Bab126
"Ah, Helena pasti capek! Ayo istirahat," ajak Jesika.
"Makan dulu, Nak!" timpal Ganesa.
Helena mendengkus. "Lena capek! Mau langsung istirahat saja."
"Helena, Mamah kamu sudah menyiapkan semuanya! Setidaknya kamu hargai dia," pinta Arif.
"Arif, Helena itu capek! Biar Jesika membawanya istirahat dulu." Najib menyahut.
"Najib, Arif itu benar. Helena makan dulu, sayang. Nenek nggak suka kamu begini."
Dengan sikap malas, Helena berdiri, dan berjalan menuju dapur. Disusul Ganesa, juga Jesika.
Sedangkan Ibu Ratna, yang merupakan Ibu mertua Ganesa, memandangi Najib dengan tajam.
Namun Beliau tidak jadi bersuara, hanya menghela napas berat, dan berjalan menuju meja makan.
Wajah Ganesa terlihat berat. Matanya berkaca-kaca, menahan perasaan perih di hatinya kini.
Sedangkan Jesika, begitu bersikap manis dan perhatian pada Ratna dan Helena.
"Cobain ikan ini, enak loh," kata Jesika, sembari memberikan poto
Bab127"Mah, maaf ya," kata Arif, sambil berlalu menyusul Jesika, masuk ke dalam kamar lamanya."Jes, kamu ini kenapa? Susah diatur dan seolah-olah ingin mendekati Kak Najib. Ada apa ini? Kamu suka dengan Kakakku?" tuduh Arif yang sudah merasa kesal dengan tingkah Jesika.Jesika yang semula terisak, sambil menutup wajahnya di atas bantal. Mendengar tuduhan Arif, dia pun berbalik dan menatap tajam suaminya itu."Jangan sembarang tuduh kamu Mas! Ingat, tuduhan semacam itu bisa jadi doa," jawab Jesika."Doa? Doa atau itu kenyataannya sekarang ini. Lihat dirimu itu? Sikapmu sangat berlebihan dan keterlaluan. Jangan sampai, aku mengeluarkan kata-kata, yang akan kamu sesali, Jesika.""Mas, kamu ini kenapa sih? Curiga boleh, menuduh jangan. Aku senang berada di sini, rame dan tidak sepi. Berbeda dengan rumah kita, kadang aku kesepian di sana. Kalau di sini, aku merasa punya keluarga.""Kalau kamu senang di sini. Seharusnya kamu hargai kak Ga
Bab128●Pov Ganesa●Hidup memang tidak selalu bahagia, tidak juga selalu menderita.Kata orang, kehidupan nyata yang akan kamu jalani, ialah kehidupan pernikahan.Dulu kupikir salah. Aku sudah terbiasa sakit hati dan kecewa.Sakit hati karena takdir yang teramat mempermainkan hidup dan masa depanku saat itu.Di Singapur. Aku mendapatkan banyak kebahagiaan, terutama dalam menyenyam pendidikan. Aku memiliki teman yang banyak, dan hidup dengan baik di sana.Bersama Papah, yang lebih memilih tinggal bersamaku. Tentu saja tidak kusangka, semua bisa sebaik ini.Berpuluh-puluh tahun aku menjalani hidup di Negara orang dan kini menikah dengan lelaki yang baik dan memang pendiam.Kehidupan rumah tanggaku terbilang harmonis. Sebelum Papah mulai sakit-sakitan dan membuat kami banyak hutang.Perusahaan terancam bangkrut, dan kami kehilangan segalanya. Suamiku begitu marah dan selalu menyalahkan Papah.Kami pun
