Bab133
●Pov Ganesa●
"Mamah mau kemana?" tanya Najib. Ketika melihat Ibu mertua menarik kopernya.
"Mamah mau pulang," sahut Ibu mertuaku.
Aku hanya terdiam di dapur, sambil membuat sarapan.
"Kok tiba-tiba, nggak ada bilang-bilang pula."
"Untuk apa? Memangnya kamu peduli?" Terdengar suara dingin Ibu mertua.
"Mah, ada apa sih? Jangan-jangan ini karena Ganesa ya? Mamah nggak betah juga di rumah ini, pasti karena dia," tuduh Mas Najib kepadaku, jahat memang.
"Bukan. Tapi karena kamu! Najib."
"Memangnya Najib salah apa?"
Masih terdengar suara keributan dua orang itu.
"Nenek mau kemana?" Terdengar juga suara Helena.
"Nenek kamu mau pulang, Na. Memang kamu ada buat salah?" tanya Mas Najib.
Aku menghentikan aktivitasku, dan berjalan menuju keluar rumah.
"Nggak ada, Pah. Nenek kenapa mau pulang mendadak? Kata Nenek, kan mau tinggal sebulan di sini. Ini baru 3 hari, Nek." Helena pun me
Bab134"Apa? Kenapa dengan Arif?" kejarku."Arif kecelakaan. Dan kata Jesika tadi, Arif meninggal di tempat.""Astagfirullah. Inalillahi wa inailaihi roji'un." Aku memusut dada, dan Ibu mertua, pingsan seketika."Mas ...." Aku berteriak karena terkejut.Mas Najib berlari, dan membantuku membawa tubuh Ibu mertua masuk ke dalam kamarnya. Aku meminta supir, membawa kembali koper Ibu mertua.Mas Najib terlihat panik."Mas, dimana Arif kecelakaan?" tanyaku."Nggak usah banyak nanya, aku lagi pusing," jawabnya ketus.Aku terdiam, dan berusaha untuk tetap diam.Terlihat mas Najib terus menerima panggilan telepon, dan juga sibuk menelpon siapa aku pun tidak tahu."Bersihkan rumah, dan panggil para tetangga. Mayat Arif, akan di bawa ke rumah ini," titahnya."Mas, kamu gila? Nyuruh aku semua.""Terus aku suruh siapa lagi, hah?" bentak Mas Najib dengan suara keras. "Jangan tahunya terus membantah! Ke
Bab135"Kenapa Om Arif, bisa menikahi wanita seperti tante Jesika," bisik Helena pada Ratna, sang Nenek.Ratna memindai wajah Putranya yang sudah pucat. Lelaki itu nampak tersenyum tipis, dengan wajah sedikit memiliki luka."Maafkan Mamah, Nak. Tidak sepenuhnya bisa membuat kamu bahagia. Dan kini, kamu lebih dulu menghadap Sang Ilahi. Andai Mamah bisa menggantikan posisi kamu," desah Ratna."Mamah, jangan berkata begitu. Kita sayang sama Arif, tapi Allah lebih sayang lagi." Ganesa memeluk Ibu mertuanya itu.Ratna terisak, meratap pilu, ditinggalkan anaknya secepat ini, rasanya bagiakan raga yang terbang jauh dari raganya. Ratna kehilangan semangatnya kini."Apakah Najib sudah menghubungi keluarga yang di Bandung?" tanya Ratna, dengan sisa-sisa tenaga yang ada."Ganesa belum bertanya, Mah. Nanti Ganesa tanyakan, kalau Mas Naji
Bab136●pov Ganesa●Sabarku kini terkikis, diamku semakin diinjak. Apalah artinya semua yang aku lakukan, jika diri ini, tidak lagi dihargai.Bukan duka berganti tawa. Tapi duka semakin meluka. Apakah guna aku bertahan, jika semakin aku bertahan, semakin pula aku diserang.Apakah harus kupatahkan bingkai rumah tangga yang sudah bertahun lamanya aku bina? Bagaimana bisa aku jalani, jika rumah tangga ini sudah tidak sehat lagi.Sabar bukan mengobati, malah semakin menyengsarakan diri.Kututup pintu kamar, dan kukunci. Kurebahkan diri, memandangi langit-langit kamar yang remang. Seremang hatiku kini.Belum usai duka berlalu, namun hati ini kembali dilabuhi luka. Meski anakku kini tidak lagi sedingin sebelumnya. Namun diri ini terlanjur sakit hati dan kecewa.Ketukan di daun pintu kamar, mengejutkanku dari la
Bab137●Pov Ganesa●"Helena, yang sopan sama Tante Jesika!" bentak mas Najib, lelaki itu bangkit dan menatap tajam anak perempuan kami itu."Cepat minta maaf," titah mas Najib lagi pada Helena.Jesika menangis keras. "Ya Allah, mengapa aku hidup begini? Lebih baik aku mati saja, dari pada hidup menjadi beban dan hinaan mereka saja.""Jesika, kamu apa-apaan sih?" Mas Najib memindai Jesika dengan aneh."Mas, anak kamu sekarang tega menyakiti hatiku. Tega sekali, membuat hatiku bergejolak sakit.""Uuwu sekali," seruku, ketika melihat sikap Jesika, yang terang-terangan, berani memegangi lengan suamiku."Cepatlah pergi, sebelum rumah ini semakin hancur."Aku berjalan menaiki tangga, melewati Helena yang sudah aku diam kan beberapa hari ini. Tidak lagi kutegur, mau pun aku pedulikan.
