Mata Nadi sontak membulat terkejut melihat benda yang berada di tangan Erian. Polisi itu pun refleks meraba pinggangnya dan mulutnya mendecih pelan saat menyadari tempat senjatanya telah kosong. Kini dirinya sibuk menggerutu dalam hati. Bagaimana mungkin ia bisa seceroboh itu sehingga tidak menyadari jika Erian mengambil pistolnya? Apa yang harus ia lakukan sekarang dengan pria yang terlihat jelas tidak main-main dengan omongannya itu?“Apakah Anda tidak mendengar perkataan saya, Pak Nadi?” Erian bersuara lagi ketika melihat polisi di hadapannya tampak tidak memerhatikannya dan justru fokus dengan dirinya sendiri. “Merapat ke dinding dan angkat tangan Anda ke atas. Jangan coba-coba melakukan apapun. Asal Anda tahu, sekali seminggu saya rutin latihan menembak di sasana pelanggan saya. Jadi, saya tidak canggung dengan pistol.”Nadi terpaksa mengakui kalau ucapan Erian benar. Pengusaha hotel itu kelihatan terbiasa memegang pistol, dilihat dari kuda-kuda kokoh yang ditunjukkan sampai deng
“Bukan urusanmu. Lagipula, aku tidak percaya padamu. Bisa saja kamu pura-pura baik padahal tidak kalah keji daripada ayahmu. Pergi saja dan urus kepentinganmu sendiri, tidak usah menggangguku!”Dokter Lavin memperingatkan dengan tegas kemudian menoleh lagi ke arah luar, tidak tertarik untuk meladeni Orion lebih lanjut. Lebih penting baginya untuk memastikan jika para preman itu telah berhenti membuntutinya.“Hah, hah, hah! Ternyata dokter itu di sini. Terima kasih, Tuan Orion. Tapi, kenapa Tuan juga ada di sini? Oh, Tuan Erian meminta Anda untuk membantu kami, ya?”Suara yang terasa tidak asing itu terdengar dari belakang Dokter Lavin, sontak dokter muda itu pun membalikkan tubuh dan mendecih tidak riang melihat penampakan si Gondrong dan temannya yang botak. Tapi, wajah Dokter Lavin pun tiba-tiba tegang saat mendapati tas besar yang dikenalinya ada dalam genggaman si Gondrong. Ia segera berpaling ke halaman dan tidak menemukan taksi yang tadi ditumpanginya.“Jangan khawatir,” ujar si
Dengan satu gerakan, Citra melompat dari dalam mobil dan berlari sejauh mungkin tanpa memedulikan kondisi tubuhnya yang masih belum pulih sepenuhnya. Topi di kepalanya dan tas di depan tubuhnya ia pegang erat-erat. Tapi, saat berdiri di seberang jalan usai berhasil melewati kendaraan-kendaraan yang terperangkap macet, ia masih sempat berpaling dan menyaksikan Jian telah keluar dari mobilnya dan mengambil tempat di samping pintu mobil Ufa, menghalangi selingkuhan suaminya yang berontak ingin keluar sebab melihat Citra berderap menjauh. Di sisi satunya, tampak Bik Atik ikut berjaga. Citra juga menemukan dua petugas polisi yang mendekati mereka.Citra kemudian berlari lagi sambil berupaya menyembunyikan dirinya dari pantauan Ulfa yang tidak usah diragukan akan kembali memburunya pada kesempatan pertama ia bisa lepas dari Jian. Agar lebih aman, ia pun meninggalkan trotoar dengan melompati pagar kayu rendah dan memasuki taman. Tanaman bunga dan pepohonan pasti akan menyamarkan keberadaann
“Arrrggghhh!”Erian sontak meraung kesakitan saat peluru yang muncrat dari moncong pistol Kun melesat secepat kilat dan bersarang di betisnya. Ia roboh ke lantai sambil memegangi kuat-kuat area di sekitar luka tembaknya, darah sudah bertebaran dan menggenangi kakinya. Senjata yang tadi dipegangnya telah terlempar ke dekat dinding.“Erian!” Dokter Hardi berseru tidak kalah histeris seraya melangkah tergopoh-gopoh mendekati temannya untuk berjongkok di sisinya. Melihat situasi Erian pasca tertembak yang bisa dibilang cukup parah, dokter senior itu menaikkan kepalanya dan menatap Nadi, Kun, dan polisi lainnya. “Apa yang kalian lihat? Cepat bawa dia ke tempat tidur, kita harus menghentikan pendarahannya sebelum mengeluarkan peluru dari tubuhnya!”Seperti baru tersadar, Nadi tergesa-gesa menampatkan dirinya di samping Erian usai mengambil pistolnya dari lantai dan menguncinya dengan aman di pinggangnya. Bersama-sama Dokter Hardi yang menangani bagian atas badan temannya, ia mengangkat kedu