Bab129●Pov Ganesa●Pagi-pagi, aku sudah berkutat di dapur, seperti biasanya usai salat subuh, aku menyiapkan sarapan pagi."Pagi Ganesa," sapa Ibu mertuaku."Pagi, Mah. Duduk Mah, Ganesa bikinkan teh hangat.""Mamah bikin sendiri saja, sayang." Ibu mertuaku menyahut ramah. Beliau memang begitu lembut.Ibu mertua pun membuat teh, dan menyiapkannya di meja makan."Bikin nasi goreng ya?" tanya Ibu mertua."Iya, Mah. Kesukaan Helena," jawabku, dengan tangan masih mengaduk masi goreng."Wah, enak nih baunya," kata Ibu mertua lagi.Aku hanya tersenyum. Usai menggoreng, aku pun menyiapkan semua masakan yang sudah matang ke meja makan. Tentunya, dibantu oleh mertuaku yang begitu baik."Jesika belum bangun, Sa?" tanya Ibu mertua."Sepertinya belum, Bu.""Sudah jam 6 begini." Ibu mendesah. "Ibu bangunkan Helena dulu," kata Ibu lagi.Aku mengangguk. Dan menutup semua sarapan, sebelum semua
Bab130●Pov Ganesa●Apapun itu, kutelan saja dulu pahitnya, hingga diri ini sudah tidak kuat lagi.Hari ini, Helena memasuki Universitas Perguruan Tinggi ternama di kota kami. Aku hanya bisa ikut senang, tanpa bisa ikut mengantarnya ke kampus.Hanya Mas Najib dan Ibu mertua yang berangkat mengantar Helena. Aku hanya terdiam, sembari menahan getir didada.Anakku bahkan tidak mau bersalaman padaku, dan itu juga aku pahami.Mereka pergi meninggalkan halaman rumah, meninggalkanku yang mati-matian menahan air mata, untuk tidak keluar.Entah apa salahku, sehingga anak sendiri membenciku sedalam itu.Aku pergi ke Butik milikku, dan berusaha kembali fokus menciptakan karya-karya baru. Ditemani Jena, yang merupakan asisten baruku.Jena memiliki kelebihan khusus, dan melengkapi Butik ini dengan
Bab131●Pov Ganesa"Kamu mengusir Mamah?" tanyaku dengan suara serak."Ya." Helena membuang pandang."Kamu tahu, di dunia ini, yang paling hebat membunuh kebahagiaan seorang Ibu, adalah ketika anak yang dia lahirkan, berani membentaknya."Helena tidak merespon. "Mamah tidak tahu, mengapa kamu bisa membenci Mamah. Tapi 1 hal yang Mamah tau, cinta Mamah pada Helena tidak pernah padam. Meskipun hari ini, Helena sukses memadamkan kebahagiaan Mamah.""Aku benci sama Mamah. Wanita itu bilang, Mamah saudara kembar Ibu dari wanita itu. Ibu wanita itu mengerikan, dan selalu menyiksa Kakak yang menculikku itu. Dia bilang, aku pun nantinya akan disiksa, sama seperti dia, yang disiksa saudara kembar Mamah.""Dan kamu percaya itu? Memangnya Mamah pernah menyiksa kamu?""Itu tidak menutup kemungkinan, kalian saudara kembar, memiliki hati yang sama dan pikiran yang sama.""Omong kosong macam apa itu? Untuk apa kamu sekolah,
Bab132●Pov Ganesa●"Mamah mau pulang saja, Nesa."Aku mengurai pelukan. "Kenapa Mah?" tanyaku dengan suara bergetar.Wajah tua Ibu mertuaku memandangku dengan perasaan terluka. Aku tahu dia mengasihaniku, dan ini semakin menambah luka dihati kian perih."Mamah nggak sanggup, melihat kamu begini.""Setidaknya Mamah selalu menguatkan Ganesa." Aku memegang kedua tangan Ibu mertuaku. "Ada Mamah di sini, Ganesa tidak lagi merasa sendiri. Ganesa merasa memiliki Ibu kembali. Bahkan, Ibu yang begitu peduli pada Ganesa.""Mamah kuatir dengan mulut Mamah ini. Jika Mamah tetap di sini, Mamah takut akan berkata tidak baik pada Helena dan juga Najib.""Ya Allah, Mamah." Aku kembali memeluknya."Jika Mamah nggak ada, Ganesa bagaimana."Mamah mengurai pelukanku. Wanita yang kini berusia nyaris 50 tahun lebih itu, memegangi lembut kedua pipiku."Mamah tahu kamu kuat, Nak. Apapun terjadi, teruslah berpras