Bab138"Ya, ada apa? Ibu kenal?" tanya Jena.Aku menatap Jena sesaat."Cuma tahu, kalau mengenal banget sih, nggak."Jena mengangguk. "Datang ya, Bu.""Insya Allah," jawabku.Jena pun keluar dari ruanganku, karena memang hanya memberikanku undangan pernikahannya.Aku menyandarkan tubuh di kursi, sambil menscroll status teman-teman kontak whatappku.Terlihat Jesika mengunggah sebuah foto, yang memperlihatkan kemesraannya dengan suamiku. Padahal berkas permohonan perceraian kami, baru masuk beberapa hari yang lalu.Tapi wanita ini, sudah sangat percaya diri, untuk memperlihatkan kemesraan mereka.Aku tersenyum kecut, melihat foto itu. Disusul ketikan status, status yang nyaris 100% memburukkanku."Wanita yang tega meninggalkan suaminya, hanya demi ambisinya. Ka
Bab139Mendengar ucapan Najib, dada Jena bergetar, sembari memandangi sesaat wajah Andre, suami yang baru sah pagi tadi menjadi miliknya."Mas, kenapa ada orang kedua yang berucap tentang hal ini. Jika saat itu, Lena kamu katakan berhalusinasi, lalu itu tadi apa?" tanya Jena, ketika mereka duduk di pelaminan."Aku akan jelaskan nanti, usai resepsi ini selesai, bisa kan?" tanya Andre kembali, merasa tidak nyaman.Jena hanya menghela napas berat, menatap Andre dengan tatapan kekecewaan."Salah diri ini, memilih menyimpan bangkai, di bandingkan bercerita kepadanya. Kalau sudah begini, aku hanya menimbulkan getar keraguan di mata Jena," batin Andre.Kini perasaan keduanya menjadi gamang. Sedangkan Ganesa, hanya menatap biasa kepada pasangan itu.Meskipun awal kedatangan Ganesa, sempat membuat Andre gelisah. Namun ketika Ganesa ti
Bab140Entah keyakinan dari mana, Jesika memberanikan diri menelpon mertuanya, juga kakak iparnya.Tangis palsu Jesika pecah, ketika menceritakan deritanya bersama Najib di rumah ini."Jesika, nggak mungkin Ganesa melakukan itu! Kamu jangan mengada ngada ya," kata Aya, Kakak tertua Najib."Sumpah kak. Ganesa pergi dari rumah ini, dan hidup bersama lelaki lain. Bahkan dia gadaikan rumah Kak Najib ini, demi membahagiakan lelakinya.""Astagfirullah, kakak akan hubungi Ganesa dulu." Sambungan telepon seketika di matikan begitu saja.Jesika meradang. "Sialan, dasar bedebah," pekik Jesika.Ia pun menghubungi Ratna, mertuanya itu, untuk mengompori wanita tua itu juga."Ada apa, Jesika," tanya Ratna. Ketika menjawab panggilan telepon Jesika."Mah, rumah kak Najib digadaikan Ganesa ke Bank. Bahkan, kak Ganesa tidak mau membayarnya lagi dan pergi dari rumah, bersama laki-laki lain.""Jesika, kamu jangan coba mengada-n
Bab141"Astagfirullah, kak Najib," seru Jesika, dengan mata membulat karena terkejut, melihat Najib yang begitu marah."Apa yang kamu katakan tadi? Berani sekali kamu berkata seburuk itu pada Putriku," bentak Najib berang."Mas, kami hanya bercanda." Jesika membujuk."Bohong, Pah. Tante dari tadi menghina dan memakiku."Mendengar penuturan Putrinya, Najib semakin marah pada Jesika."Helena, kok kamu ngomong begitu, sih. Tega kamu sama Tante," lirih Jesika sembari menunjuk. Tangannya memilin-milin baju dengan gemetar."Sebaiknya, kamu angkat kaki dari rumah ini," pinta Najib dengan dingin.Jesika mendongak. "Sayang, kok ngomong begitu. Janganlah pake emosi gitu, kita kan bisa bicara baik-baik.""Aku mendengar semuanya. Demi menjaga mental anakku, pergilah dari rumah ini. Kamu dan aku,