"Kenapa kau menambahkan syarat seenaknya? Keu tidak mengatakannya sebelumnya." Regina menoleh ke arah Henry, tetapi jarak mereka yang begitu dekat membuat Regina kembali memandang ke depan, tangannya terlepas dari genggaman pintu dan menerobos melalui tangan Henry, menjauhkan diri dengan jarak aman. "Jika kau tidak mau tidak masalah. Maka, aku tidak akan memberikannya!" Henry mengibaskan filenya. Regina memandang file itu. Tangannya mengepal. Dia harus menahan diri dan ikut bermain dalam permainan Henry. "Berikan padaku sekarang juga," ucap Regina. Henry tersenyum penuh kesombongan. "Aku akan menganggap menerima syarat dariku. " "Ayo, masuk, istriku!" Henry membukakan pintu kamar. Regina memasuki kamar dengan hati-hati, tatapannya terarah pada Henry dengan penuh kecurigaan. Henry menatapnya dengan senyum diwajahnya. "Kenapa kau menatapku begitu? Aku sungguh tidak akan melakukan sesuatu. Ambil dokumen ini!"Regina mengulurkan tangannya, mengambil dengan cepat. Dia memeriksa isiny
"Kenapa?" Henry bertanya pada Regina melirik tanpa mengatakan apapun. Regina menggeleng. Dia tidak mungkin menanyakan darimana Henry yang tidak kembali ke kamar sampai larut malam. Regina menunduk wajahnya dan mulai mengigit roti putih yang telah di panggang. "Mama, apa mana tidak tidur dengan baik? Ada kelompok mata gelap di mata." Regina terkejut dengan Kevin yang menyadarinya walau sudah ditutupi dengan make up. "Bukankah kau tidur nyenyak semalam?" Henry menatapnya penuh keheranan. "Atau kau tidak bisa tidur karena aku meninggalkanmu? Oh, apa istriku tidak bisa tidur tanpaku?""Tidak. Justru aku tidur nyenyak semalam. Ini bukan kelopak mata gelap tapi bagian dari make up." Regina memberi alasan yang masuk akan. "Aku tidak tahu jika kau pergi semalam." "Papa, apa papa keluar saat malam hari? Apa yang Papa lakukan?" Kevin bertanya. Regina tidak menyangka Kevin akan menanyakan pertanyaan yang ingin Regina ketahui. Mata yang terlihat lelah, terarah pada Henry tanpa berkedip. Dia
Saat Henry mendengar tuduhan Regina, ekspresinya berubah serius. " Oh, jadi kau tidak tidur malam itu dan malah menuduh aku keluar untuk berselingkuh? Jika kau penasaran tentang itu kenapa kau tidak keluar dan mengikutiku? Menuduh tanpa bukti tidak bisa di terima!" Regina tersenyum sinis. "Apa aku masih butuh bukti? Interaksimu dengan wanita itu dan bagaimana sikapnya padamu, itu sudah jelas."Henry memicingkan mata, "Regina, jangan katakan padaku bahwa kau cemburu."Regina mengalihkan pandangan, "Tidak, kenapa aku harus cemburu? Aku sudah tahu bahwa kau suka bermain-main dengan para wanita."Henry mendekat dan mencium pipinya. Regina terkejut, tangannya secara refleks mendorongnya, tapi tangan Henry menahannya. "Kita sedang berada di luar, bahkan jika kau marah, kita harus tetap bersikap selayaknya pasangan, kan?" bisik Henry dengan suara yang hanya bisa di dengar oleh Regina. "Permisi, saya tahu kalian pasangan, tapi bisakah jangan bermesraan di sini?" Suara Rose terdengar. Henry
Regina menatap Tuan Tan dengan ekspresi terkejut. "Mengundurkan diri? Papa, bukankah terlalu tiba-tiba jika aku melakukannya bahkan tanpa ada pertemuan dengan para dewan direksi?" "Aku sudah menemui mereka dan juga, aku memiliki saham paling besar di perusahaan ini. Regina, kau seharusnya menyadari, apa yang telah kau lakukan pada perusahaan? Tidak ada perkembangan dan juga kau telah membuat kita rugi besar, apa kau akan tetapi berani menduduki posisi sebagai pemimpin perusahaan?"Regina menelan ludah, mencoba menjaga ketenangannya. "Papa, aku tidak bisa pergi begitu saja. Tolong beri aku kesempatan. Aku akan mengganti kerugian dengan mendapatkan project yang lebih besar lagi." Tuan Tan memandang remeh, "Bagaimana kau dapat melakukannya? Selama ini saja kau lebih sering gagal dan membuatku merasa malu. Memang lebih baik aku mengendalikan perusahaanku sendiri. Percuma saja kau pintar di sekolah, tapi berakhir merugikan keluarga." Regina mengepalkan tangannya. Selalu saja seperti ini