Bab133●Pov Ganesa●"Mamah mau kemana?" tanya Najib. Ketika melihat Ibu mertua menarik kopernya."Mamah mau pulang," sahut Ibu mertuaku.Aku hanya terdiam di dapur, sambil membuat sarapan."Kok tiba-tiba, nggak ada bilang-bilang pula.""Untuk apa? Memangnya kamu peduli?" Terdengar suara dingin Ibu mertua."Mah, ada apa sih? Jangan-jangan ini karena Ganesa ya? Mamah nggak betah juga di rumah ini, pasti karena dia," tuduh Mas Najib kepadaku, jahat memang."Bukan. Tapi karena kamu! Najib.""Memangnya Najib salah apa?"Masih terdengar suara keributan dua orang itu."Nenek mau kemana?" Terdengar juga suara Helena."Nenek kamu mau pulang, Na. Memang kamu ada buat salah?" tanya Mas Najib.Aku menghentikan aktivitasku, dan berjalan menuju keluar rumah."Nggak ada, Pah. Nenek kenapa mau pulang mendadak? Kata Nenek, kan mau tinggal sebulan di sini. Ini baru 3 hari, Nek." Helena pun me
Bab134"Apa? Kenapa dengan Arif?" kejarku."Arif kecelakaan. Dan kata Jesika tadi, Arif meninggal di tempat.""Astagfirullah. Inalillahi wa inailaihi roji'un." Aku memusut dada, dan Ibu mertua, pingsan seketika."Mas ...." Aku berteriak karena terkejut.Mas Najib berlari, dan membantuku membawa tubuh Ibu mertua masuk ke dalam kamarnya. Aku meminta supir, membawa kembali koper Ibu mertua.Mas Najib terlihat panik."Mas, dimana Arif kecelakaan?" tanyaku."Nggak usah banyak nanya, aku lagi pusing," jawabnya ketus.Aku terdiam, dan berusaha untuk tetap diam.Terlihat mas Najib terus menerima panggilan telepon, dan juga sibuk menelpon siapa aku pun tidak tahu."Bersihkan rumah, dan panggil para tetangga. Mayat Arif, akan di bawa ke rumah ini," titahnya."Mas, kamu gila? Nyuruh aku semua.""Terus aku suruh siapa lagi, hah?" bentak Mas Najib dengan suara keras. "Jangan tahunya terus membantah! Ke
Bab145"Mamah Helena mohon! Helena janji akan jadi anak yang baik untuk Mamah dan Papah. Helena juga akan menuruti, apapun kemauan kalian," kata Helena memohon pada Ganesa.Ganesa terdiam, terpaku mendengarkan tangisan pertama anak gadisnya."Ganesa, bukannya maksud Mamah ingin ikut campur. Tapi tolong kamu pikirkan lagi, demi anak kalian. Beri Najib kesempatan sekali lagi, jika dia berulah kembali, maka apapun yang terjadi, Mamah akan dukung kamu 100 persen, Nak.""Iya Ganesa, bukannya kakak tidak mengerti perasaan kamu. Kakak ngerti banget. Tapi tidak ada salahnya, jika kamu pikirkan lagi."Terdengar langkah kaki pelan seseorang, berjalan ke arah mereka. Najib, memandang sayu ke arah mereka bertiga."Ganesa," panggil Najib. Ganesa pun tidak menoleh ke arah lelaki itu, dia hanya terdiam, dengan pikirannya yang terus berperang dengan hati.