Dokter Lavin menoleh dan baru saja akan membalas saat tatapannya tidak sengaja terarah ke luar taksi, tepatnya ke trotoar yang berada di sebelahnya. Mulutnya yang sedianya akan menyemburkan kalimat ketus tiba-tiba kehilangan suara dan hanya setengah membuka. Matanya terbelalak, tidak bisa memercayai penampakan yang tengah dilihatnya.Menemukan reaksi Dokter Lavin yang aneh itu, Orion mengernyitkan dahi dan ikut berpaling. Tapi, berbeda dengan pria di sebelahnya, ia justru bisa melompatkan satu seruan bernada terkejut dari bibirnya. “Citra!”Panggilan itu tentu saja tidak bisa didengar oleh istrinya yang kini berlari menjauh karena terhalang oleh bunyi-bunyi berisik dari kendaraan di sekitar mereka. Sebab itu, Orion berniat membuka pintu taksi dan mengejar Citra. Namun, begitu tangannya diletakkan di handle, ada tangan lain yang telah mendahuluinya.“Apa yang kamu lakukan, Lavin?” Orion bertanya tidak riang sambil menepuk-nepuk garang tangan Dokter Lavin. “Lepaskan tanganmu, aku mau le
“Orion?”Citra menggumamkan nama suaminya dengan nada terperanjat bervolume rendah. Ia tidak salah dengar, kan? Tapi, apa yang dilakukan Orion di sini? Bukannya dia tengah ditahan di kantor polisi?“Buka pintunya, Citra. Ini aku, Orion!” Orang yang berdiri di luar bilik toilet Citra itu berbicara lagi.Mendengar suara manusia itu sekali lagi, Citra akhirnya yakin. Sekarang ia berseru lantang. “Orion? Itu benar-benar kamu, kan?”“Iya, Citra. Aku Orion, suamimu.”Lebih tepatnya, pria yang sebentar lagi akan menjadi mantan suamiku, pikir Citra. Walaupun yakin betul kalau makhluk yang mengobrol dengannya adalah Orion, ia tetap memilih melakukan tindakan pencegahan dengan cara mengintip lagi melalui celah di bawah pintu, siapa tahu ada orang lain di situ.Usai memastikan jika suaminya memang benar-benar datang sendirian, Citra menjatuhkan pecahan cermin di tangannya ke lantai dan membuka pintu bilik toilet. Di depannya, terpampang wujud Orion yang terlihat tidak terurus dengan wajah dan pa
Nadi duduk tepekur di sofa kulit mahal yang ada di ruang rawat mewah itu. Operasi pengangkatan peluru di betis Erian yang dilakukan langsung oleh Dokter Hardi sudah selesai tiga jam yang lalu. Sekarang, ia hanya perlu menunggu pengusaha hotel itu siuman untuk ditanyai. Nadi memilih untuk bersiaga di ruangan yang sama dengan Erian untuk mencegah orang kaya itu berkonspirasi jahat dengan Dokter Hardi lagi.Sebenarnya, ia bisa saja meminta Kun atau rekannya yang lain untuk menggantikannya berjaga di rumah sakit. Tapi, Nadi memutuskan terlibat langsung karena saat ini bisa dikatakan jika Erian merupakan terduga potensial dalam kasus pembunuhan Henny serta kecelakaan Gema dan Ariani. Baginya, ini semacam tanggung jawab moril selaku ketua tim penyidikan. Bukankah sebagai pemimpin, ia yang harus bekerja lebih keras?Usai beberapa belas menit duduk sambil menjalin tangan dan bertatap muka dengan lantai, Nadi mengubah posisinya menjadi bersandar di sofa dengan kepala mendongak dan mata nyalang
“Ibu!”“Tante!”Dokter Lavin dan Citra memekik berjamaah kemudian saling bertatapan salah tingkah setelahnya yang segera dilanjutkan dengan membuang pandangan masing-masing ke arah berlawanan. Citra pura-pura tertarik dengan hiasan rambut Belinda yang duduk di pangkuannya, sedangkan Dokter Lavin berdeham tidak jelas sambil bersikap seakan-akan terpesona dengan pemandangan di luar jendela mobil.“Loh, apa yang salah?” Jian bertanya dengan wajah tanpa dosa, tidak menyadari bencana yang baru saja diciptakannya, matanya bergantian menatap tiga penumpang dewasa yang terduduk di kursi belakang mobilnya. “Kalau Citra dan pria ini bercerai, artinya dia bisa kembali pada Lavin dan anak kandungnya, Belinda. Nah, pria ini bisa bersama dengan si poni kekanak-kanakan itu. Akhir yang bahagia untuk semuanya.”Usai menemukan kendali dirinya kembali, Dokter Lavin memandang ibunya, sebisa mungkin menahan matanya agar tidak melirik ke arah Citra atau Orion yang duduk di sisi kiri dan kanannya. “Lebih ba