"Henry, aku tidak punya waktu untuk bermain-main dan berhentilah mengancamku untuk memenuhi apa yang kau inginkan. Tidak mungkin juga kau mengetahui apa yang aku butuhkan.""Apa kau sedang menantangku? Apa kau ingin aku membuktikannya dengan masuk ke dalam sekarang dan membuat kekacauan?" ucap Henry. Regina menggigit bibirnya, merasa tertekan. "Jangan masuk. Baiklah, aku akan keluar. Jangan membuat masalah lagi." Regina dapat mendengar suara tawa menyebalkan dari pria itu terdengar. "Tenang saja, aku tidak akan melakukan sesuatu selama kau menurut. Aku beri waktu, dalam satu menit kau tidak datang maka aku yang akan datang." Henry langsung mengakhiri panggilan telepon."Pria sialan!" Regina tidak bisa tidak mengutuk pria yang membuatnya kesal. Regina dengan cepat keluar dari kantor, tanpa peduli dengan karyawan yang memandangnya dengan tatapan heran. Satu-satunya yang dia pikirkan, mencegah Henry memberikan masalah lebih besar baginya. Regina menemukan mobil Henry yang cukup menon
"Regina, aku tahu ini sulit dipercaya, tapi proyek yang bocor itu memang sungguh bukan aku tidak ikut campur. Itulah kenapa aku membantumu saat ini untuk menebus apa yang keluargaku lakukan yang merugikanmu. " Henry mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan perjelasannya, "Jika kau saat ini lemah, orang tuaku akan membujukku lagi dengan cara yang menguntungkan agar kau berpisah denganku, jika kau setuju maka aku yang rugi, itulah kenapa aku melakukannya in."Regina masih terdiam mencerna apa yang semua penjelasan Henry. Setelah memikirkan semua itu, bibirnya mengeluarkan tanggapan. "Baiklah. Jika kau melakukan ini hanya untuk menebus rasa bersalah dan data yang kau punya hanya yang aku butuhkan. Kalau begitu, kau harus menarik kembali penyusup itu atau beritahu aku identitasnya, aku akan membereskannya.""Itu tidak mungkin. Tuan Tan juga pasti menamankan seorang mata-mata di setiap perusahaan saingan, kan? Kenapa aku harus menarik milikku. Regina, mereka bisa saja berguna untuk
"Ah!" Rose merintih kesakitan saat Henry mendorongnya. Henry langsung mendekati Kevin. "Ada apa? Kenapa kau menangis? Apa ada orang jahat yang menganggumu?" "Aku ingin pulang! Papa, silahkan saja lakukan apa yang papa sukai dengan Kepala Sekolah. Aku akan melaporkan ini pada Mama." Kevin menatap Henry dengan penuh kemarahan. Dia berbalik pergi. "Tunggu!" "Tuan Jian, apa kau akan meninggalkan aku sendirian? Kakiku jadi semakin sakit." Rose mengeluh dengan manja. "Maafkan aku, Nyonya Rose. Kau bisa menghubungi Asistenku untuk menjemputmu. " Henry masih mencoba berduka sopan. Namun, Rose justru masih saja menahannya. "Tapi, aku ingin kau yang mengantarku. Apa kau tidak mau bertanggung jawab setelah--" "Kepala Sekolah, apa kau ingin menguji kesabaranku? Jangan gunakan perkataan yang akan disalah pahami. Aku tidak ingin terlibat masalah." Henry menepis tangan Rose begitu saja dan pergi meninggalkannya. "Sial! Ini semua gara-gara anak itu! Hampir saja aku memiliki Henry Jian." ***
Regina keluar bersama dengan pria yang dia temui. "Terimakasih, kau sudah membantuku." "Tidak masalah. Aku harap anakmu akan menyukainya. Ini kau bisa menghubungiku." Pria itu memberikan kartu namanya. Regina dengan sopan menerimanya. Mereka saling mengucapkan selamat tinggal. Regina kembali ke mobil, di mana Henry menunggunya. Tatapan Henry begitu tajam, "Siapa itu? Kau terlihat begitu akrab?""Teman lama yang tidak sengaja bertemu," jawab Regina dengan singkat. Henry hendak mengatakan sesuatu, tetapi Regina memberikan penegasan. "Dia sudah menikah! Tatapan matamu menunjukkan tuduhan bahwa aku berselingkuh, aku akan tegaskan, itu tidak terjadi."Henry hanya mengangguk, "Oh. Baguslah jika begitu. Aku percaya pada istriku." Perkataan Henry begitu lembut, tetapi tidak pada sorot matanya. "Jika kau marah dan ingin mengkritikku seperti biasanya, katakan saja. Apa gunanya menahan diri." Regia mencibir. "Tidak, aku tidak akan marah pada istriku hanya karena hal kecil seperti ini." Henr