Bab144 "Jadi ini, laki-laki yang menjadi selingkuhan kamu? Dan berarti benar yang dikatakan Jesika, kamu gadaikan rumah, demi lelaki ini," tunjuk Najib. Julian mengernyit. "Najib, kamu nggak malu di lihat orang? Kamu lagi berdongeng?" tanya Ganesa dengan tenang menanggapi Najib. "Ayo pulang!" ajak Najib. Ganesa berdiri, dan menatap Najib sengit. "Kamu pikir kamu siapa? Seenaknya mengusir aku dari rumahku sendiri, demi wanita lain. Dan kini datang kesini, hanya untuk mempermalukan aku?" "Ganesa, kamu itu masih istriku yang sah." "Oh ya? Sekarang baru kamu merasa aku istrimu! Sebelumnya bukan? Sehingga kamu seenaknya menyakitiku, dan selalu membela wanitamu. Ah, sudahlah, aku malas untuk berdebat. Sekarang pergi dari sini, atau kami
Bab143"Berapa lama?" Najib masih bertanya."Seminggu. Berangkatnya tadi pagi.""Seminggu? Lama sekali."Najib merasa kesal dan ingin marah. Tapi dia tidak tahu, harus marah pada siapa.Najib pulang ke rumah, dengan perasaan frustasi."Kenapa kamu?" tanya Ratna."Nggak apa-apa," sahut Najib seadanya. Ia pun menaiki anak tangga dengan gontai, menuju ke kamarnya.Di dalam kamar, dia membayangkan wajah Ganesa, wanita yang kini sangat dia rindukan. Bahkan Najib tidak bisa marah sama sekali, ketika tahu Ganesa menggadaikan rumah ini.Najib tahu, Ganesa tidak berniat jahat. Jika dia jahat, maka rumah ini tidak lagi dia gadaikan, tetapi dia jual."Ganesa, mas rindu sekali, sayang," lirih Najib memeluk guling.Sedangkan di Butik Ganesa, wanita i
Bab142●Pov Najib●"Mah, Najib menyesal," lirihku."Sudah Mamah ingatkan berkali-kali sebelumnya. Tapi kamu, tetap kekeh berkelakuan di belakang. Kalau sudah begini bagaimana.""Mah, biarkan saja sudah kalau begini. Besok kita balik ke Bandung lagi. Lagian, ini itu salahnya Najib sendiri," kata kak Aya dengan raut wajah kecewa.Aku tahu, aku yang salah dan terlalu angkuh dengan pencapaianku sendiri. Terlebih, Jesika selalu memujiku tampan, baik dan rupawan, juga hartawan. Aku melayang, dengan kesombongan diri yang berakhir kacaunya rumah tanggaku.Aku selalu memandang tak suka pada Ganesa. Entah mengapa, aku menganggap Ganesa layaknya wanita yang serba gagal.Gagal menjadi Ibu yang baik bagi anakku, dan gagal menjadi istri, yang bisa membuat suaminya setia.Bagaimana dia bisa membuatku setia? Jika setiap
Bab141"Astagfirullah, kak Najib," seru Jesika, dengan mata membulat karena terkejut, melihat Najib yang begitu marah."Apa yang kamu katakan tadi? Berani sekali kamu berkata seburuk itu pada Putriku," bentak Najib berang."Mas, kami hanya bercanda." Jesika membujuk."Bohong, Pah. Tante dari tadi menghina dan memakiku."Mendengar penuturan Putrinya, Najib semakin marah pada Jesika."Helena, kok kamu ngomong begitu, sih. Tega kamu sama Tante," lirih Jesika sembari menunjuk. Tangannya memilin-milin baju dengan gemetar."Sebaiknya, kamu angkat kaki dari rumah ini," pinta Najib dengan dingin.Jesika mendongak. "Sayang, kok ngomong begitu. Janganlah pake emosi gitu, kita kan bisa bicara baik-baik.""Aku mendengar semuanya. Demi menjaga mental anakku, pergilah dari rumah ini. Kamu dan aku,
