tubuhnya bergetar. Lehernya menjadi kaku dan telinganya mengiang. Bagaimanapun dia mencoba, getaran pada matanya tak dapat dikuasainya. Dia sadar bahwa samadinya tak mungkin diteruskan. Didahului teriakan menggeledek sosok Patandai melesat ke atas. Di lain kejap dia telah berdiri dua tombak di hadapan Paehijau si belalang raksasa di atas mana duduk perempuan yang membawa bayi.Belalang raksasa tersurut mundur. Misainya bergerak-gerak sementara perempuan yang mendukung bayi berubah pucat wajahnya dan ketakutan setengah mati. Tadi sewaktu Patandai masih berada di dalam kawah dia memang sudah melihat ada kelainan atas diri suaminya itu. Namun setelah dekat dia tidak mengira kelainan itu adalah satu kengerian yang dahsyat! Sepasang mata yang memiliki empat bola mata laksana kobaran api memandang padanya."Ruhsantini! Perempuan celaka! Beraninya kau datang kemari! Berani kau mengganggu samadiku!"Perempuan yang disebut dengan nama Ruhs
"Patandai!""Diam! Namaku bukan Patandai lagi. Aku sekarang adalah Jin Bara Neraka!""Tidak perduli siapapun kau punya nama! Tidak kusangka sejahat ini hati dan pekertimu! Dengar manusia keji! Pembalasan dan karma akan jatuh atas dirimu!" Ruhsantini angkat bayi dalam bedungan tinggi-tinggi. Lalu berserulah perempuan malang ini."Hai! para Dewa dan para Dewi! Hai! semua roh yang ada di antara langit dan bumi! Bayi ini bayi suci! Tiada dosa atas dirinya! Bayi ini keluar dari rahimku! Hasil hubunganku dengan seorang suami bernama Patandai! Namun hari ini Patandai tidak mengakui kalau Ramatahati adalah anak darah dagingnya! Para Dewa dan para Dewi serta semua roh! Jatuhkan hukuman atas diri Patandai! Sengsarakan dia sebelum bayi ini sendiri menderita karena perbuatannya! Biarkan tubuhnya seperti itu sepanjang usia! Biarkan dia menderita seumur-umur dalam keangkuhan dan kesesatannya! Hai! anakku Ramatahati. Malang nasibmu! Kau tak akan berayah seumur hidupmu! Aku tak
"Jin Bara Neraka. Kau telah membuat kesalahan besar! Sudah kukatakan seratus ilmu yang sudah kau punya tidak bakal bisa menandingi ilmu ‘Bara Neraka’! Mengapa kau tidak menghantam perempuan itu dengan ilmu yang kuberikan?! Malah kau mempergunakan ilmu keropos Bianglala Hitam! Kau manusia tidak berguna. Sekali ini aku memberi pengampunan! Lain kali jika kau masih berlaku teledor kau akan rasakan hukuman dariku."Patandai sadar, segera jatuhkan diri berlutut "Nenek Jin Santet Laknat. Aku mohon maafmu! Aku mengaku telah berlaku salah! Lain kali aku tidak akan berbuat tolol lagi!"Jauh di kaki Gunung Patimerapi, si nenek yang di juluki Jin Santet Laknat banting-banting kaki saking marahnya. "Jin Bara Neraka tolol keparat!Dia memberi kesempatan pada Jin Muka Seribu untuk mencari dan menemukan Ruhsantini kembali.“Ahh... Bagairnana caraku agar membuat Jin Muka Seribu berpaling padaku. Padahal dulu-dulu dia seolah bisa gila jika sehar
"Darahku menjadi panas melihat kecantikanmu!" kata Patandai tanpa malu-malu. "Maukah kau ikut bersamaku. ?""Ajakan seorang gagah siapa berani menampik. Tapi kemanakah kau hendak membawaku. ?"Patandai jadi bingung sendiri. Lalu dia tertawa gelak-geiak. "Aku jadi bodoh! Tidak tahu mau mengajakmu kemana...”"Kemana saja asal kau yang mengajak tentu aku suka. " kata si gadis pula dan tak lupa dengan kerlingan mata genit yang membuat Patandai tambah terambung-ambung seperti di awan! Tangan kanannya meluncur memegang lengan si gadis lalu setengah berbisik dia berkata."Di samping kawah sebelah sana ada sebuah goa Di dalamnya ada satu telaga kecil. Hawa di sana sangat sejuk dan bersih. Aku akan membawamu kesana...”"Ah, senang hatiku. Tapi aku ingin sedikit berlama- lama di bawah sinar sang surya yang baru terbit ini. Kuharap kau tidak marah. Sinar mentari sangat bagus buat kulit perempuan sepertiku...”"Apapun yang kau katakan
Gemuruhnya arus sungai terasa menyeramkan di telinga Bintang. Bayu dan Arya yang berada di atas telapak tangan kanan Maithatarun. Maithatarun sendiri saat itu duduk di atas sebuah batu besar sambil merendam sepasang kakinya yang terbungkus dua batu besar berbentuk bola yang di seantero Negeri Kota Jin kini telah dikenal dengan sebutan Bola Bola Neraka. Bahkan banyak pula yang menjuluki Maithatarun sebagai Jin Kaki Batu.Sejak dia membunuh Zalanbur, pemuda jahat yang hendak mencelakai dirinya, penyebab kematian istrinya Ruhrinjani serta perampas kedudukannya sebagai Kepala Negeri Kota Jin. Hampir seluruh penduduk menginginkannya kembali menjadi Kepala Negeri. Namun Maithatarun telah kepalang kecewa. Walau kini dia telah meninggalkan Kota Jin. Dia belum tahu kemana dia hendak pergi. Sementara itu rasa suka dan persahabatannya terhadap Bintang dan dua kawannya semakin terasa erat.Maithatarun memetik selembar daun di tepi sungai. Ketiga orang itu diletakkannya di atas dau