Bab140Entah keyakinan dari mana, Jesika memberanikan diri menelpon mertuanya, juga kakak iparnya.Tangis palsu Jesika pecah, ketika menceritakan deritanya bersama Najib di rumah ini."Jesika, nggak mungkin Ganesa melakukan itu! Kamu jangan mengada ngada ya," kata Aya, Kakak tertua Najib."Sumpah kak. Ganesa pergi dari rumah ini, dan hidup bersama lelaki lain. Bahkan dia gadaikan rumah Kak Najib ini, demi membahagiakan lelakinya.""Astagfirullah, kakak akan hubungi Ganesa dulu." Sambungan telepon seketika di matikan begitu saja.Jesika meradang. "Sialan, dasar bedebah," pekik Jesika.Ia pun menghubungi Ratna, mertuanya itu, untuk mengompori wanita tua itu juga."Ada apa, Jesika," tanya Ratna. Ketika menjawab panggilan telepon Jesika."Mah, rumah kak Najib digadaikan Ganesa ke Bank. Bahkan, kak Ganesa tidak mau membayarnya lagi dan pergi dari rumah, bersama laki-laki lain.""Jesika, kamu jangan coba mengada-n
Bab139Mendengar ucapan Najib, dada Jena bergetar, sembari memandangi sesaat wajah Andre, suami yang baru sah pagi tadi menjadi miliknya."Mas, kenapa ada orang kedua yang berucap tentang hal ini. Jika saat itu, Lena kamu katakan berhalusinasi, lalu itu tadi apa?" tanya Jena, ketika mereka duduk di pelaminan."Aku akan jelaskan nanti, usai resepsi ini selesai, bisa kan?" tanya Andre kembali, merasa tidak nyaman.Jena hanya menghela napas berat, menatap Andre dengan tatapan kekecewaan."Salah diri ini, memilih menyimpan bangkai, di bandingkan bercerita kepadanya. Kalau sudah begini, aku hanya menimbulkan getar keraguan di mata Jena," batin Andre.Kini perasaan keduanya menjadi gamang. Sedangkan Ganesa, hanya menatap biasa kepada pasangan itu.Meskipun awal kedatangan Ganesa, sempat membuat Andre gelisah. Namun ketika Ganesa ti
Bab138"Ya, ada apa? Ibu kenal?" tanya Jena.Aku menatap Jena sesaat."Cuma tahu, kalau mengenal banget sih, nggak."Jena mengangguk. "Datang ya, Bu.""Insya Allah," jawabku.Jena pun keluar dari ruanganku, karena memang hanya memberikanku undangan pernikahannya.Aku menyandarkan tubuh di kursi, sambil menscroll status teman-teman kontak whatappku.Terlihat Jesika mengunggah sebuah foto, yang memperlihatkan kemesraannya dengan suamiku. Padahal berkas permohonan perceraian kami, baru masuk beberapa hari yang lalu.Tapi wanita ini, sudah sangat percaya diri, untuk memperlihatkan kemesraan mereka.Aku tersenyum kecut, melihat foto itu. Disusul ketikan status, status yang nyaris 100% memburukkanku."Wanita yang tega meninggalkan suaminya, hanya demi ambisinya. Ka
Bab137●Pov Ganesa●"Helena, yang sopan sama Tante Jesika!" bentak mas Najib, lelaki itu bangkit dan menatap tajam anak perempuan kami itu."Cepat minta maaf," titah mas Najib lagi pada Helena.Jesika menangis keras. "Ya Allah, mengapa aku hidup begini? Lebih baik aku mati saja, dari pada hidup menjadi beban dan hinaan mereka saja.""Jesika, kamu apa-apaan sih?" Mas Najib memindai Jesika dengan aneh."Mas, anak kamu sekarang tega menyakiti hatiku. Tega sekali, membuat hatiku bergejolak sakit.""Uuwu sekali," seruku, ketika melihat sikap Jesika, yang terang-terangan, berani memegangi lengan suamiku."Cepatlah pergi, sebelum rumah ini semakin hancur."Aku berjalan menaiki tangga, melewati Helena yang sudah aku diam kan beberapa hari ini. Tidak lagi kutegur, mau pun aku pedulikan.